• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kesesuaian fisik ruang terbuka hijau di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi kesesuaian fisik ruang terbuka hijau di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN

KUDUS

ZIFFY HILYA ANIQA A44061027

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Fisik Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

(3)

Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI.

Sektor industri merupakan salah satu aspek perekonomian yang paling menonjol karena keuntungan yang diberikan cukup besar dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu industri diharapkan dapat bertahan serta dikembangkan dengan beberapa faktor yang harus dipenuhi. Industri pada suatu daerah harus memenuhi kriteria sesuai dengan RTRW daerah. Industri di Kabupaten Kudus dialokasikan pada satu lingkup area yang dinamakan Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Salah satu area KPI yang cukup besar adalah area industri di Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi RTH kawasan industri di Kabupaten Kudus yang dilakukan di wilayah KPI Desa Bakalan Krapyak yaitu pada area industri PT. Djarum dan PT. Polytron. Penelitian dilakukan mulai dengan tahap pengumpulan data pada bulan Maret 2010. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis yang mencakup analisis kondisi fisik, analisis ruang terbuka hijau (RTH), analisis kenyamanan berdasarkan hasil pengukuran nilai THI (Temperature Humadity Index), analisis persepsi dan preferensi masyarakat, dan analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunity, and Threats).

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan persamaan potensi dan permasalahan yang dimiliki masing-masing area industri. Potensi dilihat dari keuntungan industri dan SDA yang dimiliki, sedangkan permasalahan adalah pengaruh yang dihasilkan oleh industri itu sendiri. RTH yang ada saat ini sudah cukup banyak, akan tetapi kurang berfungsi dengan baik dan beberapa diantaranya mengalami penurunan kualitas. Kondisi tersebut didukung dengan hasil analisis kenyamanan dimana semua lokasi pengukuran menunjukkan nilai THI lebih dari 27 yang artinya kondisi lingkungan pada kedua area industri tidak nyaman. RTH yang ada tidak berpengaruh besar pada kenyamanan. Salah satu RTH yang cukup berpengaruh pada kedua area tersebut adalah pemakaman dengan tanaman yang lebih variatif terutama jenis pohon. Kondisi ini juga dirasakan oleh masyarakat yang merasa tidak nyaman akibat pengaruh industri serta minimnya fungsi RTH.

(4)
(5)

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(6)

KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN

KUDUS

ZIFFY HILYA ANIQA A44061027

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus

Nama : Ziffy Hilya Aniqa NRP : A44061027 Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S NIP. 19610720 198403 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

NIP. 19480912 197412 2 001    

(8)

karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan kegiatan penelitian yang berjudul ”Evaluasi Kesesuaian Fisik Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus”. Laporan penelitian ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laporan penelitian ini berisi seluruh kegiatan penelitian yang dilaksanakan selama bulan Maret hingga Februari 2011 yang belokasi di Kudus, Jawa Tengah. Dengan terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan pemikiran, tenaga, serta dana yang berharga khususnya kepada

1. Ayahanda Sa’dullah Assa’idi dan Ibunda Robbi’atul Adawiyah tercinta yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan kepada penulis;

2. Ibu Dr. Tati Budiarti, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi saya yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, serta kesabarannya mengarahkan penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Ibu Dewi Rezalini Anwar, SP, M.ADES atas kritik dan saran selaku dosen penguji skripsi;

4. Bapak Dr. Andi Gunawan selaku dosen pembimbing akademik, atas arahan dan motivasinya kepada penulis selama masa perkuliahan;

5. Bappeda (Badan Perencana dan Pembangunan Daerah) Kabupaten Kudus yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Kudus;

6. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perindustrian Kabupaten Kudus atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian;

7. Kakak saya Marissa Millaty dan adik-adik saya Ghiyats Mihmidaty dan Qonita Naylilhusna terimakasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis;

(9)

Dwica, Pram, Sugi, Endy, Galih, Andi, Ado, Rido, Dicky, Irvan, Ray, Ronald, Yogi, Perthy, Tati, Dian, Kukuh, Dedi, Alan, Mahmud, Agnes, Intan, Putri, Esti, Iin, Presty, Yumi, Agung, Nining, Sisi, Vina, Wiwik, Ochie, Juniar, Aan, Yudha, Jibril, Desi, Prita, Manceu, dan Joe) atas bantuan dan dukungan kepada penulis, dan kakak kelas angkatan 39, 40 ,41, 42 yang telah membantu pada masa perkuliahan, serta adik kelas angkatan 44, 45, dan 46 atas dukungan, semangat, dan bantuannya;

10. Teman-teman penulis Hana, Ayu, Asri, dan Dinda yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Akhir kata penulis berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Penulis senantiasa menerima kritik dan saran demi kelancaran dan kesempurnaan penelitian dan skripsi ini.

Bogor, April 2011

(10)

merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Sa’dullah Assa’idi dan Ibu Robbi’atul Adawiyah. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1992 yaitu di taman kanak-kanaki RA. Al’Amal Bantrung, Jepara. Pada tahun 1994, penulis memasuki pendidikan dasar di SDN III Bantrung, Jepara dan lulus tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di MTs N Yayasan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA 1 Bae Kudus dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.

Selama menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan di luar akademik yaitu sebagai anggota organisasi daerah Keluarga Kudus Bogor (KKB). Selain itu penulis juga berperan aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar yang mendukung kegiatan akademis.

(11)

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Klasifikasinya ... 5 

2.2 Kawasan industri ... 5 

2.3 Dampak Kegiatan Industri ... 7 

2.4 Kawasan Industri di Kabupaten Kudus ... 7 

2.5 Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 9

2.6 Manfaat dan Kriteria Ruang Terbuka Hijau... 9 

2.7 Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri ... 12 

2.8 Evaluasi ... 13 

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi ... 14 

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Batasan Penelitian ... 15 

3.4 Tahapan Penelitian ... 15 

3.3.1 Tahap Persiapan ... 15 

3.3.2 Pengumpulan Data ... 16 

3.3.3 Analisis dan Sintesis ... 17 

3.5 Penyusunan Rekomendasi ... 23 

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus ... 24

4.1.1 Kondisi Fisik ... 24

4.1.2 Kawasan Industri di Kabupaten Kudus ... 26

4.1.3 Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Kudus ... 28

4.2 Kondisi Umum Kecamatan Kaliwungu ... 29 

4.2.1 Kondisi Fisik ... 29

(12)

ii   

4.3 Kondisi Lokasi Penelitian ... 31 

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis ... 39

5.1.1 Analisis Kondisi Fisik ... 39

5.1.2 Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 42

5.1.3 Analisis Kenyamanan ... 45

5.1.4 Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat ... 50

5.1.5 Analisis SWOT ... 63

5.2 Evaluasi ... 69

5.2.1 Evaluasi Kondisi Fisik ... 69

5.2.2 Evaluasi RTH ... 71

5.2.3 Evaluasi Kenyamanan ... 72

5.2.4 Evaluasi Persepsi dan Preferensi Masyarakat ... 74

5.2.5 Evaluasi SWOT ... 77

5.3 Rekomendasi ... 78

5.3.1 Rekomendasi Umum ... 78

5.3.2 Rekomendasi Khusus ... 81

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 86

6.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88 

LAMPIRAN ... 90   

(13)

1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data yang Diperlukan ... 16 

2. Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Internal ... 20 

3. Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal ... 20

4. Formulasi Pembobotan Faktor Internal ... 20 

5. Formulasi Pembobotan Faktor Eksternal ... 21 

6. Formulasi Penilaian Faktor Internal ... 21 

7. Formulasi Penilaian Faktor Eksternal ... 21 

8. Formulasi Matrik SWOT ... 23 

9. Curah Hujan per Bulan dari Tahun 2004-2008 di Kabupaten Kudus (mm).. 24

10. Suhu Udara Rata-Rata Maksimum dan Minimum Dirinciper Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2006-2008 (0C) ... 25

11. Luas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah (Ha) ... 26 

12. Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Jenis Industri dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Kudus ... 27 

13. Luas kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di Kabupaten Kudus ... 28 

14. Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Kudus ... 30 

15. Penggunaan Ruang di Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Polytron ... 32

16. Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan Cerutu Kategori II ... 35 

17. Jenis RTH yang Ada di Lokasi Industri ... 43 

18. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Lokasi Industri ... 46 

19. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Permukiman Bapangan .... 46 

20. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Persawahan Bapangan ... 47 

21. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Pemakaman Winong ... 47 

22. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Lokasi Industri ... 48 

23. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Permukiman Krapyak ... 48 

24. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Persawahan Krapyak ... 49 

25. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Pemakaman Krapyak ... 49 

26. Penilaian Tingkat Kepentingan Faktor Internal ... 65 

(14)

iv   

30. Penilaian Faktor Internal di Area Industri PT. Djarum dan PT. Polytron ... 67 

31. Penilaian Faktor Eksternal di Area Industri PT. Djarum dan PT. Polytron .. 67 

32. Matrik SWOT ... 69 

33. Hasil Perhitungan Nilai THI ... 72 

34. Evaluasi Karakter Responden ... 75 

35. Evaluasi Berdasarkan Persepsi Masyarakat Terhadap Area Industri ... 75 

36. Evaluasi Persepsi Masyarakat Terhadap RTH ... 77

(15)

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 3 

2. Peta Lokasi Penelitian ... 14 

3. Matrik Internal-Eksternal ... 22

4. Peta Kecamatan Kaliwungu ... 29 

5. Peta Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Plytron di Desa Bakalan Krapyak ... 31 

6. Kondisi Sirkulasi dan Fasilitas Transportasi di Lokasi Industri ... 32 

7. Tipe Saluran Pembuangan Air yang Ada di Kedua Lokasi Industri ... 33 

8. Peta Lokasi Industri Rokok PT. Djarum ... 34 

9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Djarum ... 35 

10. Lokasi Industri PT. Polytron ... 37 

11. Jenis RTH yang Ada di area industri ... 38 

12. Peta Jalur Sirkulasi dan Aksesbilitas ... 39 

13. Kondisi Jalan dan di Lingkungan Kedua Industri ... 40 

14. Peta Penggunaan Ruang ... 41 

15. Kondisi Sawah di Kedua Area Industri ... 43 

16. Kondisi Pekarangan di Area Permukiman ... 44

17. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Lamanya Tinggal di Wilayah Industri PT. Djarum dan PT. Polytron ... 50 

18. Masyarakat Menurut Banyaknya Aktivitas di Dalam Lokasi Industri ... 51

19. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Aktivitas ... 51 

20. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Industri yang Diketahui ... 52

21. Banyaknya Industri Menurut Masyarakat ... 52 

22. Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Industri Pada Lingkungan ... 53

23. Persepsi Masyarakat Terhadap Keuntungan yang Diberikan Industri ... 53 

24. Persepsi Masyarakat Terhadap Kerugian yang Diberikan Industr ... 54

25. Persepsi Masyarakat Terhadap Kenyamanan Lingkungan ... 55 

26. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Area Industri ... 55 

(16)

vi   

28. Persepsi Masyarakat Terhadap Penyebab Ketidaknyamanan ... 57 

29. Pengetahuan Masyarakat Mengenai RTH ... 57 

30. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Dengan Banyak Tanaman ... 58 

31. Persepsi Masyarakat Terhadap Pengaruh Tanaman Terhadap Kenyamanan ... 59 

32. Persepsi Masyarakat Terhadap RTH yang Ada di Area Industri ... 59 

33. Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi RTH ... 60 

34. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi RTH yang Ada di Area Industri ... 60 

35. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Lingkungan yang Didominasi Bangunan dan Perkerasan ... 61 

36. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Lingkungan yang Didominasi RTH ... 62 

37. RTH yang Diinginkan Masyarakat ... 62 

38. Matrik Internal-Eksternal ... 68 

39. Diagram Nilai THI di Area Industri PT. Djarum ... 73 

40. Diagram Nilai THI di Area Industri PT. Polytron ... 73 

41. Contoh Kerjasama Industri dan Masyarakat ... 79 

42. Ilustrasi Bangunan Industri dan Permukiman Vertikal ... 80 

43. Ilustrasi Tanaman Pembatas di Permukiman ... 82

44. Ilustrasi Penghijauan Dalam Pabrik ... 83 

45. Contoh Tanaman Peredam Bising ... 84 

(17)

1. Lembar Kuesioner ... 90 2. Hasil Pengukuran Suhu ... 94  

(18)

1.1 Latar Belakang

Industri merupakan salah satu sektor perekonomian yang penting karena keuntungan yang diberikan pada perekonomian, dimana pemasukan atau pendapatan yang dihasilkan cukup besar. Akan tetapi selain memberikan keuntungan, industri juga memberikan pengaruh yang merugikan terutama pada lingkungan. Pengaruh tersebut disebabkan oleh pembangunan maupun kegiatan dan proses industri di dalamnya. Menurut Tandy (1975), karakteristik kawasan industri yaitu adanya dominasi bangunan, pabrik, gudang, dan perkerasan, pemandangan gersang, serta terbatasnya keberadaan ruang terbuka hijau. Menurunnya kualitas lingkungan di kawasan industri sangat erat kaitannya dengan dampak yang ditimbulkannya seperti polusi maupun limbah serta semakin berkurangnya lahan untuk pengadaan ruang terbuka hijau.

Kabupaten Kudus merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Jawa Tengah dengan luas yang tidak besar tetapi memiliki cukup banyak kegiatan industri di dalamnya. Hanya saja, Kabupaten Kudus belum memiliki kawasan industri untuk mengelompokkan semua kegiatan industri. Akan tetapi untuk kegiatan industri, sesuai dengan peraturan RTRW Kabupaten Kudus (2008), ditempatkan pada kawasan peruntukan industri (KPI) yang menyebar pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jekulo, Kaliwungu, dan Mejobo. Industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron merupakan dua industri skala besar yang berada di desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu. kedua industri ini memiliki kondisi yang sama karena berada pada lokasi yang berdekatan. Potensi maupun permasalahan yang dimiliki kedua lokasi industri ini hampir sama, khususnya dengan pengaruh industri di dalamnya terutama pengaruhnya terhadap lingkungan.

(19)

karena fungsi serta manfaatnya yang tinggi dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan alami perkotaan. KPI Bakalan Krapyak merupakan salah satu kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri yang di dalamnya juga terdapat fungsi-fungsi ruang selain industri yaitu berupa permukiman dan RTH. Akan tetapi untuk RTH yang ada disini dilihat secara umum sebagai RTH kawasan peruntukan industri. Sehingga dengan penelitian ini ingin diketahui seberapa besar RTH yang dibutuhkan yang selanjutnya dibandingkan dengan kondisi yang ada. Jika RTH yang ada sudah cukup dan sesuai maka bisa dipertahankan atau ditingkatkan kualitasnya. Sebaliknya jika ternyata RTH yang ada masih kurang atau belum sesuai maka perlu dilakukan perbaikan atau pengadaan RTH yang lebih baik.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian fisik Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Peruntukan Industri (KPI) Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Menginventarisasi penggunaan ruang di KPI Bakalan Krapyak.

2. Menginventarisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di KPI Bakalan Krapyak. 3. Mendapatkan persepsi dan preferensi masyarakat terhadap penggunaan ruang

terbuka hijau (RTH) di KPI Bakalan Krapyak.

4. Membuat rekomendasi perbaikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di KPI Bakalan Krapyak.

1.3 Manfaat

Manfaat dari evaluasi ruang terbuka hijau di KPI Bakalan Krapyak ini diharapkan dapat:

1. Menambah pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan industri.

2. Meningkatkan pemahaman dalam hal pentingnya ruang terbuka hijau terutama di kawasan industri.

(20)

1.4 Kerangka Pikir

Kabupaten Kudus memiliki kegiatan industri yang tersebar di beberapa wilayah dan belum memiliki area khusus industri yang dinamakan kawasan industri. Sampai saat ini kegiatan industri menyebar di dalam satu lingkup kawasan yang dinamakan Kawasan Peruntukan industri. Kawasan Peruntukan Industri (KPI) di bawah pengelolaan Dinas Perindustrian dialokasikan di tiga kecamatan yaitu Mejobo, Kaliwungu, dan Jekulo. Dari ketiganya, Kecamatan Kaliwungu merupakan salah satu KPI yang cukup padat dan memilki kegiatan industri skala besar cukup banyak. Industri besar dan cukup berpengaruh disini adalah industri rokok PT. Djarum, Bapangan dan PT. Hartono Istana Teknologi (PT. Polytron).

