• Tidak ada hasil yang ditemukan

SESI SEMBILAN

Dalam dokumen GBPP MATAKULIAH PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN (Halaman 52-57)

GBPP MATAKULIAH

SESI SEMBILAN

Nilai Delapan GENERALIST AND SPECIALIST FUNCTION. Mengamong

adalah (belajar untuk) mengetahui sedikit demi sedikit tentang semakin banyak (luas) hal (to know less and less about more and more, berpengetahuan luas) guna

mengidentifikasi dan membangun kebersamaan (tunggal ika) antar masyarakat yang berbeda-beda. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang luas, tumbuh kreativitas, innovativeness. Kreativitas merupakan lahan subur untuk menumbuhkembangkan Seni Pemerintahan: kepandaian (art, skill, craft) menjawab suatu masalah dengan alat atau cara yang berbeda pula. Mengamong juga adalah (belajar untuk) mengetahui semakin banyak (dalam) tentang semakin sedikit hal (to know more and more about less and less, berpengetahuan mendalam) guna mengidentifikasi perbedaan senyaris apapun antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Untuk itu,

mengamong berarti berupaya untuk semakin mengenal kualitas, watak, kekhususan (uniqueness) suatu masyarakat. Dengan keahlian yang dalam, tumbuh ketelitian, kemahiran, dan presisi, sebagai prasyarat untuk membangun Teknologi Pemerintahan

yang tepat. Gambar 1 di atas menunjukkan hubungan antara fungsi generalist dengan fungsi specialist tersebut. Kepamongprajaan sebagai superstruktur profesi

pemerintahan melalui pendekatan lintas sektoral bermula pada visi untuk membentuk tenaga-tenaga pemerintahan yang berkualitas kepamongprajaan. Tentang hal ini, van Poelje dalam Pengantar Umum Ilmu Pemerintahan (1959) menyatakan:

. . . bahwa berbagai ilmu pengetahuan yang bertalian dengan salah satu bagian dari penguasaan (beheer) perusahaan partikelir pada akhirnya bermuara pada suatu ajaran perusahaan umum

(algemene bedrijfsleer) yang meliputi kesemuanya dan bahwa ajaran tentang penguasaan perusahaan-perusahaan partikelir ini setidak- tidaknya untuk sebagian merupakan syarat bagi adanya ilmu

pengetahuan yang lebih tinggi daripadanya, ialah Ilmu Pemerintahan dengan Kepamongprajaan sebagai salah satu bentuk Aksiologinya.

Nilai ini mengandung implikasi politik. Oleh pengetahuan dan pengalaman yang luas dan dalam itu, seorang pamong siap ditempatkan di mana saja dan mampu

mengerjakan tugas apa saja yang telah didalaminya. Seorang yang berasal dari daerah A sejak kecil tinggal mencari nafkah dan bergaul dengan banyak orang di berbagai kota, terakhir di kota B. Pada tahun 2008 ia ingin dicaleg untuk dapil A, daerah kelahirannya, namun karena daerah A belum mengenalnya dengan baik, tidak ada “kendaraan” yang mengusungnya, sementara di kota B pesaingnya banyak. Lihat Bab 19 dan Bab 30 Kybernologi (2003).

11

SESI SEPULUH

Nilai Sembilan RESPONSIBILITY. Mengamong adalah mempertanggungjawabkan kepada pelanggan (bukan hanya atasan!): satu, pelaksanaan tugas (perintah, amanat, mandat), dua, sumpah dan janji jabatan atau profesi (kontraktual), tiga, self-

commitment (janji kepada diri sendiri, nazar, pengakuan, dan sumpah-sebagai-bukti, yang agar mengikat perlu disaksikan), dan empat, tindakan yang ditempuh

berdasarkan Freies Ermessen, kepada para pelanggan produk-produk Negara.

Mempertanggungjawabkan artinya menjawab (menerangkan) secara terbuka segala sesuatu yang menimbulkan pertanyaan pelanggan, dan jika jawaban tidak dipercaya, yang bersangkutan menanggung sendiri segala akibat dan risikonya.

Pertanggungjawaban dapat diterangkan melalui Teori Tanggungjawab yang

dikembangkan dari Teori Tanggungjawab Herbert J. Spiro dalam Responsibility in Government (1969), Gambar 13. Menurut Spiro, tanggungjawab diartikan sebagai accountability, obligation, dan cause. Tanggungjawab sebagai accountability adalah

perhitungan atas pelaksanaan perintah kepada pemberi perintah. Tanggungjawab sebagai obligation memiliki tiga dimensi, yaitu berjanji (bersumpah, kewajiban menepati janji (lepas dari sebab dan akibat), dan kesediaan memikul risiko.

