• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR

STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR

PRASETYO ATMA HADI

PROGRAM AGRIBISNIS ALIH JENIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus di Tiga Pembudidaya Kab. Bogoradalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Prasetyo Atma Hadi

(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

PRASETYO ATMA HADI. Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Usaha Budidaya ikan hias air tawar di Kab. Bogor bervariasi, baik dalam ukuran usaha maupun jenis ikan yang dibudidayakan. Ukuran usaha dapat dilihat dari jumlah kepemilikan akuarium, karena mampu mencerminkan alokasi biaya dan produktifitas. Penelitian ini bertujuan mencari ukuran usaha yang paling efisien dengan cara membandingkan struktur biaya pada tiga usaha budidaya ikan hias air tawar. Pada hasil penelitian menunjukan, Semakin besar ukuran usaha maka akan menghasilkan struktur biaya yang lebih efisien. Berdasarkan analisis R/C, usaha yang paling efisien adalah usaha budidaya ikan hias air tawar yang ukuran usahanya terbesar.

Kata kunci: budidaya ikan hias air tawar, efisiensi, analisis struktur biaya

ABSTRACT

PRASETYO ATMA HADI. Cost Structure of Freshwater Ornamental Fish Culture Case Study On Three Business in Kab. Bogor. Guided by NUNUNG KUSNADI

The freshwater ornamental fish culture in Kab. Bogor are widely vary, either in the size of business in the term of fish species. The size of business can be seen from the number of aquarium ownership, since it reflects the allocation of costs and productivity. This study aims to find the most efficient business size by comparing the cost structure of the three freshwater ornamental fish culture cases. The results showed, bigger size of business will generate a more efficient cost structure. Based on R/C ratio, the most efficient business size is the Biggest freshwater ornamental fish culture size among the three.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

STRUKTUR BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR

STUDI KASUS PADA TIGA USAHA DI KAB. BOGOR

PRASETYO ATMA HADI

PROGRAM AGRIBISNIS ALIH JENIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor

Nama : Prasetyo Atma Hadi

NIM : H34114045

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, Ms Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai dengan Mei 2014 ini adalah struktur biaya, dengan judul Struktur Biaya Budidaya Ikan Hias Air Tawar Studi Kasus Pada Tiga Usaha di Kab. Bogor.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan dan arahannya kepada penulis, Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan banyak saran, Ibu Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen komdik sidang dan Ibu Netti Tinaprilla selaku dosen penguji utama sidang yang telah memberi banyak panduan untuk hasil akhir skripsi yang baik. Kedua orang tua Penulis, serta sahabat yang telah memberikan motivasi doa dan materi. Disamping itu, penghargaan Penulis sampaikan untuk Para pemilik usaha ikan hias air tawar, yaitu Bapak Hermanu, Bapak Asep, dan Bapak Budi yang telah membantu selama pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Persentasi biaya tetap dan variabel pada beberapa penelitian 8

Penentuan Skala Usaha pada Beberapa Penelitian 9

Analisis Efisiensi dan Titik Impas pada Beberapa Penelitian 10

Struktur Biaya Tanaman Pangan, Produktifitas, dan Profitabilitas 12

Skala Usaha Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dan Struktur Biaya 14

KERANGKA PEMIKIRAN 15

Kerangka Pemikiran Teoritis 15

Usahatani 15

Struktur Biaya dan Skala Usaha 17

Analisis Efisiensi 21

Analisis Titik Impas (Break Even Poin) 22

Kerangka Pemikiran Operasional 22

METODE PENELITIAN 24

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Metode Penelitian 25

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan dan Analisis Data 26

Komponen Biaya dalam Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar 26

Analisis Penerimaan 27

Analisis Efisiensi 27

Analisis Titik Impas (Break Even Poin) 28

(16)

Keadaan Wilayah dan Topografi Kabupaten Bogor 29

Demografi 31

Keadaan Demografi Penduduk 31

Komposisi Penduduk Berdasarkan Persentasi Lapangan Usaha 32

Potensi Unggulan Daerah 32

Deskripsi Umum Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi Penelitian 33

Lokasi Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar 34

Sejarah Dan Latar Belakang Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi

Penelitian 35

Penyediaan Sarana Produksi 37

Teknik Pendederan Ikan Hias Air Tawar 38

Persiapan Wadah 38

Penebaran Benih 38

Pemberian Pakan 38

Pengelolaan Air 39

Panen, Sortasi dan Grading 39

Pengemasan 40

Pengangkutan 40

Kapasitas Produksi dan Penjualan Produk Pada Tiap Usaha 40

Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar di Lokasi

Penelitian 41

Biaya Tetap dan Biaya Variabel 42

Analisis Penerimaan 51

Analisis efisiensi 54

Analisis Titik Impas (Break Even Poin) Pada Tiap Usaha di Lokasi

Penelitian 55

SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 60

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun 2008-2012 1

Tabel 2 Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia 2010-2012 2

Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2009-2010 4

Tabel 4 Hasil perhitungan struktur biaya usaha ikan hias air tawar 29

Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 31

Tabel 6 Alamat usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha 34

Tabel 7 Komponen biaya tetap usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga skala 43

Tabel 8 Komponen biaya variabel usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga 46

Tabel 9 Struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha 50

Tabel 10 Penerimaan budidaya ikan hias air tawar pada tiga usaha 52

Tabel 11 Persentasi penggunaan akuarium dan penerimaan per komoditi pada tiga 53

Tabel 12 Hasil perhitungan R/C ratio pada tiga usaha 55

Tabel 13 Perhitungan nilai titik impas pada tiga usaha 56

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura 2012 ... 3

Gambar 2 Hubungan antara kurva AC, AVC, dan MC ... 17

Gambar 3 Beberapa kemungkinan kapasitas produksi usaha (business size) ... 19

Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC ... 20

Gambar 5 Kurva break even poin ... 22

Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 24

Gambar 7 Peta wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 30

Gambar 8 Diagram penyebaran penduduk berdasarkan persentasi lapangan ... 32

Gambar 9 Bentuk kurva biaya rata-rata pada masing- masing skala usaha ... 51

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 1) pada pembudidaya TYA FF 60

2 Komponen biaya penyusutan usaha (Hatchery 2) pada pembudidaya TYA FF 61

3 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 1) pada pembudidaya AT FF 62

4 Komponen biaya penyusutan (Hatchery 2) pada pembudidaya AT FF 63

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya perikanan adalah sebuah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan yang dikelola dengan orientasi bisnis maupun upaya melestarikan kelangsungan hidup makhluk yang terkandung didalamnya. Sektor perikanan memiliki peranan yang cukup nyata dalam pembangunan ekonomi nasional Indonesia, dengan adanya berbagai usaha pada sektor tersebut turut menumbuhkan peluang kerja baru bagi masyarakat sekitar tempat usaha tersebut berada. Kegiatan usaha ikan tersebut bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki, kegiatan itu diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan para pembudidaya ikan yang akhirnya akan berimplikasi pada tingkat pendapatan daerah pembudidaya ikan tersebut berada.

Perikanan dan kelautan Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi dan termasuk prospek bisnis yang cukup besar, baik pada pasar lokal maupun pasar luar negeri sehingga dapat dijadikan prioritas untuk mengatasi krisis ekonomi karena melalui penjualan produk perikanan secara ekspor mampu memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar dan akan meningkatkan devisa Negara. Berdasarkan Potensi sumber daya yang dimiliki, sektor perikanan merupakan salah satu sektor penggerak roda perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB), dalam periode 2008-2012 pertumbuhan PDB sub sektor perikanan mencapai 5,7 persen per tahun dan merupakan rata-rata tertinggi dalam sektor Pertanian secara umum. Selengkapnya perkembangan PDB sektor perikanan sebagaimana disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun 2008-2012

(20)

Besaran PDB subsektor perikanan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp255.33 triliun atau naik sebesar 6.48 persen dibanding tahun 2011. Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional menyumbang sebesar 3.10 persen atau kontribusi terhadap PDB tanpa migas mencapai 3.36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian secara umum maupun pada PDB nasional. Dengan demikian, sektor perikanan merupakan sektor yang sangat berpotensi dan dirasa penting untuk dikembangkan karena mampu menggerakkan roda perekonomian nasional.