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Dua industri ini masing-masing memiliki karakteristik berbeda yang berada di satu lingkup KPI yang sama. Sehingga yang akan dievaluasi adalah RTH yang dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, kebutuhan lingkungan, dan

Kabupaten Kudus

Kawasan Peruntukan Industri (KPI)

Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Jekulo Kecamatan Mejobo

Desa Bakalan Krapyak

Potensi dan permasalahan

Industri Rokok PT. Djarum

Industri Elektronik PT. Polytron

Rekomendasi Kondisi Lokasi

Industri

Kondisi RTH Persepsi Dan Preferensi

Masyarakat Kenyamanan

Analisis - Kondisi Fisik

- Ruang Terbuka Hijau (RTH) - Kenyamanan

(21)

dampak kegiatan industri pada KPI yang dipilih. Evaluasi ini didukung oleh pendapat dan pernyataan responden dan pengamatan terhadap kondisi yang ada. Jika berdasarkan evaluasi ternyata RTH tidak atau kurang sesuai maka diberikan usulan pengadaan atau penataan RTH yang sesuai atau jika sesuai maka dipertahankan dengan tetap menjaga kondisi yang ada serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik dari sebelumnya (Gambar 1).

(22)

2.1 Industri dan Klasifikasinya

Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Kegiatan industri dapat diklasifikasikan menurut aspek-aspek yang mempengaruhinya. Menurut Gintings (1995), kegiatan industri dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

a. Industri dasar (hulu) merupakan industri dengan skala besar yang lokasinya dekat dengan bahan baku serta sudah menggunakan teknologi yang lebih maju. b. Industri hilir merupakan industri yang kegiatannya hanya mengolah bahan

setengah jadi menjadi bahan jadi, lokasinya lebih dekat dengan pasar, menggunakan teknologi madya dan lebih banyak menyerap tenaga kerja.

c. Industri kecil merupakan kegiatan industri yang lebih sederhana baik dari peralatan yang digunakan maupun sistem pengolahannya, dengan keterbatasan sistem tata letak pabrik dan pengolahan limbah serta lebih banyak menyerap tenaga kerja.

Selain penggolongan tersebut, kegiatan industri juga diklasifikasikan menurut sumber bahan bakunya menjadi tiga, yaitu: industri ekstraktif (bahan baku langsung dari alam, contoh: pertanian), industri non-ekstraktif (bahan baku dari luar), dan industri fasilitatif (berupa jasa, contoh: asuransi). Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 dalam Nugroho 2009, kegiatan industri diklasifkasikan menjadi empat, yaitu: industri kimia dasar (contoh: pupuk, kertas), industri mesin dan logam dasar (contoh: kendaraan bermotor, tekstil), industri kecil (contoh: minyak goreng, makanan ringan), dan aneka industri (contoh: makanan, pakaian)

2.2 Kawasan Industri

(23)

didominasi oleh kegiatan industri. Sedangkan menurut National Industry Zoning Committe’s USA 1967, kawasan industri merupakan areal perindustrian yang berada di atas tanah yang cukup luas, yang secara administrasi dikontrol oleh sebuah lembaga yang sesuai dengan kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan infrastrukturnya, dan kemudahan aksesibilitas transportasi (Dirdjojuwono, 2004).

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1996 dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/KEP/2/1997, kawasan industri merupakan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana-prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menunjang kawasan industri, antara lain:

a. Kawasan Industri memiliki luas sekurang-kurangnya 20 hektar.

b. Tanah yang dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan memiliki luas sekurang-kurangnya 10 hektar di dalam kawasan industri sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta sudah dimanfaatkan untuk kegiatan industri.

c. Perusahaan kawasan industri mempunyai kewajiban, antara lain:

1. menyediakan lahan industri siap pakai dan bangunan pabrik siap pakai. 2. membuat rencana tapak kawasan industri sesuai dengan ketentuan

pemerintah derah.

3. menyusun analisis dampak lingkungan (AMDAL).

4. membangun dan memelihara prasarana utilitas (jalan, saluran drainase, pipa penyaluran limbah, serta membangun unit yang mengoperasikan dan memelihara pusat pengolahan limbah).

(24)

kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi. Kawasan industri memiliki peranan yang penting sesuai dengan tujuan pembangunan kawasan yang diatur dalam pasal 2 Keppres No. 41/1996, yaitu mempercepat pertumbuhan industri, memberi kemudahan untuk kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan meningkatkan pembangunan industri yang berwawasan lingkungan (Dirdjojuwono, 2004).

2.3 Dampak Kegiatan Industri

Setiap kegiatan yang dilakukan manusia memiliki dampak yang penting baik positif maupun negatif. Kegiatan perindustrian merupakan salah satu kegiatan manusia yang sering menimbulkan permasalahan terutama dalam aspek lingkungan. Secara umum ada beberapa permasalahan yang timbul akibat kegiatan industri (Wardhana, 1995), yaitu: 1) dampak langsung, merupakan dampak yang secara langsung mengganggu lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran darat dan 2) dampak tak langsung, merupakan dampak yang mempengaruhi aspek sosial dan perekonomian seperti permasalahan urbanisasi, perubahan perilaku, tindakan kriminal, dan perubahan sosial budaya.

Menurut Gintings (1995) ada beberapa kemungkinan pengaruh yang ditimbulkan limbah hasil kegiatan industri terhadap lingkungan, antara lain: 1) tidak adanya pengaruh terhadap lingkungan, karena volume limbah kecil dan parameter pencemar di dalamnya sedikit dengan konsentrasi kecil, sehingga limbah mudah dinetralisir, 2) adanya pengaruh yang tidak menyebabkan pencemaran, adanya toleransi lingkungan terhadap perubahan, dan tidak adanya dampak negatif yang ditimbulkan, dan 3) adanya pengaruh yang memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran. Kondisi zat pencemar dengan konsentrasi tinggi memasuki lingkungan dalam jumlah yang besar dan lingkungan tidak mampu menetralisirnya.

2.4 Kawasan Industri di Kabupaten Kudus

(25)

sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Pengembangan industri seperti yang telah diungkapkan pada pasal 29 Perda No.8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa pembangunan industri di bagi menjadi 2 macam, yaitu: kawasan industri yang menghasilkan polutan diarahkan di Kecamatan Kaliwungu dan Jekulo, sedangkan kawasan industri yang tidak menghasilkan polutan diarahkan di Kecamatan Mejobo. Pengembangan wilayah kota kudus secara lebih terperinci berdasarkan RTRW Kabupaten Kudus 2003, yaitu :

a. Kawasan hutan lindung pada Kecamatan Dawe dan sebagian Kecamatan Gebog.

b. Kawasan industri pada Kecamatan Kaliwungu, Bae, Jati, dan Jekulo. c. Kawasan industri non polutan pada Kecamatan Mejobo, Bae, dan Dawe.

d. Kawasan pemukiman pada Kecamatan Dawe, Kaliwungu, Kota, Jekulo, Jati, Mejobo, dan Undaan.

e. Kawasan pertanian pada Kecamatan Dawe, Gebog, Bae, Kaliwungu, Kota, Jekulo, Jati, Mejobo, dan Undaan.

Kebutuhan luas lahan kawasan industri berdasarkan analisis sampai tahun 2012 sebesar 1.013,65 ha dan sekitar 70 % dari kebutuhan tersebut digunakan untuk pengembangan kawasan industri. Keberadaan kawasan industri yang berada di Kecamatan Jekulo dan Kaliwungu dapat dikembangkan menjadi industri besar atau terpadu (Bappeda Kabupaten Kudus, 2003). Untuk pengembangan zona industri yang lain dialokasikan di bagian utara Kota Kudus meliputi Desa Gondangmanis, Pedawang, dan Bacin di Kecamatan Bae.

Menurut Latif (2005), Lokasi industri aktual (nyata) sesuai dengan peta persebaran lokasi industri di Kabupaten Kudus yaitu :

a. Lokasi pembangunan Industri Besar yang merata di setiap kecamatan, kecuali di Kecamatan Dawe.

b. Lokasi industri terdapat di sepanjang jalan arteri dan beberapa jalan lokal yang cenderung membentuk pola menyebar.

(26)

2.5 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam wilayah tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah tersebut. Berdasarkan bobot kealamiahannya, bentuk RTH diklasifikasikan menjadi dua yaitu alami (habitat alami, kawasan lindung) dan non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman. Menurt Simonds (1983), pada dasarnya ruang terbuka hijau merupakan ruang yang tidak terbangun yang memiliki kekuatan untuk membentuk karakter suatu kota. RTH kota harus tetap dikembangkan demi menjaga kelangsungan hidup manusia di kota. Tanpa keberadaan RTH akan mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal di dalamnya.

