• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ATAS DIKETAHUINYA CACAT YURIDIS PADA AKTA JUAL BELI TANAH DAN RUMAH YANG DIBUAT OLEH PPAT (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS ATAS DIKETAHUINYA CACAT YURIDIS PADA AKTA JUAL BELI TANAH DAN RUMAH YANG DIBUAT OLEH PPAT (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

DONA CHRISTIN 157011164 / M.Kn.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

DONA CHRISTIN 157011164 / M.Kn.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN Anggota : 1. Dr.T.Keizerina Devi A, SH,CN,M.Hum 2. Notaris Dr. Suprayitno, SH,M.Kn 3. Dr.Edy Ikhsan, SH, MA

4. Notaris Rosniaty Siregar, SH, M.Kn

(5)

Nama : DONA CHRISTIN

NIM : 157011164

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN FH USU

Judul Tesis : ANALISIS ATAS DIKETAHUINYA

CACAT YURIDIS PADA AKTA JUAL BELI TANAH DAN RUMAH YANG DIBUAT OLEH PPAT (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2333 K/PDT/2015)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat. Bila di kemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Juli 2017 Yang membuat pernyataan

NAMA : DONA CHRISTIN

NIM : 157011164

(6)

tertentu, dan kausa yang halal atau tidak terlarang. Selain itu syarat materiil dan syarat formil harus dipenuhi dalam Jual beli tanah. Syarat materiil mengatur tentang subyek dan obyek dimana penjual dan pembeli merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya serta tanah yang diperjualbelikan bukan dalam sengketa. Syarat formil yaitu pembuatan akta oleh dan dihadapan PPAT setelah semua persyaratan materiil tersebut terpenuhi, hal ini berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai peraturan pelaksana dari UUPA.

Oleh karena itu, penelitian ini berupaya menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT dikategorikan mengandung cacat yuridis, tanggung jawab PPAT dan para pihak terhadap akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian diketahui mengandung cacat yuridis dan akibat yang muncul bila menggunakan akta jual beli tanah dan rumah yang kemudian dinyatakan cacat yuridis.

Penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif yang mana akan menelaah Putusan Mahkamah Agung No: 2333 K/Pdt/2015. Sumber bahan hukum penelitian ini di peroleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat sahnya perjanjian berlaku atas perbuatan hukum dalam Surat Kuasa. Pembuatan Surat Kuasa dan Akta jual beli atas tanah warisan harus disetujui oleh seluruh ahli waris. Akibat hukum terhadap Surat Kuasa No. 06 Tanggal 10 Maret 2010 yang mengandung keterangan palsu, oleh hakim semestinya akta tersebut menjadi batal demi hukum. Dengan batalnya Surat Kuasa maka perbuatan hukum dalam akta jual beli tanah dan rumah No.

29/2010 tanggal 15 Desember 2010 menjadi tidak sah dan batal demi hukum juga.

Pihak yang dinyatakan bersalah harus menanggung biaya perkara pengadilan.

Helmina Sitinjak harus membayar hutangnya sebesar Rp. 90.000.000 (Sembilan puluh juta rupiah) beserta bunga kepada Rudi Simangungsong dan Sertipikat hak milik No. 579/Babura Sunggal yang sudah balik nama menjadi atas nama Rudi Simangungsong dapat dibatalkan oleh hakim. PPAT dalam hal ini tidak dapat di mintai pertanggungjawaban.

Kata Kunci: Cacat Yuridis, Akta Jual Beli, Sahnya Perjanjian, Syarat Materiil, Syarat Formil

(7)

legitimate (according to the Islamic Law) or allowable cause. Furthermore, buy and sell of land must also fulfill the elements of material and formal requirements.

Material requirements regulates the subject and object of the deal in which the seller and buyer are the rightful owners of the land sold and the object is not in a dispute. The formal requirement is when all material requirements are fulfilled, then according to PP (Governmental Regulation) No. 24/1997 on Land Registration as required by UUPA, require that every agreement which transfers the title of a piece of land has to provable by a deed made by and before PPAT (Officials Empowered to Draw up Land Certificates). The material requirement determines the fulfillment of the formal materials. If the material requirements are not fulfilled by the seller and buyer, the formal requirements cannot be fulfilled.

This is a normative legal research which analyzes the Supreme Court’s Ruling No. 2333 K/Pdt/2015. The legal material source of the research is obtained from the primary, secondary and tertiary legal materials.

The results show that the eligibility requirement of an agreement is applied for a legal action in the Power of Attorney. The making of the Power of Attorney and the buy and sell certificate for inherited land has to be approved first by all heirs. The legal consequence of the Power of Attorney No. 06 dated on March 10, 2010 containing false information is declared to be null and void before law by the Judge. By the void of the Power of Attorney, any legal action in the buy and sell certificate for land and building No. 29/2010 dated on December 15, 2010 becomes null and void as well. The party who is declared to be guilty is liable to pay for the court fee. Helmina Sitinjak has to pay the debt IDR 90, 000, 000 (Ninety million Rupiahs) along with the interest to Rudi Simangunsong, and the Title Certificate No. 579/Babura Sunggal which has been transferred to Rudi Simangunsong can be annulled by the Judge. Therefore, according to Article 1267 of the Civil Code, Rudi Simangunsong is allowed to request for the money that he has lent to be paid along with its interest and indemnity for the annulment of the buy and sell certificate. PPAT in this case is not liable because the buy and sell certificate contained a juridical error because the persons appearing gave false information.