Seiring dengan peningkatan nilai PDB perikanan dari tahun 2008 sampai tahun 2012, hal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan nilai ekspor pada komoditi perikanan. Berdasarkan data dari UN Comtrade, nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2012 sebesar US$ 21.02 juta , atau naik 5.63 persen dibandingkan ekspor pada tahun 2011. Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan lima negara pengimpor ikan hias dari Indonesia yaitu Hong Kong, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Malaysia yang mampu menyumbang devisa dari ikan hias dalam lima tahun terakhir. Ekspor ikan hias Indonesia ke beberapa Negara di tingkat internasional ditunjukkan dalam Tabel 2. Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan ekspor ikan hias Indonesia terbesar adalah Hong Kong dengan Share 17.73 persen, Amerika Serikat dengan Share 12.77 persen, Jepang dengan Share 12.53 persen, Singapura dengan Share 11.40 persen dan Malaysia dengan Share 3.76 persen.

Tabel 2 Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia 2010-2012

No Negara Nilai Ekspor US$ (Juta) Share

2012 (%)

Perubahan 11-12 (%)

2010 2011 2012

1 Hong Kong SAR 2.62 2.96 3.73 17.73 25.88

2 USA 2.21 2.00 2.68 12.77 34.05

3 Japan 2.34 2.30 2.63 12.53 14.64

4 Singapore 2.77 2.31 2.40 11.40 3.68

5 Malaysia 1.85 1.52 0.79 3.76 -48.08

6 UK 0.60 0.87 0.79 3.76 -9.09

7 China 0.27 1.02 0.71 3.37 -30.36

8 Other Asia 0.68 0.66 0.71 3.37 7.22

9 Germany 0.50 0.54 0.64 3.04 17.97

10 Australia 0.50 0.37 0.62 2.97 68.77

11 Others 5.42 5.35 5.32 25.31 -0.54

Total 19.77 19.90 21.02 100.00 5.63

(21)

Sumber : UN Comtrade

Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura 2012

Untuk saat ini, pemasaran ikan hias Indonesia belum maksimal menembus pasar ekspor. Berdasarkan Gambar 1, Indonesia menguasai 31 persen pangsa impor ikan hias di Singapura, naik 6.5 persen pada 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Di lain sisi, Singapura memiliki pangsa pasar pemasaran ikan hias paling besar di dunia, Berdasarkan data badan perdagangan dunia (United Nation Commodity Trade Statistics Database), Singapura berada pada posisi teratas eksportir ikan hias dunia. Akan tetapi sebagian besar dari ikan hias Singapura berasal dari Indonesia, karena 70 persen keanekaragaman ikan hias dunia dapat ditemukan melimpah di Indonesia.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan keragaman spesies ikan hias, dan untuk saat ini telah menjadi isu strategis yang potensial untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Banyak para pembudidaya ikan tertarik untuk melakukan budidaya ikan hias, alasan utama bagi mereka adalah budidaya ikan hias mampu dilakukan pada lahan yang minim dan juga dapat dilakukan meskipun dengan permodalan terbatas. Usaha ini memiliki tingkat perputaran uang atau modal cenderung cukup cepat, dikarenakan siklus produksi yang dilakukan cenderung singkat. Pasar yang dituju pun masih terbuka lebar, dengan sumberdaya yang melimpah di Indonesia disertai dengan teknik budidaya ikan sesuai standar mutu tentu akan mampu meningkatkan jumlah produksi ikan hias. Skala usaha relatif berbeda pada tiap individu atau kelompok yang menjalankan usaha tersebut, seringkali dilihat dari besarnya modal yang ditanamkan, komoditi yang diusahakan, karakteristik jenis ikan, kelengkapan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, serta jumlah produksi.

Ikan hias ada beberapa jenis dan secara garis besar dibagi menjadi empat, yaitu pertama ikan hias yang berasal dari air tawar, dikenal dengan istilah perdagangan freshwater ornamental fish; kedua Ikan hias yang berasal dari air laut, dikenal dengan isilah perdagangan marine ornamental fish; ketiga tanaman hias air tawar, dikenal dengan freshwater ornamental plant atau aquatic plant; dan yang keempat kerang-kerangan atau biota laut dikenal sebagai invertebrate.

(22)

diperdagangkan sekitar 200 spesies, sedangkan jumlah spesies ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1 100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Indonesia tidak hanya komoditi ikan hias lokal saja, ikan hias air tawar asal impor seperti Koi (Cyrpinus carpio), Maskoki (Carrasius auratus), Black Ghost (Apteronotus albifrons), Discus (Symphysodon discus), Guppy (Poecilia reticulata), Neon Tetra, dan Cardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) juga telah dibudidayakan. Jumlah ikan hias yang diperdagangkan Indonesia mencapai 1 600 jenis, dimana 750 jenis diantaranya adalah ikan hias air tawar1. Keanekaragaman dari berbagai jenis ikan hias tersebut yang menjadi daya tarik kuat, memiliki corak warna yang atraktif, cerah dan indah dengan berbagai karakteristik berbeda dari tiap jenis ikan hias.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu salah satu sentra penghasil ikan hias air tawar di provinsi jawa barat, Perkembangan produksi ikan hias terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 7.96 persen (Data Dinas Perikanan dan Peternakan), hal tersebut menunjukkan bahwa prospek budidaya ikan hias di Kabupaten Bogor cukup baik. Besarnya produksi ikan hias yang dihasilkan oleh usaha pembesaran dipengaruhi oleh jumlah produksi benih yang mampu dihasilkan oleh pembudidaya pembenihan, semakin banyak benih ikan yang mampu disuplai kepada pembudidaya pendederan dan pembesaran maka akan semakin banyak pula output ikan hias yang bisa dijual.

Perkembangan produksi ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah pembudidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Pembudidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa wilayah seperti Ciampea, Ciseeng, Cibinong, dan Parung. Perkembangan produksi yang terus meningkat, menunjukan bahwa komoditi ikan hias air tawar prospektif untuk dikembangkan dan harus mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait untuk keberhasilan usaha ikan hias tersebut. Data pencapaian produksi ikan tahun 2009-2010 di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2009-2010

Tahun Target

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor

Pada tahun 2009 pencapaian target produksi ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor mencapai 120.16 persen, dari jumlah produksi yang ditargetkan sebesar 87 051 ribu ekor ternyata realisasinya dapat melebihi target yang diharapkan yaitu sebesar 104 603 ribu ekor. Pencapaian tersebut terus meningkat hingga pada tahun 2010, jumlah produksi ikan hias kembali mampu melampaui target dengan persentasi pencapaian produksi sebesar 101.09 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa Kabupaten Bogor memiliki potensi yang sangat baik dalam budidaya ikan hias air tawar. Tren permintaan akan ikan hias air tawar asal

1

(23)

Indonesia terus meningkat tiap tahunnya, Dinas Pertanian Kota Bogor mencatat permintaan ikan hias air tawar jenis tetra memiliki permintaan rata-rata mencapai 750 000 ekor setiap bulannya dan baru bisa dipenuhi sebanyak 250 000 ekor. Hal tersebut menandakan masih terdapat ceruk pasar untuk dipenuhi oleh para pembudidaya ikan hias air tawar.