Menurut Sulistyantara dalam Faikoh (2008), RTH memiliki sifat khusus, yaitu dalam pengisiannya banyak didominasi oleh unsur hijau (tumbuhan), sedangkan unsur lainnya yaitu bangunan dengan persentase yang sangat kecil yaitu 20%. Unsur hijau ini dapat berupa tanaman ilmiah maupun budidaya tanaman, blueways (aliran sungai dan hamparan banjir), greenways (yang berada di jalan bebas hambatan, jalan di taman, transportasi, jalan setapak, jalan sepeda, tempat lari, taman-taman kota, dan area rekreasi).

2.6 Manfaat dan Kriteria Ruang Terbuka Hijau

(27)

Ada beberapa manfaat ruang terbuka hijau menurut beberapa pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Identitas Kota

Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal RTH. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan dengan tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata) dengan alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau (Fandeli dalam Riswandi, 2006).

b. Nilai Estetika

Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan RTH terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan RTH karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen dalam Riswandi, 2006).

c. Penyerap Karbon dioksida (CO2)

(28)

d. Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan, dan mempertahankan kondisi air tanah. Pada musim hujan, laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di perkotaan. RTH dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research dalam Riswandi, 2006).

e. Penahan Angin

RTH berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin 75 - 80 % (Hakim dan utomo, 2004). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain RTH untuk menahan angin antara lain: 1) jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, 2) daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang, 3) memiliki jenis perakaran dalam, 4) memiliki kerapatan yang cukup (50 - 60 %), 5) tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006). f. Ameliorasi Iklim

(29)

akan mengurangi suhu atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006).

g. Habitat satwa

RTH bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 manfaat RTH yaitu: 1) sebagai sarana untuk mencerminkan identitas daerah, 2) sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan penyuluhan, 3) sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, 4) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, 5) menumbuhkan rasa kebanggan dan meningkatkan prestise daerah, 6) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, 7) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, 8) memperbaiki iklim mikro, dan 9) meningkatkan cadangan oksigen

Ruang terbuka hijau dalam suatu wilayah harus memiliki keterkaitan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta vegetasi pengisinya. Menurut Supriyatno dalam Nugroho (2009) , kriteria pengalokasian RTH antara lain: 1) perencanaan RTH dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya, 2) rencana RTH dilakukan pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan berada di atas permukaan laut serta memperhatikan kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan, dan jalur pengaman utilitas, dan 3) pada lahan perkotaan RTH dikuasai oleh badan hukum atau perorangan yang tidak memanfaatkan atau ditelantarkan.

2.7 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Industri

(30)

memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai penangkap polusi serta sebagai daya tarik suatu wilayah sehingga pengadaan RTH merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pengembang.

Suatu kawasan industri seharusnya memiliki area yang disediakan khusus untuk penempatan RTH karena fungsinya yang sangat penting terutama bagi lingkungan sekitar kawasan industri. Secara umum RTH memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Memperindah penampilan lahan kawasan serta menyediakan lingkungan yang menarik bagi pembeli atau penyewa prospektif, (2) menghijaukan lahan sehingga mampu menyediakan udara yang sejuk dan segar, (3) sebagai penaung untuk memberi kesejukan dan penutup tanah yang baik terutama untuk area yang tidak dibangun, (4) sebagai pembatas area yang berbeda fungsi atau dua jalur jalan yang berbeda, dan (5) sebagai daerah resapan air untuk mencegah bencana banjir (Dirdjojuwono, 2004).

2.8 Evaluasi

(31)

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan

Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Waktu penelitian dimulai

pada bulan Maret sampai dengan bulan Februari tahun 2011 yang meliputi

kegiatan persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil

(Gambar 2).

(32)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi antara lain alat tulis, alat

ukur, alat gambar, dan kamera. Untuk pengolahan data software yang digunakan antara lain program AutoCAD 2006, Microsoft Office Excel 2007, Photoshop CS3

dan SPSS 14. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deskripsi, gambar, angka dan peta yang mendukung misalnya peta tata guna lahan dan peta

kawasan industri.

3.3 Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Peruntukan Industri Desa Bakalan

Krapyak dengan memilih dua industri yaitu industri PT. Djarum dan industri PT.

Hartono Istana Teknologi (PT. Polytron). Penelitian dilakukan untuk mengetahui

penggunaan ruang, kondisi fisik industri, dampak dari kegiatan industri, kondisi

Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta persepsi dan preferensi masyarakat terhadap

industri dan RTH yang ada. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap

kesesuaian fisik RTH dilihat dari kuantitas, kualitas, serta pemanfaatannya.

Evaluasi ini dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, dampak kegiatan industri,

dan kebutuhan lingkungan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah usulan

rekomendasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Jika RTH yang ada belum

sesuai maka dilakukan perbaikan atau penataan kembali, sebaliknya jika RTH

yang ada sudah sesuai dengan kondisi yang ada maka usulan yang diberikan lebih

mengarah pada mempertahankan disertai dengan peningkatan kualitasnya.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan penelitian yang

meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis, dan selanjutnya sintesis yang hasil

akhirnya berupa usulan rekomendasi.

3.4.1 Tahap Persiapan

Pada tahap ini kegiatan yag dilakukan terdiri dari penetapan tujuan dan

analisis, penyusunan rencana kerja dan biaya, pengumpulan data dan informasi,

pengkajian dan studi pustaka, konsultasi, penulisan usulan penelitian dan

(33)

3.4.2 Pengumpulan Data

Kegiatan ini meliputi pengumpulan data awal baik secara langsung (pada

tapak) atau menggunakan data yang sudah ada. Data yang dikumpulkan dapat

berupa data fisik maupun non-fisik (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan

Aspek No. Jenis Data Sumber Cara Pengambilan Data

Fisik dan Biofisik

1 Iklim

(curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penyinaran matahari)

Bappeda Studi pustaka

3 Topografi

(kontur, kemiringan lahan, hidrologi)

Bappeda Studi pustaka

4 Hidrologi

(sungai, drainase, sirkulasi air, dll)

Bappeda, lapang

Studi pustaka, survey lapang

5 Vegetasi Bappeda,

lapang

Studi pustaka, survey lapang

6 Kualitas Lanskap

(visual, audio, aromatik)

Lapang Survey lapang

7 Struktur Perkerasan

(bangunan, jalan)

Lapang Survey lapang

8 Aksesbilitas Lapang Survey lapang

9 Peta Lokasi dan

Penggunaan Lahan

Bappeda Studi pustaka

Non-Fisik 1 Rencana Tata Guna Lahan

(TGL)

Bappeda Studi pustaka

2 Kebijakan Pemerintah dan

Perundang-undangan

Bappeda Studi pustaka

3 Masyarakat

(aktivitas, mata

(34)

Untuk metode pengambilan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Survey lapangan yaitu melakukan pengamatan langsung kondisi kawasan

industri, jenis dan tata letak elemen, limbah yang dihasilkan, dampak yang

ditimbulkan, kondisi masyarakat, serta kondisi RTH yang ada.

2. Wawancara untuk memperoleh data dan informasi mengenai persepsi

maupun preferensi masyarakat terhadap kegiatan industri dan kebutuhan RTH

di kawasan industri.

3. Pengisian kuesioner oleh masyarakat mengenai kondisi sekitar kawasan

industri, dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan industri, pengetahuan

mengenai RTH, kebutuhan terhadap RTH, serta kondisi RTH yang ada saat

ini (Lampiran 2).

4. Studi pustaka untuk mendapatkan data yang tidak bisa diambil secara

langsung dan untuk mempelajari lebih jelas data yang sudah dikumpulkan.

3.4.3 Analisis dan Sintesis

Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalasis untuk menilai

kondisi area industri dan RTH di area industri tersebut. Analisis yang dilakukan

meliputi:

1. Analisis kondisi fisik

Analisis kondisi fisik adalah tahap menganilisis hasil inventarisasi secara

deskriptif. Data yang dianalisis mencakup data mengenai kondisi fisik industri,

penggunaan lahan di dalamnya, aksesibilitas, fasilitas, serta beberapa pengaruh

yang diberikan oleh kegiatan industri. Data tersebut selanjutnya dinilai dan

dibandingkan dengan acuan berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus

mengenai persyaratan dan ketentuan Kawasan Peruntukan Industri.

2. Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Analisis yang selanjutnya adalah analisis terhadap aspek yang lebih khusus

yaitu tentang kondisi RTH yang ada pada kawasan peruntukan industri yang

dilakukan secara deskriptif. Analisis RTH mencakup penilaian terhadap jenis

RTH yang ada dengan melihat kuantitas dan kualitasnya. Penilaiannya adalah

hasil pengamatan di lapang dibandingkan dengan ketentuan persyaratan RTH

untuk Kawasan Peruntukan Industri berdasarkan peraturan daerah Kabupaten

(35)

3. Analisis kenyamanan

Setelah dilakukan analisis terhadap RTH selanjutnya dilakukan analisis

kenyamanan. Kenyamanan dinilai dari hasil pengukuran suhu yang dilakukan

pada empat lokasi pada masing-masing industri yaitu pada area bangunan pabrik,

permukiman, persawahan, dan pemakaman. Pengambilan data suhu ini dilakukan

dua kali dengan tempat yang berbeda pada keempat lokasi tersebut. Selain itu

untuk mengetahui pengaruh vegetasi terhadap kenyamanan, pengambilan suhu

dilakukan pada dua kondisi yang berbeda yaitu dengan kondisi berada di bawah

naungan pohon dan kondisi tanpa naungan pohon. Setelah didapatkan hasil

pengukuran suhu pada masing-masing industri selanjutnya dicari nilai RH

berdasarkan suhu yang didapatkan dengan melihat tabel higrometer (Lampiran 1).

Dengan data suhu dan kelembaban yang sudah lengkap selanjutnya dicari nilai

Temperature Humadity Index (THI) menggunakan rumus:

THI = 0,8T+ (RHxT) 500

Keterangan : Temperature Humadity Index (THI), RH (kelembaban), T ( suhu rata-rata 0C)

4. Analisis persepsi dan preferensi masyarakat

Analisis persepsi dan peferensi masyarakat adalah analisis berdasarkan

hasil wawancara dan sebaran kuesioner. Responden untuk sebaran kuesioner pada

masing-masing lokasi industri adalah sebanyak 20 responden. Sedangkan hasil

wawancara digunakan untuk memperkuat dan melengkapi hasil dari sebaran

kuesioner. Wawancara dilakukan pada masyarakat umum, tokoh masyarakat, dan

beberapa karyawan pabrik. Hasil wawancara dan sebaran kuesioner tersebut

digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat terhadap kondisi

area industri, khususnya RTH di dalamnya.

5. Analisis SWOT

Analisis SWOT (strengths, weaknesses, oppoortunies, threaths) adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi

(Rangkuti,1997). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

(36)

merupakan proses membandingkan antara faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang ada di dalam area industri baik berupa

kekuatan (strengths) atau kelemahan (weaknesses). Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor dari luar yang berpengaruh pada area industri baik berupa

peluang (oppoortunies) maupun ancaman (threaths). Analisis ini dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor tersebut selanjutnya untuk dinilai berdasarkan

tingkat kepentingannya atau besarnya pengaruh pada area industri. Dari penilaian

tersebut selanjutnya ditentukan strategi atau alternatif yang tepat untuk area

industri sehingga industri tetap berkembang dengan baik dan lingkungan tetap

terjaga. Analisis SWOT ini dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain: 1)

identifikasi faktor internal-eksternal, 2) penilaian faktor internal-eksternal, dan 3)

penentuan strategi. Untuk lebih jelasnya berikut penjabaran tahapan analisis

SWOT:

1. Identifikasi faktor internal-eksternal

Pada tahap ini merupakan tahap pengumpulan semua data maupun

informasi serta tahap pengklasifikasian pra-analisis. Pada tahap ini data atau

informasi yang didapatkan dibedakan menjadi dua yaitu data internal dan data

eksternal. Data internal merupakan semua data yang berasal dari dalam (IFAS

atau internal factor strategy) sedangkan data eksternal adalah semua data dari luar yang cukup berpengaruh atau berkaitan (EFAS atau eksternal factor strategy) . 2. Penilaian faktor internal-eksternal

Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasikan berdasarkan tipenya

masing-masing, selanjutnya dilakukan tahap penilaian. Tahap penilaian ini

diarahkan untuk penentuan strategi melalui proses sebagai berikut:

a. Menyusun faktor-faktor IFAS atau EFAS yang telah diidentifikasi dalam

kolom 1.

b. memberi bobot masing-masing faktor tersebut dalam kolom 2, dengan nilai

1,00 (sangat penting) sampai dengan 0.00 (tidak penting). Pembobotan ini

diberikan berdasrkan nilai kepentingannya, untuk mendapatkan bobot

(37)

Tabel 2. Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Internal

Faktor Tingkat Kepentingan

Kekuatan (strength)

S1 S2 S3 S4

Kelemahan (weakness)

W1 W2 W3 Sumber: Rangkuti, 1997

Tabel 3. Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal

Faktor Tingkat Kepentingan

Peluang (opportunies)

O1 O2 O3

Ancaman (threats)

T1 T2 T3 Sumber: Rangkuti, 1997

Selanjutnya untuk menentukan nilai pembobotan semua faktor-faktor yang

diidentifikasi diberi nilai berdasarkan pengaruhnya (Tabel 4 dan 5). Penentuan

nilai setiap faktor menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4 (David, 2008), dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. nilai 1, jika faktor horizontal kurang penting dibandingkan faktor vertikal

b. nilai 2. Jika faktor horizontal sama pentingnya dengan faktor vertikal

c. nilai 3, jika faktor horizontal lebih penting dibandingkan faktor vertikal

d. nilai 4, jika faktor horizontal sangat penting dibandingkan faktor vertikal

Tabel 4. Formulasi Pembobotan Faktor Internal

Faktor x

Faktor y S1 S2 W1 W2 W3 Total Bobot

S1 X1

S2 X2

W1 X4

W2 X5

W3 X6

Total ΣXn

(38)

Tabel 5. Formulasi Pembobotan Faktor Eksternal

Faktor x

Faktor y O1 O2 T1 T2 Total Bobot

O1 X1

O2 X2

T1 X3

T2 X4

Total ΣXn

Sumber: David, 2008

Bobot akhir setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor

terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear

& Taylor 1991):

ai = xi Σxn

Keterangan :

ai : nilai bobot faktor ke-n

xn : total nilai keseluruhan faktor

i : variable 1, 2, 3,….,n.

Setelah memberi bobot pada masing-masing faktor dilakukan tahap selanjutnya

yaitu perangkingan. Perhitungan bobot dan penentuan rating (perangkingan)

selanjutnya disajikan dalam tabel untuk menyajikan skor akhir (Tabel 6 dan 5).

Tabel 6. Formulasi Penilaian Faktor Internal

Faktor internal Bobot Rating Skor

Kekuatan

Kelemahan

Total

Sumber: Rangkuti, 1997

Tabel 7. Formulasi Penilaian Faktor Eksternal

Faktor eksternal Bobot Rating Skor

Peluang

Ancaman

Total

(39)

c. memberi rangking pada masing-masing faktor pada kolom 3, berdasarkan

tingkat kepentingannya atau besar pengaruhnya dengan angka 4 (sangat

penting), 3 (penting), 2 (sedang), dan 1 (kurang).

d. mengalikan bobot (kolom 2) dengan rangking (kolom 3) untuk memperoleh

skor pembobotan akhir pada kolom 4. Hasil akhir ini berada pada kisaran 4

sampai dengan 1 yang artinya sesuai dengan tingkat kepentingannya 4 (sangat

penting) dan 1 (kurang penting).

Setelah penilaian ini, ditentukan strategi selanjutnya sesuai dengan penilaian

tersebut. Sebelumnya, untuk mempermudah penyusunan strategi dibuat matrik

internal-eksternal berdasarkan hasil skoring yang telah didapatkan (Gambar 3):

I II III

IV V VI

VII VIII IX

Gambar 3 Matrik Internal – Eksternal

3. Penentuan strategi atau alternatif

Berdasarkan penilaian sebelumnya selanjutnya disusun strategi atau

alternatif sesuai dengan kondisi yang ada. Alat yang digunakan untuk menyusun

faktor-faktor yang telah diidentifikasi sebelumnya adalah matrik SWOT

(Rangkuti, 1997). Pada matrik ini faktor satu dihubungkan dengan faktor yang

lain untuk menentukan alternatif pada tiap-tiap hubungan faktor. Penyusunan

matrik ini minimal akan menghasilkan 4 alternatif (Tabel 8).

a. strategi SO, strategi yang memanfaatkan semua kekuatan ayang ada untuk

merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Kuat Rata-Rata Lemah

TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGI INTERNAL

(40)

b. strategi WO, strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan

meminimalkan kelemahan yang dimiliki.

c. strategi ST, strategi yang menggunakan kekuatan yang dimilikiuntuk

mengatasi ancaman dari luar.

d. strategi WT, strategi yang yang berusaha memnimalkan ancaman bersamaan

dengan menghindari ancaman.

