• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI ATAS KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PPAT DALAM JUAL BELI TANAH WARISAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 156K/Pdt/2020)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI ATAS KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PPAT DALAM JUAL BELI TANAH WARISAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 156K/Pdt/2020)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI ATAS KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PPAT

DALAM JUAL BELI TANAH WARISAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 156K/Pdt/2020)

TESIS

Oleh

DELIA MARIYANTI 197011039 / MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI ATAS KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PPAT

DALAM JUAL BELI TANAH WARISAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 156K/Pdt/2020)

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

DELIA MARIYANTI 197011039 / MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 05 Agustus 2021

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Saidin,S.H.,M.Hum Anggota : 1. Dr.Zaidar,S.H.M.Hum

2. Dr. Dedi Harianto,S.H,M.Hum

3. Dr. T. Keizerina Devi A,H.,CN.,M.Hum 4. Dr. Edy Ikhsan,S.H.,M.A

(5)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Delia Mariyanti

NIM : 197011039 Program : S-2

Program Studi : Kenotariatan Tanggal Lulus : 05 Agustus 2021

Judul Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Atas Kelalaian Yang

Dilakukan oleh PPAT Dalam Jual Beli Tanah Warisan (Studi Putusan Nomor 156K/Pdt/2020)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, Setiap sumber acuan telah ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Magister Kenotariatan FH USU. Saya juga menyatakan bahwa di dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar Pustaka.

Apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karna kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,16 Agustus 2021 Yang Membuat Pernyataan,

Nama: Delia Mariyanti NIM : 197011039

(6)

i ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI ATAS KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PPAT DALAM JUAL BELI TANAH WARISAN

(STUDI PUTUSAN NOMOR 156K/Pdt/2020)

Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta – akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. PPAT dituntut untuk bekerja secara teliti, seksama dan bertanggung jawab karena akta PPAT digunakan sebagai bukti terjadinya peralihan hak atas tanah. Apabila seorang PPAT lalai dalam membuat akta maka dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Hal ini sebagaimana dalam putusan Mahkamah Agung No. 156K/Pdt/2020, dimana PPAT telah lalai dalam pembuatan akta dimana mengakibatkan pembeli mengalami kerugian karena hilangnya uang pembayaran dan tanah yang telah dibelinya. Padahal pembeli telah melakukan jual beli secara terang di hadapan PPAT yang mana seharusnya akta PPAT dapat memberikan kepastian hukum. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai bagaimana pertanggungjawaban hukum PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuat di hadapannya yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung, bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan PPAT dalam pembuatan akta jual beli tanah warisan yang belum dibagi dan apakah putusan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 telah mengakomodir perlindungan kepada pihak pembeli.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan studi kasus dimana sumber data diperoleh dari data sekunder yang di dukung data primer serta wawancara yang sifatnya untuk mendukung data – data kepustakaan.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa PPAT bertanggung jawab secara perdata dan administrasi atas kelalaiannya dalam pembuatan akta jual beli warisan yang dibuat dihadapannya tanpa adanya persetujuan dari seluruh ahli waris. Pembeli yang beritikad baik wajib mendapat perlindungan dimana perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik tersebut telah diatur dalam Yurisprudensi dan KUHPerdata yang dapat berupa ganti kerugian yang disertai bunga dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya dari objek tersebut apabila dibatalkannya perjanjian jual beli tanah tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1246, 1267,1471 dan 1492 KUHPerdata. Putusan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 telah memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para ahli waris yang haknya terlanggar akan tetapi, belum mengakomodir perlindungan kepada pihak pembeli karena putusan Makamah Agung telah membatalkan akta jual beli tanpa adanya penggantian kerugian yang seharusnya diterima oleh pembeli dari penjual dan PPAT.

Kata kunci : Perlindungan hukum terhadap pembeli, kelalaian, jual beli tanah warisan

(7)

ii ABSTRACT

LEGAL PROTECTION FOR BUYER AGAINST THE NEGLIGENCE COMITTED BY PPAT IN THE SALE AND PURCHASE OF INHERITED

LAND (STUDY OF VERDICT NO.156K/Pdt/2020)

Land Deed Making Officials (henceforth referred to as PPAT) is the public official who is authorized to make authentic deeds concerning certain legal action regarding land or property rights over flat units. PPAT is demanded to work carefully, thoroughly and responsibly because the PPAT deed is used as evidence for the transfer of land rights. When PPAT is negligent in making the deed then it may result in loss for others. As in the Supreme Court verdict No.156K/Pdt/2020, where PPAT has been negligent in making the deed and resulted loss experienced by the buyer due to the loss payment and the land he had purchased. Even though the buyer has made sale and purchase clearly before the PPAT, that PPAT deed should be able to provide legal certainty. Therefore, this research is trying to analyze and answer the problems on to what extend is the legal accountability of PPAT when the sale and purchase deed of inherited land that made before him is cancelled by the Supreme Court, to what extend is the legal protection for buyer against the negligence committed by PPAT in making the sale and purchase deed of inherited land that has not been divided and whether judge’s decision in the Supreme Court verdict No.156K/Pdt/2020 has accommodated protection for the buyer.

This is a juridical normative research. Study case is employed in this research where data sources are carried out from secondary data that is backed up by primary data and interview to support library data.