Budidaya ikan hias air tawar di kabupaten Bogor memiliki variasi yang cukup tinggi, hal tersebut didasari oleh perbedaan modal yang dimiliki oleh para pembudidaya. Keterbatasan modal usaha akan mempengaruhi kegiatan produksi, kemampuan pembudidaya untuk memiliki lahan usaha, sarana dan prasarana perikanan budidaya, minat untuk membudidayakan suatu jenis ikan hias air tawar tertentu, aplikasi teknologi yang dipakai tentu akan menimbulkan perbedaan skala usaha yang signifikan. Dari besaran jumlah input dan output usaha akan membedakan usaha-usaha tersebut kedalam kategori skala usaha kecil, menengah maupun besar, salah satu tolak ukur untuk dapat menentukan skala usaha pada pembudidaya ikan hias air tawar dapat dilihat dari jumlah kepemilikan akuarium, karena dari faktor produksi tersebut mampu mencerminkan alokasi biaya-biaya yang dibutuhkan untuk operasional serta produktivitas dari usaha tersebut. Komponen yang termasuk dalam struktur biaya usaha terbagi kedalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel, pada tiap skala akan memiliki struktur biaya yang berbeda, kombinasi komponen tersebut akan sangat berpengaruh pada profit usaha budidaya ikan hias air tawar yang dijalankan. Ketika pembudidaya mampu merencanakan usaha dengan alokasi biaya yang minimum, maka akan semakin efisien usaha tersebut untuk meraih profit.

Perumusan Masalah

Budidaya ikan hias air tawar merupakan usaha yang dapat dilakukan pada lahan yang minim, selain itu memiliki waktu pemeliharaan ikan yang relatif singkat. Budidaya tersebut dapat dilakukan dengan sarana dan prasarana yang beragam tergantung dari besarnya keluaran produk ikan hias yang diharapkan. Untuk mendapatkan hasil budidaya ikan hias air tawar yang baik dapat dilakukan dengan selalu menjaga kualitas teknis pengelolaanya, dimulai dari pengetahuan tentang cara budidaya, pemilihan induk yang berkualitas, menjaga kualitas air, mengetahui jenis pakan yang sesuai pada tiap fase pertumbuhan dan teratur dalam pemberiannya, serta menanggulangi hama dan penyakit.

(24)

baik, memiliki padat penebaran budidaya ikan hias yang tinggi, mampu menjaga dan mengolah kualitas air sedemikian rupa serta pengaplikasian teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas pada usaha tersebut.

Kabupaten Bogor merupakan pengekspor ikan hias air tawar terbesar di wilayah Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Sepanjang 3 tahun, nilai ekspor ikan hias mencapai Rp58 241 726 300. Menurut Kepala Bidang (Kabid) Bina Usaha pada Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakan) Kabupaten Bogor, Wawan Haryono, data ekspor yang terlaporkan ke pihaknya pada tahun 2010 sebanyak 15 887 box ikan hias diekspor dengan nilai Rp13 341 452 784, tahun 2011 tercatat 1 986 241 ekor ikan dengan nilai Rp16 343 696 616. Sementara tahun 2012 lalu tercatat 2 506 989 ekor ikan hias yang diekspor dengan nilai Rp28 556 576 900.

Beberapa daerah di Kabupaten Bogor dan sekitarnya yang menjadi sentra budidaya ikan hias adalah; Ciampea, Ciseeng, Cibinong, dan Parung. Hingga saat ini, lokasi pemasaran ikan hias air tawar dilakukan di Depo Ikan Hias Cibinong, Pasar Benih Ciseeng, Holding Ground Ciawi, Terminal Agribisnis Rancamaya serta Raiser. Selain itu, di Kabupaten Bogor memiliki 6 eksportir ikan hias air tawar yang aktif hingga kini di Kabupaten Bogor. Diantaranya, CV. Maju Aquarium, PT Sunny Indopramita, PT. Qianhu Joe Aquatic. CV. Gunung Mas, Maram Aquatic, serta Harlequin Aquatic. Beberapa komoditi ikan hias yang menjadi andalan para eksportir adalah Ikan Arwana, Koi, Koki, Botia, Cat fish, Corydoras sp, Plecostomus sucker, Tetra, Ciclids, Synodontys sp, Guppies, Platies, Pimelodus sp, Rainbow, dan Red cristal shrimp. Negara yang menjadi tujuan ekspor adalah berbagai negara Eropa, Timur Tengah, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia dan China2.

Tiap usaha ikan hias air tawar memiliki komoditi ikan hias air tawar yang dipelihara, hatchery, kepemilikan akuarium dan tenaga kerja yang berbeda, sehingga akan menghasilkan output produksi yang juga berbeda. Kepemilikan akuarium dan komoditi yang dibudidayakan merupakan salah satu faktor-faktor produksi dalam usaha tersebut, dengan demikian dapat menjadi indikasi bahwa usaha budidaya ikan hias air tawar memiliki variasi yang sangat luas. Beragamnya faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu usaha akan menentukan skala usaha yang dijalankan, ukuran usaha terebut dapat dikelompokkan menjadi skala kecil, menengah, dan besar berdasarkan faktor-faktor produksinya. Pada tiap skala usaha tentu memiliki alokasi biaya yang juga berbeda, struktur biaya tersebut akan menentukan apakah usaha telah berjalan dengan efisien.

Penelitian ini dilaksanakan pada tiga pembudidaya ikan hias air tawar, Lokasi usaha tersebut tersebar ke dalam tiga daerah berbeda yaitu, Ciherang kidul, Cibinong, dan Pondok petir. Usaha tersebut sama-sama bergerak pada segmen budidaya pendederan ikan hias air tawar, yang membedakan dari masing-masing usaha adalah komoditas ikan hias air tawar yang dibudidayakan dan juga kepemilikan akuarium serta hatchery. Dikarenakan hal tersebut dirasa penting untuk dapat menentukan skala usaha manakah yang paling menguntungkan dan efisien dengan membandingkan struktur biaya pada masing-masing usahanya. Faktor penting dalam menganalisis struktur biaya dapat dilihat dari penggunaan

2

(25)

biaya variabel dan biaya tetap. Berdasarkan hal tersebut, perlu diketahui informasi mengenai alokasi biaya-biaya yang digunakan pada kegiatan produksi.

Alokasi penggunaan sumberdaya dan biaya akan menjadi hal yang penting untuk mencapai produktivitas usaha yang optimal, semakin efektif penggunaan tersebut akan semakin efisien menunjang keberhasilan usaha yang dijalankan, dalam kata lain akan memberikan keuntungan yang lebih besar untuk para pembudidaya ikan hias air tawar. Salah satu cara mengukur efisiensi usaha adalah dengan melakukan analisis penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau

Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Informasi mengenai jumlah penerimaan usaha minimal yang harus diperoleh penting untuk dipelajari agar mampu mengetahui pada penerimaan berapakah usaha tersebut telah menghasilkan suatu nilai yang tidak lagi mendapatkan keuntungan (impas), Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis titik impas (break even point). Berdasarkan informasi tersebut maka didapat rumusan masalah yang dapat diidentifikasi adalah:

1. Bagaimana struktur biaya pembudidaya usaha ikan hias pada tiap skala? 2. Bagaimana penerimaan usaha pembudidaya ikan hias di lokasi penelitian? 3. Skala usaha ikan hias manakah yang paling efisien berdasarkan hasil analisis

R/C Ratio?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji struktur biaya usaha ikan hias air tawar pada tiap skala usaha. 2. Menganalisis penerimaan usaha ikan hias air tawar di lokasi penelitian. 3. Mengetahui struktur biaya pada skala usaha manakah yang paling efisien.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pembudidaya ikan hias air tawar

Dapat memberi informasi apakah usaha ini mampu memberikan income

besar dan mensejahterakan rumahtangga petani ikan hias terkait skala usaha yang dijalankan, serta dapat menjadi rujukan untuk dilakukannya pengembangan usaha ikan hias.