Tabel 8. Formulasi matrik SWOT

STRENGTHS (S)

• Tentukan 5-10

faktor-faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W)

• Tentukan 5-10

faktor-faktor kekuatan internal

OPPURTUNIES (O)

• Tentukan 5-10 faktor-faktor

kekuatan eksternal

STRATEGI SO STRATEGI WO

THREATS (T)

• Tentukan 5-10 faktor-faktor

kekuatan eksternal

STRATEGI ST STRATEGI WT

3.4.5 Penyusunan rekomendasi

Penyusunan rekomendasi adalah tahap akhir dari penelitian ini

berdasarkan hasil analisis dan sintesis. Rekomendasi ini menyesuaikan pada hasil

analisis dan sintesis dimana jika hasilnya menunjukkan bahwa kondisi ruang

terbuka hijau di lokasi industri tersebut tidak sesuai maka diberikan usulan atau

rekomendasi untuk melakukan perbaikan. Sebaliknya, jika sesuai maka diberikan

usulan untuk mempertahankan serta tetap meningkatkan kualitas RTH yang ada

untuk menjadi lebih baik. Salah satunya yaitu dengan memberikan rekomendasi

penataan ruang terbuka hijau yang disajikan dalam bentuk deskripsi, tabulasi,

maupun gambar.

EFAS

(41)

4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus 4.1.1 Kondisi Fisik

Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Jawa Tengah, yaitu sebesar 42.516 Ha, yang terdiri dari 9 kecamatan, 123 desa dan 9 kelurahan. Secara geografis, Kabupaten Kudus terletak pada koordinat 6051’ – 7016’ Lintang Selatan dan 110036’ – 110050’ Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Kudus berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu sebelah utara dengan Kabupaten Jepara dan Pati, sebelah barat dengan Kabupaten Demak dan Jepara, sebelah selatan dengan Kabupaten Grobogan dan Pati, dan sebelah timur dengan Kabupaten Pati. Secara umum Kabupaten Kudus memiliki jenis iklim tropis basah dengan curah hujan tertinggi adalah 368,2 mm pada bulan Januari dan yang terendah adalah 14,6mm pada bulan September (Tabel 9).

Tabel 9. Curah hujan per bulan dari tahun 2004-2008 di Kabupaten Kudus (mm)

Bulan 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata

Januari 238 319 777 120 387 368,2

Pebruari 328 167 346 261 722 364,8

Maret 265 253 263 227 224 246,4

April 76 145 151 170 102 128,8

Mei 135 31 152 22 22 72,4

Juni 40 51 5 53 8 31,4

Juli 28 37 0 25 0 18

Agustus 0 62 0 9 36 21,4

September 4 50 0 12 7 14,6

Oktober 8 183 23 41 89 68,8

Nopember 144 115 22 187 92 112

Desember 292 467 325 411 224 343,8

Jumlah 1.558 1.880 2.064 1.538 1.913 1790,6

Sumber : Bappeda, 2008

(42)

Tabel 10. Suhu Udara Rata-Rata Maksimum dan Minimum dirinci per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun 2006 - 2008 (0C)

Bulan

2006 2007 2008 rata-rata

maks. min. maks. min. maks. min. maks. min.

Januari 25,7 18,7 27,2 20,3 27,1 19,8 26,7 19,6

Pebruari 26,2 19,7 27,6 19,9 25,3 19,9 26,4 19,8

Maret 27,1 19,4 26,9 19,9 26,3 19,9 26,8 19,7

April 27,4 19,3 27,2 20,2 27,6 20,0 27,4 19,8

Mei 27,3 19,7 27,2 20,6 27,8 19,8 27,4 20,0

Juni 27,2 19,9 27,3 20,2 27,5 19,9 27,3 20,0

Juli 27,4 19,8 27,1 20,2 27,9 18,8 27,5 19,6

Agustus 27,7 19,9 27,6 20,0 28,3 19,6 27,9 19,8

September 28,9 19,0 28,6 19,6 29,5 19,8 29,0 19,5

Oktober 29,9 20,0 29,0 20,0 29,1 20,4 29,3 20,1

Nopember 30,2 20,5 28,0 19,7 27,8 20,4 28,7 20,2

Desember 27,7 20,2 26,7 19,4 27,0 19,9 27,1 19,8

Sumber : Bappeda, 2008

Sementara itu, kelembaban rata-rata bulanan di Kudus berkisar antara 72%-83%. Angin yang bertiup adalah angin barat dan angin timur yang bersifat basah dengan kelembaban 88% dan memiliki kecepatan angin minimum 5 km/jam dan kecepatan angin maksimum mencapai 50 km/jam.

Jika dilihat berdasarkan topografi, Kabupaten Kudus memiliki ketinggian terendah 5 m di atas permukaan air laut di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 1600 m di atas permukaan air laut di Kecamatan Dawe. Berikut adalah persentase kemiringan lahan di Kabupaten Kudus :

a. Kemiringan 0-8% di daerah dataran antara lain di Kecamatan Undaan (Desa Undaan Kidul, Desa Undaan Lor, Desa Undaan Tengah), Kecamatan Kaliwungu (Desa Blimbing Kidul, Desa Sidorekso, Desa Kaliwungu, Kecamatan Gebog, Kecamatan Dawe (Desa Margorejo, Desa Samirejo, Desa Karangrejo, Desa Cendono) dan Kecamatan Jekulo (Desa Jekulo).

b. Kemiringan 8-15% menempati sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe sebelah selatan, Kecamatan Gebog (Desa Gribig) dan Kecamatan Mejobo (Desa Jepang).

(43)

d. Kemiringan 25-45% menempati di daerah Gunung Patiayam bagian utara, Kecamatan Gebog (Desa Padurenan).

e. Kemiringan > 45% menempati Kecamatan Dawe (Desa Ternadi) Kecamatan Gebog (Desa Rahtawu, Desa Menawan) dan daerah Puncak Muria bagian selatan.

Berdasarkan jenis tanahnya Kabupaten Kudus sebagian besar memiliki jenis tanah Aluvial Coklat Tua (Tabel 11).

Tabel 11. Luas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah (Ha)

Kecamatan A B C D E F G H

Kaliwungu 108,8 687,5 2471,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

K o t a 0,0 0,0 1047,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

J a t i 1332,5 0,0 1297,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Undaan 7177,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Mejobo 1053,3 0,0 2623,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Jekulo 3985,4 0,0 1950,5 1675,0 0,0 0,0 584,5 96,3

B a e 0,0 0,0 2332,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Gebog 0,0 1748,3 585,4 0,0 779,9 1275,4 560,4 560,4

D a w e 0,0 0,0 1196,1 0,0 632,5 591,9 3081,6 3081,6

Jumlah 13656,9 2435,8 13503,4 1675,0 1412,4 1867,3 4226,6 3738,3

Keterangan: A(aluvial coklat tua), B(flomosol coklat kelabu), C(asosiasi mediteran coklat tua dan meditran

coklat kemerahan), D(asosiasi grumusul kelabu tua dan meditran coklat kemerahan),

E(andosol), F(latosol coklat), G(Asosiasi Latosal dan Grumusal Kelabu Tua), dan H(latosol

merah), Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kudus, 2008.