The result shows that PPAT is civilly and administratively accountable for the negligence in making sale and purchase deed of inherited land that is made before him without the consent of all heirs. Buyers with good intention have to be protected because it has been regulated in Jurisprudence and the Civil Code, in the form of compensation, interest and profit which he could have gained from the object if the sale and purchase agreement of the land is cancelled as stipulated in the provision of Article 1246, 1267, 1471 and 1492 of the Civil Code. Legal verdict of the judge in the Supreme Court verdict No.156K/Pdt/2020 has given legal protection for buyer has not yet been accommodated as the Supreme Court verdict has canceled the sale and purchase deed without any compensation that should have been received by the buyer from the seller and PPAT.

Keywords : legal protection to buyer, negligence, sale and purchase of inherited land

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telaah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta kesehatan lahir batin kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa tesis dengan judul

“Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Atas Kelalaian Yang Dilakukan Oleh Ppat Dalam Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan Nomor 156k/Pdt/2020)”

dan menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, Penulis juga ingin menyampaikan ucapan penghargaan dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Ucapan terima kasih ini Penulis tujukan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Dr.Muryanto Amin,S.Sos.,M.si atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dr.Mahmul Siregar,S.H.,M.Hum atas kesempatan bagi Penulis menjadi mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sektolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr.T.Keizerina Devi A, SH,CN,M.Hum, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada Penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Terima Kasih yanag sedalam – dalamnya dan penghargaan yang setinggi- tingginya Penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Saidin,SH,M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Zaidar,SH,M.Hum serta Dr.Dedi Harianto,SH,M.Hum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan arahan, petunjuk, ide dan

(9)

iv

motivasi yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam Penulisan tesis ini;

5. Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,M.Hum dan Dr.Edy Ikhsan,SH,MA selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan Penulisan tesis ini;

6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahn kepada Penulis;

7. Kedua orang tua Penulis, Papa atas perhatiannya selama ini, dan Mama tercinta yang telah membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang, motivasi dan perhatiannya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan semua studi dengan baik. Terima kasih juga kepada Abang dan Adik Penulis yang selalu mendukung dan menyemangati Penulis.

8. Teman tersayang Penulis, Danil,SH, Joseline,SH, Tiffany,SH,MKn yang selalu mendukung, memotivasi dan memberi saran kepada Penulis.

9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran yang berisifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya Ilmiah selanjutnya. Semoga tesis ini dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, 16 Agustus 2021 Penulis

Delia Mariyanti 197011039

(10)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS DIRI

Nama : Delia Mariyanti

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 23 Maret 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

B. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Gajah Mada Medan (tahun 2000 – 2006) 2. SMP Negeri 12 Medan (tahun 2006 – 2009) 3. SMA Husni Thamrin (tahun 2009 – 2012)

4. S1 Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia (tahun 2012 – 2016) 5. S2 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (tahun 2019 – 2021)

(11)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Kerangka Konsepsi... 25

G. Metode Penelitian ... 26

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 27

2. Sumber Data ... 29

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 31

4. Analisis Data ... 32

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) TERHADAP AKTA JUAL BELI TANAH WARISAN YANG DIBUAT DIHADAPNNYA YANG DIBATALKAN OLEH MAHKAMAH AGUNG ... A. Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Jual Beli ... B. Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Pewarisan ... C. Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Warisan ... 42

D. Kekuatan Pembuktian Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ……… E. Prosedur Pembuatan Akta Jual Beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)... F. Tanggung Jawab Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Terhadap Akta Jual Beli Tanah Warisan Yang Dibuat Di Hadapannya………...……… 59 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG

BERITIKAD BAIK DALAM JUAL BELI TANAH WARISAN YANG BELUM DI BAGI YANG DIBUAT DI HAPADAN

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

(PPAT)……….………….………….………….………….

35

48 45 35 40

70

(12)

vii

A. Hak Dan Kewajiban Penjual Dan Pembeli ………..

B. Kerugian Yang Ditimbulkan Akibat Peralihan Hak Atas Tanah

Warisan Yang Belum Dibagi Tanpa Persetujuan Ahli Waris ... 71

C. Akibat Hukum Terhadap Akta Jual Beli Tanah Warisan Yang Belum Dibagi Yang Dibuat Di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 73

D. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Atas Kelalaian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Jual Beli Tanah Warisan Yang Belum Di Bagi ... 77

E. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Pembeli Untuk Mendapatkan Haknya Kembali ... 84

BAB IV ANALISIS HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 156K/PDT/2020 ... 86

A. Kronologi Kasus ... 86

1. Posisi Kasus ... 86

2. Putusan Hakim ... 88

B. Analisis Hukum Putusan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 ... 90

1. Analisis Kepastian Hukum ... 90

2. Analisis Perlindungan Hukum... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

Daftar Pustaka ... 103 70

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini.

“Setiap orang hidup membutuhkan tanah, baik untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat usaha/bisnis dan mengakibatkan nilai tanah secara ekonomi meningkat pula dengan sangat pesat dari waktu ke waktu.”1 Tanah memiliki arti penting dalam kehidupan karena tanah berfungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai capital asset. “Sebagai social asset, tanah adalah sarana pengikat kesatuan sosial dikalangan masyarakat Indonesia. Sebagai capital asset, tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi mempunyai arti sangat penting, tidak saja sebagai bahan perniagaan tapi juga sebagai obyek spekulasi.”2 “Disisi lain tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan di sisi lain harus dijaga kelestariannya.”3

Tanah dapat diperoleh melalui jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat ataupun melalui warisan. Dalam melaksanakan pengalihan hak atas kepemilikan atas tanah, maka pembuatan akta jual beli hak atas tanah yang bersertipikat harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960

1Muhammad Yamin Lubis Dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 18

2 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang:

Bayumedia, 2007, hal. 1.

