Agroindustri emping melinjo yang ada di Desa Kohala Kecamatan Buki Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan merupakan salah satu bentuk pengembangan industri pertanian yang dapat memberikan nilai tambah yang berasal dari bahan baku melinjo. Kerangka berfikir dari penelitian ini dimulai dengan penggalian informasi dari empat keadaan di agroindustri emping melinjo yang ada di Desa Kohala yaitu, produk, tempat, harga dan pemasaran. Keempat elemen tersebut akan dijadikan sebagai referensi daftar pertanyaan yang akan diajukan sebagai sumber informasi utama dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis SWOT.
Pertanyaan yang akan diajukan terbagi kedalam dua bagian, sesuai dengan pembagian dalam analisis SWOT. Pertama pertanyaan tentang faktor-faktor
20
internal dari usaha pembuatan emping melinjo yaitu kekuatan dan kelemahan, kedua pertanyaan tentang faktor- faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian diolah menggunakan analisis SWOT yang berujung pada lahirnya strategi-strategi untuk masing-masing matriks (keadaan). Matriks strategi yang menjadi hasil akhir dari penelitian itu yang nantinya semoga ini dapat menjadi solusi untuk strategi yang tepat bagi agroindustri emping melinjo di Desa Kohala Kecamatan Buki Kabupaten Kepulauan Selayar untuk meningkatkan omzet penjualan dan mempertahankan daur hidup produk. Adapun penjelasannya dapat dilihat melalui gambar berikut:
Gambar. 3 Kerangka Pikir Teoritis.
Faktor Eksternal - Peluang - Ancaman Faktor Internal - Kekuatan - Kelemahan Strategi Pengembangan Emping Melinjo Analisis SWOT Agroindustri Emping Melinjo
21
No. Nama Peneliti. Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 1 Rizky Ramadhani
Puspanegara, 2018
Strategi Pengembangan Agroindustri Beras Siger di Desa Wonokarto Kecamatan
Sekampung Kabupaten
Lampung Timur dan Desa
Margosari Kecamatan
Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis SWOT
-Kekuatan yang dimiliki oleh kedua agroindustri berbeda, KWT Suka Maju memiliki banyak sekali konsumen serta melakukan kegiatan pemasaran yang beraneka ragam. Kekuatan yang dimiliki KWT Melati yaitu kualitas produk yang sangat baik yang benar-benar dapat dicirikan sebagai beras siger (mirip seperti beras). Kelemahan yang dimiliki masing-masing agroindustri pun berbeda, KWT Melati memiliki kelemahan besar dalam teknologi produksi yang dikarenakan kondisi keuangan yang belum memungkinkan dan kelemahan KWT Melati adalah konsumen tidak beragam karena hanya menjual kepada reseller.
-Peluang utama yang dimiliki KWT 2.7 Penelitian Terdahulu.
22
Melati adalah tidak adanya saingan di wilayah tersebut, dan ancaman yang dimiliki oleh KWT Melati ada keterbatasan teknologi .
-Strategi yang diprioritaskan untuk agroindustri beras siger KWT Suka \Maju adalah membuat diversifikasi dan modifikasi produk sehingga konsumen makin tertarik mengkomsumsi. Strategi yang diprioritaskan untuk agroindustri KWT adalah melakukan inovasi produk baru dari teknologi dan pelatihan yang telah di dapat dari BKP Provinsi Lampung dan mengembangkannya.
2. Nur Afni Evilia,E. Gumbira Sa’id dan Rita Nurmalina Suryana, 2012.
Stategi Pengembanagan Agroindustri dan Peningkatan Nilai Tambah Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif. Analisis Deskriptif
Rasio nilai tambah dari pengolahan gambir menjadi katekin 91,67%, dengan nilai tambah sebesar Rp. 2.442.000.
23
Sumatera Barat. dengan nilai tambah dari tani sebesar
Rp.1.149.000. dengan rasio nilai tambah sebesar 83,81%. Faktor internal terdiri atas kekuatan dan kelemahan. Kekuatan utama adalah adanya Agrotechnopark (0,063), sedangkan kelemahan utama adalah belum adanya kebijakan pemerintah daerah yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan daerah
(Pemda) dalam mendukung
pengembangan agroindustri gambir (0,074).Faktor Eksternal terdiri atas peluang dan ancaman utama adalah perdagangan global yang menuntut standar mutu produk tinggi (0,065). Matriks QSPM menghasilkan strategi prioritas utama, yaitu menggiatkan kembali program ATP dalam upaya meningkatkan inovasi teknologi untuk
24
pengolahan gambir menjadi berbagai produk olahan dengan mutu yang terjamin dan jumlah yang memadai dengan nilai TES tertinggi 6,897.
