ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN PEMBIAYAAN
DENGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH
(MURABAHAH, MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH)
TESIS
Oleh
NETTI SUMIATI
097011126
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN PEMBIAYAAN
DENGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH
(MURABAHAH, MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
NETTI SUMIATI
097011126
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH (MURABAHAH, MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH)
Nama Mahasiswa : Netti Sumiati
Nomor Pokok : 097011126
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) Ketua
(Chairani Bustami,SH,SpN,MKn) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Telah diuji pada
Tanggal : 19 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA
ABSTRAK
Pada permulaan perkembangannya perbankan syariah menawarkan produk- produk perbankan yang bebas bunga yaitu mudharabah dan musyarakah, dua produk yang diasumsikan berdasarkan pada sistem bagi hasil, atau yang lebih dikenal sebagai Profit and Loss Sharing. Dengan dua produk itu bank tidak beroperasi dengan bunga bank, tetapi berbagi hasil dengan nasabah, baik bank syariah maupun nasabah secara bersama-sama menanggung resiko usaha dan membagi hasil usaha berdasarkan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak, bank syariah dan nasabahnya berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Selain pembiayaan diatas bank syariah juga menyalurkan dana kepada mansyarakat melalui pembiayaan murabahah. Pada pembiayaan murabahah itu transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya, Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank dan pemasok di tambah keuntungan (margin). Akad pembiayaan yang dilakukan oleh bank yang berprinsip syariah dalam pelaksanaannya tidaklah semuanya sesuai dengan syariah masih ada penyimpangan terutama dalam akad pembiayaan murabahah dimana yang dikehendaki adalah jual beli antara nasabah dengan bank, akan tetapi dalam prakteknya yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang (pemasok) dengan nasabah dengan dibuktikan penandatanganan Akta Jual Belinya terlebih dahulu baru ditanda tangani akad pembiayaan murabahahnya.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang didasarkan pada penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder yang dapat memberikan gambaran yang bersifat kualitatif yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian tentang perjanjian pembiayaan dengan sistem perbankan syariah (murabahah, musyarakah dan mudharabah) dianalisa secara kualitatif dan dideskripsikan.
dibuat secara tertulis yang bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditetapkan oleh bank yang mengacu pada aturan bank syariah, dimana perjanjian pembiayaannya dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara notariil.
Diharapkan kepada pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah sebagai pelaksana dari UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, dan diharapkan juga pada bank yang berprinsip syariah mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam pembuatan akad perjanjian pembiayaannya. terutama akad pembiayaan murabahah yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI dan Hukum Islam. Perjanjian pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah merupakan perjanjian baku, dimana nasabah berada dalam posisi yang lemah. Oleh karena itu disarankan kepada para nasabah yang ingin mengajukan permohonan pembiayaan harus minta penjelasan yang akurat kepada bank tentang pembiayaan yang akan diambil serta maksud dan isi perjanjian tersebut, agar tidak terjadi salah paham diantara bank dan nasabah tentang perjanjian pembiayaan yang diambil.
ABSTRACT
Since earlier development, syariah banking offered free-interest products: mudharabah and musyarakah, two products assumed to be based on equity system, or often called as Profit and Loss Sharing. With these two products, bank does not operate through interest rate of bank, rather than it will share the profit with customers, either syariah bank or customers are collectively to carry the risk of business and to share the profit of business based on profit and loss sharing principle or revenue sharing methods between both parties, syariah bank and customers based on predetermined nisbah. In addition to costing above, syariah bank also distributes the fund to peoples through costing of murabahah. In costing of murabahah, the transaction, in which the bank mentioned the number of profit, bank acts as seller, while customer is a buyer, the sample price is the purchase price of bank and supplier plus the margin. All agreement of costing conducted by bank on syariah principle is not completely consistent with implementation of syariah, there is still some distortion especially in murabahah costing in which the point will be a transaction between customer and bank, however in the practice the transaction is between object owner (supplier) with customer proven by signing the Transaction Act, and then signature of agreement of murabahah costing.
This is a juridical and normative research based on library research to get secondary data with qualitative description, i.e., the data gained from result of research about costing agreement with banking system of syariah (murabahah, musyarakah and mudharabah), and then it is analyzed qualitatively and descriptively
The result of research indicated, the law aspect of costing agreement according to syariah principle, the syariah bank is obliged to make an agreement according to syariah principle complying with basic requirement of Islam Law, including justice principle and equilibrium (‘adl watawazun), kemaslahatan (maslahan) and universalism (alamiah) and containing no gharar, masyri, riba, dazalim, riswah, and object of harm. The implementation of costing agreement in the bank of syariah principle still indicates some distortion in application especially in murabahan agreement in which the object bought still is right of others, actually the object sold to customers should belong to bank, thus the costing of murabahan will be based on true syariah principle, however in daily practice the implementation of bank is even opposite. Whereas on implementation of costing agreement of musyarakah and mudharabah, the agreement have used syariah principles because in clause of agreement , it has followed the Fatwa by National Syariah Board regulating about the syariah costing, i.e., musyarakah and mudharabah. The agreement of costing based on syariah principle in syariah banking system between bank and customers, it is made in writing whose content, requirements have been determined by bank by refering on rules of syariah bank, in which the agreement of costing can be made under hand or through notary.
expected for bank through syariah principle to comply with all rules that have been stipulated by Fatwa of National Syariah Board in preparation the costing agreement, especially the agreement of murabahah costing which in it’s implementation is not consistent with Fatwa of National Syariah Board (MUI) and Islamic Law. The costing agreement between syariah bank with customer is a standard agreement, in which customer is under weak position. Therefore, it is suggested for customers who want to propose the costing application to ask for accurate explanation with bank about the costing to be taken and intention or content of the agreement itself to prevent the occurrence of misunderstanding between bank and customers about the costing agreement taken.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, dengan ini penulis
mengucapkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T, yang senantiasa telah
memberikan nikmat dan petunjuknya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul :
“ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN
SISTEM PERBANKAN SYARIAH (MURABAHAH, MUSYARAKAH DAN
MUDHARABAH)”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn), pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, di Medan. Penulisan tesis ini tidak akan selesai tanpa adanya arahan,
bimbingan, bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak, hingga akhirnya tesis ini
dapat diselesaikan.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: Bapak Prof. Dr. Muhammad
Yamin, SH, MS, CN., Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn dan Ibu Dr. T.
Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum., atas kesediaan Bapak/Ibu dalam memberikan
bimbingan, arahan maupun petunjuk kepada penulis, sejak awal penyusunan proposal
penelitian sampai selesainya tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr, Ramlan Yusuf
Rangkuti, MA., dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum., selaku dosen penguji
berguna dalam menyempurnakan tesis ini, sejak tahap seminar proposal sampai
selesainya penulisan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dorongan
penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas fasilitas yang diberikan kepada
kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis
sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
3. Ketua dan Staff Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yaitu kepada
• Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program
studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
• Ibu Dr. Keizeirina Devi A, SH., CN., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
• Seluruh Staff Biro Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
4. Bapak – Ibu Guru Besar dan Staff pengajar pada program studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis.
5. Pimpinan dan Staff PT. Bank Muamalat Cabang Langsa.
6. Secara Khusus dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
Ayahanda Alm. Mayor. Asnawi dan Ibunda Nurmila br. Siregar, dan kepada
Suami Ir. Sebayak lingga serta ketiga anak penulis Randy Fahrizal Lingga,
Bayu Iqbal Lingga, Anggi salsha Musdalifa Lingga, yang telah memberikan
dorongan dan bantuan moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada rekan-rekan mahasiswa di Magister Kenotariatan terutama dalam kelas
penyetaraan yakni rekan Bapak Bukhari Muhammad, Bapak Taufik, Bapak
Rudy Haposan Siahaan, Ibu Lila Mutia, Ibu Gomsalati dan Ibu Adawiyah,
yang telah memberi bantuan dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya atas segala bantuan semua pihak semoga mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan
khazanah baru dan sumbangan pemikiran yang bermanfaat di dunia perbankan
syariah dan pendidikan di Indonesia.
Medan, Agustus 2010 Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : NETTI SUMIATI, SH, SpN
Tempat/ Tgl. Lahir : Asahan, 31 Desember 1967
Jenis Kelamin : Perempuan
Perkawinan : Kawin
Alamat : Jalan Iskandar Muda No.17 Kuala Simpang
Kabupaten Aceh Tamiang
Telp/Hp : 0641-332769 / 081361630229
II. Pendidikan
1980 : Lulus SD Negeri Pematang Siantar
1983 : Lulus SMP Negeri Pematang Siantar
1986 : Lulus SMA Negeri Pematang Siantar
1991 : Lulus S1 - Hukum Universitas Islam Sumatera Utara
1996 : Lulus SpN Universitas Sumatera Utara
2010 : Lulus Program Studi Magister Kenotariatan FH - USU
III. LATAR BELAKANG PEKERJAAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR ... v
RIWAYAT HIDUP... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian... 14
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 15
1. Kerangka Teori ... 15
2. Konsepsi... 23
G. Metode Penelitian... 25
BAB II. ASPEK HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN MENURUT PRINSIP SYARIAH ………... 29
A. Pengertian Bank Syariah ... 29
B. Perjanjian Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan... 39
D. Aspek Hukum Perjanjian Pembiayaan Menurut Prinsip
Syariah... 56
BAB III.PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DALAM SISTEM PERBANKAN SYARIAH... 60
A. Tentang Perjanjian Pembiayaan Murabahah... 60
B. Tentang Perjanjian Pembiayaan Musyarakah ... 64
C. Tentang Perjanjian Pembiayaan Mudharabah ... 69
D. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Perbankan Syariah... 74
BAB IV.MEKANISME AKAD PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DALAM SISTEM PERBANKAN SYARIAH... 81
A. Proses Pembiayaan Murabahah, Musyarakah dan Mudharabah... 81
B. Wewenang Pengawasan Bank Syariah Dalam Pembiayaan ... 85
C. Pencantuman Ketentuan Hukum Perdatata Dalam Perjanjian Pembiayaan ... 87
D. Penyelesaian Perselisihan... 91
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran-saran ... 99
ABSTRAK
Pada permulaan perkembangannya perbankan syariah menawarkan produk- produk perbankan yang bebas bunga yaitu mudharabah dan musyarakah, dua produk yang diasumsikan berdasarkan pada sistem bagi hasil, atau yang lebih dikenal sebagai Profit and Loss Sharing. Dengan dua produk itu bank tidak beroperasi dengan bunga bank, tetapi berbagi hasil dengan nasabah, baik bank syariah maupun nasabah secara bersama-sama menanggung resiko usaha dan membagi hasil usaha berdasarkan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak, bank syariah dan nasabahnya berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Selain pembiayaan diatas bank syariah juga menyalurkan dana kepada mansyarakat melalui pembiayaan murabahah. Pada pembiayaan murabahah itu transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya, Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank dan pemasok di tambah keuntungan (margin). Akad pembiayaan yang dilakukan oleh bank yang berprinsip syariah dalam pelaksanaannya tidaklah semuanya sesuai dengan syariah masih ada penyimpangan terutama dalam akad pembiayaan murabahah dimana yang dikehendaki adalah jual beli antara nasabah dengan bank, akan tetapi dalam prakteknya yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang (pemasok) dengan nasabah dengan dibuktikan penandatanganan Akta Jual Belinya terlebih dahulu baru ditanda tangani akad pembiayaan murabahahnya.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang didasarkan pada penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder yang dapat memberikan gambaran yang bersifat kualitatif yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian tentang perjanjian pembiayaan dengan sistem perbankan syariah (murabahah, musyarakah dan mudharabah) dianalisa secara kualitatif dan dideskripsikan.
dibuat secara tertulis yang bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditetapkan oleh bank yang mengacu pada aturan bank syariah, dimana perjanjian pembiayaannya dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara notariil.