3 Ibid.

(14)

tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).4

Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut “PPAT”) merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Sesuai aturan hukum yang berlaku seorang PPAT, sebagaimana halnya Notaris, dikualifikasikan sebagai pejabat umum dan diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu di bidang peralihan dan pembebanan hak atas tanah.5

PPAT sebagai pejabat publik dimana Negara memberikan wewenang kepadanya untuk mencatat mengenai terjadinya suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih dalam suatu akta yang melibatkan secara langsung kesepakatan antara para pihak yang mengikatkan dirinya. Yang kemudian oleh PPAT menuangkan janji yang telah dibuat yaitu kesepakatan antara para pihak di dalam suatu akta, kesepakatan tersebut merupakan kehendak tulus oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kesepakatan tersebut.6

Dasar hukum profesi PPAT yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan sejak tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, maka Notaris tidak lagi berhak membuat perjanjian-perjanjian pemindahan

4 Muhammad Ridwan, Hukum Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertipikat, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010, hal. 52.

5 Habib Adjie, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal. 91.

6 Putrid, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris: Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris Yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Softmedia, Jakarta, 2011, hal. 7.

(15)

hak atas tanah. Wewenang itu selanjutnya diberikan kepada PPAT. Kewenangan PPAT dalam membuat akta autentik adalah meliputi pembuatan akta – akta tertentu, seperti Akta Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, Pemberian Hak Bangunan atas Tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemasukan ke dalam Perusahaan, Pembagian Hak Bersama dan Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.7

Setiap perbuatan hukum mengenai hak atas tanah harus di lakukan di hadapan PPAT karena akta PPAT digunakan sebagai bukti dan dasar untuk dilakukannya pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah bertujuan:8

1. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2. untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Sehingga dalam pembuatan akta PPAT, setiap PPAT harus memberi pelayanan dengan sebaik – baiknya kepada masyarakat yang memerlukan jasanya9 dan diwajibkan untuk bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak10 karena akta PPAT merupakan akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna yang dijadikan sebagai dasar dan bukti telah terjadinya peralihan hak atas tanah.

7 Saputro, Jati Diri Notaris di Indonesia, Dulu, Sekarang, dan Dimasa Mendatang.

Gramedia Pustaka, Jakarta, 2009, hal.121.

8Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

9 Pasal 3 huruf g Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 112/KEP-4.1/IV/2017 tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

10 Ibid, Pasal 3 huruf f.

(16)

PPAT selaku pejabat publik dalam melaksanakan tugas dapat menerapkan prinsip kehati-hatian, harus peka tanggap dan mempunyai ketajaman berpikir serta dapat memberikan masukan hukum mengenai perbuatan hukum maupun peristiwa sosial yang akan timbul, sehingga dengan begitu PPAT mempunyai keberanian dalam melakukan suatu tindakan dengan tepat. Keberanian dalam artian yaitu PPAT melaksanakan tugas merujuk pada peraturan hukum berlaku serta sedapat mungkin menolak membuat akta jual beli dimana tidak berdasarkan pada ketentuan yang telah diatur.11 Seorang PPAT harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya agar akta yang dibuatnya memiliki kepastian hukum dan tidak merugikan orang lain. Apabila seorang PPAT tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya maka dapat merugikan orang lain dalam hal ini yaitu penjual dan pembeli.

Penelitian ini difokuskan pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 156K/Pdt/2020 sebagai kasus yang akan diteliti. Kasus ini membahas mengenai objek hak atas tanah yang merupakan warisan. Yang menjadi permasalahan adalah objek hak atas tanah warisan tersebut merupakan tanah warisan yang belum dibagi yang telah dijual oleh 2 (dua) orang ahli waris ke pihak lain di hadapan PPAT tanpa sepengetahuan dari ahli waris lainnya. Objek hak atas tanah dalam jual beli tersebut merupakan warisan yang berupa tanah perladangan yang bernama “Juma Piso Surit” dari Alm.Gondang Sembiring dan Alm. Mutiara Br Purba. Dari hasil pernikahan Alm.Gondang Sembiring dan Alm. Mutiara Br

11 Fajriatul Tivani Haridhy, Ilyas Ismail, Darmawan, “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Akibat Kelalaian PPAT Dalam Pembuatan Akta Jual Beli”, Jurnal IUS, Volume 7 No. 2, Agustus 2019, hal.320.

(17)

Purba lahirlah 5 (lima) orang anak yang merupakan ahli waris yakni Aslia Robianto Sembiring, Helvidiana Br Sembiring, Medi Juna Sembiring, Eliyakim Juniastra Sembiring dan Efran Sadrah Sembiring.