4.1.2 Kawasan Industri Kabupaten Kudus

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindagkop (perindustrian, perdagangan, dan koperasi) tahun 2008, terdapat 10.542 buah perusahaan industri per unit usaha. Angka tersebut mencakup seluruh perusahaan (unit usaha) baik skala besar, sedang, kecil, maupun rumah tangga. Bila dibandingkan dengan tahun 2007, terjadi peningkatan jumlah unit usaha industri sebesar 0,93 persen. Berdasarkan jenis komoditinya, jenis industri yang paling mendominasi adalah industri pengolahan tembakau yaitu sebsar 34,7 persen dalam skala industri besar dan sedang. Industri lainnya yang cukup menonjol yaitu industri pakaian jadi sebesar 18,9 persen, Industri penerbitan dan percetakan sebesar 9,7 persen, dan industri makanan dan minuman sebesar 8,2 persen (Tabel 12)

(44)

Tabel 12. Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang menurut Jenis Industri dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Kudus

Jenis Industri Banyaknya

Perusahaan %

Banyaknya Tenaga Kerja

Makanan dan Minuman 16 8,2% 965

Pengolahan Tembakau 68 34,7% 79.226

Tekstil 16 8,2% 2.205

Pakaian Jadi 37 18,9% 1.966

Kulit & Brg dari Kulit 2 1,0% 53

Kayu & Brg dari Kayu 2 1,0% 635

Kertas & Brg dari Kertas 8 4,1% 4.023

Penerbitan, Percetakan 19 9,7% 4.143

Industri Kimia, Brg dari Bahan Kimia & Jamu 4 2,0% 1.149

Karet, Brg dari Karet & dari Plastik 4 2,0% 686

Brg Galian Bukan Logam 1 0,5% 32

Brg dari Logam, kecuali Mesin & Peralatannya 7 3,6% 243

Mesin, Radio, TV, Peralatan Komunikasi &

Perlengkapannya 12 6,1% 3.548

Jumlah

2007 196 98.874

2006 209 91.046

2005 148 74.450

2004 148 66.293

2003 157 70.308

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus, 2008

(45)

1. kawasan industri polutan, yang pembangunan industrinya diarahkan di Kecamatan Kaliwungu dan Jekulo

2. kawasan industri industri non polutan diarahkan di Kecamatan Mejobo.

4.1.3 Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Kudus

Jika dilihat dari penggunaan lahannya, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup tahun 2006 saat ini lahan yang terbangun di Kabupaten Kudus semakin meningkat terutama untuk bangunan permukiman dan kegiatan industri. Hal ini didukung juga oleh banyaknya lahan persawahan yang dialih fungsikan untuk pembangunan sehingga berdampak pada keterbatasan lahan kosong atau lahan terbuka selain itu pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga semakin sulit. Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada saat ini didominasi oleh kawasan pertanian. Berdasarkan fungsi utama kawasan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kudus dibedakan menjadi 2 yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Secara detail luasan kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Luas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di Kabupaten Kudus

Jenis Kawasan Luas ( Ha ) (persentase)%

Kawasan Lindung

1. Kawasan Hutan Lindung 987,32 2,3%

2. Kawasan Sempadan Sungai 477,5 1,1%

3. Kawasan Cagar Budaya 25 0,1%

4. Kawasan Sekitar Mata Air 37,5 0,1%

5. Kawasan Sekitar Waduk 150 0,4%

6. Kawasan Rawan Bencana Alam 25 0,1%

Jumlah Luas Kawasan Lindung 1.702,32 4,0%

Kawasan Budidaya

1. Kawasan Pertanian Lahan Basah 12.277,00 28,9%

2. Kawasan Pertanian Lahan Kering 2.050,00 4,8%

3. Kawasan Perkebunan Rakyat 2.700,00 6,4%

4. Kawasan Hutan Produksi 894 2,1%

5. Kawasan Permukiman 18.227,32 42,9%

6. Kawasan Pertambangan 200 0,5%

7. Kawasan Peruntukan Industri 625 1,5%

8. Kawasan Campuran 3.840,00 9,0%

Jumlah Kawasan Budidaya 40.813,32 96,0%

Jumlah 42.515,64 100%

(46)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kawasan pertanian meupakan jenis RTH yang paling mendominasi, sedangkan jenis lainnya tidak banyak. Selain itu dapat dilihat bahwa penggunaan lahan lebih banyak dipergunakan untuk kawasan pemukiman hal ini disesuaikan dengan pertimbangan bahwa kebutuhan akan lahan pemukiman akan semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk.

4.2 Kondisi Umum Kecamatan Kaliwungu 4.2.1 Kondisi Fisik

Kecamatan Kaliwungu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kudus yang lokasinya sangat mudah dijangkau karena letaknya di perbatasan kabupaten dan berada pada jalur penghubung antar wilayah. Secara administrasi Kecamatan Kaliwungu dibatasi oleh beberapa wilayah (Gambar 4), antara lain sebelah barat dengan Kecamatan Kota, sebelah timur dengan Kabupaten Jepara, sebelah selatan dengan Kabupaten Demak dan Kecamatan Kota, dan sebelah utara dengan Kecamatan Gebog.

Gambar 4. Peta Kecamatan Kaliwungu

(47)

Jika dilihat berdasarkan topografinya Kecamatan Kaliwungu merupakan bagian dari Kabupaten Kudus yang memiliki topografi datar dengan persentase kemiringan lahannya sebesar 0-8 %. Selain itu, sebagian besar dari Kecamatan Kaliwungu memiliki tanah jenis aluvial coklat tua yang cocok untuk berbagai jenis tanaman terutama tanaman pangan seperti padi. Selain jenis tanah yang cukup baik untuk beberapa jenis tanaman, Kecamatan Kaliwungu memiliki curah hujan yang relatif sedang dengan suhu rata-ratanya sebesar 27-290 C.

Berdasarkan data penggunaan lahan, sebagian besar wilayah Kecamatan Kaliwungu lebih banyak digunakan untuk area terbangun yaitu berupa permukiman dan industri. Sedangkan area tidak terbangun sampai saat ini semakin berkurang salah satunya disebabkan oleh perubahan tata guna lahan menjadi area terbangun (Tabel 14). Area tidak terbangun yang ada mencakup ruang terbuka seperti lapangan olah raga dan ruang terbuka hijau seperti sawah.

Tabel 14. Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Ke Non Pertanian di Kabupaten Kudus

   Penggunaan tanah semula Peruntukan penggunaan tanah

Kecamatan Sawah Tegalan Permukiman Lain-lain

Bid Luas (Ha) Bid Luas (Ha) Bid Luas (Ha) Bid Luas (Ha)

Kaliwungu 18 3,38 6 0,86 24 4,24

K o t a 3 0,53 2 0,12 5 0,64

-J a t i 7 1,51 5 0,55 12 2,06

-Undaan 1 0,27 - - 1 0,27

-Mejobo 1 0,17 1 0,36 2 0,52

-Jekulo 7 1,02 2 0,38 9 1,41

B a e 7 1,13 3 1,17 10 2,3

-Gebog 3 0,44 5 0,88 8 1,32

-D a w e 3 0,47 1 0,16 4 0,63

Jumlah 50 8,92 25 4,47 75 13,39

-Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kudus, 2008

4.2.2 Industri di Kecamatan Kaliwungu

(48)

Papringan, Desa Bakalan Krapayak, Desa Sidorekso, dan Desa Kedungdowo. Dari beberapa desa tersebut, tersebar kegiatan industri yang berbeda. Desa Sidorekso dan Papringan merupakan desa yang paling banyak kegiatan industrinya terutama industri rumah tangga salah satunya adalah industri pembuatan genteng. Sedangkan desa Bakalan Krapyak dan Kedungdowo memiliki lebih banyak kegiatan industri besar salah satunya adalah industri rokok PT. Djarum yang tersebar merata di beberapa tempat.

4.3 Kondisi Lokasi Penelitian

Industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron merupakan dua industri besar di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak yang lokasinya berdekatan dan hanya dibatasi oleh area permukiman. Kedua industri ini berada pada satu lingkup area yang dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Grogol, sebelah barat berbatasan dengan Dukuh Tanjung, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gebog, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kerjaksan (Gambar 5).

(49)

Lokasi kedua industri ini cukup mudah dijangkau karena didukung dengan jalur sirkulasi yang jelas dan alat transportasi umum yang cukup banyak. Jalur sirkulasi pada kedua area industri ini berupa jalan utama dan jalan percabangan. Jalur utama merupakan jalan besar dengan lebar 6-8 m yang merupakan jalan penghubung antar kota maupun antar kecamatan, sedangkan jalur percabangan merupakan jalan dengan lebar 3-5 m yang merupakan jalur penghubung antar ruang dalam area industri (Gambar 6).

a b

Gambar 6. Kondisi Sirkulasi dan Fasilitas Transportasi di Lokasi Industri (a. Kondisi Jalan dan b Alat Transportasi)

Berdasarkan penggunaan ruangnya, kedua industri ini sebagian besar digunakan untuk area terbangun berupa lahan industri dan permukiman. Sisanya adalah area tak terbangun berupa ruang terbuka hijau (RTH) yang terdiri dari sawah, makam, dan pekarangan (Tabel 15).