Keywords: Juridical Error, Buy and Sell Certificate, Eligibility Requirement, Material Requirement, Formal Requirement

(8)

segala berkat, rahmat dan kasih karuniaNya telah memberikan kekuatan jasmani dan rohani serta inspirasi yang terbaik sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya.Tesis ini berjudul “ANALISIS ATAS DIKETAHUINYA CACAT YURIDIS PADA AKTA JUAL BELI TANAH DAN RUMAH YANG DIBUAT OLEH PPAT (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.2333 K/PDT/2015)”.Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang terbaik dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara kepada penulis;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting , SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu untuk membimbing kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH., MA., selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, sekaligus merupakan dosen penguji yang telah memberikan masukkan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

5. Bapak Prof. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., yang merupakan Ketua komisi pembimbing dan Bapak Notaris Suprayitno, SH., M.Kn., juga merupakan dosen pembimbing yang mana telah mencurahkan waktu dalam memberikan bimbingan serta ibu Notaris Rosmiaty, SH., M.Kn selaku dosen penguji yang juga telah memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini;

6. Para Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang ada di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya yang telah membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis;

(9)

Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Stella, Nopika, Epipani, Lidya, Putche, Adelberd, yang telah memberikan dukungan motivasi dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

9. Seluruh Staf/Pegawai pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menjalani pendidikan.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata atas segala perhatian yang telah diberikan sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih. Semoga tesis ini juga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Penulis

Dona Christin 157011164

(10)

Nama : Dona Christin

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 8 Oktober 1976

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Muctar Basri No. 86A. Medan

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Sahat Sinaga, SH, MH

Nama Ibu : Ruslan Sirait (Almarhumah)

III. PENDIDIKAN

Taman Kanak-kanak : TK Adyaksa Manado Sekolah Dasar : Negeri 6 Palu

Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Palu Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 2 Palu

Strata I : Universitas Amir Hamzah Medan

Fakultas Hukum

Strata II : Universitas Sumatera Utara Medan Magister Kenotariatan

(11)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1.Kerangka Teori ... 13

2.Kerangka Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian ... 22

1.Sifat Penelitian ... 23

2.Sumber Data ... 24

3.Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.Analisa Data ... 26

BAB II. PENYEBAB AKTA JUAL BELI TANAH DAN RUMAH YANG DIBUAT OLEH PPAT DIKATEGORIKAN MENGANDUNG CACAT YURIDIS ... 26

A. Tinjauan Umum Mengenai Akta ... 26

1.Pengertian dan Jenis Akta ... 26

2.Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Yang Sempurna ... 28

B. Peralihan Hak Atas Tanah dan Rumah Melalui Jual Beli ... 29

1. Sebelum Berlakunya UUPA ... 31

(12)

1. Penyimpangan Terhadap Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli. ... 37

2. Penyimpangan Terhadap Syarat Materiil... 38

3. Penyimpangan Terhadap Syarat Formil ... 41

D. Penyebab Akta Jual Beli Tanah dan Rumah No. 29 Tahun 2010 Dikategorikan Mengandung CacatYuridis ... 45

BAB III. PERTANGGUNGJAWABAN PPAT DAN PARA PIHAK TERHADAP AKTA JUAL BELI TANAH DAN RUMAH JIKA KEMUDIAN DIKETAHUI MENGANDUNG CACAT YURIDIS ... 51

A. Tugas, Wewenang dan Kewajiban PPAT ... 51

1. Tugas PPAT ... 51

2. Wewenang PPAT ... 51

3. Kewajiban PPAT ... 53

B. Bentuk Pertanggungjawaban PPAT Terhadap Akta Yang Dibuatnya... 56

1. Pertanggungjawaban PPAT Secara Administrasi ... 57

2. Pertanggungjawaban PPAT Secara Perdata ... 60

3. Pertanggungjawaban PPAT Secara Pidana ... 63

C. Keabsahan Dan Otentisitas Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ... 68

D. Kewajiban Notaris/PPAT dalam Pembacaan Akta Otentik ... 73

E. Keterangan Palsu Atas Surat Kuasa No.06 Tanggal 10 Maret 2010 Oleh Para Pihak Yang dikualifikasikan Sebagai Tindak Pidana ... 77

F. Pertanggungjawaban PPAT Atas Akta Jual Beli Tanah Dan Rumah No.29 Tahun 2010 Yang Kemudian Diketahui Mengandung Cacat Yuridis ... 80 G. Pertanggungjawaban Para Pihak Atas Keterangan Palsu

Dalam Surat Kuasa No.06 Tanggal 10 Maret 2010 Yang

(13)

A. Akibat Menggunakan Akta Jual Beli Tanah Dan Rumah

Yang Kemudian Diketahui Mengandung Cacat Yuridis ... 90

B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor:2333 K/Pdt/2015 ... 93

1. Kasus Posisi ... 93

2. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutuskan Perkara ... 95

3. Analisa Kasus ... 104

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(14)

