• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Usahatani

Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak dan ikan. Menurut Suratiyah (2006), Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan

kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis.

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu:

a) Menurut Daniel (2002), Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu.

b) Menurut Efferson Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara- cara mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu.

c) Menurut Vink (1984) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.

d) Menurut Prawirokusumo (1990) Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut.

Menurut Soekartawi (1986), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Tujuan usahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah: 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, serta 4) tingkat pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al. 1986).

Struktur Biaya dan Skala Usaha

Menurut Sukirno (1994), biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya tetap adalah gaji tenaga kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya variabel adalah pupuk, benih, pakan, obat- obatan. Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan ; TC = Total Cost

TFC = Total Fixed Cost

TVC = Total Variable cost

Dalam ilmu ekonomi yang membahas biaya produksi, dapat dipelajari terdapat hubungan antara kurva Average Cost (AC), Average Variable Cost (AVC), dan Marginal Cost (MC). Ketika menggambarkan kurva-kurva biaya rata- rata perlulah disadari dan diingat bahwa kurva AVC dan AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah dari masing-masing kurva tersebut. Hal itu harus dibuat agar tidak menyalahi hukum matematik. Untuk penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Keterangan:

 Apabila MC < AVC, maka nilai AVC menurun (berarti kalau kurva MC di bawah kurva AVC maka kurva AVC sedang menurun).

 Apabila MC > AVC, maka nilai AVC akan semakin besar (berarti kalau kurva MC di atas AVC maka kurva AVC sedang menaik).

Sebagai akibat keadaan yang dinyatakan dalam (1) dan (2) maka kurva AVC dipotong oleh kurva MC di titik terendah dari kurva AVC. Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa kurva AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah kurva AC. Sedangkan, untuk menghitung total biaya rata-rata (Average Total Cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AFC). Rumus yang digunakan yaitu : AC = AFC + AVC. Penentuan skala usaha yang paling efisien dapat diketahui dengan melihat total biaya rata- rata produksi paling rendah. Biaya penyusutan sarana dan prasarana berupa alat- alat dalam suatu usaha dihitung dengan harapan ketika kebutuhan tersebut tidak mampu berfungsi optimal dalam melaksanakan tugasnya, maka usaha tersebut telah memiliki dana cadangan jika hendak dilakukan reinvestasi pada usahanya. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut:

 Biaya (cost) lebih besar daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut rugi.

 Biaya (cost) sama dengan penerimaan (revenue) maka usaha disebut tidak untung dan tidak rugi atau keadaan titik impas (Break Even Point).

 Biaya (cost) lebih kecil daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut untung.

