• Tidak ada hasil yang ditemukan

N. Ruang USG

2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang akan memberikan pelayanan kepada pasien, dari pelayan yang diberikan maka rumah sakit akan menetapkan tarif pelayanan / tarif riil rumah sakit dan mengajukan tarif klaim kepada BPJS, namun di Rumah Sakit Siti Hajar Medan terdapat selisih antara tarif riil rumah sakit dengan tarif klaim INA-CBG‟s, sehingga akan diidentifikasi

faktor penyebab perbedaan tarif riil dengan tarif klaim, dan akan dilihat apakah rumah sakit berisiko untung atau rugi. Oleh karena itu, kerangka pikir disusun sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian Rumah Sakit

Pelayanan

Selisih/ Ada Perbedaan Tarif

Untung Rugi TarifYang Ditetapkan (RS) Tarif Klaim INA-CBG‟s (BPJS) Identifikasi Faktor Penyebab Perbedaan

Dalam hal mewujudkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan dengan pertimbangan untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) untuk seluruh rakyat Indonesia, dan menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai badan penyelenggara program jaminan kesehatan yang implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. (Undang-Undang BPJS No. 24 Tahun 2011).

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat

perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus (Pasal 1 PMK No.52 Tahun 2016).

BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan, dengan tujuan untuk memberi perlindungan kesehatan yang berbentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, manfaat pemeliharaan kesehatan ini diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Salah satu tugas utama dari BPJS Kesehatan adalah membayarkan manfaat dan memtarifi pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial, dan berwewenang untuk membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. (Undang-Undang BPJS No. 24 Tahun 2011).

Sistem pembayaran yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) berupa Tarif Indonesia Case Base Groups’s(INA-CBGs) dan Tarif Non sistem Indonesia Case Base Groups’s(INA -CBG.) Tarif Indonesian-Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur, sedangkan Tarif Non INA-CBG

merupakan tarif diluar tarif paket INA-CBG untuk beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis, CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG. (Pasal 12 PMK No.52 Tahun 2016).

Menurut Murti (2010), untuk mencapai universal coverage, maka elemen pemtarifan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan implikasinya pada penyediaan pelayanan kesehatan. Setiap warga harus memdapatkan kualitas yang sama baik dari pemtarifan pelayanan kesehatan serta akses terhadap pelayanan kesehatan. Penggunaan sumber daya, baik dalam administrasi dan manajemen dana asuransi maupun efisiensi penyediaan pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Ketanggapan sistem pemtarifan dan penyediaan pelayanan kesehatan dalam memenuhi hak dan ekspektasi warga terhadap pelayanan kesehatan harus efektif, bermutu, dan dibutuhkan

Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut yang menangani pasien rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Rumah sakit harus lebih bijak mengelola keuangan dengan pola INA-CBGs, karena bisa jadi tarif terlihat kecil karena ada beberapa tindakan yang tidak cost effective atau masih adanya tindakan yang tidak perlu dilakukan pada pasien mengambil porsi tarif yang cukup besar dari paket yang telah ditetapkan (BPJS Kesehatan, 2014).

Rumah sakit yang untung dalam era BPJS Kesehatan ini adalah rumah sakit yang mampu menerapkan efisiensi dan efektivitas tarif, dapat membangun manajemen kesehatan yang baik, mutu koding yang baik, mutu klaim yang baik dan tentu saja tidak melakukan fraud. (Gede , 2015)

Rumah Sakit Siti Hajar Medan merupakan salah satu rumah sakit swasta kelas C regional 3 yang melayani dan merawat pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) baik rawat jalan maupun rawat inap yang dilayani dan diterima dengan catatan ruang tidak penuh. Rumah Sakit Siti Hajar memiliki 9 poli, yaitu Obstetry Ginekology, Penyakit Dalam, Anak, Bedah, Saraf, Fisioterapi, Paru, Kulit, dan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pelayanan fisioterapi dan paru dan merupakan excellent of centre rumah sakit.

Menurut data dari Elektronik Klaim (E-Klaim) BPJS Kesehatan Rumah Sakit Siti Hajar Medan pelayanan terbanyak yang diberikan oleh rumah sakit adalah pelayanan pada poli fisioterapi yaitu sebanyak 1769 kasus terhitung dari 26 Oktober 2016 sampai dengan 25 Desember 2016 dengan deskripsi kode INA-CBG‟s M-3-16-0 yaitu Prosedur Terapi Fisik dan Prosedur Kecil Muskuloskletal dengan diagnosis terbanyak adalah kasus Low Back Pain (LBP) dengan deskripsi kode INA-CBG‟s M-5-4-5.

Low Back Pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Rasa nyeri dapat digambarkan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang terjadi bila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Nyeri dapat terasa panas, gemetar, kesemutan/tertusuk, atau ditikam. Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti

punggung bagian atas dan pangkal paha, nyeri punggung bawah ini merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Umumnya pekerjaan mengangkat, membawa, menarik atau mendorong beban berat atau yang dilakukan dengan posisi tubuh yang tidak alami atau dipaksakan lebih rentan mengalami keluhan Low Back Pain. (Maher et.al, 2002).

Penyakit Low Back Pain (LBP) di rumah sakit swasta khususnya di Rumah Sakit Swasta Siti Hajar Medan diklaim oleh BPJS sebesar Rp 114.100, sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah yaitu sebesar Rp 108.700. Untuk satu kasus tunggal Low Back Pain (LBP) Rumah Sakit Siti Hajar Medan menetapkan tarif yang sebesar Rp 115.000. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa terdapat perbedaan antara tarif yang ditetapkan rumah sakit Rumah Sakit Swasta Siti Hajar Medan dengan tarif klaim INA-CBG‟s khususnya untuk pelayanan Terapi Fisik dan Prosedur Kecil Muskuloskletal

Berdasarkan survei awal yang diperoleh dengan menganalisis tarif klaim pada beberapa pasien Terapi Fisik dan Prosedur Kecil Muskuloskletal dengan menggunakan kebijakan No. 52 tahun 2016 tentang standar tarif pelayanan kesehatan pada penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat pasien dengan tarif pelayanan yang berbeda dengan tarif yang ditetapkan oleh BPJS.

Sejak INA-DRG lisensinya berakhir pada tanggal 30 September 2010 dan digantikan dengan INA-CBG‟s, sampai sekarang belum pernah dilakukan

tarif INA-CBG‟S untuk pelayanan Terapi Fisik dan Prosedur Kecil Muskuloskletal pada Rumah Sakit Swasta Kelas C Regional 3 Siti Hajar Medan, sehingga pihak rumah sakit belum mengetahui apakah selama ini mengalami kerugian khususnya dari segi pemtarifan atau tindakan untuk kasus Terapi Fisik Dan Prosedur Kecil Muskuloskletal. Data perbandingan antara tarif yang ditetapkan rumah sakit rumah sakit dengan tarif Indonesia Case Bases Groups (INA-CBG’s) sangat diperlukan oleh rumah sakit untuk perencanaan, monitoring, evaluasi, dan manajemen keuangan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Penelitian ini relevan dengan penelitian Sugeng (2010), yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan (P=0,01) antara tarif pelayanan kesehatan dengan sistem pembayaran INA-DRG dan non INA-DRG pada pasien Diare Infectious di RSUP DR. Sartidjo Yogyakarta.

Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengidentifikasi faktor penyebab perbedaan tarif rumah sakit dengan tarif klaim Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’S) untuk kasus prosedur terapi fisik dan prosedur kecil muskuloskletal di Rumah Sakit Siti Hajar Medan, tahun 2017