2. Pembaca

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai struktur biaya dan skala usaha ikan hias paling efisien, bagi individu maupun kelompok yang berniat menjadi pelaku usaha maupun investor untuk menanamkan modal pada usaha di sub-sektor perikanan hias air tawar. Selain itu, Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai skala usaha ikan hias kepada peneliti lain, sebagai referensi dan studi perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

(26)

Menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan sebuah kebijakan baru yang mendukung usaha budidaya secara intensif pada komoditi ikan hias asal Indonesia untuk tujuan pasar dalam negeri maupun mancanegara.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan untuk mengetahui skala usaha yang paling efisien berdasarkan analisis struktur biaya pada tiga pembudidaya ikan hias air tawar. Skala usaha dibagi berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap pembudidaya, dalam usaha budidaya ikan hias air tawar besaran skala suatu usaha dapat dinilai dari jumlah kepemilikan akuarium karena mampu mencerminkan produktivitas, penerimaan, serta biaya-biaya yang harus dikeluarkan pada usaha tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Persentasi biaya tetap dan variabel pada beberapa penelitian

Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun hasil produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh output produk yang dihasilkan, dengan kata lain semakin banyak output yang dihasilkan maka semakin besar pula biaya variabel yang akan dikeluarkan.

Pada analisis usaha budidaya ikan hias air tawar yang telah dilakukan oleh Stani (2009), Persentasi biaya tetap dan biaya variabel usaha adalah, biaya variabel untuk usaha I sebesar 91.65 persen, usaha II sebesar 87.58 persen dan usaha III sebesar 80.69 persen, sedangkan untuk biaya tetap usaha I sebesar 8.35 persen, usaha II sebesar 12.40 persen dan usaha III sebesar 19.31 persen. Komponen biaya tetap yang memiliki nilai paling besar adalah penyusutan ternak pada masing-masing skala usaha yaitu sebesar 5.05 persen pada skala I, 3.68 persen pada skala II, dan 5.36 persen pada skala III. Pada komponen biaya variabel yang memiliki nilai paling besar dalam skala I adalah tenaga kerja sebesar 40,09 persen, pada skala II biaya pakan memiliki nilai paling besar yaitu 36.67 persen, dan pada skala III tenaga kerja memiliki nilai yang paling besar yaitu 26.82 persen.

(27)

variabel skala kecil sebesar 90.66 persen, skala menengah sebesar 92.23 persen, dan skala besar sebesar 94.37 persen. Sedangkan untuk biaya tetap memiliki nilai persentasi skala kecil sebear 9.34 persen, skala menengah 7.77 persen, dan skala besar sebesar 5.63 persen. Dari analisis tersebut memiliki kesimpulan bahwa semakin besar usaha pemotongan ayam pada pemotong I dan pemotong II maka persentasi biaya variabel semakin meningkat sedangkan persentasi biaya tetapnya semakin menurun, secara umum komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pada biaya variabel adalah biaya pembelian ayam hidup.

Pada penelitian Damayanti (2011) mengenai analisis struktur biaya usaha budidaya anggrek di taman anggrek ragunan memiliki nilai persentasi biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar; biaya variabel pada usaha I sebesar 76.94 persen, pada usaha II sebesar 78.82 persen, dan pada usaha III sebesar 84.14 persen. Sedangkan untuk persentasi biaya tetap pada usaha I sebesar 23.06 persen, usaha II sebesar 21.17 persen, dan usaha III sebesar 15.86 persen. Pada komponen biaya variabel tertinggi pada usaha I, II dan III terdapat pada bibit

seedling dengan masing-masing persentasi sebesar 53.43 persen, 58.00 persen, dan 52.63 persen dan komponen biaya tetap tertinggi pada masing-masing usaha terdapat pada komponen biaya tenaga kerja sebesar 14.09 persen, 8.44 persen, dan 7.08 persen.

Penentuan Skala Usaha pada Beberapa Penelitian

Penentuan skala usaha (SK) bertujuan agar pengusaha mampu mengetahui sejauh mana dia harus berproduksi sesuai keadaan skala usaha yang dimilikinya. Produksi dilakukan dengan kepemilikan sejumlah sumberdaya yang diolah sedemikian rupa agar mampu menciptakan keuntungan dalam sebuah usaha. Dalam penelitian Stani (2009) mengenai struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah pemilikan kambing perah yang dinyatakan dalam satuan ST (Satuan Ternak), yang dibagi dalam tiga strata yaitu skala usaha I (skala kecil) berjumlah 5 ekor kambing atau 0.53 ST, skala usaha II (skala menengah) berjumlah 61 ekor kambing atau 5.95 ST, dan skala usaha III (skala besar) berjumlah 161 ekor kambing atau 17.36 ST.

(28)

Menurut Damayanti (2011), keragaan usaha anggrek di TAR dapat dikelompokan menjadi empat segmen yaitu usaha pembibitan, budidaya dari

seedling, budidaya dari remaja dan pemasaran. Nunky Orchis (usaha I) dan Syams Orchid (usaha III) melakukan budidaya semua jenis anggrek dalam satu tempat yang sama sedangkan I-yon Orchid (usaha II) melakukan sistem pemeliharaan anggrek yang terpisah antara anggrek Phalaenopsis dengan anggrek yang lainnya. Pada penelitian ini skala usaha dibagi berdasarkan luas lahan yang dipakai, dibagi kedalam 3 kelompok yaitu usaha I (kecil, < 0.5 Ha.), usaha II (menengah, 0.5 Ha-2 Ha) dan usaha III (besar, > Ha-2 Ha).

Analisis Efisiensi dan Titik Impas pada Beberapa Penelitian

Efisiensi ekonomi usaha ternak kambing perah pada penelitian Stani (2009) didekati dengan kriteria biaya minimum karena didasari bahwa adanya

keterbatasan modal yang dimiliki oleh peternak, sehingga tujuan

memaksimumkan keuntungan dicapai dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis R/C Ratio, Keragaman skala usaha tersebut masing-masing menunjukkan nilai efisiensi yang berbeda. Untuk mengetahui nilai efisiensi tiap skala usaha tersebut dilihat nilai struktur biayanya.

Skala usaha efisien dapat diamati dengan cara membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala yang kemudian dapat ditarik kesimpulan skala mana yang lebih efisien. Skala usaha yang paling efisien diperlihatkan oleh indikator biaya per unit yang paling rendah. Berdasarkan kurva LAC, dalam penelitian ini terbukti bahwa semakin besar skala usaha, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil dan berimplikasi pada penerimaan yang lebih tinggi. Skala III merupakan skala usaha yang mempunyai nilai biaya rata-rata yang rendah dan penerimaan yang tinggi, maka bisa dikatakan skala III adalah skala usaha yang efisien.

Hasil analisis BEP (produksi) pada usaha ternak kambing perah memiliki nilai pada skala I sebesar -5.35, diperoleh nilai BEP minus yang disebabkan oleh tingginya biaya variabel per liter susu, sedangkan harga jual sangat rendah karena kualitas susu yang rendah. Tingginya biaya variabel karena termasuk biaya yang diperhitungkan (biaya non tunai) seperti rumput dan tenaga kerja dimana kedua komponen biaya tersebut mempunyai persentasi yang sangat tinggi pada biaya variabel. Artinya dalam skala bisnis, skala I merupakan skala yang tidak menguntungkan (unprofitable) karena jumlah ternak yang sedikit dan teknologi yang sederhana menyebabkan biaya produksi menjadi besar. Tetapi jika tidak dihitung biaya non tunainya, maka akan diperolah nilai BEP yang positif bahkan volume produksi aktualnya telah melebihi BEP produksi yaitu sebesar 21.6 liter/bulan.

(29)

besar skala usaha, maka peternak semakin bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. Hal tersebut terlihat dari volume produksi aktual yang semakin jauh dari nilai BEP produksi.

