• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN KUDUS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

1.4 Kerangka Pikir

Kabupaten Kudus memiliki kegiatan industri yang tersebar di beberapa wilayah dan belum memiliki area khusus industri yang dinamakan kawasan industri. Sampai saat ini kegiatan industri menyebar di dalam satu lingkup kawasan yang dinamakan Kawasan Peruntukan industri. Kawasan Peruntukan Industri (KPI) di bawah pengelolaan Dinas Perindustrian dialokasikan di tiga kecamatan yaitu Mejobo, Kaliwungu, dan Jekulo. Dari ketiganya, Kecamatan Kaliwungu merupakan salah satu KPI yang cukup padat dan memilki kegiatan industri skala besar cukup banyak. Industri besar dan cukup berpengaruh disini adalah industri rokok PT. Djarum, Bapangan dan PT. Hartono Istana Teknologi (PT. Polytron).

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Dua industri ini masing-masing memiliki karakteristik berbeda yang berada di satu lingkup KPI yang sama. Sehingga yang akan dievaluasi adalah RTH yang dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, kebutuhan lingkungan, dan

Kabupaten Kudus

Kawasan Peruntukan Industri (KPI)

Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Jekulo Kecamatan Mejobo

Desa Bakalan Krapyak

Potensi dan permasalahan

Industri Rokok PT. Djarum Industri Elektronik PT. Polytron

Rekomendasi Kondisi Lokasi

Industri

Kondisi RTH Persepsi Dan Preferensi

Masyarakat Kenyamanan

Analisis - Kondisi Fisik

- Ruang Terbuka Hijau (RTH) - Kenyamanan

- Persepsi dan Preferensi Masyarakat - Analisis SWOT

dampak kegiatan industri pada KPI yang dipilih. Evaluasi ini didukung oleh pendapat dan pernyataan responden dan pengamatan terhadap kondisi yang ada. Jika berdasarkan evaluasi ternyata RTH tidak atau kurang sesuai maka diberikan usulan pengadaan atau penataan RTH yang sesuai atau jika sesuai maka dipertahankan dengan tetap menjaga kondisi yang ada serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik dari sebelumnya (Gambar 1).

2.1 Industri dan Klasifikasinya

Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Kegiatan industri dapat diklasifikasikan menurut aspek-aspek yang mempengaruhinya. Menurut Gintings (1995), kegiatan industri dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

a. Industri dasar (hulu) merupakan industri dengan skala besar yang lokasinya dekat dengan bahan baku serta sudah menggunakan teknologi yang lebih maju. b. Industri hilir merupakan industri yang kegiatannya hanya mengolah bahan

setengah jadi menjadi bahan jadi, lokasinya lebih dekat dengan pasar, menggunakan teknologi madya dan lebih banyak menyerap tenaga kerja.

c. Industri kecil merupakan kegiatan industri yang lebih sederhana baik dari peralatan yang digunakan maupun sistem pengolahannya, dengan keterbatasan sistem tata letak pabrik dan pengolahan limbah serta lebih banyak menyerap tenaga kerja.

Selain penggolongan tersebut, kegiatan industri juga diklasifikasikan menurut sumber bahan bakunya menjadi tiga, yaitu: industri ekstraktif (bahan baku langsung dari alam, contoh: pertanian), industri non-ekstraktif (bahan baku dari luar), dan industri fasilitatif (berupa jasa, contoh: asuransi). Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 dalam Nugroho 2009, kegiatan industri diklasifkasikan menjadi empat, yaitu: industri kimia dasar (contoh: pupuk, kertas), industri mesin dan logam dasar (contoh: kendaraan bermotor, tekstil), industri kecil (contoh: minyak goreng, makanan ringan), dan aneka industri (contoh: makanan, pakaian)

2.2 Kawasan Industri

Pengertian kawasan industri menurut Development Handbook dari ULI (Urban Land Institute) dalam Dirdjojuwono 2004, merupakan kawasan yang

didominasi oleh kegiatan industri. Sedangkan menurut National Industry Zoning Committe’s USA 1967, kawasan industri merupakan areal perindustrian yang berada di atas tanah yang cukup luas, yang secara administrasi dikontrol oleh sebuah lembaga yang sesuai dengan kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan infrastrukturnya, dan kemudahan aksesibilitas transportasi (Dirdjojuwono, 2004).