Diharapkan kepada pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah sebagai pelaksana dari UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, dan diharapkan juga pada bank yang berprinsip syariah mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam pembuatan akad perjanjian pembiayaannya. terutama akad pembiayaan murabahah yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI dan Hukum Islam. Perjanjian pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah merupakan perjanjian baku, dimana nasabah berada dalam posisi yang lemah. Oleh karena itu disarankan kepada para nasabah yang ingin mengajukan permohonan pembiayaan harus minta penjelasan yang akurat kepada bank tentang pembiayaan yang akan diambil serta maksud dan isi perjanjian tersebut, agar tidak terjadi salah paham diantara bank dan nasabah tentang perjanjian pembiayaan yang diambil.
ABSTRACT
Since earlier development, syariah banking offered free-interest products: mudharabah and musyarakah, two products assumed to be based on equity system, or often called as Profit and Loss Sharing. With these two products, bank does not operate through interest rate of bank, rather than it will share the profit with customers, either syariah bank or customers are collectively to carry the risk of business and to share the profit of business based on profit and loss sharing principle or revenue sharing methods between both parties, syariah bank and customers based on predetermined nisbah. In addition to costing above, syariah bank also distributes the fund to peoples through costing of murabahah. In costing of murabahah, the transaction, in which the bank mentioned the number of profit, bank acts as seller, while customer is a buyer, the sample price is the purchase price of bank and supplier plus the margin. All agreement of costing conducted by bank on syariah principle is not completely consistent with implementation of syariah, there is still some distortion especially in murabahah costing in which the point will be a transaction between customer and bank, however in the practice the transaction is between object owner (supplier) with customer proven by signing the Transaction Act, and then signature of agreement of murabahah costing.
This is a juridical and normative research based on library research to get secondary data with qualitative description, i.e., the data gained from result of research about costing agreement with banking system of syariah (murabahah, musyarakah and mudharabah), and then it is analyzed qualitatively and descriptively
The result of research indicated, the law aspect of costing agreement according to syariah principle, the syariah bank is obliged to make an agreement according to syariah principle complying with basic requirement of Islam Law, including justice principle and equilibrium (‘adl watawazun), kemaslahatan (maslahan) and universalism (alamiah) and containing no gharar, masyri, riba, dazalim, riswah, and object of harm. The implementation of costing agreement in the bank of syariah principle still indicates some distortion in application especially in murabahan agreement in which the object bought still is right of others, actually the object sold to customers should belong to bank, thus the costing of murabahan will be based on true syariah principle, however in daily practice the implementation of bank is even opposite. Whereas on implementation of costing agreement of musyarakah and mudharabah, the agreement have used syariah principles because in clause of agreement , it has followed the Fatwa by National Syariah Board regulating about the syariah costing, i.e., musyarakah and mudharabah. The agreement of costing based on syariah principle in syariah banking system between bank and customers, it is made in writing whose content, requirements have been determined by bank by refering on rules of syariah bank, in which the agreement of costing can be made under hand or through notary.
expected for bank through syariah principle to comply with all rules that have been stipulated by Fatwa of National Syariah Board in preparation the costing agreement, especially the agreement of murabahah costing which in it’s implementation is not consistent with Fatwa of National Syariah Board (MUI) and Islamic Law. The costing agreement between syariah bank with customer is a standard agreement, in which customer is under weak position. Therefore, it is suggested for customers who want to propose the costing application to ask for accurate explanation with bank about the costing to be taken and intention or content of the agreement itself to prevent the occurrence of misunderstanding between bank and customers about the costing agreement taken.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank Syariah1 merupakan salah satu aplikasi dari sistem ekonomi syariah
Islam dalam mewujudkan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur bidang
perekonomian umat yang tidak terpisahkan dari aspek-aspek ajaran Islam yang
komprehensif dan universal. Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh
aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial kemasyarakatan termasuk bidang
ekonomi, universal bermakna bahwa syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap
waktu dan tempat tanpa memandang perbedaan ras, suku, golongan, dan agama
sesuai prinsip Islam sebagai “rahmatan lil alamin”.2
Bank Syariah yaitu bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an
dan Hadist.
Adapun pengertian dari prinsip syariah sebagaimana disebut dalam Pasal 1
angka 13 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan menyebutkan sebagai berikut:
Prinsip Syariah adalah aturan Hukum Islam antara Bank dengan Pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah, antara lain Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
1
Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Nasional menyatakan Bank Syariah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah Islam yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2
(mudharabah), Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan Pemindahan Kepemilikan atas barang yang di sewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).3
Sedangkan didalam UU Nomor 20 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
menyatakan Prinsip Syariah adalah Prinsip Hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang di keluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang Syariah.4
Secara umum konsep perbankan syariah menawarkan sistem perekonomian
khususnya kepada lembaga perbankan, yaitu suatu sistem yang sesuai dengan syariat
Islam/prinsip syariah, yang sangat berbeda dengan konsep perbankan konvensional
yang memakai sistem bunga yang mengandung unsur riba yang bertentangan dengan
syariah Islam.
Konsep pelarangan riba dalam berbagai jenis di dalam Al-qur’an dan hadis
Nabi Muhammad saw, terdapat dari berbagai surat dan hadis Rasulullah saw, sebagai
berikut :.5
• Dalam surah Ar-Ruum ayat 39 yang artinya adalah : “ Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
• Dalam surah An-Nisaa’ ayat 160 – 161 yang artinya adalah; “Maka disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
3
Pasal 1 angka 13 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
4
Pasal 1 angka 12 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
5
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.
