• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

37

xx

No. Gambar Halaman

xxi Lampiran 1 Surat Persetujuan Penelitian Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam Lampiran 3 Lembar Observasi

Lampiran 4 Lembar Telaah Dokumen Lampiran 5 Matriks Hasil Wawancara

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bertambahnya umur bayi, bertambah pula kebutuhan gizinya, sebab itu sejak usia 6 bulan bayi mulai diberi makanan pendamping ASI (ASI). Pemberian MP-ASI yang tepat merupakan bekal terbaik bagi seorang bayi untuk menjamin proses tumbuh kembang yang optimal. Diperkirakan lebih dari satu juta anak meninggal setiap tahun akibat diare, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi lainnya karena berbagai sebab yang salah satunya akibat pemberian MP-ASI yang tidak tepat. Hal ini terutama terjadi pada korban bencana (Depkes, 2007a).

Salah satu indikator keluaran Pembinaan Gizi Masyarakat yang berkaitan dengan pemberian MP-ASI dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 adalah penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana sebesar 100 %. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan daerah rawan bencana alam. Bencana merupakan keadaan darurat kesehatan yang akan mengakibatkan dampak yang luas, tidak saja pada kehidupan masyarakat di daerah bencana, namun juga pada kehidupan bangsa dan negara. Dalam kondisi tersebut anak-anak seringkali lebih banyak yang menjadi korban (Kemenkes, 2010b).

Dalam keadaan darurat (bencana dan pasca bencana) banyak masalah yang timbul berkaitan dengan anak di bawah dua tahun (baduta). Kondisi tersebut dapat meningkatkan angka kesakitan pada bayi dan anak. Mereka merupakan kelompok yang paling rawan dan memerlukan penanganan khusus agar terhindar dari sakit dan

kematian. Pengalaman di pengungsian di Asia dan Afrika menunjukkan bahwa angka kematian tinggi terutama terjadi pada kelompok rawan tersebut (Depkes, 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa kematian anak baduta 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur (WHO-UNICEF, 2001 dalam Depkes, 2007a).

Risiko kematian lebih tinggi pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Bayi yang kekurangan gizi lebih mudah meninggal dibandingkan dengan bayi yang berstatus gizi baik (cukup makan). Pemberian makanan yang tidak tepat pada usia ini meningkatkan risiko terhadap penyakit dan kematian. Data WHO 2001 menyebutkan bahwa 51 % angka kematian anak baduta disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, dan malaria. Lebih dari separuh kematian baduta yang menjadi pengungsi tersebut (54%) berkaitan erat dengan buruknya status gizi (Depkes, 2001 dan Depkes, 2007a).

Selama ini bantuan pangan yang diberikan pada korban bencana lebih banyak ditujukan untuk usia dewasa, seperti mie instan. Mie instan memiliki kandungan gizi yang rendah serta masih memerlukan pengolahan lebih lanjut, sedangkan di daerah bencana ditemukan kondisi seperti kekurangan pangan dan air bersih, padatnya penghuni, serta sanitasi yang buruk. Akan tetapi korban bencana usia baduta membutuhkan asupan gizi yang lebih baik. Terlebih lagi dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Masa tersebut disebut juga masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Hadi, 2005). Oleh karena itu prioritas penanganan utama pada baduta

ditekankan pada upaya pencegahan dan pengobatan, yakni dengan memperbaiki pemberian makan kepada bayi dan anak. Pemenuhan gizi baduta ini didapatkan dari MP-ASI (Depkes, 2007a).Upaya pemenuhan gizi di tempat pengungsian seperti pemberian makanan tambahan tersebut belum optimal karena adanya keterbatasan seperti tenaga, sarana, tata laksana pemberian makanan tambahan dan sistem surveilans (Depkes, 2001).

Banjir merupakan bencana alam yang rutin terjadi di DKI Jakarta setiap tahunnya. Menurut salah seorang Anggota Komisi IX DPR, mayoritas lokasi banjir berada di Jakarta Selatan (Fitriadi, 2012). Di Jakarta Selatan, Kecamatan Kebayoran Baru merupakan wilayah yang memiliki beberapa daerah rawan banjir. Di Kecamatan Kebayoran Baru, daerah rawan banjir terbanyak terdapat di Kelurahan Petogogan (Sudinkes Jakarta Selatan, 2011). Kelurahan Petogogan sejak dahulu memang dikenal sebagai daerah banjir. Jika dilihat secara geografis, keberadaan daerah ini persis cekungan yang melintang serta dialiri air Sungai Krukut. Letak wilayah yang berbentuk seperti wajan atau penggorengan semakin memperbesar kemungkinan timbulnya genangan air ketika hujan turun (Sumandoyo, 2012). Lintasan air Sungai Krukut di Kelurahan Petogogan memang menjadi masalah besar, karena setiap meluap maka seluruh pemukiman yang berada di tiga RW, yaitu RW 01, 02 dan 03 akan tergenang air setinggi 2 hingga 3 meter (Husaini, 2012).