Sesuai kesepakatan dari hasil rapat adat keluarga setelah ibu ahli waris yakni Alm. Mutiara Br Purba meninggal bahwa warisan tersebut akan dibagi secara merata kepada anak laki – laki dan perempuan dan belum ditentukan letak bagian masing – masing ahli waris. Akan tetapi pada tahun 2013, salah satu ahli waris yakni Efran Sadriah Sembiring menjual tanah warisan tersebut seluas 15 M x 31 M kepada Rosmita Br Torong di hadapan PPAT David Mulianta Barus sesuai AJB No.307C/2013 tanggal 30 Maret 2013. Kemudian salah satu ahli waris lainnya yakni Eliyakim Juniastra Sembiring juga menjual tanah warisan tersebut seluas 17M x 37 M kepada Rosmita Br Torong di hadapan PPAT David Mulianta Barus sesuai AJB No.307D/2013 tanggal 30 Maret 2013. Pada tahun 2014, salah satu ahli waris yakni Eliyakim Juniastra Sembiring kembali menjual tanah warisan tersebut seluas 17 M x 37 M kepada Emerson P. Sembiring sesuai dengan Akta PHGR No.63 tanggal 21 Februari 2014 di hadapan PPAT David Mulianta Barus.

Tanah warisan merupakan hak dari setiap ahli waris. Dengan dijualnya hak atas tanah warisan tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya mengakibatkan terlanggarnya hak dari ahli waris lain sehingga ahli waris lainnya merasa keberatan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Kabanjahe dan dari Putusan Pengadilan Kabanjahe Nomor 21/Pdt.G/2016/PN.Kbj dalam amarnya menyatakan bahwa AJB No.307C/2013, AJB No.307D/2013 dan Akta PHGR No.63 tanggal 21 Februari 2014 yang dibuat di hadapan PPAT David Mulianta Barus batal demi hukum.

(18)

Berdasarkan Penetapan tersebut Rosmita Br Torong selaku pembeli merasa keberatan dan dirugikan sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan dan dalam Putusan Nomor 285/PDT/2017/PTMDN menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor 21/Pdt.G/2016/PN.Kbj tanggal 13 Desember 2016 yang dimohonkan banding tersebut. Pada tingkat kasasi, permohonan kasasi kembali diajukan oleh Rosmita Br Torong, isi putusannya yaitu menolak permohonan kasasi dari Rosmita Br Torong.

Sebagaimana tertera dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No.

52K/Sip/1975 tanggal 23 September 1975 yang berbunyi :

“Walaupun Tergugat asal I dan Tergugat asal II menjual lebih dari bagian warisan mereka, jual beli tanah itu tidak dapat dibatalkan untuk melindungi pembeli yang jujur (beli tanah warisan dan sebagian ahli waris), sedang Para Penggugat asal masih dapat menggugat Tergugat asal I dan Tergugat asal II).”

maka seharusnya perjanjian jual beli tanah warisan tersebut dapat di pertahankan sepanjang dapat dibuktikan bahwa pembeli merupakan pembeli yang jujur dan beritikad baik. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung nomor 1230 K/Sip/1980, tanggal 29 Maret 1982, yang berbunyi: “Pembeli beritikad baik harus dilindungi dan mendapatkan perlindungan hukum.”

Di samping itu, para pihak telah melakukan perjanjian jual beli di hadapan PPAT yang mana berarti perjanjian telah dilakukan secara terang dan bukan secara sembunyi – sembunyi. Ketika pembeli melakukan jual beli di hadapan PPAT, tentu pembeli hendak mencari kepastian sehingga apabila terdapat masalah di kemudian hari, akta PPAT yang merupakan akta autentik dapat digunakan sebagai alat bukti

(19)

bahwa telah dilakukannya peralihan hak atas tanah. Oleh karena itu, menjadi kewajiban dari PPAT untuk melakukan pemeriksaan terkait persyaratan formil dalam pembuatan akta jual beli seperti apabila jual beli yang dilakukan merupakan tanah warisan maka PPAT berkewajiban untuk meminta Akta Kematian, Surat Keterangan Ahli Waris dan Surat Keterangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

PPAT juga berkewajiban untuk meminta Sertifikat asli untuk dilakukan penyesuaian atau pengecekan pada buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan serta meminta dokumen – dokumen lain guna keperluan pembuatan akta jual beli.

Berdasarkan penjelasan mengenai kasus di atas, diketahui bahwa PPAT telah lalai dalam membuat akta jual beli tanah warisan dimana PPAT tidak melakukan pengecekan terhadap persyaratan formil sehingga mengakibatkan beralihnya tanah warisan tanpa adanya persetujuan dari seluruh ahli waris.

Selain itu terdapat kewajiban bagi pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan perubahan – perubahan data atas obyek tanah kepada Kantor Pertanahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi “Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan data fisik atau yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar” sehingga dengan demikian apabila pemegang hak atas tanah meninggal dunia dan mewariskan obyek hak atas tanah maka ahli waris diwajibkan untuk mendaftarkan perubahan kepemilikan obyek tanah kepada Kantor Pertanahan sebagaimana juga diatur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Kewajiban untuk mendaftarkan peralihan hak tersebut guna menjamin kepastian data dan sebagai syarat mutlak bagi peralihan hak dan untuk

(20)

berlakunya peralihan hak bagi pihak ketiga sehingga dengan demikian proses peralihan hak dari pewaris ke ahli waris atau yang biasa disebut juga dengan balik nama merupakan suatu hal yang mutlak yang harus dilakukan oleh pewaris. Jika telah dilakukan balik nama maka barulah dapat dilakukan peralihan hak atas tanah kepada pihak ketiga.