• Dalam surah Ali Imran ayat 130 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
• Dalam surah Al-Baqarah ayat 278-279 yang artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa ( dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.6
Pada permulaan perkembangannya perbankan syariah menawarkan produk-
produk perbankan yang bebas bunga yaitu mudharabah dan musyarakah, dua produk
yang diasumsikan berdasarkan pada sistem bagi hasil, atau yang lebih dikenal sebagai
Profit and Loss Sharing. Dengan dua produk itu bank tidak beroperasi dengan bunga
bank, tetapi berbagi hasil dengan nasabah.
Kinerja perbankan syariah yang meliputi perkembangan aset, penghimpunan
dana, dan pembiayaan dimana perkembangan kinerja bank syariah berada pada tahap
pertumbuhan yang semakin tinggi (increasing growth) dan minat masyarakat untuk
terus dan mau memakai produk perbankan syariah.
Perbankan Syariah dalam melakukan penyaluran dana kepada masyarakat
dapat melalui prinsip bagi hasil, yang salah satunya adalah akad pembiayaan
musyarakah. Dengan menggunakan prinsip bagi hasil ini, baik bank syariah maupun
nasabah secara bersama-sama menanggung resiko usaha dan membagi hasil usaha
berdasarkan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi
6
pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak, bank syariah dan nasabahnya
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Dalam melakukan transaksi
investasi ini, nasabah perbankan syariah dapat di fasilitasi melalui akad pembiayaan
musyarakah.
Menurut penjelasan pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007
“musyarakah” adalah :
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana dari dua atau lebih dari pemilik
dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati,
sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.7
Selanjutnya didalam Penjelasan atas Pasal 19 ayat 1 huruf c UU Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“akad musyarakah” adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan akan di bagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. 8
Jadi pembiayaan musyarakah ini merupakan transaksi yang bersifat investasi
dalam rangka penyediaan modal (atau barang usaha) yang dilakukan secara bersama
(dua pihak memberikan kontribusi modal), dengan pembagian keuntungan
7
Penjelasan pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank syariah.
8
berdasarkan nisbah tertentu yang disesuaikan secara proporsi berdasarkan modal
masing-masing sebagaimana telah disepakati dalam kontrak/akad.
Di dalam Hukum Islam pembiayaan musyarakah ini mengacu kepada
dalil-dalil yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Hadis maupun ‘Ijma, yaitu :
a. Al-Qur’an surah Shad (38);24
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian
dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.
b. Hadis Riwayat Abu Daud yang disahihkan oleh Al-Hakim dari Abu Hurairah.
Rasullullah SAW berkata :
“Allah SWT berfirman :’Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika
salah satu pihak telah berkhianat, ‘Aku keluar dari mereka.”
c. Taqrir Nabi
Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada
saat itu setelah Rasulullah SAW diutus menjadi Nabi, masyarakat telah
mempraktekkan kontrak musyarakah, kemudian Rasullullah menetapkan akad
musyarakah sah untuk digunakan masyarakat, sebagaimana banyak juga hadis
Rasulullah yang menjelaskan keabsahan akad musyarakah.
d. ‘Ijma Ulama
‘Ijma Ulama atas kebolehan musyarakah sebagaimana dikutip dari Wahbah
keabsahan kontrak musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat di antara mereka atas beberapa jenis musyarakah, secara eksplisit,
ulama telah sepakat akan praktik kontrak musyarakah, sehingga kontrak ini
mendapat pengakuan dan legalitas syar’i.
Perjanjian atau akad dalam pembiayaan musyarakah juga mirip dengan
perjanjian pengikatan pada pembiayaan kredit di bank konvensional namun
pembiayaan musyarakah mempunyai ciri khas tersendiri oleh karena konsepnya yang
berdasar pada prinsip-prinsip syariah Islam. Perbedaan yang nampak dalam
perjanjian (aqad) pembiayaan yang terdapat pada bank syariah dengan perjanjian
kredit di bank konvensional dapat dilihat dalam klausula-klausula perjanjian (aqad)
pembiayaan atau kredit baik yang dibuat oleh perbankan syariah ataupun bank
konvensional.
Pada perjanjian musyarakah diperbolehkan kepada bank syariah untuk
meminta jaminan (borg), hal ini diperbolehkan sesuai dengan Fatwa DSN Nomor
08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah yang tertuang dalam angka
3 tentang modal yakni : “Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan.
Didalam prakteknya pada bank syariah yang dijadikan jaminan adalah barang
yang pengadaannya dibiayai oleh bank itu sendiri.
Perjanjian pembiayaan musyarakah pada bank berprinsip syariah tentu tidak
musyarakah. Yakni apabila terjadi kerugian, resiko kerugian akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan, hal tersebut sesuai dengan prinsip musyarakah
yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagai
keuntungan maupun risiko kerugian.
Resiko utama dari produk pembiayaan musyarakah ini adalah resiko
pembiayaan (credit risk) yang terjadi jika debitur wanprestasi (default), selain itu
resiko pasar juga dapat terjadi jika pembiayaan musyarakah diberikan dalam Valuta
Asing yaitu resiko dari pergerakan nilai tukar.
Selain pembiayaan musyarakah dalam hal bagi hasil masih ada satu prodak
bagi hasil dalam perbankan syariah yaitu yang kita kenal dengan pembiayaan
mudharabah yang merupakan transaksi yang bersifat Investasi dalam rangka
penyediaan modal usaha untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan
bersama antara bank dan nasabah.
Menurut penjelasan pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007:
Mudharabah adalah Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu
yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.9
9
Penjelasan pasal 19 ayat 1 huruf c Undang-undang nomor 21 tahun 2008
tentang UU Syariah bahwa yang di maksud dengan akad mudharabah dalam
pembiayaan adalah :
Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama ( malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ( amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.10
Perkembangan yang pesat di dunia bisnis dan keuangan juga telah
mendorong berkembangnya inovasi transaksi-transaksi perbankan syariah yang
memenuhi prinsip syariah secara istiqomah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang kemudian di
implementasikan secara lebih rinci aspek teknis dalam ketentuan perbankan syariah
sebagaimana termuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran
Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah sebagai Pengganti Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah yang kemudian di
perlengkapi dengan Surat Edaran bank Indonesia nomor 10/14/DPbS tanggal 17
Maret 2008 perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan dimaksud dengan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah yang
ditujukan kepada semua Bank Syariah di Indonesia.