Berdasarkan penelitian Tunjiah (2005) dalam Ningrum (2008) tentang evaluasi kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Makanan Pendamping ASI Blended Food (PMT-P MP-ASI) dalam keadaan tidak darurat menunjukkan hasil bahwa penyelenggaraan fungsi-fungsi proses perencanaan (P1), pelaksanaan

dan penggerakan (P2) dan monitoring evaluasi (P3) belum efektif karena penyelenggaraannya belum sesuai dengan yang telah digariskan, hal ini terjadi sebagai akibat dari aspek kinerja para pengelola program yang belum produktif. Program pemberian MP-ASI untuk baduta dalam keadaan tidak darurat belum efektif karena pelaksanaan pemberian MP-ASI secara gratis tidak tepat sasaran, ditolak (tidak disukai) oleh masyarakat dan akhirnya tidak sedikit yang menumpuk di gudang serta tempat penyimpanan lainnya. Nilai efektif dari program MP-ASI tersebut hanya kurang lebih 12,4% (Sofia et al., 2004 dalam Hadi, 2005). Program bantuan pangan seperti MP-ASI ini untuk baduta dalam keadaan normal (bukan darurat) umumnya tidak efektif, kecuali jika diberikan dalam keadaan darurat seperti bencana tsunami di Aceh, perang, gejolak politik, banjir dan sebagainya (Hadi, 2005). Pemberian MP-ASI tersebut bertujuan untuk mengantisipasi agar baduta di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status gizi baduta yang sudah baik (Kemenkes, 2011). Sehingga baduta korban banjir di kelurahan Petogogan diberikan bantuan pangan berupa MP-ASI biskuit.

Berdasarkan studi pendahuluan terhadap koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dan Kelurahan Petogogan, diketahui bahwa pada saat banjir di wilayah Petogogan tahun 2012 sudah dilaksanakan pemberian MP-ASI biskuit. Pemberian MP-ASI pada baduta yang menjadi korban banjir tersebut bertujuan untuk memberi bantuan pangan dan mencegah terjadinya gizi buruk. Apalagi para korban banjir bukanlah keluarga yang tergolong ekonomi menengah atas. Dalam program tersebut, perencanaan belum dilakukan secara optimal, yakni belum melakukan perencanaan

kebutuhan MP-ASI berdasarkan dengan jumlah baduta yang ada. Selain itu dalam pelaksanaannya, MP-ASI tersebut diberikan kepada semua anak usia 0-5 tahun. Sedangkan sasaran pemberian MP-ASI buffer stock tersebut adalah anak usia 6-24 bulan di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011). Kemudian dalam Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat tahun 2007, usia 0 – 6 bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu, pengawasan dan penilaian program ini juga belum dilakukan, sedangkan menurut Kemenkes (2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI buffer stock adalah setiap saat dan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan secara berjenjang sebanyak 2 kali dalam setahun. Dari fakta tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan kajian lebih mendalam tentang manajemen program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian .

1.2Rumusan Masalah

Pemberian MP-ASI biskuit di Kelurahan Petogogan dilakukan di 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir, yaitu RW 01, 02 dan 03 untuk menanggulangi bencana dan mencegah terjadinya gizi buruk. Apalagi para korban banjir bukanlah keluarga yang tergolong ekonomi menengah atas.Dalam program tersebut, perencanaan belum dilakukan secara optimal, yakni belum melakukan perencanaan kebutuhan MP-ASI berdasarkan dengan jumlah baduta yang ada, sedangkan menurut Kemenkes (2011), permintaaan MP-ASI dilakukan sesuai kebutuhan untuk

baduta usia 6-24 bulan. Kemudian dalam pelaksanaannya, MP-ASI tersebut juga diberikan kepada bayi berusia di bawah 6 bulan. Sedangkan dalam Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat tahun 2007, usia 0 – 6 bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu, pengawasan dan penilaian program ini juga belum dilakukan, sedangkan menurut Kemenkes (2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI ini adalah setiap saat dan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan secara berjenjang sebanyak 2 kali dalam setahun.

Berdasarkan hal tersebut, terjadoi perbedaan antara pelaksanaan dengan ketentuan program yang belum diketahui penyebabnya. Oleh sebab itu, peneliti bermaksud melakukan analisis tentang fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.

