BAB I PENDAHULUAN
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi
Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai, setelah mengadakan pengujian, dan hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang sangat luas. Teori itu sebenarnya merupakan “an elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan telah diterima oleh kalangan ilmuwan, sebagai sesuatu yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.12 Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisa dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.13
Beberapa kriteria ideal dari teori, yang mencakup hal-hal, sebagai berikut:14 a. Suatu teori secara logis harus konsisten; artinya, tidak ada hal-hal yang saling
bertentangan didalam kerangka yang bersangkutan;
b. Suatu teori terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala-gejala tertentu, pernyataan-pernyataan mana mempunyai interrelasi yang serasi;
c. Pernyataan-pernyataan didalam suatu teori, harus dapat mencakup semua unsur gejala yang menjadi ruang lingkupnya, dan masing-masing bersifat tuntas;
d. Tidak ada pengulangan ataupun duplikasi didalam pernyataan-pernyataan tersebut;
e. Suatu teori harus dapat diuji didalam penelitian. Mengenai hal ini ada asumsi-asumsi tertentu, yang membatasi diri pada pernyataan, bahwa pengujian tersebut senantiasa harus bersifat empiris.
12 James A. Black dan Dean J. Champion dalamSoerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2014, hal. 126-127.
13 Salim HS, Perkembangan Teori Hukum Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2010, Hal. 54.
14 Ibid, hal. 123-124.
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15 Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk menyistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.16
Adapun teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Teori Perlindungan Hukum
Teori perlindungan hukum merupakan salah satu teori yang sangat penting untuk dikaji, karena fokus kajian teori ini pada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang didasarkan pada teori ini, yaitu masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, baik secara ekonomis maupun lemah dari aspek yuridis.17
Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa
”hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlidungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hal 35.
16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
17 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017, hal. 259.
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.”18
Selanjutnya Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa
“perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan reprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.19
Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah
“Memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”20
Menurut Lily Rasjidi dan I.B Wysa Putra menyatakan bahwa
“hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif.”21
“Teori perlindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya.”22
18 Ibid., hal. 53.
19 Ibid., hal. 54.
20 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 54.
21 Lily Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya, Bandung,1993,hal.118.
22 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit., hal. 263.
Secara teoretis, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Perlindungan yang bersifat preventif
Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan. Perlindungan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang definitif.
2) Perlindungan represif.
Perlindungan hukum yang represif berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa.23
Dalam proses jual beli tanah terdapat 3 (tiga) pihak yakni penjual, pembeli dan PPAT. Penjual adalah pihak yang menjual tanah kepada pembeli sedangkan pembeli adalah pihak yang menyerahkan uang sebagai pembayaran terhadap tanah yang dijual oleh penjual. Dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 diketahui bahwa pembeli telah membeli tanah yang mana jual belinya dilakukan di hadapan PPAT sehingga telah terpenuhinya syarat terang dalam jual beli tersebut. Dalam proses jual beli tanah, PPAT berperan sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta jual beli tanah tersebut. Akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta autentik yang pada hakekatnya memuat kebenaran formil dan materil yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
Setelah adanya proses jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT, pembeli seharusnya menjadi orang yang berhak atas tanah yang dibelinya karena ia telah melakukan kewajibannya berupa pembayaran atas tanah yang dibelinya kepada penjual akan tetapi karena adanya kelalaian PPAT dimana dalam proses jual beli
23 Ibid., hal. 264.
tanah warisan tersebut tidak ditandatangani dan disetujui oleh seluruh ahli waris yang mengakibatkan akta jual beli tersebut dibatalkan oleh pengadilan sehingga merugikan pembeli.
Teori perlindungan hukum dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa upaya perlindungan hukum pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan sehingga dengan teori perlindungan hukum ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait upaya – upaya yang dapat dilakukan oleh pembeli apabila terdapat kelalaian PPAT dalam jual beli tanah warisan yang merugikan pembeli.
b. Teori Kepastian Hukum.
Kepastian hukum merupakan suatu hal yang hanya bisa dijawab secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan secara sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis dalam artian tidak menimbulkan multi tafsir (keragu-raguan) dan logis dalam arti menjadi sistem norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian.
“Kepastian hukum merupakan suatu keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok maupun organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.”24
Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah
“jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun
24 Jhon Raws, A Theory of Justice, London, Oxford University Press, terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan dasar-dasar filsafat politik untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam Negara, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, hal. 85.
kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.”25
Menurut Soejono Soekanto:
“Kepastian hukum mengharuskan diciptakan peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang umum, supaya tercipta suasana yang aman dan tentram di dalam masyarakat.”26
Menurut Peter Mahmud Marzuki, teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu:
1) Adanya peraturan yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.27
Van Kant mengatakan bahwa “hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia agar kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat”.28 Tugas kaidah – kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut,
25 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,2013, hal. 28.
26 Soejono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), cetakan keempat, Universitas Indonesia, Jakarta,1999, hal.55.
27 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal. 158.
28 C.S.T.Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,2002,hal.44.
masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan sesama manusia.29
Hukum merupakan suatu alat atau sarana untuk menciptakan suatu keadilan, kepastian hukum, dan manfaat. Hukum itu pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan ketertiban pada masyarakat, dalam mencapai tujuan hukum tersebut, maka masyarakat membutuhkan suatu kepastian hukum yang akan melindungi mereka dalam melakukan suatu perbuatan hukum.