Pembeli merupakan masyarakat awam yang belum tentu mengerti terkait persyaratan dan prosedur dari jual beli tanah warisan dan PPAT bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan terhadap persyaratan – persyaratan tersebut. Dengan kelalaian dan ketidaktelitian PPAT mengakibatkan telah terjadinya jual beli tanah warisan yang dilakukan tanpa sepengetahuan dari ahli waris lainnya sehingga ahli waris lainnya merasa keberatan dan mengajukan gugatan di Pengadilan yang berakibat pada dibatalkannya akta jual beli tersebut oleh Mahkamah Agung sehingga merugikan pembeli karena hilangnya hak atas tanah yang sudah dibelinya di hadapan PPAT.

Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana pertanggungjawaban hukum PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuat di hadapannya yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan PPAT dalam pembuatan akta jual beli tanah warisan yang belum dibagi. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan guna:

1. memberikan informasi dan data bagi perkembangan ilmu hukum dan studi kenotariatan dan masyarakat khususnya mengenai tata cara dan proses jual beli tanah warisan.

(21)

2. untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuat di hadapannya yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

3. untuk memberikan informasi terkait perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan PPAT dalam pembuatan akta jual beli tanah warisan yang belum dibagi.

yang akan dituangkan dalam bentuk penelitian berupa Tesis dengan judul

“Perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan (studi putusan nomor 156K/Pdt/2020)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pertanggungjawaban hukum PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuat dihadapannya yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan yang belum dibagi?

3. Apakah putusan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 telah mengakomodir perlindungan kepada pihak pembeli?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

(22)

1. Untuk mengetahui dan menganalisa tanggung jawab hukum PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuat dihadapannya yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

2. Untuk menganalisa perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan PPAT dalam jual beli tanah warisan jual beli tanah warisan yang belum dibagi.

3. Untuk menganalisa pertimbangan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 terkait perlindungan kepada pihak pembeli.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Aspek Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi :

a. suatu sumbangan pemikiran dan masukan bagi perkembangan ilmu hukum dan studi kenotariatan tentang perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan PPAT dalam jual beli tanah warisan yang belum dibagi yang dilakukan dengan tanpa adanya persetujuan seluruh ahli waris.

b. Data dan informasi bagi masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap pembeli. Pembeli perlu dilindungi haknya dari kelalalaian PPAT dalam membuat akta jual beli karena pembeli telah melakukan pembayaran dalam jual beli akan tetapi karena adanya kelalaian PPAT dalam pembuatan akta jual beli sehingga pembeli menderita kerugian karena dibatalkanya akta jual beli tersebut.

(23)

2. Aspek Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat :

a. memberikan pengertian dan pemahaman serta gambaran yang jelas kepada masyarakat awam mengenai proses yang seharusnya dilakukan dalam jual beli tanah yang dilakukan di PPAT sehingga masyarakat yang menghadapi masalah yang serupa dapat memperoleh pengetahuan melalui penelitian ini.

b. dijadikan rujukan bagi akademis dalam kepustakaan.

E. Keaslian Penelitian

Dari judul penelitian tersebut di atas, telah dilakukan penelusuran judul di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas lain dan dari hasil penelusuran tersebut ternyata tidak ada yang sama pada pokoknya dengan judul yang diangkat oleh peneliti. Namun ada beberapa penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, antara lain:

1. Kristi Dwi Sarah, NIM 157011048, Universitas Sumatera Utara, judul tesis

“Perlindungan Hukum bagi pembeli tanah yang tanahnya telah dialihkan oleh penjual kepada pihak ketiga (Studi putusan No.635/Pdt/G.2013/PN.Medan)”, dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana tanggung jawab penjual terhadap pembeli atas peralihan tanah yang dialihkan kepada pihak ketiga?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap si pembeli tanah apabila penjual telah mengalihkan tanah tersebut kepada pihak ketiga berdasarkan putusan no.635/Pdt/G.2013/PN.Medan?

(24)

c. Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara putusan No.635/Pdt/G.2013/PN.Medan berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pembeli yang tanahnya dialihkan oleh penjual kepada pihak lain?

2. Dona Christin, NIM 15701164, Universitas Sumatera Utara , judul tesis

“Analisis atas diketahuinya cacat yuridis pada akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT (putusan Mahkamah Agung No. 2333.K/pdt/2015)”, dengan rumusan masalah:

a. Faktor – faktor apa yang dapat menyebabkan akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT dikategorikan mengandung cacat yuridis?

b. Bagaimana tanggung jawab PPAT dan para pihak terhadap akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian diketahui mengandung cacat yuridis?

c. Apa akibat yang muncul bila menggunakan akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian dinyatakan cacat yuridis?

3. Amir Mahmud Brutu, NIM 177011168, Universitas Sumatera Utara, judul tesis

“Perlindungan Hukum Jual Beli Hak atas Tanah secara lisan (Studi putusan No.114/Pdt/2015/PT.Mdn)”, dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana kedudukan jual beli hak atas tanah secara lisan dalam hukum positif di Indonesia?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah secara lisan apabila penjual wanprestasi?

c. Bagaimana pertimbangan yuridis dan non yuridis hakim dalam putusan no No.114/Pdt/2015/PT.Mdn?