Yuridis Levering : penyerahan hak Legal Defect : cacat hukum (yuridis) Legal Right : hak hukum

Jus in Rem : hak atas suatu benda

Jus in Personam : hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan Verbintenis : perjanjian

Last giving : kuasa

Overenkomst : persetujuan

Macht : kekuasaan

Lasthebber : orang lain

Lastgever : pemberi kuasa

Notarieel : akta notaris

Onderhandsgeschrift : akta dibawah tangan Verlijden : peresmian akta Schorsing : pemecatan sementara

Onzetting : pemecatan

Beroepsfout : kesalahan

Onrechtmatigedaad : perbuatan melanggar hukum

Dolus : kesengajaan

Culpa : kealpaan

Opzet : kesengajaan

Partij acten : akta pihak

(15)

Tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar. Tanah memiliki karakteristik yang bersifat multidimensi, multisektoral, dan memiliki kompleksitas yang tinggi. Tanah juga mempunyai nilai religious yang tidak dapat diukur secara ekonomis. Disamping itu juga masalah tanah merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial dan politik. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin tingginya pertumbuhan penduduk menyebabkan harga tanah semakin mahal. Fenomena pentingnya keberadaan tanah bagi masyarakat maupun industri, tidak jarang sering menjadi penyebab sengketa, terutama dalam hal kepemilikan.

Hak atas tanah yang dimiliki seseorang dalam perkembangannya dapat beralih atau berpindah kepada yang lain. Beralih artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran jual beli tanah hanya dapat dilakukan dengan akta PPAT sebagai buktinya. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertifikat.1 Akta PPAT terkait dengan penyerahan yuridis (juridische levering), disamping penyerahan nyata (feitelijk levering) yaitu penyerahan yang

1Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 127.

(16)

harus memenuhi formalitas undang-undang melalui prosedur yang telah ditetapkan dengan menggunakan dokumen yang dibuat di hadapan PPAT.2

PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta mengenai pertanahan, akta yang dibuatnya dapat digunakan sebagai alat bukti telah terjadinya perbuatan hukum pengalihan hak maupun pembatalan hak atas tanah. Akta PPAT yang merupakan akta otentik mempunyai kekuatan mutlak mengenai hal-hal atau peristiwa yang disebut dalam akta, maka yang dibuktikan adalah peristiwanya.3

Dalam pembuatan akta otentik harus memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

1. Akta tersebut harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum;

2. Akta tersebut harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan didalam undang-undang;

3. Pejabat umum yang membuat akta harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta tersebut, baik kewenangan berdasarkan daerah (wilayah) kerjanya atau waktu pada saat akta tersebut dibuat.

4. Sifat tertulis suatu perjanjian yang dituangkan dalam sebuah akta jual beli dapat digunakan di kemudian hari sebagai alat bukti sah tidaknya perjanjian tersebut. Suatu perjanjian harus dapat memenuhi 4 (empat) syarat sahnya perjanjian, yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu4:

2 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 55-56.

3Ibid.

4 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2004), hal.17.

(17)

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b. Kecakapan membuat suatu perjanjian;

c. Suatu hal tertentu; dan

d. Kausa yang halal atau tidak terlarang.

Ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut menunjukkan bahwa syarat tersebut bersifat kumulatif artinya setiap perjanjian yang dibuat harus memenuhi keempat persyaratan tersebut secara secara bersama- sama. Tidak dipenuhinya salah satu syarat dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, mengakibatkan perjanjian jual beli cacat yuridis, yang keabsahannya dapat dipertanyakan, dalam arti dapat batal demi hukum dan/atau dapat dibatalkan oleh pihak ketiga yang berkepentingan.

Penyiapan dan Pembuatan blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dilakukan oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara atau Pejabat Pembuat Akta Tanah khusus tetapi formatnya telah ditentukan oleh Menteri dan ini diatur dalam Pasal 96 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 8 tahun 2012. Akta PPAT yang mengandung cacat yuridis karena kesalahan PPAT baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan PPAT itu sendiri, maka PPAT itu harus memberikan pertanggung jawaban baik secara moral maupun secara hukum.

Jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah “Suatu perjanjian dimana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

(18)

kebendaan dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Menurut Pasal 1458 jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjualbelikan beserta harganya walaupun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar.

Dengan terjadinya jual beli, hak milik atas tanah belum beralih kepada pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada pembeli.5 Hak milik atas tanah baru beralih kepada pembeli jika telah dilakukan penyerahan hak (yuridis levering), yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dihadapan dan oleh PPAT. Pendaftaran merupakan satu-satunya pembuktian dan pendaftaran merupakan syarat sahnya peralihan hak.6

Syarat sahnya suatu jual-beli tanah ada 2(dua), yaitu syarat materiil dan syarat formil.

1. Syarat materiil.

Syarat materiil sangat menentukan sahnya jual beli tanah.

a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan. Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang dibelinya7. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai. Menurut Pasal 21 UUPA, yang dapat

5Maria W. Sumardjono, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria (Yogyakarta: Andi Offset, 1982), hal.53-54.