3 Dwi Retno Andriani, Fransiska Dwi L, 2015
Analisis Kelayakan Usaha dan Strategi Pengembanagan Agroindustri Emping Melinjo Skala Rumah Tangga di Desa Wates Kecamatan Wates Kabupaten Blitar.
Metode Analisis Keuntungan dan Kelayakan Usaha dan Analisis SWOT
-Keuntungan yang diperoleh agroindustri emping melinjo skala rumah tangga di daerah penelitian sebesar Rp. 28.443,,00 per hari dan Rp. 711.075,00 per bulan. Agroindustri tersebut menguntungkan karena rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp. 343.557.00 per hari untuk rata-rata kapasitas bahan baku yang digunakan sebanyak 37.14 kg dan memperoleh penerimaan terbesar Rp. 372,000.00 per hari (TR>TC).
-Agroindustri emping melinjo layak dikembangkan berdasarkan perhitungan R/C ratio lebih besar dari satu yaitu 1.1 (R/C Ratio > 1) dan jumlah produk yang
25
dihasilkan melebihi nilai BEP yaitu 18,6 kg emping melinjo dengan harga Rp. 20,000.00 (Produk saat BEP 17 kg dengan harga Rp18, 475 00.
-Strategi yang dapat diterapkan oleh agroindustri emping melinjo skala rumah tangga berdasarkan matriks IE adalah Growth and Stability. Pada matriks Grand strategi, agroindustri berada pada kuadran satu yaitu strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan Agresif, berdasarkan analisis SWOT strategy utama adalah Growth and stability dan Agresif strategy. Kemudian dengan analisis QSPM dirumuskan 3 Alternatif strategi yang paling utama yaitu :
1.) Pengembangan usaha dengan meningkatkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas produk di pasar.
26
2.) Memperluas pasar ke berbagai daerah dengan menambah dan mempertahankan pelanggan serta diversifikasi produk. 3.) Bekerjasama dengan pemerintah untuk membentuk kelompok usaha dalam hal, modal, pelatihan tenaga kerja, promosi dan teknologi tepat guna.
4 Nur Afni Evalia, 2015 Strategi Pengembagan
Agroindustri Gula Semut Aren, (Studi Kasus Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Lima Puluh Provinsi Sumatera Barat) ,2015.
Analisis Deskriptif Kualitatif
-Pengembangan agroindustri gula semut aren di Kecamatan Lareh Sago Halaban merupakan hal yang sangat penting untuk diimplementasikan . ini dapat dilihat dari nilai faktor IFE senilai (2,64) ini berarti secara internal sangat mendukung dalam penegembangan agroindustri gula semut kedepannya. Begitu juga dengan nilai EFE sebesar 298. Ini mengkondisikan bahwa masih banyak peluang-peluang yang belum dimanfaatkan dengan baik. Dari hasil penelitian juga didapatkan 10
27
alternatif strategi yang mewakili dalam pengembangan agroindustri gula semut, yang dapat diterapkan di Kecamatan Lareh Sago Halaban. Prioritas strategi yang dapat segera diimplementasikan berdasarkan hasil olahan AHP, Khususnya faktor penentu utama yang telah didapat Faktor tersebut adalah teknologi, dengan pelaku yang bertanggung jawab adalah pemerintah sebagai fasilitator yang dapat diprioritaskan untuk diversifikasi produk turunan aren ( gula semut aren). Tujuan akhir dari strategi pengembangan agroindustri gula semut aren adalah pemberian bantuan berupa teknologi tepat guna dan teknologi packing untuk skala komersial.
28
5 Dwi Rizky Agustina, R. Hanung Ismono Adia Nugraha, 2015
Harga pokok Produksi, Nilai
Tambah Dan Prospek
Pengembangan Agroindustri Marning Di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif. Analisis Deskriptif
Harga pokok produksi (HPP) agroindustri marning dengan analisis Variable
Costing adalah Rp. 9.634,76 dan metode Full Costing adalah sebesar Rp. 9.809,55. HPP tersebut merupakan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan per kilogram marning. Nilai tambah yang dihasilkan oleh agroindustri marning adalah Rp. 3.715,88. Persentase imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah sebesar 53,15 persen, sedangkan persentase keuntungan untuk pemilik agroindustri marning adalah sebesar 46,85 persen dari nilai produk. Prospek pengembangan agroindustri marning di Desa Karang Anyar dapat dikatakan cukup prospektif, jika dilihat dari identifikasi terhadap
29
ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, penawaran marning, daerah pemasaran produk, dukungan masyarakat, dan dukungan pemerintah.