Pada penelitian Bantani (2004), kriteria pemotong I memiliki nilai R/C pada skala usaha ≤ 573 dengan nilai 1.22, pada skala usaha 574-1.113 dengan nilai 1.23, pada skala usaha ≥ 1.114 dengan nilai 1.24. Dari analisis tersebut dapat dinyatakan skala usaha ≥ 1.114 yang paling efisien, karena memiliki nilai paling besar yaitu 1.24, dapat diartikan setiap Rp. 1 yang dikeluarkan usaha tersebut mampu memberikan return sebesar Rp0.24. Pada kriteria pemotong II memiliki nilai R/C pada skala usaha ≤ 99 dengan nilai 1.13, pada skala usaha 100-205 dengan nilai 1.09, pada skala usaha ≥ 206 dengan nilai 1.15. Dari analisis tersebut dapat dinyatakan skala usaha ≥ 206 yang paling efisien, karena memiliki nilai paling besar yaitu 1.15, dapat diartikan setiap Rp. 1 yang dikeluarkan usaha tersebut mampu memberikan return sebesar Rp0.15.

Analisis BEP pada skala usaha pemotong I dan pemotong II berdasarkan analisis regresi sederhana menunjukan kecenderungan yang semakin menurun, artinya semakin besar jumlah ayam yang dipotong maka persentasi nilai titik impas semakin kecil. Pada kriteria usaha pemotong I memiliki nilai BEP (Rp) pada skala usaha ≤ 573 dengan nilai 18.88 persen, pada skala usaha 574-1.113 dengan nilai 13.79 persen, pada skala usaha ≥ 1.114 dengan nilai 10.00 persen. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan nilai BEP yang paling efisien pada skala usaha ≥ 1.114 karena memiliki nilai persentasi terkecil diantara nilai BEP pada kriteria usaha pemotong I yaitu 10.00 persen. Pada kriteria usaha pemotong II memiliki nilai BEP (Rp) pada skala usaha ≤ 99 dengan nilai 42.86 persen, pada skala usaha 100 - 205 dengan nilai 48.05 persen, pada skala usaha ≥ 206 dengan nilai 29.94 persen. Dari hasil analisis tersebut dapat dinyatakan nilai BEP yang paling efisien pada skala usaha ≥ 206 karena memiliki nilai persentasi terkecil diantara nilai BEP pada kriteria usaha pemotong II yaitu 29.94 persen. Berdasarkan analisis R/C Ratio atas biaya tunai memiliki nilai 0.77 pada skala usaha kecil, memiliki nilai 2.14 pada skala usaha menengah, memiliki nilai 0.09 pada skala usaha besar. Berdasarkan analisis R/C Ratio atas biaya total memiliki nilai 0.96 pada skala usaha kecil, memiliki nilai 1.86 pada skala usaha menengah, memiliki nilai 0.63 pada skala usaha besar.

(30)

Struktur Biaya Tanaman Pangan, Produktifitas, dan Profitabilitas

Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh supadi pada tahun 2005 mengenai struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman pangan (kasus desa-desa patanas) analisis keuntungan didasarkan atas biaya tunai yaitu nilai total penerimaan dikurangi total biaya tunai yang dikeluarkan. Kompensasi (biaya yang harus ditanggung) untuk sewa lahan, manajemen dan curahan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan, dan untuk analisis tingkat efisiensi dan profitablitas usahatani suatu komoditi dapat diketahui dari parameter produktivitas harga jual produk, penerimaan, total biaya, profitabilitas, imbangan penerimaan dan total biaya (R/C) dan biaya pokok produksi untuk setiap kg produk yang dihasilkan. Parameter sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi adalah R/C dan biaya pokok produksi. Kedua parameter ini menunjukkan nilai yang berlawanan arah, jika nilai R/C tinggi maka biaya produksi pokok akan rendah (murah) dan sebaliknya

Struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman padi berdasarkan musim tanam, pada MH pangsa biaya saprodi untuk tanaman padi secara umum lebih besar dibandingkan MK 2004, sedangkan untuk upah tenaga kerja relatif sama. Untuk MH petani mengalokasikan biaya untuk pupuk lebih besar dibandingkan pestisida. Berdasarkan strata luas, terdapat kecenderungan bahwa pangsa biaya saprodi semakin mengecil dengan semakin luasnya garapan usahatani. Hal ini berarti petani sempit lebih intensif dalam penggunaan sarana produksi dibandingkan petani luas. Biaya untuk upah tenaga kerja pada seluruh strata luas menempati pangsa terbesar berkisar 60.3 persen – 63.8 persen. Sebagian besar biaya ini dikeluarkan untuk membayar upah panen. Di desa-desa penelitian, petani menggunakan sistem bawon untuk upah panen, dibayar dalam bentuk natura dengan kisaran antar desa sepersepuluh sampai seperenam bagian dari hasil panen.

(31)

sawah adalah 5 144 kg/ha. Harga gabah yang diterima petani Rp1 140/kg. Penerimaan dan profitabilitas usahatani rata-rata per musim masing-masing sebesar Rp5 86 juta dan Rp3 57 juta (60.9 persen dari penerimaan usahatani). Efisiensi cukup tinggi dengan R/C 2.56 dan hanya memerlukan biaya sebesar Rp446 untuk memproduksi satu kilogram GKP.

Sedangkan untuk struktur biaya dan profitabilitas usahatani tanaman jagung, pangsa biaya sarana produksi usahatani jagung pada MK 2004 sebesar 74.5 persen sedangkan MH 65persen dan secara agregat 68.9 persen. Dua jenis sarana produksi yang membutuhkan biaya yang besar adalah pupuk anorganik dan benih. Pupuk yang banyak digunakan adalah Urea dan ZA dan harga benih jagung (hibrida) berkisar Rp20 – 30 ribu per kg. Pangsa biaya untuk upah tenaga kerja MH lebih tinggi dibandingkan MK. Rata-rata pangsa upah tenaga kerja sebesar 24,2persen terutama untuk tanam dan panen. Sedangkan untuk pengolahan tanah sangat kecil karena umumnya tanpa olah tanah (zerro tillage) dan penggunaan herbisida. Pada MH pangsa biaya sarana produksi relatif lebih rendah dibandingkan dengan MK. Sebaliknya pangsa pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan biaya lain-lain lebih besar. Berdasarkan strata luas, terlihat bahwa semakin besar luas garapan usahatani maka pangsa biaya untuk upah semakin besar. Hal ini dapat diduga karena penggunaan tenaga kerja keluarga pada petani sempit lebih intensif. Sedangkan petani luas lebih mengandalkan tenaga kerja upahan.

Terdapat kecenderungan semakin sempit luas garapan usahatani maka pangsa biaya sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) semakin besar dibandingkan petani lainnya. Secara agregat struktur biaya usahatani jagung terbesar diperuntukkan biaya saprodi sebesar 68.9 persen sedangkan untuk upah tenaga kerja dan biaya lain-lain masing-masing 24.2 persen dan 6.9 persen. Secara rata-rata produktivitas pada MH lebih tinggi dibandingkan MK yaitu 5 357 kg/ha dan 3 044 kg/ha, sedangkan harga jual relatif sama. Dibandingkan dengan MK, usahatani jagung pada MH lebih efisien dan lebih menguntungkan, hal ini ditunjukkan dari nilai R/C 2.84 dibandingkan 2.30 dan biaya pokok produksi Rp348/kg berbanding Rp427/kg. Berdasarkan strata luas usahatani menunjukkan bahwa semakin luas garapan usahatani maka semakin tinggi produktivitasnya. Produktivitas petani sempit pada MK 2004 hanya 2 779 kg/ha, sedangkan sedangkan petani luas 3 311 kg/ha. Sedangkan pada MH 2004/2005 petani sempit 4 296 kg/ha dan petani luas 6.243 kg/ha, ini berarti semakin luas tanah garapan maka tingkat produktivitas semakin besar/meningkat.Penerimaan usahatani konsisten dengan tingkat produktivitas, yaitu penerimaan semakin besar sejalan dengan semakin luasnya lahan garapan usahatani. Secara agregat tanpa membedakan musim dan luasan, profitabilitas jagung adalah Rp2.56 juta/ha/tanam (61.8persen) dan biaya pokok per unit Rp377/kg.