6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,(Jakarta: Djambatan, 2003), hal.12.

7 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hal.77.

(19)

mempunyai hak milik atas suatu tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.

b. Penjual berhak untuk menjual tanah yang bersangkutan, yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja pemegang hak yang sah atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, apabila pemilik tanah ada dua orang maka yang berhak menjual tanah tersebut adalah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh hanya seorang saja yang bertindak sebagai penjual8.

c. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan apabila tidak sedang dalam sengketa. Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.9

2. Syarat Formil

Setelah semua persyaratan materiil tersebut terpenuhi, maka dilakukan jual beli dihadapan PPAT. Akta jual beli menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa di hadapan PPAT tetap sah karena

8Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal.2.

9Ibid.

(20)

UUPA berlandaskan pada Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud untuk melakukan pemindahan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT10.

Syarat materiil dalam jual-beli tanah mempunyai kaitan erat dengan syarat formilnya. Syarat materiil menentukan dapat dipenuhinya syarat formil. Kalau syarat materiil tidak dapat dipenuhi oleh pihak penjual dan pembeli, maka syarat formilnya tidak akan dapat dipenuhi. Kalau syarat materiil dalam jual-beli tanah tidak dapat dipenuhi oleh penjual dan pembeli, maka PPAT tidak akan membuatkan akta jual-beli tanah.

Pengertian cacat yuridis (hukum) dalam bahasa Inggris disebut dengan legal defect yaitu11:

Something (including a contract or a clause in a contract) that is legally flawed or incomplete) diartikan suatu hal (termasuk perjanjian atau klausul dalam perjanjian) yang tidak sempurna atau tidak lengkap secara hukum.

Menurut Riduan Syahrani pengertian cacat yuridis (hukum) adalah suatu keadaan dimana suatu perbuatan hukum tidak sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, sehingga perbuatan hukum itu dapat

10 Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 23.

11Anonim, Jakarta Translation Center, http://www.jasapenerjemah.co/2014/10/cacat- hukum.html diakses pada tanggal 22 Januari 2017.

(21)

dikategorikan tidak sah atau batal atau dapat dibatalkan. Misalnya, ada paksaan, kekhilafan, penipuan, atau perbuatan yang tidak halal dalam membuat perjanjian.

Kalau perjanjian dibuat tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan. Akan tetapi, jika perjanjian itu tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian yang bersangkutan batal demi hukum, sehingga perjanjian dianggap tidak pernah ada.12

Pada kenyataannya, pekerjaan yang dilakukan Notaris/PPAT tidak luput dari kesalahan. Apabila akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT ternyata dikemudian hari mengandung sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah ini merupakan kesalahan dari Notaris/PPAT yang dengan sengaja menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen yang sebenarnya. Apabila akta yang dibuat/diterbitkan Notaris/PPAT mengandung cacat yuridis (hukum) karena kesalahan Notaris/PPAT baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan Notaris/PPAT itu sendiri, maka Notaris/PPAT harus memberikan pertanggungjawaban secara moral dan secara hukum dan tentunya hal ini harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dipengadilan.

Permasalahan dalam penulisan penelitian ini berawal dari sengketa tanah warisan dari Richard Simbolon yaitu Sertifikat Tanah Hak Milik No: 579/Babura Sunggal diwilayah hukum Kota Medan Propinsi Sumatera Utara yang terletak pada Jalan Sei Alas No.31 Kelurahan Babura Sunggal Kecamatan Medan Sunggal yang meninggalkan ahli waris 6 (enam) orang yaitu: Helmina Sitinjak (Isteri) dan 5 orang anak kandung berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Medan

12 Riduan Syahrani, Kata-kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, (Bandung: PT Alumni, 2009) hal. 37

(22)

No.875/Pdt/1992/PN.Mdn tertanggal 8 September 1992 melawan Dita Hastuti, Rudi Simangunsong, Hasan Basri Ruslan, Lindawati Girsang dan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan.

Berdasarkan salinan dalam putusan pengadilan ditemukan adanya cacat yuridis pada akta jual beli Tanah dan rumah dimana hal tersebut diawali dari Surat Kuasa yang mengandung cacat yuridis. Tetapi dari hasil putusan pengadilan dinyatakan bahwa Ronald Martua Simbolan dan saudara-saudaranya (pemohon kasasi) tidak dapat membuktikan adanya cacat yuridis dari proses peralihan hak atas tanah tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka menarik untuk diteliti dalam sebuah tesis yang berjudul “Analisis Atas Diketahuinya Cacat Yuridis Pada Akta Jual Beli Tanah dan Rumah Yang dibuat Oleh PPAT (Putusan Mahkamah Agung No. 2333 K/Pdt/2015)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:

1. Faktor-faktor apa yang dapat menyebabkan akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT dikategorikan mengandung cacat yuridis?

2. Bagaimana tanggung jawab PPAT dan para pihak terhadap akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian diketahui mengandung cacat yuridis?

3. Apa akibat yang muncul bila menggunakan akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian dinyatakan cacat yuridis?

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT dikategorikan mengandung cacat yuridis.