Dalam kasus putusan Mahkamah Agung nomor 156K/Pdt/2020, pembeli telah melakukan jual beli di hadapan PPAT. Dalam proses jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT seharusnya telah memberikan kepastian hukum bagi para pihak karena PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat akta autentik. Arti akta autentik mempunyai “kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.”30 Tetapi karena adanya kelalaian PPAT dalam pembuatan akta PPAT yang tidak ditandatangani dan disetujui oleh seluruh ahli waris sehingga akta PPAT tersebut dibatalkan oleh pengadilan dan merugikan pembeli.
Teori kepastian hukum dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kepastian hukum bagi pembeli berupa hukum dan ketentuan yang mengatur secara pasti tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban dari pembeli, penjual
29 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal.137.
30 Habib Adjie,Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2015, hal.6.
dan PPAT dalam jual beli tanah warisan sehingga dengan teori kepastian hukum ini diharapkan dapat ditemukan hukum yang berlaku secara pasti dalam jual beli tanah warisan sehingga tidak merugikan pembeli.
c. Teori Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Setiap subjek hukum harus bertanggungjawab atas tindakan atau perbuatan yang dilakukannya. “Tanggung jawab muncul dari adanya aturan hukum yang memberikan kewajiban kepada subjek hukum dengan ancaman sanksi apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.”31
Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.32
Responsibility berarti "hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu
kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang
31 Vina Akfa Dyani, “Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Notaris dalam Membuat Party Acte”, Jurnal Lex Renaissance, Volume 2 No. 1, Januari 2017, hal.166.
32 Abdul Kadir Muhammad,Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti Bandung, 2009, hal.60.
dilaksanakan.”33 Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu “tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.”34
Menurut Hans Kelsen teori pertanggungjawaban hukum adalah
“pertanggungjawaban hukum orang pribadi atau orang yang mewakili suatu organisasi kemasyarakatan/perusahaan yang telah melakukan kesalahan dengan cara melakukan perbuatan yang melawan hukum.”35
Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu :
1) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
2) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
3) Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.36
33 Muryanto Resnik,Tanggung Jawab Profesi Hukum Dalam Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,2007, hal. 41.
34 Ridwan H.R.,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.
335.
35 Denny Armando,Pertanggung Jawaban Hukum Dalam Teori dan Praktek, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.25.
36Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta 2010, hal.503.
Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:
1) Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.
2) Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.37
Hans Kelsen dalam bukunya yang lain, membagi pertanggungjawaban menjadi empat macam yaitu:38
1) Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
2) Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
3) Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;
4) Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.
PPAT sebagai pejabat publik yang memiliki kewenangan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal membuat akta autentik harus mematuhi prosedur dan tata cara pembuatan akta autentik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban PPAT timbul karena adanya kesalahan yang dilakukan di dalam menjalankan suatu tugas jabatan dan kesalahan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain. Proses penerbitan akta PPAT sebagai akta autentik sangatlah
37 Donny Hasbullah,Kewajiban Dan Wewenang Jabatan Serta Pertanggungjawaban hukumnya, Ghalia, Indonesia, 2006, hal.78.
38 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, 2006, hal. 140.
menentukan. Apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan bahwa akta autentik yang dibuat oleh PPAT cacat maka PPAT dapat dimintai pertanggungjawaban atas akta yang dibuatnya.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam kasus putusan Mahkamah Agung No.156K/Pdt/2020 dimana PPAT sebagai pejabat yang berwenang telah lalai dalam melaksanakan jabatannya dimana dalam pembuatan akta jual beli tanah warisan, PPAT tidak memeriksa objek yang diperjualbelikan. PPAT tidak memeriksa asal objek yang diperjualbelikan dihadapannya apakah objek tersebut merupakan harta warisan ataupun harta pribadi. Dengan ketidaktelitian PPAT tersebut mengakibatkan terjadinya jual beli tanah warisan tanpa adanya persetujuan dari seluruh ahli waris. Ahli waris yang merasa haknya terlanggar mengajukan gugatan kepada Pengadilan yang mengakibatkan dibatalkannya akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT tersebut sehingga merugikan pembeli.
Teori tanggung jawab dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuatnya tanpa adanya persetujuan seluruh ahli waris sehingga dengan teori tanggung jawab ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait tanggung jawab hukum PPAT yang berlaku secara pasti dalam jual beli tanah warisan yang dilakukan tanpa adanya persetujuan seluruh ahli waris.
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori. Suatu kerangka konsepsi, merupakan kerangka yang menggambarkan suatu hubungan antara
konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.39 Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak dan realitas.40
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
a. Perlindungan Hukum adalah “memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum”.41
b. Lalai adalah “kurang hati-hati;tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya); lengah.”42
c. PPAT adalah “pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta – akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun."43
d. Jual beli adalah “suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.44
39 Satjipto Raharjo, Op.cit., hal. 132.
40 Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.364.
41 Sajipto Rahardjo, Op.Cit, hal.74
42 https://kbbi.web.id/lalai.html diakses pada 23 November 2020 pukul 11.05 WIB.
43 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
44 Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
e. Akta Autentik adalah “suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang – Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk akta itu dibuat.”45
f. Warisan adalah “harta peninggalan yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris”.
g. Ahli Waris adalah “orang – orang yang berhak menerima atau mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal”.