(32)

biaya sarana produksi ubikayu adalah 21.6 persen jauh lebih rendah dibandingkan dengan komoditi padi sawah dan jagung. Sebaliknya pangsa upah tenaga kerja jauh lebih tinggi yaitu 73.5 persen.

Dengan kata lain usahatani ubikayu lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja dibandingkan sarana produksi. Produktivitas ubikayu lebih tinggi pada petani luas, rata-rata produktivitas mencapai 20 422 kg/ha. Harga penjualan ubikayu petani sekitar Rp320/kg. Penerimaan petani berkisar Rp6.0 – 7.0 juta/ha atau rata-rata Rp6.5 juta/ha. Setelah dikurangi biaya usahatani sekitar Rp2.06 – 2.33 juta/ha, profitabilitas petani sempit Rp3.94 juta/ha dan petani luas Rp4.68 juta/ha (66 persen dari penerimaan usahatani). Dari segi efisiensi antar strata luas usahatani relatif sama dengan R/C 2.96 dan biaya per unit Rp108/kg. Dibandingkan dengan usahatani pada sawah dan jagung, nilai R/C usahatani ubikayu lebih besar.

Skala Usaha Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dan Struktur Biaya

Pada komoditi ikan hias, Soni Gumilar (2007) telah melakukan penelitian yang membahas tentang Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Selain membahas tentang strategi pengembangan agribisnis ikan hias air tawar, penelitian ini juga membahas tentang keunggulan ikan hias sebagai daya saing industri perikanan, dan juga analisis manfaat dan biaya budidaya ikan hias.

Untuk tinjauan ini akan dikhususkan membahas mengenai analisis manfaat dan biaya ikan hias. Pada penelitian ini skala usaha dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan jumlah akuarium yang dimiliki. Pada skala usaha kecil memiliki 1-30 unit akuarium, pada skala usaha menengah memiliki 31-50 unit akuarium dan skala usaha besar memiliki akuarium lebih dari 50 unit. Perhitungan biaya yang digunakan meliputi biaya investasi, biaya penyusutan dan biaya modal kerja. Pada komponen biaya modal kerja, tenaga kerja memiliki persentasi terbesar pada usaha ikan hias skala kecil yaitu sebesar 63.45 persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah 9 600 ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Black Ghost. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 1.06, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 1.06 kali lipat. Pada skala usaha menengah, komponen biaya modal kerja yang memiliki persentasi terbesar juga pada tenaga kerja yaitu sebesar 43.36persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah 22 400 ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Ctenopoma dan diskus. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 2.79, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 2.79 kali lipat. Sedangkan pada skala usaha besar, komponen biaya modal kerja kembali menunjukkan nilai tenaga kerja adalah komponen yang terbesar yaitu 35.27 persen. Jumlah ikan yang diproduksi pada skala ini adalah 61 600 ekor/tahun dengan jenis komoditi ikan hias Ctenopoma dan Black Ghost. Memiliki nilai B/C Ratio sebesar 0.27, artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 0.27 kali lipat.

(33)

sangat sensitif artinya jika terjadi situasi yang sesuai pada skenario diatas maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada skala usaha kecil yaitu rendahnya volume produksi yang mereka hasilkan dan terbatasnya sarana dan prasarana produksi terutama akuarium maupun sarana penunjang pokok lainnya, padahal komponen investasi yang dibutuhkan hampir sama dengan skala usaha menengah. Sedangkan penyebab dari skala usaha besar adalah tingginya biaya investasi serta biaya operasional yang harus dikeluarkan ditambah dengan kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan padahal dengan jumlah sarana akuarium yang ada masih dapat dilakukan penebaran yang maksimal.

Penelitian terdahulu yang terkait dengan struktur biaya telah banyak dilakukan, namun belum ada yang membahas mengenai struktur biaya usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor. Penelitian-penelitian tersebut dapat menjadi referensi dalam penelitian ini. Persamaan penelitian terdahulu sebagai literature review bertujuan untuk mencari skala usaha yang paling efisien berdasarkan analisis struktur biaya. Dalam menganalisis struktur biaya perlu diketahui terlebih dahulu komponen biaya yang dikeluarkan, meliputi biaya tetap dan biaya variabel kemudian dilakukan analisis pendapatan usaha. Pengelompokkan skala usaha memiliki metode yang berbeda-beda, metode yang dipakai antara lain pengelompokan skala usaha berdasarkan luas lahan, rata-rata pemotongan ayam perhari dan nilai simpangan baku dari data yang ada, serta jumlah ternak yang dimiliki. Pengelompokkan skala usaha pada penelitian struktur biaya budidaya ikan hias air tawar studi kasus pada tiga usaha di Kab. Bogor berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha. Jumlah akuarium dipandang dapat mencerminkan alokasi biaya-biaya serta produktivitas pada tiap usaha. Setelah itu dilakukan analisis efisiensi untuk mencari skala usaha yang paling efisien, ada beberapa analisis yang digunakan untuk mencari efisiensi diantaranya analisis efisiensi melalui pendekatan kriteria biaya minimum dengan mengamati indikator biaya per unit terendahdan juga analisis R/C ratio. Analisis BEP terbagi dua yaitu BEP (unit) dan BEP (Rp), analisis tersebut dilakukan guna mengetahui jumlah yang harus diproduksi atau dicapai agar usaha tersebut berada di titik impas. Daftar penelitian terdahulu secara lengkap akan disajikan pada Tabel 4.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Usahatani

(34)

kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis.

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu:

a) Menurut Daniel (2002), Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu.

b) Menurut Efferson Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu.

c) Menurut Vink (1984) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.

d) Menurut Prawirokusumo (1990) Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut.

(35)

Struktur Biaya dan Skala Usaha

Menurut Sukirno (1994), biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Dalam melakukan produksi suatu usaha terdapat dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya tetap adalah gaji tenaga kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan. Beberapa contoh yang termasuk kedalam komponen biaya variabel adalah pupuk, benih, pakan, obat-obatan. Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan ; TC = Total Cost

TFC = Total Fixed Cost

TVC = Total Variable cost

Dalam ilmu ekonomi yang membahas biaya produksi, dapat dipelajari terdapat hubungan antara kurva Average Cost (AC), Average Variable Cost (AVC), dan Marginal Cost (MC). Ketika menggambarkan kurva-kurva biaya rata-rata perlulah disadari dan diingat bahwa kurva AVC dan AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah dari masing-masing kurva tersebut. Hal itu harus dibuat agar tidak menyalahi hukum matematik. Untuk penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

(36)

Keterangan:

 Apabila MC < AVC, maka nilai AVC menurun (berarti kalau kurva MC di bawah kurva AVC maka kurva AVC sedang menurun).

 Apabila MC > AVC, maka nilai AVC akan semakin besar (berarti kalau kurva MC di atas AVC maka kurva AVC sedang menaik).

Sebagai akibat keadaan yang dinyatakan dalam (1) dan (2) maka kurva AVC dipotong oleh kurva MC di titik terendah dari kurva AVC. Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa kurva AC dipotong oleh kurva MC pada titik terendah kurva AC. Sedangkan, untuk menghitung total biaya rata-rata (Average Total Cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AFC). Rumus yang digunakan yaitu : AC = AFC + AVC. Penentuan skala usaha yang paling efisien dapat diketahui dengan melihat total biaya rata-rata produksi paling rendah. Biaya penyusutan sarana dan prasarana berupa alat-alat dalam suatu usaha dihitung dengan harapan ketika kebutuhan tersebut tidak mampu berfungsi optimal dalam melaksanakan tugasnya, maka usaha tersebut telah memiliki dana cadangan jika hendak dilakukan reinvestasi pada usahanya. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut:

 Biaya (cost) lebih besar daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut rugi.