2. Mengetahui dan menganalisis bagaimana tanggung jawab PPAT dan para pihak terhadap akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian diketahui mengandung cacat yuridis.

3. Mengetahui dan menganalisis akibat yang muncul bila menggunakan akta jual beli tanah dan rumah yang kemudian dinyatakan cacat yuridis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam proses ilmu pengetahuan.13 Penelitian hukum dilakukan untukmencari pemecahan atas isu hukum yang timbul.14 Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka know-how didalam hukum. Dengan melakukan penelitian hukum diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan.15 Bertitik tolak dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis dibidang hukum yaitu:

13 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal. 10.

14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal.41.

15Ibid.

(24)

1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk penambahan khasanah kepustakaan dibidang keperdataan khususnya tentang masalah akta jual beli tanah dan rumah jika kemudian diketahui mengandung cacat yuridis.

2. Dari segi praktis, penelitian ini sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukkan bagi para pihak yang berkepentingan seperti hakim, notaris dan masyarakat untuk mengetahui tentang akibat dan tanggung jawab para pihak jika kemudian diketahui mengandung cacat yuridis pada akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada, penelusuran kepustakaan, khususnya dilingkungan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terdapat beberapa judul tesis yang berhubungan juga dengan topik ini, antara lain:

1. Aldi Subhan (NIM), Tanggung Jawab PPAT Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.94/Pdt.G/2005/PN.JKT.PST.

Permasalahan yang diajukan:

a. Bagaimana peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah dengan adanya kuasa mutlak?

b. Bagaimana Tanggung jawab PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta PPAT?

c. Bagaimana akibat hukum terhadap akta PPAT yang dibuat oleh PPAT secara melawan hukum?

(25)

2. Nursuhadi (NIM.002111035), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Bersertifikat Hak Milik Di kecamatan Kota Kisaran Barat Kabupaten Asahan”.

Permasalahan yang diajukan:

a. Mengapa terjadi penyimpangan pelaksanaan jual beli tanah bersertipikat hak milik di Kecamatan Kota Kisaran barat?

b. Apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pelakanaan jual beli tanah bersertipikat hak milik?

c. Solusi apa yang dilakukan terhadap penyimpangan pelaksanaan jual beli tanah berseripikat hak milik di Kecamatan Kota Kisaran barat?

3. Muaz Effendi (NIM. 077011043), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian: “Jual Beli Tanah Yang Belum Bersertifikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di kantor Pertanahan Medan”.

Permasalahan yang diajukan:

a. Mengapa terjadi ketidak seragaman atas peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat di Kecamatan Medan Johor?

b. Bagaimana bentuk-bentuk surat peralihan hak atas tanah sebagai landasan pengalihan hak atas tanah yang belum bersertipikat?

c. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah yang belum bersertipikat serta kendala-kendala apa yang umumnya dihadapi

(26)

masyarakat dalam pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Medan?

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk terjadinya proses tertentu.16 Kerangka teori merupakan “kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.17

Kerangka teori18 adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.

Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti tetapi harus dianggap petunjuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga merupakan masukkan ekternal bagi penelitian ini.

16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 122

17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal.80.

18Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis dan Masyarakat, (Bandung:

Alumni,1983), hal.111-112.

(27)

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.

Kegunaan terebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:19 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang disetujui kebenarannya.

Pada ilmu hukum kelangsungan perkembangan suatu ilmu senantiasa tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan teori.20 Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.21

a. Teori Tanggung Jawab

Menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu.22

19Soerjono Soekanto, Op cit., hal. 121.

20Ibid hal.6.

21JJ.Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I. (Jakarta: UI Press, 1996), hal.203.

22Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal. 127.

(28)

Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum.

Konsep kewajiban bisanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud disini adalah hak hukum (legal right). Penggunaan linguistik telah membuat dua perbedaan hak yaitu jus in rem dan jus in personam. Jus in rem adalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikan privat dalam hukum perdata. Jus ini rem tidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan.23

Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:24

A. Teori fautes de personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam tori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

B. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.

23 Jimly Asshiddiqie, dan M.Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta:

Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 66-67.

24Ibid, hal.365.

(29)

Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain.

Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie bahwa:

“Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya selalu merupakan kewajiban hukum orang lain”.25

Hans Kelsen dalam bukunya yang lain, membagi pertanggungjawaban menjadi empat macam yaitu:26

a. Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara tanggung jawab PPAT yang berkaitan dengan kewenangan PPAT berdasarkan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2016 tentang PJPPAT beserta peraturan pelaksanaannya yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah membuat alat bukti berupa akta otentik mengenai perbuatan

25Ibid.

26 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, (Bandung: Nusamedia danNuansa, 2006), hal. 140. (Selanjutnya disingkat Hans Kelsen III).