--- | | --->DASAR | RESPONSIBILITY | | | | | KEKUASAAN, | |

|--->KEBIJAKAN, ----> ACTION ---|-> ACCOUNTABILITY --|--- | MANDAT (KKM) | | |

| | | | | | | | | |

| KKM, CITRA | | | |--->JANJI ---> ACTION ---|-> OBLIGATION ---|--> ACTION ---| | POSISI* penepatan janji | kewajiban bertang- | memikul re- | | | | gungjawab, lepas | ward & pu- | | | | dari sebab akibat | nishment | | KONDISI FREIES ERMESSEN | | | | PERUBAHAN VOLITION, FREE- | | | |--->TRANSFOR- ----WILL (CHOICE)----|-> CAUSE ---|--> ACTION ---| | MASI LING- DISCRETION | | | | KUNGAN CONSCIENCE | | | | | | | | | | | | | punishment | BERHASIL |

---HOPE <--- TRUST ---|-- RISK, PRICE ---|--- ATAU <----

| reward | GAGAL

| | ---

*lepas dari tinggi atau rendah, struktural atau fungsional, formal atau informal, “noblesse oblige,”

status membawa kewajiban

Gambar 13 Konstruksi Teori Tanggungjawab: Teori Herbert J. Spiro, 1969,

dimodifikasi dan dikembangkan

Tanggungjawab sebagai cause adalah sesuatu yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk bertindak, yang disebut rasa atau kesadaran akan tanggungjawab dengan kesediaan untuk menanggung risiko atau akibatnya.

Yang digunakan dalam Kybernologi adalah pertanggungjawaban etik. Yang dimaksud dengan etika di sini adalah etika otonom, yang dianut oleh pelaku tanpa terikat dengan fihak lain. Pertanggungjawaban seorang yang bersumpah tanpa diperintah (jadi bukan disumpah melainkan lahir dari dalam hatinuraninya sendiri)

itulah pertanggungjawaban etik otonom. Gambar 14 menunjukkan bahwa

pertanggungjawaban etik itu terletak pada Terminal 10, satu di antara 11 terminal. Terminal 6 menunjukkan perbedaan antara keputusan etik dengan keputusan bukan- etik. Keputusan etik diambil berdasarkan diskusi dan kebersepakatan antar norma yang tertanam di dalam hatinurani pelaku sendiri, sedangkan keputusan bukan-etik diambil berdasarkan kebersepakatan masyarakat di sekitar pelaku. Keputusan etik diwarnai dengan keteguhan hati (disiplin) pelaku memegangnya, walaupun

merugikan diri sendiri. Misalnya hukum sistem antri “First come, first serve” oleh si A dipegang sebagai norma etik perilakunya. Pada saat antri sebagai nomor 6

sementara tiket sisa 5, seseorang (B) di depannya yang kebetulan menoleh, --- 1 2 3 4 5 6

--->apakah--->kualitas--->nilai--->norma--->kesadaran--->pertimbangan---- | etika? dasar etik etik etik etik etik otonom | | etika otonom | | | | | | | etika heteronom yg-benar guna tertanam norma me- diskusi antar norma | | yg-baik dlm kuat, lu- nerangi dlm kalbu, kebebas- |

| yg-wajib hidup as, jelas nurani an memilih, kesepa- | | katan, kesediaan |

| memikul sanksi etik | | | | 10 9 8 7 | | 11 pertanggung- perilaku tindakan keputusan | ----etikalitas<---jawaban<---etik<---etik<---etik<--- | etik | | |

| | | | menaati kadar | --kinerja- berprakarsa keetikan sanksi etik* | berjanji | | | | | --- merasa malu | | | merasa bersalah | pada pada menyesal | orang diri mohon maaf | lain sendiri mohon ampun | | |

janji bertobat | | nazar,sumpah bernazar | perjan- pengakuan

membayar tebusan | jian credo kesediaan berkorban | commitment self- mengaku bersalah | | commitment mengundurkandiri dari jabatan | | | mengasingkandiri | | agar mengi- menyakitidiri | | kat, perlu bersumpah | | disaksikan mengorbankandiri | | | bunuhdiri | --- | | dikontrol | | ----dibandingkan---- | kesenjangan dite- dievaluasi *dinyatakan | rangkan setulus & | secara otonom --sejujurnya, risi- --- dan terbuka ko & konsekuensi

ditanggung sendiri

rupanya mahasiswanya ---, mempersilakannya untuk maju dan pasti dapat tiket. Tetapi si A tidak mau, walaupun menguntungkannya. Sebab bila ia maju, selain sistem terganggu, norma etik di dalam hatinuraninya jadi rusak. Begitu dia mendapat tiket dengan cara demikian, ia sudah mulai jadi pecundang!