(25)

4. Purna Noor Aditama, NIM 15921029, Universitas Islam Indonesia, judul tesis

“Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak pada peralihan hak atas tanah melalui jual beli”, dengan rumusan masalah:

a. Bagaimanakah tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak pada peralihan hak atas tanah melalui jual beli?

b. Bagaimanakah upaya – upaya Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak pada peralihan hak tanah melalui jual beli?

5. Gusmi, NIM B4B009115, Universitas Diponegoro Semarang, judul tesis

“Akibat Hukum Pembatalan Akta PPAT oleh Mahkamah Agung (Studi kasus putusan No.117K/Pdt//2006)”, dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana akibat hukum pembatalan akta jual beli dari aspek hukum perjanjian dan hukum tanah nasional?

b. Bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap pembatalan akta jual beli yang dibuatnya?

Berdasarkan judul penelitian tersebut di atas tidak terdapat kesamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan dengan judul “Perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan (studi putusan nomor 156K/Pdt/2020)”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah asli. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka baik di sidang yang bersifat ilmiah maupun

(26)

di hadapan masyarakat pada umumnya. Sangat diharapkan saran dan masukan yang bersifat konstruktif sehubungan dengan pendekatan dan rumusan masalah ini untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai, setelah mengadakan pengujian, dan hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang sangat luas. Teori itu sebenarnya merupakan “an elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan telah diterima oleh kalangan ilmuwan, sebagai sesuatu yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.12 Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisa dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.13

Beberapa kriteria ideal dari teori, yang mencakup hal-hal, sebagai berikut:14 a. Suatu teori secara logis harus konsisten; artinya, tidak ada hal-hal yang saling

bertentangan didalam kerangka yang bersangkutan;

b. Suatu teori terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala-gejala tertentu, pernyataan-pernyataan mana mempunyai interrelasi yang serasi;

c. Pernyataan-pernyataan didalam suatu teori, harus dapat mencakup semua unsur gejala yang menjadi ruang lingkupnya, dan masing-masing bersifat tuntas;

d. Tidak ada pengulangan ataupun duplikasi didalam pernyataan-pernyataan tersebut;

e. Suatu teori harus dapat diuji didalam penelitian. Mengenai hal ini ada asumsi-asumsi tertentu, yang membatasi diri pada pernyataan, bahwa pengujian tersebut senantiasa harus bersifat empiris.

12 James A. Black dan Dean J. Champion dalamSoerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2014, hal. 126-127.

13 Salim HS, Perkembangan Teori Hukum Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2010, Hal. 54.

14 Ibid, hal. 123-124.

(27)

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15 Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk menyistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.16

Adapun teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum merupakan salah satu teori yang sangat penting untuk dikaji, karena fokus kajian teori ini pada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang didasarkan pada teori ini, yaitu masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, baik secara ekonomis maupun lemah dari aspek yuridis.17

Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa

”hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlidungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan

15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hal 35.

16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

17 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017, hal. 259.

(28)

masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota- anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.”18

Selanjutnya Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa

“perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan reprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.19

Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah

“Memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”20

Menurut Lily Rasjidi dan I.B Wysa Putra menyatakan bahwa

“hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif.”21

“Teori perlindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya.”22

18 Ibid., hal. 53.

19 Ibid., hal. 54.

20 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 54.

21 Lily Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya, Bandung,1993,hal.118.

22 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit., hal. 263.

(29)

Secara teoretis, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1) Perlindungan yang bersifat preventif

Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan. Perlindungan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang definitif.

2) Perlindungan represif.

Perlindungan hukum yang represif berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa.23

Dalam proses jual beli tanah terdapat 3 (tiga) pihak yakni penjual, pembeli dan PPAT. Penjual adalah pihak yang menjual tanah kepada pembeli sedangkan pembeli adalah pihak yang menyerahkan uang sebagai pembayaran terhadap tanah yang dijual oleh penjual. Dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt/2020 diketahui bahwa pembeli telah membeli tanah yang mana jual belinya dilakukan di hadapan PPAT sehingga telah terpenuhinya syarat terang dalam jual beli tersebut. Dalam proses jual beli tanah, PPAT berperan sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta jual beli tanah tersebut. Akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta autentik yang pada hakekatnya memuat kebenaran formil dan materil yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

Setelah adanya proses jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT, pembeli seharusnya menjadi orang yang berhak atas tanah yang dibelinya karena ia telah melakukan kewajibannya berupa pembayaran atas tanah yang dibelinya kepada penjual akan tetapi karena adanya kelalaian PPAT dimana dalam proses jual beli

23 Ibid., hal. 264.

(30)

tanah warisan tersebut tidak ditandatangani dan disetujui oleh seluruh ahli waris yang mengakibatkan akta jual beli tersebut dibatalkan oleh pengadilan sehingga merugikan pembeli.

Teori perlindungan hukum dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa upaya perlindungan hukum pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan sehingga dengan teori perlindungan hukum ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait upaya – upaya yang dapat dilakukan oleh pembeli apabila terdapat kelalaian PPAT dalam jual beli tanah warisan yang merugikan pembeli.

b. Teori Kepastian Hukum.

Kepastian hukum merupakan suatu hal yang hanya bisa dijawab secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan secara sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis dalam artian tidak menimbulkan multi tafsir (keragu-raguan) dan logis dalam arti menjadi sistem norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian.