(30)

hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya mengenai kemampuan bertanggungjawab secara teoritis harus memenuhi unsur yang terdiri atas:

a. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum;

b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.27

Menurut Roscoe Pound pertanggung jawaban terkait dengan suatu kewajiban untuk meminta ganti kerugian dari seseorang yang terhadapnya telah dilakukan suatu tindakan perugian atau yang merugikan (injury), baik oleh orang yang pertama itu sendiri maupun oleh sesuatu yang ada dibawah kekuasaannya.28

Dalam ranah hukum perdata, Roscoe Pound menyatakan hukum melihat ada 3 (tiga) pertanggungjawaban atas delik yaitu:

a. Pertanggungjawaban atas perugian yang disengaja;

b. Pertanggungjawaban atas perugian karena kealpaan dan tidak disengaja;

c. Pertanggungjawaban dalam perkara tertentu atas perugian yang dilakukan karena kelalian serta tidak disengaja.29

Sedangkan menurut J.H. Niewenhuis, suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, baik syarat subyektif maupun syarat obyektif akan mempunyai akibat-akibat, sebagai berikut:30

27 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), hal. 82-83.

28 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to The Philosophy of Law), terjemahan Mohammad Radjab, (Jakarta: 1996), hal.80.

29Ibid, hal.92

30 J.H. Niewenhuis, Pokok-Pokok Hukum Perikatan ( Hoofdstukken Verbintenissenrecht), terjemahan Djasadin Saragih, (Surabaya: Airlangga University Press, 1985), hal. 2.

(31)

1. Noneksistensi; apabila tidak ada kesepakatan maka tidak timbul perjanjian.

2. Vernietigbaar; atau dapat dibatalkan, apabila perjanjian tersebut lahir karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke) atau karena ketidakcakapan (onbekwaamheid) – (Pasal 1320 BW syarat a dan b), berarti hal ini terkait dengan unsur subyektif, sehingga berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

3. Nietig; atau batal demi hukum, apabila terdapat perjanjian yang tidak memenuhi syarat objek tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya tidak diperbolehkan – (Pasal 1320 BW syarat c dan d), berarti hal ini terkait dengan unsur obyektif, sehingga berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum.

Seseorang hanya bertanggungjawab atas dasar kerugian orang lain, dan tanggungjawab ini menurut ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), apabila:31

a. Perbuatan yang menimbulkan kerugian itu bersifat melanggar hukum (perbuatan melanggar hukum);

b. Kerugian itu timbul sebagai akibat perbuatan tersebut (hubungan kausal);

c. Pelaku tersebut bersalah (kesalahan);

d. Norma yang dilanggar mempunyai “strekking” untuk mengelakkan timbulnya kerugian (relatifitas).

Selaras dengan pendapat Munir Fuady, teori aansprakelijkheid atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut dengan teori tanggung jawab adalah teori untuk menentukan siapa yang harus menerima gugatan atau siapa yang harus digugat

31J.H. Nieuwenhuis, Op.Cit, hal. 118

(32)

karena adanya suatu perbuatan melawan hukum.32 Munir Fuady menguraikan tanggung jawab hukum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:33

a. Tanggungjawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalain) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

b. Tanggungjawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata.

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.

Pertanggungjawaban PPAT timbul karena adanya kesalahan yang dilakukan di dalam menjalankan suatu tugas jabatan dan kesalahan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain yang minta jasa pelayanan (klien) PPAT, artinya untuk menetapkan seorang PPAT bersalah yang menyebabkan penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga, disyaratkan bilamana perbuatan melanggar hukum dari PPAT tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan pertanggungjawaban tersebut dapat dilihat dari sudut pandang administratif, keperdataan maupun dari sudut pandang hukum pidana.

Tata cara terbitnya akta PPAT sebagai akta otentik sangatlah menentukan.

Apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan adanya cacat yuridis pada akta otentik yang dibuat PPAT maka bukan saja akan mengakibatkan timbulnya risiko bagi kepastian hak yang timbul atau yang tercatat atas dasar akta tersebut, tetapi juga akan menempatkan PPAT sebagai pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban.

32Munir Fuady II, Op, Cit, hal.16

33Munir Fuady II, Op, Cit, hal.3

(33)

b. Teori Perjanjian

Perjanjian dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Perjanjian lisan masih sering terjadi di lingkungan masyarakat adat, sedangkan perjanjian tertulis lazimnya dilakukan masyarakat modern dalam dunia usaha/bisnis dengan hubungan hukum yang lebih kompleks. Menurut M. Yahya Harahap, “Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian: Suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.34

A.Pitlo memakai istilah perikatan untuk verbentenis berpendapat:

“Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.35 Selanjutnya Subekti berpendapat: “Perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.36

Kemudian Sudikno Mertokusumo, mengartikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Sedangkan Wirjono Prodjodikoro, mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

34 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung:Alumni, 1986), hal.6.

35R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1986), hal.6.

36 R. Subekti, Op.Cit., hal.122.

(34)

melakukan sesuatu hal atau tidak untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan bagian terpenting daripada teori. Konsep dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu segi subyektif dan dari segi objektif. Dari segi subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelektual untuk menangkap sesuatu.

Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan sesuatu yang ditangkap oleh kegiatan intelektual tersebut.Hasil dari responsibilitas akal manusia itulah yang dinamakan konsep.37

Adapun uraian konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Cacat yuridis akta jual beli tanah dan rumah adalah adanya penyimpangan terhadap terbitnya akta jual beli tanah dan rumah:

a. Syarat Materil38yaitu berhubungan dengan penjual, pembeli dan aturan hukum yang berlaku (sebagai syarat sah suatu perjanjian yang diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata dikaitkan dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah),

b. Syarat Formil yaitu berhubungan dengan pembuatan akta jual beli di PPAT (berpijak pada syarat-syarat terpenuhinya akta otentik yang diatur pada Pasal 1868 KUHPerdata dikaitkan dengan

37 Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal.122.

38 Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 77-78.

(35)

ketentuanPasal 95-102 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN RI.

Nomor 8 Tahun 2012).

2. Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.39

3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.40

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakekatnya, mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.41 Kata metode berasal dari yunani”Methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.42

1. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah, bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang mengacu pada

39 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta:

Pradnya Paramita, 1995), hal. 236.

40PP.No.24 Tahun 2016 Pasal 1 (1) Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

41 Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 328.

42 Koenjtraraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997). hal.16

(36)

ketentuan-ketentuan hukum positif. Metode penelitian yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.43

Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif dapat disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum yang dikategorikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.44

Yuridis yang dimaksud pada penelitian ini adalah, berusaha melakukan pendekatan terhadap dasar hukum dan menganalisa permasalahan yang ada.

Menganalisa hukum baik yang tertulis, maupun yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Sedangkan sifat deskriptif analitis dalam penelitian ini bertujuan untuk, mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat perihal diketahuinya cacat yuridis pada akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT. Maksudnya bahwa penelitian ini menelaah dan menjelaskan serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan diketahuinya cacat yuridis pada akta jual beli tanah dan rumah yang dibuat oleh PPAT dan ditujukan untuk membatasi kerangka studi pada suatu pemberian, suatu analisis, atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk membangun atau menguji teori-teori.

43 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal.13

44 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal.127.

(37)

2. Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian diatas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari:

A. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru maupun pengertian baru mengenai studi gagasan dalam bentuk peraturan perundang-undangan seperti KUH perdata, Undang- Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Kepala BPN Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta, Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Nomor 8 tahun 2016.

B. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan pelajaran mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan

(38)

ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian.

C. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research). Untuk mengumpulkan data sekunder maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasikan, dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.

- Metode Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen.

- Studi Pustaka, sumber utama penulisan tesis ini diperoleh dari data sekunder, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya dipilih guna memperoleh pasal-pasal,teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian permasalahan dalam tesis ini, sehingga klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang diteliti dalam tesis ini.

4. Analisa Data

Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

(39)

dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.45

Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan pemaparan, sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif atau penalaran.

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul yaitu inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi kepustakaan.

Kemudian dilakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, yaitu suatu metode penarikan kesimpulan dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.46

45 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001), hal.101.

46 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal.11.

(40)

A. Tinjauan Umum Mengenai Akta 1. Pengertian dan Jenis Akta

Istilah akta berasal dari bahasa Belanda, yaitu Akte. Akte menurut Veegens-Oppenheim_Polak DI.III 1934 halaman 459 adalah “een ondertekend geschrift opgemaakt om tot bewijs te dienen” yang artinya suatu tulisan yang ditanda tangani dan dibuat untuk dipergunakan”.47 Pengertian akta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah surat ijazah, piagam, pengakuan, kesaksian, tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan hukum yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.48 Sedangkan arti dari surat itu sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kertas yang bertulis berbagai-bagai isi dan maksudnya.49

Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah suatu surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.50 Menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio, kata ‘acta’ merupakan bentuk jamak dari kata ‘actum’ yang merupakan bahasa latin yang mempunyai arti perbuatan-

47 Tan Thong Kie, Studi NotariatdanSerba Serbi Praktek Notaris (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve), hal.10.

48 Suharso dan Ana Retno Ningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2012), hal. 639

49Ibid, hal. 506

50 Urip Santoso,Pejabat Pembuat Akta Tanah , Perspektif Regulasi, Wewenang dan Sifat AktaTeknik Pembuatan Akta, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hal.126.

(41)

perbuatan. Selain pengertian akta sebagai surat memang sengaja diperbuat sebagai alat bukti, ada juga yang menyatakan bahwa perkataan akta yang dimaksud tersebut bukanlah “surat” melainkan suatu perbuatan.

Pasal 108 KUHPerdata menyebutkan:

Seorang isteri, sekalipun ia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada isterinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si isteri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami.

Menurut Pasal 1867 KUHPerdata menyebutkan pembuktian dengan tulisan, dilakukan dengan tulisan (akta) autentik ataupun dengan tulisan-tulisan (akta) dibawah tangan. Dari bunyi Pasal tersebut, maka akta itu dapat dibedakan atas:

a. Akta dibawah tangan (onderhands acta)

Adalah suata akta yang dapat dibuat sedemikian rupa atas dasar kesepakatan para pihak yang pembuatannya tidak harus dihadapan pejabat umum yang berwenang.

b. Akta otentik (authentic acta)

Pengertian akta otentik dapat dilihat pada Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu:

“suata akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana dibuatnya.51

51 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985)

(42)

Pasal 1868 KUHPerdata merupakan dasar untuk keotentikan akta juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta, dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang Pejabat Umum.