10
Sekarang aturan perbankan syariah bukan hanya didasarkan pada peraturan
Bank Indonesia, melainkan juga telah mempunyai dasar hukum yang kuat berupa
aturan per Undang-Undangan Perbankan Syariah sebagaimana termuat dalam
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Didalam UU Nomor 21 tahun 2008 dalam pasal 1 ayat 1 yang dimaksud
dengan Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.11
Perbankan Syariah di samping melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat, perbankan syariah juga melakukan kegiatan usaha penyaluran dana
kepada masyarakat berdasarkan prinsip syariah baik Bank umum Syariah maupun
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat melakukan kegiatan usaha
penyaluran dana perbankan kepada masyarakat berdasarkan prinsip syariah.
Penyaluran dana kepada masyarakat tersebut dilakukan berupa pembiayaan
dengan mempergunakan prinsip jual beli, bagi hasil, sewa menyewa dan pinjam
meminjam. Dengan demikian, produk pembiayaan syariah tersebut sesuai dengan
penggunaannya menurut undang-undang Perbankan Syariah UU No.21/2008 pasal 1
ayat 25 dinyatakan:
“ Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang di persamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah Muntahiya bittamlik.
11
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, dan Istishna. d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh dan
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi Multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau Unit-Unit Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan Ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. 12
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara perbankan syariah melakukan
penyaluran dana kepada masyarakat adalah melalui prinsip jual beli yang didasarkan
pada akad atau fasilitas, antara lain, murabahah. Dengan adanya jual beli, maka
terjadi peralihan atau perpindahan kepemilikan hak atas suatu barang atau benda dari
penjual kepada pembelinya. Dalam melakukan transaksi jual beli ini, nasabah
perbankan syariah dapat di fasilitasi melalui akad murabahah, sehinggga melahirkan
penyaluran dana melalui pembiayaan murabahah.
Penjelasan pasal 19 ayat 1 huruf d, UU nomor 21 nomor 2008 tentang
undang-undang Perbankan Syariah bahwa “ Akad Murabahah adalah akad
pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati”.13
Pada pembiayaan murabahah itu transaksi jual beli di mana bank menyebut
jumlah keuntungannya, Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai
pembeli, harga jual adalah harga beli bank dan pemasok di tambah keuntungan
(margin).
12
Pasal 1 ayat 25 UU nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
13
Pembiayaan murabahah ini secara prinsip merupakan saluran penyaluran
dana bank syariah dengan cepat dan mudah, dimana bank syariah mendapat profit
yaitu margin dari pembiayaan serta mendapatkan fee based income ( administrasi,
komisi asuransi). Sementara bagi nasabah, pembiayaan murabahah ini merupakan
alternatif pendanaan yang memberikan keuntungan kepada nasabah dalam bentuk
membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang, seperti pembelian dan
renovasi bangunan, pembelian kendaraan, pembelian barang produktif seperti mesin
produksi dan pengadaan barang lainnya, disini nasabah akan mendapat peluang
mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran tidak akan berubah selama
masa perjanjian.
Resiko utama dari pembiayaan murabahah ini adalah resiko pembiayaan
(credit risk) yang terjadi jika debitur wanprestasi atau default, resiko pasar apabila
murabahah diberikan dalam bentuk Valuta Asing yaitu resiko dari pergerakan nilai
tukar.
Pembiayaan pada akad bagi hasil ini menempatkan bank sebagai pihak
penyandang dana. Untuk itu bank berhak atas kontraprestasi berupa bagi hasil sebesar
nisbah terhadap pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh pemilik usaha
(Mudharib) sedangkan apabila bank hanya bertindak sebagai penghubung antara
pengusaha dan nasabah, ia berhak atas kontraprestasi berupa fee.14
Metode penghitungan bagi hasil dibedakan menjadi 3 (tiga) cara yakni:
14
1. Menggunakan metode profit and loss sharing, yaitu para pihak akan memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya keuntungan (profit) yang di peroleh oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian, ditanggung bersama sebanding dengan kontribusi masing-masing pihak. 2. Menggunakan metode profit sharing, artinya para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan perolehan keuntungan yang di dapatkan oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian, secara financial akan ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal).
3. Menggunakan metode revenue sharing, yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan (revenue) yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib) 15
Sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada
nasabahnya, terjadi hubungan kontraktualnya dilakukan dengan akad pembiayaan
yang akadnya dapat dibuat secara dibawah tangan atau di buat secara autentik oleh
Notaris.
Akad pembiayaan yang dilakukan oleh bank dengan nasabahnya dibuat secara
notariil, sehinggga akan mendapatkan kekuatan akad pembiayaan sebagai bukti
formil yang sangat kuat dan pasti, hal ini lah yang menarik untuk dilakukan
pengkajian dan analisis terhadap hal diatas, karena masih banyak bank-bank yang
berprinsip syariah dalam pembuatan akad pembiayaannya masih dibuatkan
akadnya secara dibawah tangan serta apakah bank syariah sudah menerapkan prinsip
syariah dalam pelaksanaan pembiayaan kepada masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami kiranya perlu diadakan penelitian
untuk mengetahui sampai dimana penerapan terhadap perjanjian pembiayaan dengan
sistem perbankan syariah, apakah telah sesuai dengan prinsip syariah yang
sebenarnya atau sama dengan prinsip bank-bank konvensional lainnya, dimana
15
penerapan sebenarnya dalam hal perbankan syariah ialah prinsip bagi hasil / bagi
keuntungan.
