• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam dokumen GBPP MATAKULIAH PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN (Halaman 72-76)

REKTOR INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGER

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam peta eksplorasi pemikiran tentang Diklat Profesional Kepamongprajaan,

sekurang-kurangnya tujuh terminal harus disinggahi untuk dapat mencapai lima topik di atas, seperti terlihat dalam Gambar 1.

PEMERIN- KEPAMONG- PROFESI- DEP- SISDIK DIKLAT PROFESIONAL TAHAN--->PRAJAAN---->ONALISME-->DAGRI-->DAGRI--->IPDN-->KEPAMONGPRAJAAN

1 2 3 4 5 6 7

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Satu, pemerintahan. Identifikasi dan definisi Sistem Pemerintahan Indonesia dapat dilakukan melalui pendekatan kekuasaan (Ilmu Politik), dan dapat pula dilakukan menurut pendekatan kemanusiaan dan lingkungannya (Ilmu Pemerintahan, Kybernologi). Dalam kerangka pemikiran ini digunakan pendekatan Kybernologi (kybernân = besturen = steering). Kybernologi adalah sebuah body-of-knowledge (BOK) baru, hasil pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap dan Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia (Gambar 2). Pemerintahan (governance) adalah interaksi antar tiga subkultur tiap masyarakat (unit kultur), yaitu subkultur ekonomi (SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). 2 3 5

janji(kebijakan, mandat, kuasa monev oleh SKS rencana)& pene- (trust, hope) selaku pelangan

patan/implemen- dari SKS selaku terhadap kinerja --tasinya,kontrol- ----konstituen---- ----SKK rute 2----

| sumber-sumber | | (UU,PERDA) | | dan rute 4 |

| (SDA,SDM,SDB) | | melalui pe- | | via rute 1 |

| di hulu | | milu di hulu | | di hilir |

| | | | | |

| | | | | |

| stakeholder

-- -SKE--- SKK--- SKS--- SKK---

| pemain, | | |

| pemba- wasit penonton | |

| ngunan | | | | | |

| | | | redistribusi | | | |

| | nilai berke- | | nilai via pe- | | pertanggung- | |

| | lanjutan utk | | lay civil,pe- | | jawaban etik | |

| ---hidup, hasil--- ----lay publik---- ---menurut--- |

| pengelolaan & pemberdayaan etika otonom |

| sumber-sumber masyarakat di hilir |

| 1 di tengah 6 |

| | ---pemerintahan (governance)---

Gambar 2 Sistem dan Proses Pemerintahan (Governance) Digerakkan oleh Tiga Subkultur (Terminal)

Melalui Rute 3, 2, 1, 4, 5, 6, dan 3 (pelay = pelayanan)

Dua, Kepamongprajaan. Supaya kinerja interaksi antar tiga subkultur itu good, dan dengan demikian governance menjadi good governance, interaksi itu harus

dikendalikan dan diarahkan oleh sebuah kekuatan yang disebut kepamongprajaan. Kepamongprajaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari 12 (duabelas) nilai sebagai berikut:

1. Vooruit zien (memandang sejauh mungkin ke depan)

2. Conducting (membangun kinerja bersama melalui perilaku aktor yang berbeda-beda)

3. Coordinating (membangun kinerja masing-masing melalui kesepakatan bersama yang mengikat)

4. Peace-making (membangun kerukunan dan kebersamaan)

5. Residue-caring (mengelola “sampah,” “sisa,” “yang beda,” “yang salah,” “yang kalah,” dan “yang terbuang”)

6. Turbulence-serving (mengelola ledakan yang dianggap mendadak atau di luar kemampuan, force majeure)

7. Fries Ermessen (keberanian bertindak untuk kemudian mempertanggungjawabkannya)

8. Generalist and Specialist Function (knowing less and less about more and more, and more and more about less and less)

9. Omnipresence (terasa hadir di mana-mana)

10. Responsibility (menjawab dengan jelas dan jujur, men(t)anggung risiko secara pribadi menurut Etika Otonom)

11. Magnanimous-thinking (-mind, berpemikiran besar dan kuat menerobos zaman membuat sejarah)

12. Distinguished statesmanship (kenegarawan-utamaan, selama memangku masajabatan publik, berdiri di atas semua kepentingan, tidak memihak, impartial)

Orang yang memangku 12 nilai tersebut disebut Pamong Praja, baik dalam arti formal maupun dalam arti informal.