1.3Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaianprogram pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012?

b. Mengapa program MP-ASI biskuit pada baduta di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan belum berjalan sesuai ketentuan program?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012 serta mengetahui penyebab belum terlaksanaanya program tersebut sesuai ketentuan yang telah dibuat Kemenkes.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran perencanaan serta penyebab masalah dalam perencanaan program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.

b. Diketahuinya gambaran pengorganisasian serta penyebab masalah dalam pengorganisasian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.

c. Diketahuinya gambaran penggerakan serta penyebab masalah dalam penggerakan program pemberian MP-ASI biskuit pada

baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.

d. Diketahuinya gambaran pengawasan serta penyebab masalah dalampengawasan program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.

e. Diketahuinya gambaran penilaian serta penyebab masalah dalampenilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah khususnya dalam bidang gizi.

2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan

1.5.2 Bagi Kader Posyandu di Kelurahan Petogogan

Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan program pemberian MP-ASI Kemenkes sebagai salah satu model intervensi gizi buruk pada baduta di lokasi bencana.

1.5.3 Bagi Puskesmas Kelurahan Petogogan dan Kecamatan Kebayoran Baru

1. Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan program pemberian MP-ASI Kemenkes sebagai salah satu model intervensi gizi buruk pada baduta di lokasi bencana.

2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI Kemenkes di lokasi bencana banjir di Kelurahan Petogogan.

1.5.4 Bagi Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan

1. Sebagai masukan dalam meningkatkan upaya manajemen yang baik guna meningkatkan efektifitas program MP-ASI.

2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI Kemenkes di salah satu lokasi bencana banjir di Jakarta Selatan, yaitu Kelurahan Petogogan.

1.5.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI

1. Sebagai masukan dalam meningkatkan upaya manajemen yang baik guna meningkatkan efektifitas program MP-ASI bencana.

2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI Kemenkes di salah satu lokasi bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta, yaitu Kota Administrasi Jakarta Selatan.

1.5.6 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Sebagai referensi keilmuan mengenai gizi, khususnya gambaran manajemen program pemberian MP-ASI Kemenkes.

2. Sebagai informasi dan dokumentasi data penelitian serta dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa.

3. Sebagai wujud peran akademisi dalam penerapan keilmuan di bidang gizi.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester akhir Program Studi Kesehatan Masyarakat untuk mengetahui gambaran manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaianprogram pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012 dengan sasaran objek yang diteliti yaitu Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI, Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, Kader Kesehatan Puskesmas Kelurahan Petogogan dan ibu baduta korban bencana banjir yang mendapat MP-ASI. Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap program pemberian MP-ASI Kemenkes di wilayah Jakarta Selatan, khususnya Kelurahan Petogogan. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasidan telaah dokumen.

11

2.1Bencana

2.1.1 Pengertian Bencana

Dalam UU No. 24 tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2.1.2 Jenis-jenis Bencana

Bencana terdiri dari berbagai bentuk. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengelompokan bencana ke dalam 3 kategori yaitu:

a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

b. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

2.1.3 Tanggap Darurat Bencana

Dalam UU No. 24 tahun 2007, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Lebih lanjut didefinisikan pula bantuan darurat bencana, yaitu upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat. Sedangkan korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.

2.1.4 Prinsip dan Tujuan Penanggulangan Bencana

Dalam pasal 3 UU No. 24 tahun 2007, prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana, yaitu:

a. cepat dan tepat; b. prioritas;

d. berdaya guna dan berhasil guna; e. transparansi dan akuntabilitas; f. kemitraan;

g. pemberdayaan; h. nondiskriminatif; dan i. nonproletisi.

Sedangkan dalam pasal 4 UU No. 24 tahun 2007, penanggulangan bencana bertujuan untuk:

a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;

b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; d. menghargai budaya lokal;

e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;

f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan

g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.2Pengertian MP-ASI

Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan adalah terdiri dari Air Susu Ibu dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Depkes, 2006).

Memasuki usia 4-6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu, lambung juga telah baik mencerna zat tepung. Menjelang usia 9 bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasuki benda ke dalam mulut. Jelaslah bahwa pada saat itu bayi siap mengonsumsi makanan (setengah) padat. Akan tetapi, bukan berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, tetapi juga karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Yang perlu diingat ialah bahwa makanan yang diberikan bukan untuk menggantikan melainkan mendampingi ASI (Arisman, 2004).

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral (Depkes, 2004). Sedangkan MP-ASI pabrikan berupa bubur instan untuk bayi usia 6-11 bulan dan biskuit untuk anak usia 12-24 bulan (Depkes, 2008). Akan tetapi, kini Kemenkes RI mengadakan MP-ASI dalam bentuk biskuit sebagai buffer stock (cadangan) dengan sasaran balita usia 6-24 bulan di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011).