B. Perumusan Masalah.
Dari uraian yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Bagaimana aspek hukum perjanjian pembiayaan dalam Hukum Islam untuk
menjalankan kegiatan perbankan syariah ?
2. Apakah pelaksanaan perjanjian pembiayaan yang dilakukan oleh Perbankan
syariah sudah sesuai dengan Prinsip Syariah?
3. Bagaimana prosedure akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam sistem
perbankan syariah.
C. Tujuan Penelitian.
Dari permasalahan yang ada diatas, maka yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan Aspek hukum perjanjian pembiayaan menurut prinsip syariah.
2. Untuk menjelaskan apakah pelaksanaan pembiayaan yang dilakukan oleh
perbankan syariah sudah sesuai dengan prinsip syariah.
3. Untuk mengetahui bagaimana prosedure akad pembiayaan dengan prinsip
syariah.
D. Manfaat Penelitian.
Manfaat penulisan ini dapat kita lihat dari 2 ( dua) aspek, yaitu :
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur kepustakaan
Tentang hukum perjanjian khususnya terhadap praktek pembiayaan
mudharabah, musyarakah, murabahah, baik dari sudut pandang syariat Islam
maupun dari sudut pandang ketentuan yang berlaku.
2. Aspek secara praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan praktisi
hukum khususnya para Notaris dan kalangan perbankan yang berprinsip syariah
dalam membuat perjanjian akad pembiayaan yang dibuat dengan akta otentik.
E. Keaslian Penelitian.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis di lingkungan
Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan dan Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada
penelitian sebelumnya dengan judul :
“Analisis Yuridis dengan Sistem Perbankan Syariah”.
Namun pernah ada penelitian dari mahasiswa kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul :
1. Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, oleh Ridha
Kurniawan Adnans, dimana dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya
adalah mengenai proses terjadinya jual beli dan peralihan hak atas rumah dalam
pembiayaan berdasarkan system murabahah pada Bank Syariah.
2. Jaminan Dalam Akad Pembiayaan Pada Bank Syariah Yang Mengandung
pembahasannya adalah mengenai jaminan dalam hal pembiayaan pada Bank
Syariah.
3. Perjanjian Pembiayaan Murabahah Pada Bank dengan Prinsip-prinsip Syariah
Islam, oleh Rifki Suryadi, dimana penelitian tersebut titik berat permasalahannya
adalah mengenai jaminan dalam pembiayaan murabahah dan penyelesaian
terhadap pembiayaan macet yang diikat dengan perjanjian murabahah.
Adapun penelitian-penelitian yang sebelumnya tersebut berbeda permasalahan
dengan yang akan diteliti dan permasalahan tersebut hanya mengacu pada satu akad
pembiayaan saja, oleh karena itu penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian
dan dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional.
1. Kerangka Teori
Untuk penelitian hukum diperlukan kerangka teoritis yang dalam ilmu
hukum, agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas.
“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodelogi, aktifitas penelitian
dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”. 16
Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesipik atau
proses tertentu terjadi dan harus diuji dengan menghadapkannya pada faktor-faktor
yang dapat menunjukan ketidak benaran.17
16
Sujono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1986. Hal 6
17
Membahas mengenai perjanjian pembiayaan dengan sistem perbankan syariah
tidak dapat dilepaskan dari asas kebebasan berkontrak yang merupakan asas penting
dari hukum perjanjian. Untuk menganalisis data mengenai hal tersebut diatas, maka
dalam hal ini digunakan dua teori yakni teori konsep hukum dan teori laisser faire
(teori ekonomi klasik).
Teori tentang konsep hukum yang menggambarkan fungsi dari hukum. Menurut
Gunarto Suhardi dari Antony Allot dalam The Limit of Law, menguraikan berbagai
arti fungsi dari hukum. Dikemukakan, hukum adalah ketentuan dan informasi yang
bersifat abstrak tetapi berpengaruh, pengertian hukum berupa norma-norma hukum
positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum itu
sendiri. 18
Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut :19
1. Ada kekuatan-kekuatan sosial yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai suatu
keharusan. Hal ini sesudah membentuk hukum yang bersifat abstrak.
2. Hukum positif yang berupa struktur dan aturan-aturan.
3. Pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata.
Teori tentang konsep hukum adalah untuk memahami kebiasaan-kebiasaan
dalam dunia usaha yang disebut etika bisnis dan akhirnya berkembang menjadi
hukum dalam berbagai transaksi bisnis yang dikemudian dipatuhi dan menjadi
kekuatan sosial dalam masyarakat. Teori ini juga berguna untuk memahami pengaruh
18
Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 4.
19
sosial dari suatu peraturan hukum sehingga akibat hukumnya dapat diprediksi
(predictable) sebagai nuansa yang sangat penting dalam transaksi bisnis dimana para
pelaku usaha dapat membuat perhitungan perbandingan biaya dan keuntungan dari
suatu usaha.
Sedangkan teori ekonomi klasik berasal dari asas Kekebasan berkontrak yang
dilahirkan oleh prinsip ekonomi ultilitarianism, teori ekonomi klasik (laisser faire)
ternyata terbukti dapat menimbulkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat
mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para
pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut
sering tidak terjadi sehingga negara menganggap perlu untuk campur-tangan guna
melindungi pihak yang lemah. Kebebasan berkontrak dalam konsep ekonomi Islam
atau Lembaga Keuangan Syari’ah khususnya, haruslah didasarkan pada pemikiran
bahwa setiap kontrak yang terjadi dalam perdata syari’ah ditekankan pada prinsip
syariat Islam.