Lihat Bab 8 Kybernologi (2003), Bab II dan Bab III Kybernologi Sebuah

Metamorphosis (2008); Bab III dan Bab IV Kybernologi dan Pengharapan (2009) 12

SESI SEBELAS

Nilai Sepuluh MAGNANIMOUS-THINKING. Mengamong adalah mengonstruksi pikiran besar, pikiran yang memiliki kekuatan menerobos zaman, yang terbentuk berdasarkan kemerdekaan berfikir dan kemerdekaan mengeluarkan buah pikiran (Pasal 28 UUD 1945). Berbeda dengan buah tangan yang dapat dinikmati sekejap, atau buah hati yang “ada uang abang disayang, tanpa uang abang melayang,” buah pikiran dapat diwariskan dan menjadi pelajaran bagi generasi ribuan tahun yang akan datang. Berpikir besar identik dengan berfilsafat. Berpikir menurut hukum logika, rerambu nalar sehat. Nilai ini berkaitan erat dengan Nilai Satu di atas. Alinea

keempat Pembukaan UUD tentang kecerdasan merupakan landasan konstitusional nilai ini. Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah pikiran besar, tetapi sejak diundangkan menjadi PP 66/51, tidak pernah diajarkan dan tidak dibudayakan menjadi pola perilaku bangsa.

Adakalanya seperangkat buah pikiran terlihat melawan arus, berbeda dengan “pikiran besar” yang sudah ada. Oleh sebab itu dibenci dan tidak laku. Buah pikiran seperti itu, bila tahan banting, terkadang baru diakui “besarnya” kemudian. Jauh liku yang (harus) ditempuh oleh sebuah pikiran, sebelum ia diakui besar dan menjadi sejarah. COGITO, pemi- WISDOM, sosial- mar- policy policy imple-

-->ERGO--->BUAH --->NILAI--->POLICY--->POLICY--- | SUM kiran PIKIRAN isasi 3 keting AGENDA making 5 mentation | | 1 2 4 | | | | | | | | 6 | | 8 belajar dari 7 monitoring PERBUATAN scientific movement | ---FEEDBACK<---SEJARAH<---BESAR<--- sejarah evaluation scientific enterprise

Gambar 15 Dari Buah Pikiran, Perbuatan Besar, dan Sejarah Melalui Delapan Terminal

Pada aras mikro, temuan-temuan akademik (invensi) harus dijadikan masukan bagi pembuatan kebijakan publik guna melahirkan inovasi (Bab XI Kybernologi dan Pengharapan, 2009). Tanpa pengajaran dan pembudayaan, buah pikiran sebesar apapun, tidak berguna. Lihat Filsafat Pemerintahan, Bab 20 Kybernologi (2003).

13

SESI DUABELAS

Nilai Sebelas OMNIPRESENCE. Mengamong berarti tidak memosisikan diri sebagai pangreh, tidak hanya membangun citra (image building) pemerintahan tetapi merendahkan hati sedemikian rupa sehingga pemerintah itu tidak terlihat sebagai sesuatu yang jauh dan yang asing, tetapi terasa hadir di mana-mana dan kapan saja sebagai bagian dari dan sama dengan “kita.” Ia melihat apa yang “kita” lihat, dan merasakan apa yang “kita” rasakan. Semakin tinggi dan asing

pemerintah memosisikan dirinya, semakin samar, seragam, kotor dan sampah “kita” terlihat olehnya, semakin mendarat ia bersama “kita,” barulah semakin terasa olehnya betapa satu dengan yang lain berbeda-beda, ada yang terbuang dan terinjak, ada yang mandi uang bergelimang dosa, di sini nestapa dan

melarat, di sana papa dan hina. Satu-satunya jembatan antar budaya dan antar

frame-of-reference (FOR) yang berlainan, antara pemerintah (P) dengan yang diperintah (Y) adalah salingpengertian.

P P

P turun secara pribadi (personally) serendah mungkin da- ri posisinya, menempatkan diri seutuhnya setara dgn kon- disi Y dgn tulus, emik & etik, sehingga oleh Y ia dite- rima sebagai seorang sesama di antara mereka, berbuka diri mengamati, mendengar & merekam isyarat, prilaku & perkataan Y sebagaimana adanya begitu keluar dari Y tan- pa dipengaruhi oleh P. Mengingat Y heterogen, katakanlah terdiri dari 10 sub-Y, maka jika waktu yg digunakan P = utk berbicara 10 menit, waktu yg harus disediakannya utk mendengar, sambil merekam, 10 x 10 = 100 menit, belum terhitung waktu yang diperlukannya untuk bersosialisasi, membangun rapport, membangun kebersamaan melalui peri- laku etik & emik, mengamati & merekam amatannya. P mela- wan arus? Ya, ia tdk populer di kalangan politisi dan birokrasi, bahkan oleh parpol ia dituduh pengkhianat. Tetapi percayalah, 99% rakyat ada di didepannya dan se- jarah bertinta emas terbentang di belakangnya. Ialah Semar, ialah Nelson Mandela

Y Y

Dalam dokumen GBPP MATAKULIAH PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN (Halaman 52-57)

Dokumen terkait