• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk penelitian hukum diperlukan kerangka teoritis yang dalam ilmu hukum, agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas.

“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodelogi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”. 16

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesipik atau proses tertentu terjadi dan harus diuji dengan menghadapkannya pada faktor-faktor yang dapat menunjukan ketidak benaran.17

16

Sujono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1986. Hal 6

17

JJJ M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Asas-asas penyunting, M. Hisyam, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996 Hal 203

Membahas mengenai perjanjian pembiayaan dengan sistem perbankan syariah tidak dapat dilepaskan dari asas kebebasan berkontrak yang merupakan asas penting dari hukum perjanjian. Untuk menganalisis data mengenai hal tersebut diatas, maka dalam hal ini digunakan dua teori yakni teori konsep hukum dan teori laisser faire (teori ekonomi klasik).

Teori tentang konsep hukum yang menggambarkan fungsi dari hukum. Menurut Gunarto Suhardi dari Antony Allot dalam The Limit of Law, menguraikan berbagai arti fungsi dari hukum. Dikemukakan, hukum adalah ketentuan dan informasi yang bersifat abstrak tetapi berpengaruh, pengertian hukum berupa norma-norma hukum positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum itu sendiri. 18

Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut :19

1. Ada kekuatan-kekuatan sosial yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai suatu keharusan. Hal ini sesudah membentuk hukum yang bersifat abstrak.

2. Hukum positif yang berupa struktur dan aturan-aturan. 3. Pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata.

Teori tentang konsep hukum adalah untuk memahami kebiasaan-kebiasaan dalam dunia usaha yang disebut etika bisnis dan akhirnya berkembang menjadi hukum dalam berbagai transaksi bisnis yang dikemudian dipatuhi dan menjadi kekuatan sosial dalam masyarakat. Teori ini juga berguna untuk memahami pengaruh

18

Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 4.

19

sosial dari suatu peraturan hukum sehingga akibat hukumnya dapat diprediksi (predictable) sebagai nuansa yang sangat penting dalam transaksi bisnis dimana para pelaku usaha dapat membuat perhitungan perbandingan biaya dan keuntungan dari suatu usaha.

Sedangkan teori ekonomi klasik berasal dari asas Kekebasan berkontrak yang dilahirkan oleh prinsip ekonomi ultilitarianism, teori ekonomi klasik (laisser faire) ternyata terbukti dapat menimbulkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut sering tidak terjadi sehingga negara menganggap perlu untuk campur-tangan guna melindungi pihak yang lemah. Kebebasan berkontrak dalam konsep ekonomi Islam atau Lembaga Keuangan Syari’ah khususnya, haruslah didasarkan pada pemikiran bahwa setiap kontrak yang terjadi dalam perdata syari’ah ditekankan pada prinsip syariat Islam.

Lebih jelas dikatakan bahwa kebebasan berkontrak dalam konsep hukum Islam dalam rangka upaya untuk mengatur kepentingan-kepentingan individual (fardiyah), kolektif (ijtimi’yah) dan kepentingan negara (dusturiyah) serta agama (diniyah). Bertolak dari falsafah hukum Islam sebagaimana yang dituangkan dalam fiqh al mu amalah, maka kebebasan berkontrak dalam lembaga keuangan syari’ah

perlu dilandasi oleh ajaran keseimbangan, keselarasan dan keserasian untuk menghasilkan suatu kebebasan yang bertanggungjawab.20

Asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan perlu dipelihara sebagai modal pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian hidup lahir batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.21 Kebebasan berkontrak merupakan tulang punggung hukum perjanjian, sebab melalui kebebasan itu angggota-anggota masyarakat dapat mengembangkan kreativitasnya. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak bukan merupakan kebebasan yang tak terbatas, karena dibatasi oleh tanggungjawab para pihak, sehingga bermanfaat bagi para pihak itu sendiri.