Lebih jelas dikatakan bahwa kebebasan berkontrak dalam konsep hukum
Islam dalam rangka upaya untuk mengatur kepentingan-kepentingan individual
(fardiyah), kolektif (ijtimi’yah) dan kepentingan negara (dusturiyah) serta agama
(diniyah). Bertolak dari falsafah hukum Islam sebagaimana yang dituangkan dalam
perlu dilandasi oleh ajaran keseimbangan, keselarasan dan keserasian untuk
menghasilkan suatu kebebasan yang bertanggungjawab.20
Asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu
memelihara keseimbangan perlu dipelihara sebagai modal pengembangan
kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian hidup lahir batin yang
serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.21 Kebebasan
berkontrak merupakan tulang punggung hukum perjanjian, sebab melalui kebebasan
itu angggota-anggota masyarakat dapat mengembangkan kreativitasnya. Dengan
demikian asas kebebasan berkontrak bukan merupakan kebebasan yang tak terbatas,
karena dibatasi oleh tanggungjawab para pihak, sehingga bermanfaat bagi para pihak
itu sendiri.
Sedangkan Pengertian akad (al’agd) secara bahasa dapat diartikan sebagai
perikatan/perjanjian, sedangkan istilah akad itu berasal dari Al-Qur’an surah
Almaidah (5) ayat 1 artinya :
“ hai orang-orang yang beriman penuhilah akad ( al-aqd) diantara kamu “.22
Akad syariah yang dapat di pergunakan dalam kegiatan penyaluran dana
berupa pembiayaan disebutkan antara lain, dalam ketentuan pasal 3 huruf b Peraturan
Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 yang menetapkan bahwa :
20
Ronny Sautma Hotma Bako; Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan deposito, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. hal. 7
21
Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung, Alumni, 1981, hal. 123-124
22
“Dalam kegiatan penyaluran dana berupa pembiayaan dengan
mempergunakan antara lain, akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam,
istishna’, ijarah, ijarah muntahiyahbittamilk, dan qard”.23
Dalam praktek perbankan di Indonesia pelaksanaan akad perjanjian kredit
atau akad pembiayaan pada system perbankan syariah dapat dilakukan dengan dua
bentuk atau dua cara yaitu :
a. Perjanjian kredit atau akad pembiayaan yang dibuat dibawah tangan atau akta
dibawah tangan.
b. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris atau akta otentik.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/14/DPbs tanggal 17
Maret 2008 perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, pada poin III angka 3 ayat 1
menyatakan bahwa dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas
dasar akad murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang.
2. Barang adalah objek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, harga perolehan, dan spesifikasinya;
3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagai mana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
4. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha, antara lain meliputi analisa
23
kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital) dan/atau prospek usaha (condition);
5. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;
6. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah;
7. Kesepakatan atas margin ditentukan hanya satu kali pada awal pembiayaan atas dasar murabahah dan tidak berubah selama periode pembiayaan.
8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah;
9. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.
Adapun unsur-unsur pembiayaan/kredit adalah:
1. Adanya orang/badan yang memiliki uang, barang atau jasa dan bersedia untuk meminjamkannya kepada pihak lain biasanya disebut kreditur.
2. Adanya orang/badan sebagai pihak yang memerlukan/meminjamkan uang, barang atau jasa, biasanya disebut debitur.
3. Adanya kepercayaan kreditur terhadap debitur.
4. Adanya janji dan kesanggupan membayar dari debitur kepada kreditur.
5. Adanya perbedaan wakyu yaitu perbedaan antara saat penyerahan uang, barang dan jasa oleh kreditur dengan saat pembayaran kembali oleh debitur.
6. Adanya resiko sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu.24
Dalam akad pembiayaan pada bank berprinsip syariah akad merupakan ikatan
secara hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama-sama
berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang
mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Oleh sebab itu untuk
menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam suatu pernyataan,
pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut dengan ijab dan qabul.
“Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak,
yang mengandung keinginannya secara pasti untuk mengikatkan diri sedangkan qabul
24
adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuan untuk
mengikatkan diri. Atas dasar ini menurut Mustafa Ahmad Az-zarqa’ setiap
pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang ingin mengikatkan
diri dalam suatu aqad disebut dengan mujib (pelaku ijab) dan setiap pernyataan
kedua yang diungkapkan oleh pihak lain setelah ijab disebut dengan qabil (pelaku)
antara pihak mana yang memulai pernyataan pertama itu 25
Ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad yakni :
1. Pihak-pihak telah cakap melakukan perbuatan hukum (mukallaf). 2. Objek akad harus diakui sah oleh syara’.
3. Akad tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan Hadist
4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus suatu akad. 5. Akad itu bermanfaat
6. Pernyataan ijab tetap utuh dan syahih sampai terjadinya Qabul.
7. Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu majelis yaitu suatu keadaan yang menggambarkan proses suatu transaksi.
8. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui syara.26
Para ulama fiqih menetapkan bahwa akad yang memenuhi rukun dan
syaratnya mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan
akad. Setiap orang memiliki kebebasan untuk mengikatkan diri pada suatu akad dan
wajib dipenuhi segala akibat hukum yang ditimbulkan dari akad itu.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian
berprinsip syariah yang dikemukakan oleh Fathurrahman Djamil dalam tulisannya
yang berjudul Hukum Perikatan Syariah yakni sebagai berikut :
1. Dari segi subjek aqad atau para pihak.
25
M. Hasballah Thaib, Hukum aqad (Kontrak) dalam fiqh Islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah, Universitas Sumatera Utara, Medan 2005 hal 3.
26
a. Para pihak harus cakap melakukan perbuatan hukum, artinya orang dewasa
dan bukan mereka yang secara hukum berada dibawah pengampuan atau
perwalian, apabila orang yang di bawah perwalian atau pengampuan maka
didalam melakukan perjanjian wajib diwakili oleh wali atau pengampunya.
b. Identitas Para pihak dan kedudukannya masing-masing dalam perjanjian harus
jelas, apakah bertindak untuk dirinya sendiri atau mewakili sebuah Badan
Hukum.
c. Tempat dan saat perjanjian dibuat, untuk kebaikan sebaiknya harus disebutkan
dengan jelas di dalam aqad.