“Kepastian hukum merupakan suatu keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok maupun organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.”24

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah

“jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun

24 Jhon Raws, A Theory of Justice, London, Oxford University Press, terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan dasar-dasar filsafat politik untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam Negara, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, hal. 85.

(31)

kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.”25

Menurut Soejono Soekanto:

“Kepastian hukum mengharuskan diciptakan peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang umum, supaya tercipta suasana yang aman dan tentram di dalam masyarakat.”26

Menurut Peter Mahmud Marzuki, teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu:

1) Adanya peraturan yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.27

Van Kant mengatakan bahwa “hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap- tiap manusia agar kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat”.28 Tugas kaidah – kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut,

25 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,2013, hal. 28.

26 Soejono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), cetakan keempat, Universitas Indonesia, Jakarta,1999, hal.55.

27 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal. 158.

28 C.S.T.Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,2002,hal.44.

(32)

masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan sesama manusia.29

Hukum merupakan suatu alat atau sarana untuk menciptakan suatu keadilan, kepastian hukum, dan manfaat. Hukum itu pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan ketertiban pada masyarakat, dalam mencapai tujuan hukum tersebut, maka masyarakat membutuhkan suatu kepastian hukum yang akan melindungi mereka dalam melakukan suatu perbuatan hukum.

Dalam kasus putusan Mahkamah Agung nomor 156K/Pdt/2020, pembeli telah melakukan jual beli di hadapan PPAT. Dalam proses jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT seharusnya telah memberikan kepastian hukum bagi para pihak karena PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat akta autentik. Arti akta autentik mempunyai “kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.”30 Tetapi karena adanya kelalaian PPAT dalam pembuatan akta PPAT yang tidak ditandatangani dan disetujui oleh seluruh ahli waris sehingga akta PPAT tersebut dibatalkan oleh pengadilan dan merugikan pembeli.

Teori kepastian hukum dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kepastian hukum bagi pembeli berupa hukum dan ketentuan yang mengatur secara pasti tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban dari pembeli, penjual

29 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal.137.

30 Habib Adjie,Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2015, hal.6.

(33)

dan PPAT dalam jual beli tanah warisan sehingga dengan teori kepastian hukum ini diharapkan dapat ditemukan hukum yang berlaku secara pasti dalam jual beli tanah warisan sehingga tidak merugikan pembeli.

c. Teori Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Setiap subjek hukum harus bertanggungjawab atas tindakan atau perbuatan yang dilakukannya. “Tanggung jawab muncul dari adanya aturan hukum yang memberikan kewajiban kepada subjek hukum dengan ancaman sanksi apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.”31

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang- undang.32

Responsibility berarti "hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang

31 Vina Akfa Dyani, “Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Notaris dalam Membuat Party Acte”, Jurnal Lex Renaissance, Volume 2 No. 1, Januari 2017, hal.166.

32 Abdul Kadir Muhammad,Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti Bandung, 2009, hal.60.

(34)

dilaksanakan.”33 Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu “tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.”34

Menurut Hans Kelsen teori pertanggungjawaban hukum adalah

“pertanggungjawaban hukum orang pribadi atau orang yang mewakili suatu organisasi kemasyarakatan/perusahaan yang telah melakukan kesalahan dengan cara melakukan perbuatan yang melawan hukum.”35

Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu :

1) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.

2) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).

3) Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.36

33 Muryanto Resnik,Tanggung Jawab Profesi Hukum Dalam Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,2007, hal. 41.

34 Ridwan H.R.,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.

335.

35 Denny Armando,Pertanggung Jawaban Hukum Dalam Teori dan Praktek, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.25.

36Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta 2010, hal.503.

(35)

Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

1) Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

2) Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.37

Hans Kelsen dalam bukunya yang lain, membagi pertanggungjawaban menjadi empat macam yaitu:38

1) Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

2) Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

3) Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

4) Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

PPAT sebagai pejabat publik yang memiliki kewenangan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal membuat akta autentik harus mematuhi prosedur dan tata cara pembuatan akta autentik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pertanggungjawaban PPAT timbul karena adanya kesalahan yang dilakukan di dalam menjalankan suatu tugas jabatan dan kesalahan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain. Proses penerbitan akta PPAT sebagai akta autentik sangatlah

37 Donny Hasbullah,Kewajiban Dan Wewenang Jabatan Serta Pertanggungjawaban hukumnya, Ghalia, Indonesia, 2006, hal.78.

38 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, 2006, hal. 140.

(36)

menentukan. Apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan bahwa akta autentik yang dibuat oleh PPAT cacat maka PPAT dapat dimintai pertanggungjawaban atas akta yang dibuatnya.

Hal ini sebagaimana terdapat dalam kasus putusan Mahkamah Agung No.156K/Pdt/2020 dimana PPAT sebagai pejabat yang berwenang telah lalai dalam melaksanakan jabatannya dimana dalam pembuatan akta jual beli tanah warisan, PPAT tidak memeriksa objek yang diperjualbelikan. PPAT tidak memeriksa asal objek yang diperjualbelikan dihadapannya apakah objek tersebut merupakan harta warisan ataupun harta pribadi. Dengan ketidaktelitian PPAT tersebut mengakibatkan terjadinya jual beli tanah warisan tanpa adanya persetujuan dari seluruh ahli waris. Ahli waris yang merasa haknya terlanggar mengajukan gugatan kepada Pengadilan yang mengakibatkan dibatalkannya akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT tersebut sehingga merugikan pembeli.