 Biaya (cost) sama dengan penerimaan (revenue) maka usaha disebut tidak untung dan tidak rugi atau keadaan titik impas (Break Even Point).

 Biaya (cost) lebih kecil daripada penerimaan (revenue) maka usaha disebut untung.

(37)

Pada gambar 3 menjelaskan sebuah ilustrasi usaha yang mempunyai tiga pilihan dalam menggunakan alat-alat produksi yaitu: Kapasitas 1, Kapasitas 2 dan Kapasitas 3, dimana kapasitas produksi tersebut didapat dari penggunaan biaya produksi rata-rata yang akan dikeluarkan oleh usaha tersebut untuk kegiatan produksi, besaran biaya produksi rata-rata ditunjukan oleh AC1, AC2, AC3. Faktor yang akan menentukan kapasitas produksi yang digunakan adalah tingkat produksi yang ingin dicapai. Apabila perusahaan tersebut ingin mencapai produksi sebanyak 100 unit, adalah lebih baik untuk menggunakan Kapasitas 1 (lihat titik A). Kalau yang digunakan adalah Kapasitas 2, seperti dapat dilihat dalam Gambar 3, biaya prduksi adalah lebih tinggi (lihat titik B). Kapasitas 1 adalah kapasitas yang paling efisien dan akan meminimumkan biaya produksi, untuk produksi di bawah 130 unit. Untuk produksi di antara 130 dan 240 unit, Kapasitas 2 adalah yang paling efisien, karena biaya produksi adalah paling minimum dengan menggunakan kapasitas tersebut. Ini dapat dilihat misalnya untuk produksi sebanyak 160 unit. Seperti dapat dilihat dalam Gambar 1.02, AC1 berada di atas AC2, yang berarti dengan menggunakan Kapasitas 1 biaya akan lebih tinggi daripada menggunakan Kapasitas 2. Untuk produksi melebihi 240 unit, misalnya 275 unit, Kapasitas 3 adalah yang harus digunakan pengusaha. Penggunaan ini akan meminimumkan biaya. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa peminimuman biaya jangka panjang tergantung kepada dua faktor yaitu: Tingkat produksi yang ingin dicapai, dan Sifat dari pilihan kapasitas pabrik yang tersedia.

Uraian yang baru saja dilakukan mengenai caranya seorang pengusaha menentukan kapasitas produksi yang akan digunakan dapat memberikan petunjuk tentang bentuk kurva biaya total rata-rata jangka panjang atau kurva Long Run Average Cost (LRAC). Kurva LRAC dapat didefiniskan sebagai kurva yang menunjukan biaya rata-rata yang paling minimum untuk berbagai tingkat produksi apabila perusahaan dapat mengubah kapasitas produksinya. Dalam Gambar 3 kurva LRAC meliputi kurva AC1 sampai di titik a, kurva AC2 dari titik a ke titik

(38)

b, dan bagian dari AC3 dimulai dari titik b. Penjelasan mengenai kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Hubungan kurva AC dan LRAC

Kurva LRAC bukanlah dibentuk berdasarkan kepada 3 kurva AC saja seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3, tetapi berdasarkan kepada kurva AC yang tidak terhingga banyaknya. Kurva LRAC dapat dilihat pada gambar 4 merupakan garis lengkung yang berbentuk huruf U, dimana lengkungan besarnya mengamplopi sekian banyak kemungkinan kurva AC. Kurva LRAC tersebut merupakan kurva yang menyinggung beberapa kurva AC jangka pendek. Titik-titik persinggungan tersebut merupakan biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat produksi yang akan dicapai pengusaha di dalam jangka panjang. Kurva LRAC tidak menyinggung kurva-kurva AC pada bagian (di titik) yang terendah dari kurva AC. Dalam Gambar 4 hanya kurva ACx yang disinggung oleh kurva LRAC pada bagian kurva ACx yang paling rendah, yaitu titik B. Kurva AC yang terketak di sebelah kiri dari ACx disinggung oleh kurva LRAC di bagian yang lebih tinggi dan di sebelah kiri dari titik terendah. Dapat diperhatikan misalnya kurva AC2, jelas terlihat bahwa titik A bukanlah titik terendah pada kurva AC2. Titik tersebut terletak di sebelah kiri dari titik terendah AC2. Kurva AC yang terletak di sebelah kanan dari kurva ACx disinggung oleh kurva LRAC juga di bagian yang terletak lebih tinggi dari minimum pada AC yang bersangkutan, dan titik singgung tersebut terletak di sebelah kanan dari titik yang terendah. Titik C pada kurva AC3 jelas menggambarkan keadaan tersebut.

(39)

produksi sebesar QA akan mengeluarkan biaya sebanyak seperti ditunjukan oleh titik A pada AC2. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa kurva LRAC, walaupun tidak menghubungkan setiap titik terendah dari AC, menggambarkan biaya minimum perusahaan dalam jangka panjang. Analisis biaya jangka panjang sangat penting untuk mengetahui apakah suatu usaha berada pada skala usaha yang ekonomis (economies of scale) atau tidak ekonomis (diseconomis of scale). Suatu usaha dikatakan mencapai skala ekonomis apabila penambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah. Sedangkan usaha mencapai skala tidak ekonomis apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi semakin tinggi.

Analisis Efisiensi

Efisiensi merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam suatu usaha. Menurut Murbyanto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input,

yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input

tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum. Pencapaian efisiensi dapat diukur dengan kriteria biaya yang minimum (cost minimization) dan kriteria penerimaan maksimum (output maksimization).

Suatu usahatani dikatakan memperoleh keuntungan yang tinggi apabila petani tersebut mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya dengan sebaik mungkin dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1986). Dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani, tujuan keuntungan maksimum dalam usahatani agar efisien dapat didekati dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya.

Efisiensi suatu usaha sangat tergantung dari penggunaan input yang optimal dan memilih skala usaha yang optimal. Semakin besar suatu skala usaha maka semakin besar pula jumlah penggunaan inputnya, tersebut mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan semakin besar. Untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dapat dilihat berdasarkan struktur biaya dari masing-masing skala usaha. Dengan menghitung sruktur biaya dari setiap skala, maka kita dapat membandingkan nilai efisiensi dari masing-masing skala. Tingkat efisiensi biaya diperlihatkan oleh indikator semakin rendahnya biaya per unit.

Salah satu cara mengukur efisiensi usahatani adalah dengan

(40)

Analisis Titik Impas (Break Even Poin)

Pada jangka pendek, hubungan struktur biaya dengan skala usaha dapat dianalisis mengunakan analisis titik impas (Break Even Poin). Skala usaha yang berbeda akan menyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Nurmalina et al (2009), titik impas (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan berada pada titik impas. Impas adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, Kurva untuk break even poin dapat dilihat pada gambar 5.

Berdasarkan Gambar 3, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai BEP dari suatu usaha adala penghasilan penjualan, total biaya produksi. Suatu usaha akan mengalami kondisi impas pada saat garis jumlah penghasilan dari penjualan produk bersinggungan dengan garis total biaya. Pada kondisi tersebut dapat dikatakan suatu usaha Impas apabila jumlah penghasilan sama dengan total biaya, jika kondisi penghasilan usaha tidak mampu menutupi total biaya maka usaha tersebut berada pada kondisi rugi.

Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha ikan hias air tawar di Kab. Bogor memiliki keragaman yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa perbedaan yang mendasari usaha pada tiap pembudidaya. Perbedaan yang dimaksud adalah : Perbedaan modal usaha, Perbedaan jumlah akuarium, Perbedaan jumlah produksi, Perbedaan jumlah tenaga kerja, dan Perbedaan teknologi serta alat perikanan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut turut menentukan skala usaha yang dijalankan oleh para pembudidaya ikan hias air tawar, usaha tersebut tentu memiliki tujuan untuk mencari keuntungan yang optimal sesuai dengan skala usaha yang dijalankan. Ukuran keuntungan dapat dilihat dari pendapatan usaha budidaya ikan hias air tawar, Pendapatan tersebut dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya.