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.

3. Pejabat Umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut

2. Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Yang Sempurna

Pasal 165 HIR, 285 RBg menyatakan akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu, sebagai bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta orang yang mendapat hak darinya tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan bahkan tentang apa yang tercantum di dalamnya. Akta otentik diklasifikasikan lagi menjadi akta ambtelijk dan akta partij/pihak. Akta ambtelijk yaitu pejabat menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya sedang akta partij yaitu pejabat menerangkan berdasarkan keterangan pihak-pihak yang berkepentingan dan para pihak mengakui keterangan dalam akta tersebut dengan membubuhkan tanda tangan mereka.52

Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undangundang, tanpa perantara atau

52 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 120.

(43)

tidak di hadapan Pejabat Umum yang berwenang. Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna, sedangkan akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Jika para pihak mengakuinya maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik.

Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak.

B. Peralihan Hak Atas Tanah dan Rumah Melalui Jual Beli

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, yang dimaksud dengan jual beli adalah

“suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual53. Dengan demikian perkataan jual beli ini menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual,

53Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 7.

(44)

sedangkan dari pihak lain dinamakan membeli, jadi dalam hal ini terdapat dua pihak yaitu penjual dan pembeli yang bertimbal balik.54

Berdasarkan ketentuan diatas, barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.55 Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah adanya barang dan harga yang sesuai dengan asas konsensualisme dalam hukum perjanjian bahwa perjanjian jual beli tersebut lahir sejak terjadinya kata sepakat mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak setuju mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Dalam perjanjian jual beli yang terdapat penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang bertimbal balik dimana bagi si penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan serta menjamin kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi dan terhadapnya berhak untuk menerima pembayaran harga barang, sedangkan kewajiban si pembeli yang utama adalah membayar harga yang berupa sejumlah uang pada saat pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana

54 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 1.

55Ibid. hal. 2.

(45)

yang ditetapkan menurut perjanjian, sedangkan haknya adalah menerima barang yang diperjualbelikan dari penjual tersebut.56

Perbuatan hukum jual beli dalam peralihan hak atas tanah merupakan penyerahan tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli untuk selamanya pada saat mana pihak pembeli menyerahkan harganya kepada pihak penjual. Sehingga pada saat jual beli, hak atas tanah itu langsung beralih dari penjual kepada pembeli.

1. Sebelum Berlakunya UUPA

Sebelum berlakunya UUPA, terdapat dualisme dan pluralisme hukum hak atas tanah, maksudnya berlaku hukum tanah barat, hukum tanah adat, hukum tanah antar golongan yakni hukum tanah yang memberikan pengaturan atau pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum antar golongan yang mengenai tanah57. Hukum tanah administratif yakni hukum tanah yang beraspek yuridis administratif58, hukum tanah swapraja yakni hukum tanah di daerah- daerah Swapraja yang masih mempunyai sifat-sifat keistimewaan berhubung dengan struktur pemerintahan dan masyarakat yang sedikit atau banyak adalah lanjutan dari system feodal59 dalam hukum tanah Indonesia.

Pada saat itu telah dilangsungkan pendaftaran tanah yang berdasarkan Ordonansi Balik Nama (Overschrijvings Ordonnantie) yang termuat dalam Stb.

1834 Nomor 27.Peralihan hak berdasarkan Ordonansi Balik Nama (Overschrijvings Ordonnantie) ini dilakukan untuk tanah-tanah dengan hak barat

56 Subekti, Pokok-Pokok Dari Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1975), hal. 135.

57 Effendi Perangin-angin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987),hal 12

58Ibid, hal.30.

59 Singgih Praptodiharjo, Sendi‐Sendi Hukum Tanah di Indonesia, (Jakarta, Yayasan Pembangunan Jakarta, 1952), hal. 130

Referensi

Dokumen terkait

Kepercayaan disini ditandai dengan adanya posisi dan status sosial seseorang karena seseorang akan memiliki peran dan pengaruh yang besar jika dia memiliki posisi dan

1. Seleksi Tahap I dilaksanakan oleh panitia terkait kelayakan peserta dan pemenuhan syarat administrasi. Dalam tahap ini akan dipilih dari karya-karya komik

Kecamatan Bondowoso dan Kecamatan Tlogosari merupakan kecamatan dengan nilai tertinggi dalam proses overlay penentuan kawasan agroindustri berbasis komoditas padi,

ignita yang digunakan pada penelitian ini hanya 1 sampel sehingga tidak bisa diungkapkan variasi dan diversitas genetiknya, walaupun merupakan burung endemik

“Dampak lingkungan ada mbak masyarakat sekitar menjadi terbiasa dengan memilah sampah kemudian sampah-sampah organik dikembangkan untuk dijadikan pupuk sedangkan

Pengamatan panen meliputi angka kerapatan panen, kriteria matang buah, produksi per pemanenan, proses kegiatan panen, dan kebutuhan tenaga kerja panen serta pengamatan

Hasil penelitian pengembangan ini berupa media pembelajaran yang menggunakan Augmented Reality yang berbasis android yang dapat dimanfaakan oleh siswa Kelas X Mata