Teori tanggung jawab dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli tanah warisan yang dibuatnya tanpa adanya persetujuan seluruh ahli waris sehingga dengan teori tanggung jawab ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait tanggung jawab hukum PPAT yang berlaku secara pasti dalam jual beli tanah warisan yang dilakukan tanpa adanya persetujuan seluruh ahli waris.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori. Suatu kerangka konsepsi, merupakan kerangka yang menggambarkan suatu hubungan antara

(37)

konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.39 Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak dan realitas.40

Definisi operasional pada penelitian ini adalah:

a. Perlindungan Hukum adalah “memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum”.41

b. Lalai adalah “kurang hati-hati;tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya); lengah.”42

c. PPAT adalah “pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta – akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun."43

d. Jual beli adalah “suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.44

39 Satjipto Raharjo, Op.cit., hal. 132.

40 Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.364.

41 Sajipto Rahardjo, Op.Cit, hal.74

42 https://kbbi.web.id/lalai.html diakses pada 23 November 2020 pukul 11.05 WIB.

43 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

44 Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

(38)

e. Akta Autentik adalah “suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang – Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk akta itu dibuat.”45

f. Warisan adalah “harta peninggalan yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris”.

g. Ahli Waris adalah “orang – orang yang berhak menerima atau mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal”.

G. Metode Penelitian

Metodologi adalah ilmu tentang metode. Metode merupakan “cara atau upaya untuk melakukan sesuatu. Cara melakukan ini sesuai dengan karakter ilmu.

Metodologi dapat mempengaruhi permasalahan penelitian yang digunakan oleh peneliti”.46

Istilah metodologi mempunyai beberapa pengertian yaitu:47 1. Logika dari penelitian ilmiah;

2. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian;

3. Suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.

Sunaryati Hartono mendefinisikan bahwa:

“Metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu".48

45 Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

46 H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, Alfabeta, Bandung, 2017, hal. 47.

47 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 7.

48 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal. 105.

(39)

Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menemukan solusi atas masalah, sehingga dapat diketahui bahwa metode penelitian merupakan “keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.”49Jadi,Metode penelitian hukum adalah

“suatu jalan yang ditempuh peneliti dalam suatu penelitian tertentu yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu.”50 Adapun metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

Penelitian adalah “pencarian atas sesuatu (incquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa ini dilakukan terhadap masalah masalah yang dapat dipecahkan.”51 Dalam melakukan penelitian tesis terdapat beberapa jenis penelitian, yaitu penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris atau sosiologis. “Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan.”52

Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad menyajikan pengertian penelitian hukum normatif yaitu:

49 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal.13

50 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang, 2006, hal. 26.

51 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hal.13.

52 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 13.

(40)

“Penelitian yang meletakkan hukum sebagai sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang- undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).”53

Dalam penulisan dan penelitian tesis ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang mencakup “penelitian terhadap azas- azas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkhronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.”54

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian tesis ini, sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis yaitu “analisis yang dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut” 55 “Dalam penelitian deskriptif, analisis data tidak keluar dari lingkup sample.”56

Objek kajian dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian ini, yaitu masalah perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan.

53 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit., hal. 13.

54 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Op.cit, hal.51.

55Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,Suatu Tinjauan Singkat.Raja Grafindo Persada.Jakarta.2010. hal.30.

56 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, hal. 37-38.

(41)

2. Sumber Data.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didukung dengan data primer yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pembeli atas kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam jual beli tanah warisan. Adapun data primer tersebut diperoleh dari hasil wawancara (interview) adalah “sekumpulan pertanyaan (tersusun atau bebas) yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal – hal baru yang terdapat di lapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan.”57

Adapun data sekunder tersebut diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu “bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan- catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.”58 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.

3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (UUPA)

4) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

57 J.Supranto,Metode Riset,Rineka Cipta,Jakarta,1997,hal.83.

58 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005, hal. 180.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum hakim terkait perlindungan hukum pembeli hak atas tanah bersertipikat yang

c. mereka yang turut serta dalam melakukan perbuatan. Akta Jual beli tanah dan rumah merupakan produk hukum yang dibuat oleh PPAT dan Surat Kuasa merupakan produk

Hendaknya pihak yang dirugikan atas terbitnya akta jual beli hak atas tanah yang bersertipikat oleh PPAT yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan cacat

Tujuan dari penelitian ini menjawab permasalahan mengenai kekuatan hukum perjanjian jual beli tanahyang tidak dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Masalah yang diteliti adalah mengapa dapat terjadi kesalahan dalam pembuatan akta jual beli tanah dan bagaimana tanggungjawab PPAT dalam memberikan perlindungan

Kekuatan hukum dalam perjanjian jual beli tanah di bawah tangan yang dapat dilakukan oleh pihak pembeli agar jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT

Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Pembeli Atas Penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Cacat Hukum Sebagai Akta Otentik Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Prinsipnya,

Menurut hasil dari penelitian dan analisa, bahwa dari mata hukum, jual beli tanah yang dilakukan tanpa adanya akta jual beli dari PPAT dapat menjadi kerugian bagi pihak pembeli, karena