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1996 dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/KEP/2/1997, kawasan industri merupakan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana-prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menunjang kawasan industri, antara lain:

a. Kawasan Industri memiliki luas sekurang-kurangnya 20 hektar.

b. Tanah yang dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan memiliki luas sekurang-kurangnya 10 hektar di dalam kawasan industri sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta sudah dimanfaatkan untuk kegiatan industri.

c. Perusahaan kawasan industri mempunyai kewajiban, antara lain:

1. menyediakan lahan industri siap pakai dan bangunan pabrik siap pakai. 2. membuat rencana tapak kawasan industri sesuai dengan ketentuan

pemerintah derah.

3. menyusun analisis dampak lingkungan (AMDAL).

4. membangun dan memelihara prasarana utilitas (jalan, saluran drainase, pipa penyaluran limbah, serta membangun unit yang mengoperasikan dan memelihara pusat pengolahan limbah).

5. membuat tata tertib kawasan industri mengenai ketentuan hak dan kewajiban perusahaan kawasan dan perusahaan industri di dalam kawasan, terutama dalam pengelolaan lingkungan serta pengoperasian fasilitas. Selain itu, menurut Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah, kawasan perindustrian memiliki kriteria sebagai berikut: 1) memenuhi persyaratan lokasi industri, 2) memiliki ketersediaan sumber air baku yang cukup, 3) terdapat sistem pembuangan limbah, 4) tidak memberikan dampak negatif, dan 5) tidak terletak di

kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi. Kawasan industri memiliki peranan yang penting sesuai dengan tujuan pembangunan kawasan yang diatur dalam pasal 2 Keppres No. 41/1996, yaitu mempercepat pertumbuhan industri, memberi kemudahan untuk kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan meningkatkan pembangunan industri yang berwawasan lingkungan (Dirdjojuwono, 2004).

2.3 Dampak Kegiatan Industri

Setiap kegiatan yang dilakukan manusia memiliki dampak yang penting baik positif maupun negatif. Kegiatan perindustrian merupakan salah satu kegiatan manusia yang sering menimbulkan permasalahan terutama dalam aspek lingkungan. Secara umum ada beberapa permasalahan yang timbul akibat kegiatan industri (Wardhana, 1995), yaitu: 1) dampak langsung, merupakan dampak yang secara langsung mengganggu lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran darat dan 2) dampak tak langsung, merupakan dampak yang mempengaruhi aspek sosial dan perekonomian seperti permasalahan urbanisasi, perubahan perilaku, tindakan kriminal, dan perubahan sosial budaya.

Menurut Gintings (1995) ada beberapa kemungkinan pengaruh yang ditimbulkan limbah hasil kegiatan industri terhadap lingkungan, antara lain: 1) tidak adanya pengaruh terhadap lingkungan, karena volume limbah kecil dan parameter pencemar di dalamnya sedikit dengan konsentrasi kecil, sehingga limbah mudah dinetralisir, 2) adanya pengaruh yang tidak menyebabkan pencemaran, adanya toleransi lingkungan terhadap perubahan, dan tidak adanya dampak negatif yang ditimbulkan, dan 3) adanya pengaruh yang memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran. Kondisi zat pencemar dengan konsentrasi tinggi memasuki lingkungan dalam jumlah yang besar dan lingkungan tidak mampu menetralisirnya.