2.3Pemberian Makan Anak dalam Situasi Darurat

Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak yang bergizi yang sering disebut MP-ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI untuk mencegah kekurangan gizi (Depkes, 2007a).

Intervensi Gizi untuk bayi dan baduta dalam situasai darurat adalah: a. Bayi

1) Bayi tetap diberi ASI.

2) Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor. 3) Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi

diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan.

b. Baduta

1) Baduta tetap diberi ASI.

2) Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi mikro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan.

3) Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi.

4) Pemberian kapsul vitamin A warna biru pada bayi usia 6-11 bulan dan kapsul vitamin A warna merah pada anak usia 12-59 bulan, bila kejadian bencana terjadi pada bulan Februari dan Agustus.

5) Dapur umum wajib menyediakan makanan untuk anak usia 6-24 bulan

6) Air minum dalam kemasan di upayakan selalu tersedia di tempat pengungsian.

Dalam keadaan darurat MP-ASI yang diberikan adalah makanan buatan. Hal ini disebabkan beberapa hal seperti:

a. Tidak adanya air bersih b. Sanitasi buruk

c. Alat masak tidak memadai d. Kurangnya bahan bakar

e. Ketersediaan bahan pangan lokal yang terbatas (Depkes, 2007a).

2.4Program MP-ASI Buffer Stock

2.4.1 Buffer Stock MP-ASI untuk Daerah Bencana

Buffer stock MP-ASI adalah MP-ASI yang disediakan untuk mengantisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya (Kemenkes, 2012a). MP-ASI buffer stock bertujuan untuk mengantisipasi agar balita di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status gizi balita yang sudah baik. MP-ASI dibuat

dalam bentuk biskuit yang dapat dikonsumsi langsung atau dengan ditambahkan air matang (Kemenkes, 2011).

Persentase penyediaan buffer stock ASI adalah jumlah MP-ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MP-MP-ASI yang diperlukan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya. Target yang ditetapkan Kemenkes adalah sebesar 100%. Kinerja dinilai baik jika pengadaan buffer stock MP-ASI sesuai dengan target. Sumber data yang digunakan adalah laporan pendistribusian MP-ASI dengan frekuensi pengamatan setiap saat dan pelaporan setiap bulan (Kemenkes, 2012a).

2.4.2 Tujuan Pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASI bertujuan untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya gizi buruk dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak 6-24 bulan (Depkes, 2005). Sebagai pelengkap ASI, pemberian MP-ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik (Husaini, 1999 dalam Simanjuntak, 2007).

Sedangkan menurut Persagi (1994) dalam Ramadhan (2011) tujuan pemberian Makanan Pendamping ASI adalah:

a. Melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan

d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung energi yang tinggi.

2.4.3 Spesifikasi MP-ASI Biskuit

Menurut Depkes (2007b), spesifikasi MP-ASI biskuit yang diberikan Kemenkes adalah sebagai berikut:

a. Bahan

1) MP-ASI biskuit terbuat dari campuran terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour).

2) Gula yang digunakan dalam bentuk sukrosa dan atau fruktosa dan atau sirup glukosa dan atau madu. Jika menggunakan fruktosa, jumlahnya tidak boleh lebih dari 15 gr/100 gr.

b. Komposisi Gizi dalam 100 gram

Tabel 2.1

Komposisi Gizi dalam 100 gram MP-ASI Biskuit

No. Zat Gizi Kadar Satuan

1 Energi Min 400 kkal

2 Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70 % kasein)

8 – 12 gram 3 Lemak (kadar asam linoleat mim. 300

mg per 100 kkal atau 1,4 gr per 100 gr produk) 10 - 15 gram 4 Karbohidrat Serat Gula Maks. 5 15 – 20 gram gram 5 Vitamin A (accetate) 350 mcg 6 Vitamin D 5 – 12 mcg 7 Vitamin E 5 mg 8 Vitamin B1 (Thiamin) 0,6 mg 9 Vitamin B2 (Riboflavin) 0,6 mg 10 Vitamin B6 (Pyridoksin) 0,8 mcg 11 Vitamin B12 1 mcg 12 Niasin 8 mg 13 Folic acid 40 mcg 14 Iron (Fumarate) 6 mg 15 Iodine 70 mcg 16 Zinc 3 mg 17 Kalsium 200 mg 18 Selenium 13 – 15 mcg 19 Air Maks. 5 % Sumber: Depkes (2007b)

c. Karakteristik Produk 1) Bentuk

MP-ASI biskuit berbentuk keping bundar berdiameter 5-6 cm, berat 10 gram per keping. Pada permukaan

atas biskuit tercantum tulisan “MP-ASI”.

2) Tekstur

MP-ASI biskuit bertekstur renyah yang bila dicampur

Dokumen terkait