(41)

Pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan hias air tawar akan sangat dipengaruhi oleh harga jual produk hasil usaha tersebut. Harga jual selain ditentukan oleh perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan, harga produk itu sendiri, juga ditentukan oleh mekanisme pasar.

Untuk mendapatkan hasil perhitungan penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara harga dengan jumlah total produksi. Harga input yang digunakan dalam usaha budidaya ikan hias air tawar akan mempengaruhi struktur biaya usaha tersebut. Pendapatan atas biaya tunai usaha ikan hias merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usaha ikan hias adalah nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk hasil usaha ikan hias. Sedangkan pengeluaran tunai usaha ikan hias adalah semua nilai dari komponen input yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam proses budidaya.

Pendapatan atas biaya total usaha budidaya ikan hias air tawar merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pengeluaran total usaha ikan hias meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Pengeluaran diperhitungkan adalah pengeluaran yang tidak benar-benar dikeluarkan tetapi tetap diperhitungkan, seperti penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga. Struktur biaya dan pendapatan di analisis menurut skala usaha yang dilakukan di tempat penelitian. Skala usaha ditentukan berdasarkan jumlah kepemilikan akuarium pada tiap usaha ikan hias air tawar yang dihitung dalam satuan unit. Pada tiap usaha tentu akan memiliki alokasi biaya yang berbeda, alokasi biaya yang dimaksud adalah biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Efisiensi dari suatu usaha dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan dengan penerimaan usaha, semakin kecil biaya produksi rata-rata maka dapat dikatakan usaha tersebut akan semakin efisien.

(42)

Usaha menengah (Jumlah akuarium)

Variasi tinggi usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor

 Perbedaan modal usaha

 Perbedaan jumlah akuarium

 Perbedaan jumlah produksi

 Perbedaan jumlah tenaga kerja

 Perbedaan alat perikanan

Pengelompokan pembudidaya berdasarkan skala usaha

Usaha kecil (Jumlah akuarium)

Usaha besar (Jumlah akuarium)

 Struktur biaya

 R/C Ratio

 Analisis titik impas (BEP)

Hasil perbandingan efisiensi berdasarkan nilai R/C usaha ikan hias

air tawar pada masing-masing skala usaha

Kesimpulan

(43)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada usaha budidaya ikan hias air tawar di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan daerah yang cukup banyak terdapat usaha budidaya ikan hias air tawar dan merupakan sentra produksi ikan hias air tawar untuk Provinsi Jawa Barat. Selain itu, daerah ini mudah daikses oleh peneliti sehingga mempermudah penelitian.

Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Januari – April 2014. Penelitian dilakukan secara berulang-ulang dengan mendatangi lokasi penelitian untuk melihat aktivitas usaha yang dilakukan sekaligus melakukan wawancara dengan pengelola maupun tenaga kerja. Hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh lebih lengkap dan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Metode Penelitian

Objek penelitian ini adalah tiga usaha budidaya ikan hias air tawar yang dibagi berdasarkan skala usaha. Pembudidaya ikan hias air tawar skala usaha kecil, menengah, dan besar. Hal ini dilakukan dalam rangka mengalisis usaha manakah yang paling efisien dilihat dari struktur biaya dan variabel kunci pada teknis produksi yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode

multiple case study. Menurut Yin (2003) case study atau studi kasus merupakan penelitian pada objek tertentu dalam konteks kehidupan nyata (real life), bersifat temporer dan spesifik. Penelitian melibatkan kontak langsung dengan objek penelitian, bersifat detail dan menyeluruh (holistic). Metode inidapat dipilih jika tujuan penelitian adalah untuk membandingkan satu obyek dengan obyek lain (cross-site comparison) sesuai fenomena yang diteliti. Berdasarkan pengertian tersebut maka dengan menggunakan metode multiple case study, diharapkan peneliti bisa menggambarkan secara rinci terkait objek penelitian dan membandingkan antar kasus yang diteliti.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah meliputi data primer dan sekunder.

a. Data primer dapat dikumpulkan dengan menggunakan triangulasi

(triangulation), yaitu diperoleh dari wawancara langsung secara mendalam

(44)

budidaya, kapasitas produksi, arus kas penerimaan dan pengeluaran serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang keberhasilan penelitian. b. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber

dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan dan dokumentasi pihak atau instansi terkait, seperti Departemen Pertanian, Badan Pusat Stastistik, Dinas Pertanian dan peternakan Kabupaten Bogor. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui internet, buku-buku yang menujang teori, jurnal ilmiah serta penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Informasi dan data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan, penerimaan yang diperoleh, Efisiensi usaha dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Selain itu akan dilakukan perhitungan titik impas (break even point) guna mengetahui nilai dimana usaha tersebut tidak mengalami untung dan juga rugi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Exel, hasil dari pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat keragaan usaha ikan hias air tawar dan beberapa hal terkait yang akan diuraikan secara deskriptif, dan bila diperlukan akan menggunakan bantuan gambar atau grafik agar dapat memperjelas uraian.

Komponen Biaya dalam Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar

Peneltian ini menganalisis struktur biaya dari usaha ikan hias. Analisis struktur biaya usaha diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel, Biaya tersebut diidentifikasi berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan akan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan.

Biaya tetap pada usaha budidaya ikan hias air tawar terdiri atas biaya penyusutan barang-barang investasi, biaya tenaga kerja, biaya maintanance, biaya bunga pinjaman jika ada, biaya pajak bumi bangunan, pajak kendaraan biaya listrik dan air, dan sebagainya. Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian benih ikan hias air tawar, biaya pakan ikan, biaya BBM, biaya obat ikan, dan biaya pembelian alat kemas.

Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti di bawah ini :

TC = TFC + TVC Keterangan ;

TC = Total Cost

TFC = Total Fixed Cost

Gambar

Tabel 1  PDB lapangan usaha (atas dasar harga berlaku) tahun 2008-2012
Tabel 2  Pasar ekspor terbesar ikan hias Indonesia 2010-2012
Gambar 1 Komposisi negara asal impor ikan hias Singapura 2012
Tabel 3 Pencapaian produksi ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2009-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, kategorisasi responden yang menjadi cover dancer selama 4-6 tahun pada skala eksistensi diri menunjukkan bahwa sebanyak 0% (tidak ada) memiliki tingkat

Dalam suatu proyek yang dirancanakan untuk selesai dalam jangka waktu yang sesuai dengan target , dapat dilakukan percepatan durasi kegiatan yang akan memberikan

internal), dan dalam pelaksanaan ujicoba perangkat memenuhi syarat- syarat tertentu yaitu : (a) aktifitas aktif siswa selama pembelajran sesuai dengan batas toleransi

Prosedur dari sistem administrasi kependudukan yang diusulkan pada desa Jatiwaringin kecamatan Mauk terdiri dari prosedur pembuatan surat pengantar Kartu Keluarga (KK),

Media pembelajaran berbasis Information and Commuinication Technology (ICT) sudah saatnya dikenalkan dan dikuasai oleh para guru untuk kemudian dimanfaatkan

Admin lalu membuat Laporan Penerimaan Barang (LPB) sebagai bukti tanda barang sudah masuk ke gudang, dan nanti nya akan dipakai Departemen Akunting untuk membayar

Kecamatan tersebut berpotensi besar untuk terkena penyebaran penyakit Kusta, sehingga pada Tahun 2017 Kecamatan tersebut berada di Kuadran HL, yaitu daerah yang

Berdasarkan pada Tabel 4 bahwa hasil pengukuran rata-rata lampu fluorescent terhadap meja jahit (bidang kerja) pada waktu pagi mulai dari meja jahit satu, meja jahit