2.4 Kawasan Industri di Kabupaten Kudus

Sektor industri merupakan tiang penyangga utama dari perekonomian di Kabupaten Kudus dengan kontribusi 62,73 % terhadap pendapatan daerah Kabupaten Kudus. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri

sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Pengembangan industri seperti yang telah diungkapkan pada pasal 29 Perda No.8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa pembangunan industri di bagi menjadi 2 macam, yaitu: kawasan industri yang menghasilkan polutan diarahkan di Kecamatan Kaliwungu dan Jekulo, sedangkan kawasan industri yang tidak menghasilkan polutan diarahkan di Kecamatan Mejobo. Pengembangan wilayah kota kudus secara lebih terperinci berdasarkan RTRW Kabupaten Kudus 2003, yaitu :

a. Kawasan hutan lindung pada Kecamatan Dawe dan sebagian Kecamatan Gebog.

b. Kawasan industri pada Kecamatan Kaliwungu, Bae, Jati, dan Jekulo. c. Kawasan industri non polutan pada Kecamatan Mejobo, Bae, dan Dawe.

d. Kawasan pemukiman pada Kecamatan Dawe, Kaliwungu, Kota, Jekulo, Jati, Mejobo, dan Undaan.

e. Kawasan pertanian pada Kecamatan Dawe, Gebog, Bae, Kaliwungu, Kota, Jekulo, Jati, Mejobo, dan Undaan.

Kebutuhan luas lahan kawasan industri berdasarkan analisis sampai tahun 2012 sebesar 1.013,65 ha dan sekitar 70 % dari kebutuhan tersebut digunakan untuk pengembangan kawasan industri. Keberadaan kawasan industri yang berada di Kecamatan Jekulo dan Kaliwungu dapat dikembangkan menjadi industri besar atau terpadu (Bappeda Kabupaten Kudus, 2003). Untuk pengembangan zona industri yang lain dialokasikan di bagian utara Kota Kudus meliputi Desa Gondangmanis, Pedawang, dan Bacin di Kecamatan Bae.

Menurut Latif (2005), Lokasi industri aktual (nyata) sesuai dengan peta persebaran lokasi industri di Kabupaten Kudus yaitu :

a. Lokasi pembangunan Industri Besar yang merata di setiap kecamatan, kecuali di Kecamatan Dawe.

b. Lokasi industri terdapat di sepanjang jalan arteri dan beberapa jalan lokal yang cenderung membentuk pola menyebar.

c. Lokasi industri yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, seperti contoh kondisi jalan yang baik, fasilitas kendaraan, sarana komunikasi, penerangan jalan, dan perkantoran industri.

2.5 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam wilayah tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah tersebut. Berdasarkan bobot kealamiahannya, bentuk RTH diklasifikasikan menjadi dua yaitu alami (habitat alami, kawasan lindung) dan non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman. Menurt Simonds (1983), pada dasarnya ruang terbuka hijau merupakan ruang yang tidak terbangun yang memiliki kekuatan untuk membentuk karakter suatu kota. RTH kota harus tetap dikembangkan demi menjaga kelangsungan hidup manusia di kota. Tanpa keberadaan RTH akan mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal di dalamnya.

Menurut Sulistyantara dalam Faikoh (2008), RTH memiliki sifat khusus, yaitu dalam pengisiannya banyak didominasi oleh unsur hijau (tumbuhan), sedangkan unsur lainnya yaitu bangunan dengan persentase yang sangat kecil yaitu 20%. Unsur hijau ini dapat berupa tanaman ilmiah maupun budidaya tanaman, blueways (aliran sungai dan hamparan banjir), greenways (yang berada di jalan bebas hambatan, jalan di taman, transportasi, jalan setapak, jalan sepeda, tempat lari, taman-taman kota, dan area rekreasi).

2.6 Manfaat dan Kriteria Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH), baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi arsitektural, serta fungsi lainnya yaitu sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan keberlanjutan kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

Ada beberapa manfaat ruang terbuka hijau menurut beberapa pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Identitas Kota

Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal RTH. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan dengan tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata) dengan alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau (Fandeli dalam Riswandi, 2006).

b. Nilai Estetika

Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan RTH terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan RTH karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen dalam Riswandi, 2006).

c. Penyerap Karbon dioksida (CO2)

RTH merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun RTH untuk membantu mengatasi penurunan fungsi RTH tersebut. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbon dioksida (CO2) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Penyerapan karbon dioksida oleh RTH dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson, dalam Riswandi, 2006).

d. Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan, dan mempertahankan kondisi air tanah. Pada musim hujan, laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di perkotaan. RTH dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research dalam Riswandi, 2006).

e. Penahan Angin

RTH berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin 75 - 80 % (Hakim dan utomo, 2004). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain RTH untuk menahan angin antara lain: 1) jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, 2) daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang, 3) memiliki jenis perakaran dalam, 4) memiliki kerapatan yang cukup (50 - 60 %), 5) tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006). f. Ameliorasi Iklim

RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu RTH sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh RTH adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 0C lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal

akan mengurangi suhu atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006).

g. Habitat satwa

RTH bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 manfaat RTH yaitu: 1) sebagai sarana untuk mencerminkan identitas daerah, 2) sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan penyuluhan, 3) sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, 4) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, 5) menumbuhkan rasa kebanggan dan meningkatkan prestise daerah, 6) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, 7) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, 8) memperbaiki iklim mikro, dan 9) meningkatkan cadangan oksigen

Ruang terbuka hijau dalam suatu wilayah harus memiliki keterkaitan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta vegetasi pengisinya. Menurut Supriyatno dalam Nugroho (2009) , kriteria pengalokasian RTH antara lain: 1) perencanaan RTH dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya, 2) rencana RTH dilakukan pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan berada di atas permukaan laut serta memperhatikan kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan, dan jalur pengaman utilitas, dan 3) pada lahan perkotaan RTH dikuasai oleh badan hukum atau perorangan yang tidak memanfaatkan atau ditelantarkan.

2.7 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Industri

Pada umumnya kegiatan manusia sering menimbulkan permasalahan terutama terhadap kondisi lingkungan sekitar. Kegiatan industri adalah salah satu kegiatan manusia yang cukup banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Menurut Tandy (1975), karakteristik kawasan industri yaitu adanya dominasi bangunan, pabrik, gudang dan perkerasan, pemandangan gersang, serta terbatasnya keberadaan ruang terbuka hijau. Menurut Dirdjojuwono (2004), RTH

memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai penangkap polusi serta sebagai daya tarik suatu wilayah sehingga pengadaan RTH merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pengembang.

Suatu kawasan industri seharusnya memiliki area yang disediakan khusus untuk penempatan RTH karena fungsinya yang sangat penting terutama bagi lingkungan sekitar kawasan industri. Secara umum RTH memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Memperindah penampilan lahan kawasan serta menyediakan lingkungan yang menarik bagi pembeli atau penyewa prospektif, (2) menghijaukan lahan sehingga mampu menyediakan udara yang sejuk dan segar, (3) sebagai penaung untuk memberi kesejukan dan penutup tanah yang baik terutama untuk area yang tidak dibangun, (4) sebagai pembatas area yang berbeda fungsi atau dua jalur jalan yang berbeda, dan (5) sebagai daerah resapan air untuk mencegah bencana banjir (Dirdjojuwono, 2004).

2.8 Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Evaluasi bertujuan untuk penyeleksian dan menampilkan informasi yang diperlukan untuk mendukung pengambilan kesimpulan dan keputusan tentang suatu program serta nilainya (Echols dan Shadily dalam Rizka, 2009). Menurut Napisah (2009), evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut. Selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif perbaikan bagi kelemahan tersebut. Napisah juga menambahkan bahwa kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan suatu standar dengan diikuti dengan pemberian saran untuk perbaikan dalam kegiatan selanjutnya. Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah sesuatu yang telah dilakukan dapat dilanjutkan (memberikan hal positif) dan cara pengembangannya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pembanding yaitu perbandingan hasil perencanaan dengan tujuan yang ditetapkan oleh desainer (Anonim, 2005).

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Februari tahun 2011 yang meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber: http://googlemaps.com/2010 (Bappeda Kbupaten Kudus, 2008)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi antara lain alat tulis, alat ukur, alat gambar, dan kamera. Untuk pengolahan data software yang digunakan antara lain program AutoCAD 2006, Microsoft Office Excel 2007, Photoshop CS3

dan SPSS 14. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deskripsi, gambar, angka dan peta yang mendukung misalnya peta tata guna lahan dan peta kawasan industri.