Dalam jangka panjang perusahaan dapat menambah semua faktor produksi atau input yang akan digunakan. Oleh karena itu, biaya produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Di dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua jenis biaya yang dikeluarkan merupakan biaya variabel. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan bukan saja dapat menambah tenaga kerja tetapi juga dapat menambah jumlah mesin dan peralatan produksi lainnya, luas tanah yang digunakan (terutama dalam kegiatan pertanian) dan luasnya bangunan/pabrik yang digunakan. Sebagai akibatnya, dalam jangka panjang terdapat banyak kurva jangka pendek yang dapat dilukiskan. Karena dalam jangka panjang perusahaan dapat memperluas kapasitas produksinya, ia harus menentukan besarnya kapasitas usaha (business size) atau skala usaha yang akan meminimumkan biaya produksinya. Dalam analisis ekonomi kapasitas usaha digambarkan oleh kurva biaya total rata-rata (AC). Dengan demikian analisis mengenai bagaimana pengusaha mampu menghitung kegiatan produksi dalam usahanya meminimumkan biaya dapat dilakukan dengan memperhatikan kurva AC untuk kapasitas produksi yang berbeda-beda. Untuk menentukan skala usaha yang paling efisien, harus dicari nilai biaya rata-rata jangka pendek (SRAC) operasi paling minimum dari tiap skala usaha. Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada gambar 3 menjelaskan sebuah ilustrasi usaha yang mempunyai tiga pilihan dalam menggunakan alat-alat produksi yaitu: Kapasitas 1, Kapasitas 2 dan Kapasitas 3, dimana kapasitas produksi tersebut didapat dari penggunaan biaya produksi rata-rata yang akan dikeluarkan oleh usaha tersebut untuk kegiatan produksi, besaran biaya produksi rata-rata ditunjukan oleh AC1, AC2, AC3. Faktor yang akan menentukan kapasitas produksi yang digunakan adalah tingkat produksi yang ingin dicapai. Apabila perusahaan tersebut ingin mencapai produksi sebanyak 100 unit, adalah lebih baik untuk menggunakan Kapasitas 1 (lihat titik A). Kalau yang digunakan adalah Kapasitas 2, seperti dapat dilihat dalam Gambar 3, biaya prduksi adalah lebih tinggi (lihat titik B). Kapasitas 1 adalah kapasitas yang paling efisien dan akan meminimumkan biaya produksi, untuk produksi di bawah 130 unit. Untuk produksi di antara 130 dan 240 unit, Kapasitas 2 adalah yang paling efisien, karena biaya produksi adalah paling minimum dengan menggunakan kapasitas tersebut. Ini dapat dilihat misalnya untuk produksi sebanyak 160 unit. Seperti dapat dilihat dalam Gambar 1.02, AC1 berada di atas AC2, yang berarti dengan menggunakan Kapasitas 1 biaya akan lebih tinggi daripada menggunakan Kapasitas 2. Untuk produksi melebihi 240 unit, misalnya 275 unit, Kapasitas 3 adalah yang harus digunakan pengusaha. Penggunaan ini akan meminimumkan biaya. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa peminimuman biaya jangka panjang tergantung kepada dua faktor yaitu: Tingkat produksi yang ingin dicapai, dan Sifat dari pilihan kapasitas pabrik yang tersedia.

Uraian yang baru saja dilakukan mengenai caranya seorang pengusaha menentukan kapasitas produksi yang akan digunakan dapat memberikan petunjuk tentang bentuk kurva biaya total rata-rata jangka panjang atau kurva Long Run Average Cost (LRAC). Kurva LRAC dapat didefiniskan sebagai kurva yang menunjukan biaya rata-rata yang paling minimum untuk berbagai tingkat produksi apabila perusahaan dapat mengubah kapasitas produksinya. Dalam Gambar 3 kurva LRAC meliputi kurva AC1 sampai di titik a, kurva AC2 dari titik a ke titik

b, dan bagian dari AC3 dimulai dari titik b. Penjelasan mengenai kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC

Kurva LRAC bukanlah dibentuk berdasarkan kepada 3 kurva AC saja seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3, tetapi berdasarkan kepada kurva AC yang tidak terhingga banyaknya. Kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4 merupakan garis lengkung yang berbentuk huruf U, dimana lengkungan besarnya mengamplopi sekian banyak kemungkinan kurva AC. Kurva LRAC tersebut merupakan kurva yang menyinggung beberapa kurva AC jangka pendek. Titik- titik persinggungan tersebut merupakan biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat produksi yang akan dicapai pengusaha di dalam jangka panjang. Kurva LRAC tidak menyinggung kurva-kurva AC pada bagian (di titik) yang terendah dari kurva AC. Dalam Gambar 4 hanya kurva ACx yang disinggung oleh kurva LRAC pada bagian kurva ACx yang paling rendah, yaitu titik B. Kurva AC yang terketak di sebelah kiri dari ACx disinggung oleh kurva LRAC di bagian yang lebih tinggi dan di sebelah kiri dari titik terendah. Dapat diperhatikan misalnya kurva AC2, jelas terlihat bahwa titik A bukanlah titik terendah pada kurva AC2. Titik tersebut terletak di sebelah kiri dari titik terendah AC2. Kurva AC yang terletak di sebelah kanan dari kurva ACx disinggung oleh kurva LRAC juga di bagian yang terletak lebih tinggi dari minimum pada AC yang bersangkutan, dan titik singgung tersebut terletak di sebelah kanan dari titik yang terendah. Titik C pada kurva AC3 jelas menggambarkan keadaan tersebut.