2. Dari segi tujuan dan objek aqad.
a. Disebutkan secara jelas tujuan dari dibuatnya akad tersebut, misalnya jual beli,
sewa menyewa, bagi hasil dan seterusnya sesuai dengan apa yang diatur oleh
undang-undang perbankan syariah.
b. Sekalipun diberikan kebebasan dalam menentukan objek aqad, namun jangan
sampai menentukan suatu objek yang dilarang oleh ketentuan syariah Islam,
dengan kata lain objek aqad harus halal.
3. Adanya kesepakatan, dalam hal yang berkaitan dengan:
a. Waktu perjanjian, baik bermula atau berakhirnya perjanjian, jangka waktu
angsuran dan berakhirnya, harus diketahui dan disepakati sejak awal akad oleh
bank dan nasabah, tidak boleh berubah ditengah atau di ujung perjalanan
pelaksanaan kesepakatan, kecuali bila hal itu disepakati oleh kedua belah
b. Jumlah dana, dana yang dibutuhkan, nisbah atau margin yang disepakati,
biaya-biaya yang diperlukan, dan hal-hal lainnya.
c. Mekanisme kerja, disepakati sejauh mana kebolehan melakukan operasional,
pengawasan dan penilaian terhadap suatu usaha (khususnya mudharabah dan
musyarakah).
d. Jaminan, bagaimana kedudukan jaminan, seberapa besar jumlah dan kegunaan
jaminan tersebut serta hal-hal lain berkaitan dengannya.
e. Penyelesaian, bila terjadi perselisian atau adanya ketidak sesuaian antara dua
belah pihak, bagaimana cara penyelesaian yang disepakati, tahapan-tahapan
apa yang harus dilalui dan seterusnya.
f. Objek yang diperjanjikan dan cara-cara pelaksanaannya.
4. Adanya Persamaan/Kesetaraan/Kesederajatan/Keadilan
a. Dalam hal menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara bank dan
nasabah.
b. Dalam penyelesaian ketika mengalami kegagalan usaha dan jaminan. Dalam
akad-akad di lingkungan Bank Syariah kesederajatan atau kesetaraan dan
keadilan diantara bank dan nasabah wajib senantiasa dipegang teguh, dan
harus selalu tercermin, baik dalam pasal-pasal yang memuat segi-segi hukum
materialnya, maupun segi hukum formalnya.
2. Kerangka Konsepsi
adalah suatu kontruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.27
Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin akan diteliti. Suatu konsep bukan
merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala
tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan
uraian mengenai hubungan dalam fakta tersebut.28
Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian
operasional dan beberapa konsep yang di pergunakan dalam penulisan ini. Hal ini
untuk menghindarkan salah pengertian dan untuk memberikan pegangan pada proses
penelitian.
1. Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih29
2. Akad.
Soejono soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum Normatif sesuatu Tinjauan singkat,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7
28
Soejono soekanto, opcit hal. 132.
29
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
30
Adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa
dibidang syariah.31
4. Perbankan syariah
Adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan unit Usaha
syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.32
5. Pembiayaan
Adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Usaha unit syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.33
G. Metode Penelitian.
Metode penelitian ilmiah pada hakekatnya merupakan operasionalisasi dan
metode keilmuan, dengan demikian maka penguasaan metode ilmiah merupakan
persyaratan untuk memahami jalan pikiran yang terdapat dalam langkah-langkah
penelitian. Langkah-langkah penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaimana
penelitian dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan.
31
Pasal 1 ayat 12 UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
33
1. Sifat Penelitian.
Sifat penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian dilakukan
dengan cara terlebih dahulu melakukan penelitian kepustakaan yang berhubungan
dengan permasalahan yang akan diteliti yang kemudian didukung dengan data
primer dan sekunder.
2. Pendekatan Penelitian.
Dalam hukum perjanjian suatu perjanjian yang telah disepakati akan menjadi
hukum yang bersifat mengikat bagi para pihak yang membuatnya dengan demikian
ketika mengkaji hukum perjanjian penulis akan melakukan tinjauan hukum melalui
dua pendekatan, karena kedua pendekatan tersebut pada hakekatnya merupakan
bagian dari teori studi hukum Islam yang digunakan untuk memahamkan bagaimana
sesungguhnya cara mengamalkan prinsip syariah dalam kehidupan pada umumnya.
Dari teori pendekatan hukum tersebut kemudian penulis gunakan untuk
mempermudah memahami bagaimana cara penerapan prinsip-prinsip syariah dalam
kontek hukum perjanjian.
- Pendekatan pertama ialah melihat hukum dari segi materil yang secara langsung
bersumber dari syariah Allah (Al-Qur’an) karena hukum bersumber langsung dari
syariat Allah maka pemberlakuannya pun menjadi kewajiban.
- Pendekatan kedua ialah melihat hukum sebagai peraturan tambahan karena
disusun dan diterapkan untuk menjamin pelaksanaan hukum yang bersifat materil.
prosuderal ini hukumnya dibolehkan dengan syarat selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah itu sendiri.
3. Sumber Data.
Adapun sumber data dari penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang dikaji
meliputi :
a. Bahan Hukum Primer.
Yakni bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan, seperti
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Peraturan Jabatan Notaris, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan
Peraturan-peraturan lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder.
Yakni bahan hukum yang terdiri dari atas buku-buku teks (teksbook) yang
ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,
kasus-kasus hukum, yurisprudensi dan hasil seminar/symposium yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian.
c. Bahan Hukum Tertier.
Yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum,
ekslopedia dan lain-lain.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data yang berasal dari
kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, dipaparkan,
disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan hukum yang
berlaku.
Pengumpulan data juga mencakup studi terhadap dokumen akta pembiayaan yang
dibuat oleh Notaris.
5. Analisa Data.
Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam
rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Sebelum
analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya, untuk selanjutnya diadakan