3.3 Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Peruntukan Industri Desa Bakalan Krapyak dengan memilih dua industri yaitu industri PT. Djarum dan industri PT. Hartono Istana Teknologi (PT. Polytron). Penelitian dilakukan untuk mengetahui penggunaan ruang, kondisi fisik industri, dampak dari kegiatan industri, kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta persepsi dan preferensi masyarakat terhadap industri dan RTH yang ada. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian fisik RTH dilihat dari kuantitas, kualitas, serta pemanfaatannya. Evaluasi ini dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, dampak kegiatan industri, dan kebutuhan lingkungan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah usulan rekomendasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Jika RTH yang ada belum sesuai maka dilakukan perbaikan atau penataan kembali, sebaliknya jika RTH yang ada sudah sesuai dengan kondisi yang ada maka usulan yang diberikan lebih mengarah pada mempertahankan disertai dengan peningkatan kualitasnya.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan penelitian yang meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis, dan selanjutnya sintesis yang hasil akhirnya berupa usulan rekomendasi.

3.4.1 Tahap Persiapan

Pada tahap ini kegiatan yag dilakukan terdiri dari penetapan tujuan dan analisis, penyusunan rencana kerja dan biaya, pengumpulan data dan informasi, pengkajian dan studi pustaka, konsultasi, penulisan usulan penelitian dan perbaikan.

3.4.2 Pengumpulan Data

Kegiatan ini meliputi pengumpulan data awal baik secara langsung (pada tapak) atau menggunakan data yang sudah ada. Data yang dikumpulkan dapat berupa data fisik maupun non-fisik (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan

Aspek No. Jenis Data Sumber Cara Pengambilan Data

Fisik dan Biofisik

1 Iklim

(curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penyinaran matahari)

BMG, Bappeda

Studi pustaka

2 Tanah dan Geologi

(jenis tanah)

Bappeda Studi pustaka

3 Topografi

(kontur, kemiringan lahan, hidrologi)

Bappeda Studi pustaka

4 Hidrologi

(sungai, drainase, sirkulasi air, dll)

Bappeda, lapang

Studi pustaka, survey lapang

5 Vegetasi Bappeda,

lapang

Studi pustaka, survey lapang

6 Kualitas Lanskap

(visual, audio, aromatik)

Lapang Survey lapang

7 Struktur Perkerasan

(bangunan, jalan)

Lapang Survey lapang

8 Aksesbilitas Lapang Survey lapang

9 Peta Lokasi dan

Penggunaan Lahan

Bappeda Studi pustaka

Non-Fisik 1 Rencana Tata Guna Lahan

(TGL)

Bappeda Studi pustaka

2 Kebijakan Pemerintah dan

Perundang-undangan

Bappeda Studi pustaka

3 Masyarakat

(aktivitas, mata

pencaharian,pendidikan, persepsi dan preferensi terhadap tapak, pengetahuan terhadap RTH) Masyarakat, Lapang Wawancara, kuesioner, survey lapang

Untuk metode pengambilan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Survey lapangan yaitu melakukan pengamatan langsung kondisi kawasan

industri, jenis dan tata letak elemen, limbah yang dihasilkan, dampak yang ditimbulkan, kondisi masyarakat, serta kondisi RTH yang ada.

2. Wawancara untuk memperoleh data dan informasi mengenai persepsi maupun preferensi masyarakat terhadap kegiatan industri dan kebutuhan RTH di kawasan industri.

3. Pengisian kuesioner oleh masyarakat mengenai kondisi sekitar kawasan industri, dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan industri, pengetahuan mengenai RTH, kebutuhan terhadap RTH, serta kondisi RTH yang ada saat ini (Lampiran 2).

4. Studi pustaka untuk mendapatkan data yang tidak bisa diambil secara langsung dan untuk mempelajari lebih jelas data yang sudah dikumpulkan. 3.4.3 Analisis dan Sintesis

Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalasis untuk menilai kondisi area industri dan RTH di area industri tersebut. Analisis yang dilakukan

Dokumen terkait