Tiga, Profesionalisme. Nilai terbentuk melalui kerja. Pekerjaan yang ditekuni seumur hidup disebut profesi. Kualitas kerja diharapkan professional agar kinerjanya

good. Pengertian “professional,” dan “profesionalisme” itu dapat dideduksi dari konsep “profesi” yang diuraikan dalam Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (2005, Bab I sub C, h. 38-9). Di sana dijelaskan bahwa profesi berarti, “a reasonably clear-cut occupational field, which ordinarily requires higher education at least through the bachelor’s level, which offers a lifetime career to its members (Richard J. Stillman II, Public Administration: Concepts and Cases, 1984). Dikemukakan lebih lanjut bahwa “first, professions are based on the presence of a systematic theory. . . Second, professions all have professional authority. . . Third, standards of training and competence are set by the profession itself. . . Fourth, professions have a code of ethics. Finally, professions are encircled by a professional culture. A professional group has a common language. Professional associations and training centers promulgate a set of norms and values among professionals (Warren B. Brown dan Dennis J. Moberg, Organization Theory and Management. A Macro Approach, 1980). Supaya berguna dan efektif, profesionalisme kepamongprajaan di atas digunakan, dalam hal ini di ruang pemerintahan, khususnya Departemen Dalam Negeri.

Empat, Pemerintahan “Dalam Negeri,” yang dilembagakan menjadi Departemen Dalam Negeri. Pembicaraan tentang Departemen Dalam Negeri tidak dapat

dipisahkan dari Visi dan Misi Bangsa Indonesia. Di zaman raja Asoka (ca 269-232) terdapat dua agama besar di Asia, yaitu Hindu dan Buddha. Untuk memperkokoh kekuasaannya, ia menganjurkan perdamaian di mana-mana. Pada suatu tiang batu peninggalannya tercantum sebuah pernyataan yang dapat disebut Doktrin Asoka, berbunyi: “Barangsiapa merendahkan agama lain dan memuji agamanya sendiri, (berarti) merendahkan agamanya sendiri.” Dalam kitab Sutasoma, Empu Tantular mengemas ajaran itu dalam seloka yang sebagian berbunyi “bhinneka tunggal ika,” lengkapnya “Bhinneka Tunggal Ika, Tanhana Dharmma Mangrva,” artinya berbeda- beda tetapi satu jua, tahan karena benar serta satunya cipta, rasa, karsa, kata dan karya berdasarkan kebenaran yang tunggal. Dalam kerajaan Majapahit (1292-1525) nilai ideal “berbeda (beragam) tetapi (ber)satu” itu menjadi kenyataan: raja Hayam Wuruk (memerintah 1350-1389) beragama Hindu, sedangkan perdana menterinya Gadjah Mada (menjabat 1331-1364) beragama Buddha.

Bertolak dari sejarah yang menunjukkan bahwa Bhinneka Tunggal Ika sebagai sistem nilai ideal di zaman dahulu bisa menjadi kenyataan, maka adalah tepat tatkala

Presiden Soekarno dalam pidato HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tgl 17 Agustus 1950 menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah sesanti (credo) bangsa Indonesia, bahkan dapat disebut visi (walaupun Presiden Soekarno tidak secara

eksplisit menyatakan demikian) bangsa Indonesia dalam membangun bangsa (Nation Building), kesebangsaan, dan membentuk watak (Character Building) bangsa.

Bhinneka Tunggal Ika itu merupakan sebuah sistem nilai yang terdiri dari dua komponen besar yaitu “bhinneka” (fakta, das Sein) dan “tunggal ika” (ide, das Sollen). Antara dua komponen itu terjadi hubungan timbal-balik (interaksi) bahkan hubungan dialektik terus-menerus. Bhinneka Tunggal Ika itu kemudian dijadikan hukum positif dalam bentuk PP 66/1951.

Tatkala Bangsa Indonesia masih berada di seberang jembatan yang bernama

KEMERDEKAAN, visinya adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD

1945, khususnya alinea pertama dan kedua. Visi tersebut semakin jelas lima tahun BHINNEKA--->TUNGGAL IKA

masyarakat yang proses pengelolaan sehingga semua masing-masing keunikan menjadi ke- masyarakat merasa memiliki keunikan kuatan matarantai sebangsa dan ber- sehingga yang satu dan pengurangan ke- sama-sama memba- berbeda dengan senjangan vertikal ngun masa depan yang lain; sepan- dan horizontal an-

jang sejarah per- tar masyarakat se- bedaan itu menim- cepatnya

bulkan kesenjangan vertikal dan hori- zontal antar ma- syarakat

Gambar 3 Model Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Misi Bangsa Indonesia

kemudian setelah menyeberangi jembatan, diperkaya dengan Bhinneka Tunggal Ika. Gambar 3 menunjukkan misi Pemerintah Indonesia yaitu memproses

pengelolaan keunikan tiap masyarakat menjadi kekuatan matarantai nusantara dan mengurangi kesenjangan vertikal dan horizontal antar masyarakat secepatnya. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, departemen manakah yang secara khusus berperan menjalankan misi guna mewujudkan visi di atas? Sejak semula, Departemen Dalam Negeri menduduki posisi strategik dalam sistem pemerintahan RI. Sejumlah departemen/kementerian “teknis” berasal dari departemen ini. Menterinya juga

Tabel 1

FUNGSI LINI DEPARTEMEN DALAM NEGERI

--- KELOMPOK A KELOMPOK B

---

Dalam dokumen GBPP MATAKULIAH PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN (Halaman 72-76)

Dokumen terkait