Tabel 15 .Penggunaan Ruang di Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Polytron

Penggunaan

ruang Jenis

Luas (ha)

PT. Djarum (persentase)% PT. Polytron (persentase)%

Area terbangun Permukiman 16,89 34% 10,49 15%

Industri 11,73 24% 22,19 31%

Area tak terbangun

Sawah 13,23 27% 29,26 41%

Pekarangan 6,18 13% 4,38 6%

Pemakaman 1,17 2% 5,07 7%

Total 49,2 100% 71,39 100%

(50)

tanaman terutama tanaman pangan seperti padi. Pertumbuhan tanaman disini juga didukung oleh ketersediaan air yang cukup. Salah satu sumber air bagi masyarakat disini adalah sungai Winong, tepatnya berada di sebelah barat PT. Djarum dengan arah aliran utara-selatan. Sungai ini merupakan salah satu sumber air bagi masyarakat disini akan tetapi sampai saat ini sungai masih dijadikan sebagai tempat terakhir pembuangan sisa limbah yang sudah diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dengan kondisi yang cukup tercemar sungai masih dimanfaatkan oleh warga, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pengairan sawah. Selain sungai terdapat saluran drainase yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air maupun limbah cair dari kegiatan industri. Jenis dari saluran drainase sebagian besar adalah drainase terbuka (tanpa penutup) dan drainase yang ada di area permukiman biasanya adalah drainase alami (berupa tanah). Lebar drainase rata-rata adalah 1-2 m dengan kedalaman 0,5-1 m. Selain drainase juga terdapat saluran pembuangan air yang berguna untuk mengurangi genangan air yang ada di beberapa ruas jalan (Gambar 7).

(a) (b)

Gambar 7. Tipe Saluran Pembuangan Air yang Ada di kedua lokasi industri (a. saluran drainase terbuka dan b. lubang pembuangan air tertutup) Kedua industri ini berada pada wilayah yang memiliki kondisi fisik sama, akan tetapi berdasarkan jenis dan kegiatan industri di dalamnya, kedua area industri ini memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan pengaruh atau dampak yang diberikan kedua industri.

a. Industri rokok PT. Djarum

(51)

Bapangan, Bakalan Krapyak. Luas kawasan peruntukan indusyri yang digunakan untuk kegiatan industri ini adalah 11,7 ha, yang hampir mengisi sebagian besar wilayah Bapangan. Industri rokok ini berada di dalam area permukiman dan hanya dipisahkan oleh jalan selebar 3-5 meter, karena pada awalnya area ini merupakan permukiman penduduk yang sebagian besar lahannya dialih fungsikan untuk kegiatan industri (Gambar 8). Selain area terbangun berupa permukiman juga terdapat bangunan lainnya yaitu berupa fasilitas seperti pertokoan, tempat ibadah, tempat parkir, dan adanya fasilitas pengolahan limbah cair (IPAL) milik PT. Djarum.

Gambar 8. Peta Lokasi Industri Rokok PT. Djarum

(Sumber: http://maps.google.com/2010)  

Industri rokok PT. Djarum merupakan industri skala besar yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perekonomian masyarakat khususnya di Desa Bakalan Krapyak yang dekat dengan area industri. Tetapi industri ini juga memberikan dampak yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan yang yaitu mengurangi kenyamanan. Berdasarkan keterangan masyarakat setempat beberapa pengaruh industri yang dirasakan antaralain bau menyengat, kebisingan, kondisi yang panas dan sesak, serta tercemarnya air tanah maupun sungai. Tetapi menurut

U

 

(52)
(53)

Meskipun area industri cenderung dipadati oleh bangunan dan perkerasan, pada area industri ini terdapat area tak terbangun yang cukup luas berupa lahan persawahan, pekarangan, dan pemakaman. Sawah disini didominasi oleh tanaman padi dan tebu yang merupakan milik masyarakat setempat. Sawah ini merupakan sumber penghasilan kedua setelah industri dan hasilnya sebagaian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena hasilnya yang cukup penting bagi masyarakat sehingga sawah masih dipertahankan sampai saat ini dan merupakan lahan terbuka hijau yang paling mendominasi.

Jenis RTH lain yang ada disini adalah pemakaman yang tidak besar dan lokasinya dekat dengan tempat pengolahan limbah, yaitu Makam Winong Pemakaman ini cukup terawat dengan baik, karena pemakaman disini diperuntukkan bagi masyarakat setempat (makam umum) sehingga selain penjaga makam, masyarakat juga datang untuk merawat dan membersihkan makam. Sedangkan pekarangan merupakan space atau lahan kosong baik berada di depan, samping maupun belakang rumah warga. Hampir setiap rumah memiliki pekarangan yang cukup luas dengan tanaman yang bervariasi khususnya tanaman hias dan tanaman buah-buahan.

Selain sawah, pekarangan, dan pemakaman juga terdapat beberapa vegetasi yang ada di sekitar lokasi industri yaitu pohon randu, pohon glodogan tiang, dan beberapa tanaman hias serta tanaman liar. Tanaman tersebut hanya terdapat di beberapa bagian saja tetapi tidak cukup banyak. Pohon randu terletak di pinggir sawah berjajar cukup rapi dengan jarak 4-6 m tetapi pohon ini hanya terdapat di pinggiran sawah. Begitu juga dengan pohon glodogan tiang yang berjajar rapi hanya terdapat di sekeliling pabrik dengan jarak 3-5 m. Tanaman hias juga dijumpai hanya di beberapa spot tertentu misalnya di bagian pintu masuk pabrik. Tanaman lainnya yang ada disini adalah tanaman liar yang banyak dijumpai di area persawahan sawah atau dekat dengan saluran drainase di sekeliling pabrik.

b. Industri elektronik PT. Polytron

(54)

permukiman. Luas area yang digunakan untuk industri ini lebih besar dari lahan yang digunakan untuk industri rokok PT. Djarum yang ada di Bapangan, yaitu sebesar 22,2 h. Jika dilihat dari pengunaan lahannya area industri ini memiliki penggunaan ruang yang sama dengan wilayah industri PT. Djarum yaitu untuk area terbangun yang berupa permukiman dan area industri serta area tak terbangun berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman (Gambar 10).

Gambar 10. Lokasi Industri PT. Polytron

(Sumber: http://maps.google.com/2010)  

Kondisi lingkungan disini hampir sama dengan kondisi lingkungan di Dukuh Bapangan yang panas dan kering karena padatnya bangunan dan pengaruh pencemaran lingkungan. Pencemaran yang dihasilkan tidak cukup besar dan lebih sedikit pengaruhnya dibandingkan dengan industri PT. Djarum. Berdasarkan keterangan masyarakat, industri PT. Polytron tidak menghasilkan bahan pencemar yang berbahaya akan tetapi masyarakat merasa tidak nyaman karena kondisi lingkungan yang semakin panas, padat serta adanya suara bising dari pabrik yang cukup mengganggu. Hal ini didukung oleh hasil sebaran kuesioner pada kedua area industri dimana menurut masyarakat kedua industri tersebut memberikan kerugian terutama pada lingkungan (Gambar 25).

U

 

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan
Tabel 9. Curah hujan per bulan dari tahun 2004-2008 di Kabupaten Kudus (mm)
Tabel 10. Suhu Udara Rata-Rata Maksimum dan Minimum dirinci per Bulan di  Kabupaten Kudus Tahun 2006 - 2008 (0C)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi karena

Kondisi lingkungan yang berada di lahan pertanian Dusun Pule cukup memprihatinkan karena prilaku masyarakat sendiri yang awalnya tidak menggunakan obat kimia

1.. mengalami penurunan penjualan. Dengan melakukan promosi yang baik, yang diatur dengan manajemen perusahaan yang baik dalam mensiasati pasar untuk memberikan

Berdasar hasil pengujian menunjukan bahwa perhitungan menggunakan SPE memiliki korelasi yang lebih tinggi diban- dingkann dengan SCM baik menggunakan relasi hipernim-hiponim

1.5.3 Penelitian oleh Aisyah Rizki Universitas Sumatra Utara dengan judul “Efektifitas Bunga Rosella Untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi Di Desa Sunggal Kanan

Kalan (TK) maupun Rirang (TR) hasil pantauan 1992/1993 sId 2005 setiap unsur masing-masing menunjukkan gambaran fluktuasi kadar relatif sama (Gambar 10 dan 11), yang dapat

Dari uraian diatas dapat kita ambil salah satu contoh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) kabupaten HSU merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas

Dari data hubungan waktu Ikatdengan aktivator dan pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, semakin banyak kandungan unsur sodium silikat (Na 2 SiO 3