Sedangkan Pengertian akad (al’agd) secara bahasa dapat diartikan sebagai perikatan/perjanjian, sedangkan istilah akad itu berasal dari Al-Qur’an surah Almaidah (5) ayat 1 artinya :

“ hai orang-orang yang beriman penuhilah akad ( al-aqd) diantara kamu “.22

Akad syariah yang dapat di pergunakan dalam kegiatan penyaluran dana berupa pembiayaan disebutkan antara lain, dalam ketentuan pasal 3 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 yang menetapkan bahwa :

20

Ronny Sautma Hotma Bako; Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan deposito, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. hal. 7

21

Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung, Alumni, 1981, hal. 123-124

22

“Dalam kegiatan penyaluran dana berupa pembiayaan dengan mempergunakan antara lain, akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, ijarah, ijarah muntahiyahbittamilk, dan qard”.23

Dalam praktek perbankan di Indonesia pelaksanaan akad perjanjian kredit atau akad pembiayaan pada system perbankan syariah dapat dilakukan dengan dua bentuk atau dua cara yaitu :

a. Perjanjian kredit atau akad pembiayaan yang dibuat dibawah tangan atau akta dibawah tangan.

b. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris atau akta otentik.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/14/DPbs tanggal 17 Maret 2008 perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, pada poin III angka 3 ayat 1 menyatakan bahwa dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

1. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang.

2. Barang adalah objek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, harga perolehan, dan spesifikasinya;

3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagai mana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;

4. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha, antara lain meliputi analisa

23

kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital) dan/atau prospek usaha (condition);

5. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;

6. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah;

7. Kesepakatan atas margin ditentukan hanya satu kali pada awal pembiayaan atas dasar murabahah dan tidak berubah selama periode pembiayaan.

8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah;

9. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.

Adapun unsur-unsur pembiayaan/kredit adalah:

1. Adanya orang/badan yang memiliki uang, barang atau jasa dan bersedia untuk meminjamkannya kepada pihak lain biasanya disebut kreditur.

2. Adanya orang/badan sebagai pihak yang memerlukan/meminjamkan uang, barang atau jasa, biasanya disebut debitur.

3. Adanya kepercayaan kreditur terhadap debitur.

4. Adanya janji dan kesanggupan membayar dari debitur kepada kreditur.

5. Adanya perbedaan wakyu yaitu perbedaan antara saat penyerahan uang, barang dan jasa oleh kreditur dengan saat pembayaran kembali oleh debitur.

6. Adanya resiko sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu.24

Dalam akad pembiayaan pada bank berprinsip syariah akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Oleh sebab itu untuk menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam suatu pernyataan, pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut dengan ijab dan qabul.

“Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang mengandung keinginannya secara pasti untuk mengikatkan diri sedangkan qabul

24

H. Hadiwijaya, R.A. Rivai Wirasasmita, Analisa Kredit (dilengkapi telaah khusus) Pionir Jaya, Bandung, 1997 Hal 7

adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuan untuk mengikatkan diri. Atas dasar ini menurut Mustafa Ahmad Az-zarqa’ setiap pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang ingin mengikatkan diri dalam suatu aqad disebut dengan mujib (pelaku ijab) dan setiap pernyataan kedua yang diungkapkan oleh pihak lain setelah ijab disebut dengan qabil (pelaku) antara pihak mana yang memulai pernyataan pertama itu 25

Ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad yakni : 1. Pihak-pihak telah cakap melakukan perbuatan hukum (mukallaf).

2. Objek akad harus diakui sah oleh syara’. 3. Akad tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan Hadist

4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus suatu akad. 5. Akad itu bermanfaat

6. Pernyataan ijab tetap utuh dan syahih sampai terjadinya Qabul.

7. Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu majelis yaitu suatu keadaan yang menggambarkan proses suatu transaksi.

8. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui syara.26

Para ulama fiqih menetapkan bahwa akad yang memenuhi rukun dan syaratnya mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Setiap orang memiliki kebebasan untuk mengikatkan diri pada suatu akad dan wajib dipenuhi segala akibat hukum yang ditimbulkan dari akad itu.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian berprinsip syariah yang dikemukakan oleh Fathurrahman Djamil dalam tulisannya yang berjudul Hukum Perikatan Syariah yakni sebagai berikut :

1. Dari segi subjek aqad atau para pihak.

25

M. Hasballah Thaib, Hukum aqad (Kontrak) dalam fiqh Islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah, Universitas Sumatera Utara, Medan 2005 hal 3.

26

a. Para pihak harus cakap melakukan perbuatan hukum, artinya orang dewasa dan bukan mereka yang secara hukum berada dibawah pengampuan atau perwalian, apabila orang yang di bawah perwalian atau pengampuan maka didalam melakukan perjanjian wajib diwakili oleh wali atau pengampunya. b. Identitas Para pihak dan kedudukannya masing-masing dalam perjanjian harus

jelas, apakah bertindak untuk dirinya sendiri atau mewakili sebuah Badan Hukum.

c. Tempat dan saat perjanjian dibuat, untuk kebaikan sebaiknya harus disebutkan dengan jelas di dalam aqad.

2. Dari segi tujuan dan objek aqad.

a. Disebutkan secara jelas tujuan dari dibuatnya akad tersebut, misalnya jual beli, sewa menyewa, bagi hasil dan seterusnya sesuai dengan apa yang diatur oleh undang-undang perbankan syariah.

b. Sekalipun diberikan kebebasan dalam menentukan objek aqad, namun jangan sampai menentukan suatu objek yang dilarang oleh ketentuan syariah Islam, dengan kata lain objek aqad harus halal.

3. Adanya kesepakatan, dalam hal yang berkaitan dengan:

a. Waktu perjanjian, baik bermula atau berakhirnya perjanjian, jangka waktu angsuran dan berakhirnya, harus diketahui dan disepakati sejak awal akad oleh bank dan nasabah, tidak boleh berubah ditengah atau di ujung perjalanan pelaksanaan kesepakatan, kecuali bila hal itu disepakati oleh kedua belah pihak.

b. Jumlah dana, dana yang dibutuhkan, nisbah atau margin yang disepakati, biaya-biaya yang diperlukan, dan hal-hal lainnya.

c. Mekanisme kerja, disepakati sejauh mana kebolehan melakukan operasional, pengawasan dan penilaian terhadap suatu usaha (khususnya mudharabah dan musyarakah).

d. Jaminan, bagaimana kedudukan jaminan, seberapa besar jumlah dan kegunaan jaminan tersebut serta hal-hal lain berkaitan dengannya.

e. Penyelesaian, bila terjadi perselisian atau adanya ketidak sesuaian antara dua belah pihak, bagaimana cara penyelesaian yang disepakati, tahapan-tahapan apa yang harus dilalui dan seterusnya.

f. Objek yang diperjanjikan dan cara-cara pelaksanaannya. 4. Adanya Persamaan/Kesetaraan/Kesederajatan/Keadilan

a. Dalam hal menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara bank dan nasabah.

b. Dalam penyelesaian ketika mengalami kegagalan usaha dan jaminan. Dalam akad-akad di lingkungan Bank Syariah kesederajatan atau kesetaraan dan keadilan diantara bank dan nasabah wajib senantiasa dipegang teguh, dan harus selalu tercermin, baik dalam pasal-pasal yang memuat segi-segi hukum materialnya, maupun segi hukum formalnya.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep

adalah suatu kontruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.27

Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan dalam fakta tersebut.28

Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian operasional dan beberapa konsep yang di pergunakan dalam penulisan ini. Hal ini untuk menghindarkan salah pengertian dan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian.

1. Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih29

2. Akad.

Adalah kesepakatan tertulis antara Bank syariah atau Usaha Unit Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.30

3. Prinsip syariah

27

Soejono soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum Normatif sesuatu Tinjauan singkat,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7

28

Soejono soekanto, opcit hal. 132.

29

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

30

Adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.31

4. Perbankan syariah

Adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan unit Usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.32

5. Pembiayaan

Adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Usaha unit syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.33