Di dalam jangka panjang titik terendah dari suatu AC tidak menggambarkan biaya yang paling minimum untuk memproduksi suatu tingkat produksi. Terdapat kapasitas produksi lain (AC lain) yang dapat meminimumkan biaya. Sebagai buktinya dapat dilihat AC1 dan AC2, titik A1 adalah titik terendah pada AC1. Dengan demikian dalam jangka pendek, produksi sebesar QA dapat diproduksikan dengan biaya yan lebih rendah dari titik mana pun pada AC1. Tetapi dalam jangka panjang biaya itu belum merupakan biaya yang paling minimum, karena apabila kapasitas produksi yang berikut digunakan (AC2),

produksi sebesar QA akan mengeluarkan biaya sebanyak seperti ditunjukan oleh titik A pada AC2. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa kurva LRAC, walaupun tidak menghubungkan setiap titik terendah dari AC, menggambarkan biaya minimum perusahaan dalam jangka panjang. Analisis biaya jangka panjang sangat penting untuk mengetahui apakah suatu usaha berada pada skala usaha yang ekonomis (economies of scale) atau tidak ekonomis (diseconomis of scale). Suatu usaha dikatakan mencapai skala ekonomis apabila penambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah. Sedangkan usaha mencapai skala tidak ekonomis apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi semakin tinggi.

Analisis Efisiensi

Efisiensi merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam suatu usaha. Menurut Murbyanto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input,

yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input

tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum. Pencapaian efisiensi dapat diukur dengan kriteria biaya yang minimum (cost minimization) dan kriteria penerimaan maksimum (output maksimization).

Suatu usahatani dikatakan memperoleh keuntungan yang tinggi apabila petani tersebut mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya dengan sebaik mungkin dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1986). Dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani, tujuan keuntungan maksimum dalam usahatani agar efisien dapat didekati dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya.

Efisiensi suatu usaha sangat tergantung dari penggunaan input yang optimal dan memilih skala usaha yang optimal. Semakin besar suatu skala usaha maka semakin besar pula jumlah penggunaan inputnya, tersebut mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan semakin besar. Untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dapat dilihat berdasarkan struktur biaya dari masing-masing skala usaha. Dengan menghitung sruktur biaya dari setiap skala, maka kita dapat membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala. Tingkat efisiensi biaya diperlihatkan oleh indikator semakin rendahnya biaya per unit.

Salah satu cara mengukur efisiensi usahatani adalah dengan

membandingkan penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis efisiensi digunakan untuk mengetahui berapa besar penerimaan yang dicapai dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan.

Analisis Titik Impas (Break Even Poin)

Pada jangka pendek, hubungan struktur biaya dengan skala usaha dapat dianalisis mengunakan analisis titik impas (Break Even Poin). Skala usaha yang berbeda akan menyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Nurmalina et al (2009), titik impas (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan berada pada titik impas. Impas adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, Kurva untuk break even poin dapat dilihat pada gambar 5.

Berdasarkan Gambar 3, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai BEP dari suatu usaha adala penghasilan penjualan, total biaya produksi. Suatu usaha akan mengalami kondisi impas pada saat garis jumlah penghasilan dari penjualan produk bersinggungan dengan garis total biaya. Pada kondisi tersebut dapat dikatakan suatu usaha Impas apabila jumlah penghasilan sama dengan total biaya, jika kondisi penghasilan usaha tidak mampu menutupi total biaya maka usaha tersebut berada pada kondisi rugi.

Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha ikan hias air tawar di Kab. Bogor memiliki keragaman yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa perbedaan yang mendasari usaha pada tiap pembudidaya. Perbedaan yang dimaksud adalah : Perbedaan modal usaha, Perbedaan jumlah akuarium, Perbedaan jumlah produksi, Perbedaan jumlah tenaga kerja, dan Perbedaan teknologi serta alat perikanan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut turut menentukan skala usaha yang dijalankan oleh para pembudidaya ikan hias air tawar, usaha tersebut tentu memiliki tujuan untuk mencari keuntungan yang optimal sesuai dengan skala usaha yang dijalankan. Ukuran keuntungan dapat dilihat dari pendapatan usaha budidaya ikan hias air tawar, Pendapatan tersebut dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya.

Pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan hias air tawar akan sangat dipengaruhi oleh harga jual produk hasil usaha tersebut. Harga jual selain ditentukan oleh perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan, harga produk itu sendiri, juga ditentukan oleh mekanisme pasar.

Untuk mendapatkan hasil perhitungan penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara harga dengan jumlah total produksi. Harga input yang digunakan dalam usaha budidaya ikan hias air tawar akan mempengaruhi struktur biaya usaha tersebut. Pendapatan atas biaya tunai usaha ikan hias merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usaha ikan hias adalah nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk hasil usaha ikan hias. Sedangkan pengeluaran tunai usaha ikan hias adalah semua nilai dari komponen input yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses budidaya.

Pendapatan atas biaya total usaha budidaya ikan hias air tawar merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pengeluaran total usaha ikan hias meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Pengeluaran diperhitungkan adalah pengeluaran yang tidak benar-benar dikeluarkan tetapi tetap diperhitungkan, seperti penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga. Struktur biaya dan pendapatan di analisis menurut skala usaha yang dilakukan di tempat penelitian. Skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha ikan hias air tawar yang dihitung dalam satuan unit. Pada tiap usaha tentu akan memiliki alokasi biaya yang berbeda, alokasi biaya yang dimaksud adalah biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Efisiensi dari suatu usaha dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan dengan penerimaan usaha, semakin kecil biaya produksi rata-rata maka dapat dikatakan usaha tersebut akan semakin efisien.

Selain dilihat dari nilai biaya produski rata-rata, tolak ukur efisiensi suatu usaha juga dapat dilihat dari hasil analisis R/C rasio. Usaha budidaya ikan hias air tawar pada skala usaha mana yang paling efisien itu penting untuk diketahui, karena semakin baik pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh pembudidaya dalam proses produksi tentu akan berdampak pada struktur biaya yang makin baik pula, sehingga mampu menekan biaya-biaya produksi dan sehingga mampu mengasilkan penerimaan yang lebih besar. Selain menganalisis struktur biaya dan pendapatan usaha ikan hias air tawar pada masing-masing skala usaha, dianalisis pula titik impas (Break Even Point) secara nilai rupiahnya, titik impas pada suatu usaha penting untuk diketahui guna memberikan informasi kepada pengusaha terkait target produksi baik dalam nilai unit maupun Rupiah minimal yang harus diperoleh agar usaha tidak mengalami kerugian. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Usaha menengah (Jumlah akuarium)

Variasi tinggi usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor

 Perbedaan modal usaha

 Perbedaan jumlah akuarium

 Perbedaan jumlah produksi

 Perbedaan jumlah tenaga kerja

 Perbedaan alat perikanan

Pengelompokan pembudidaya berdasarkan skala usaha

Usaha kecil (Jumlah akuarium) Usaha besar (Jumlah akuarium)  Struktur biaya  R/C Ratio

 Analisis titik impas (BEP)

Hasil perbandingan efisiensi berdasarkan nilai R/C usaha ikan hias

air tawar pada masing-masing skala usaha

Kesimpulan

Dokumen terkait