• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MESKIPUN TELAH MEMILIKI AKTA JUAL BELI TANAH DARI PPAT OLEH PENGADILAN NEGERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MESKIPUN TELAH MEMILIKI AKTA JUAL BELI TANAH DARI PPAT OLEH PENGADILAN NEGERI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 106

PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH

MESKIPUN TELAH MEMILIKI AKTA JUAL BELI TANAH

DARI PPAT OLEH PENGADILAN NEGERI

(Studi Penelitian Putusan di Pengadilan Negeri Bireuen

Nomor: 11 / Pdt.G / 2008 / PN-BIR, tanggal 23 Februari 2009)

Budi Sunanda1, Amiruddin A. Wahab2, Muzakkir Abubakar2

1)

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2)

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Abstract: This research looks at the cancellation of the purchase agreement even though it had a deed of land sale and purchase of PPAT by the Court through the process of filing a lawsuit, which would bring certain legal consequences to the parties which is joined to the land purchase agreement. Land purchase agreement set forth in the Deed of Sale and Purchase of land issued by PPAT is a proof of the legal actions that give rise to the civil rights of a person or corporation on the ground. So the court based on the authority available to him, should have strong legal grounds to cancel the contract of sale of land that has had PPAT deed. To that end, the purpose of this study was to determine the authority of the district court stated that the Deed of Sale issued by PPAT flawed or not legally enforceable, and to determine the factors that led to the cancellation of the deed binding sale and purchase of land, and to investigate the protective law for good faith purchasers in the implementation of the land purchase agreement. The research is a descriptive analysis illustrating the application of the rule of law in society, and analyze data obtained in a systematic, factual and accurate and thorough regarding the cancellation deed of sale and purchase agreements made by PPAT. So the focus of this research is focused on documentary research using empirical juridical approach, in the sense that this kind of research is a normative legal research, the research literature with the approach of the legislation primarily to examine the rules relating to cancellation of contract of sale of land that had been no sale deed of land from PPAT by the Court.

Keywords: Land of sale and purchase and Made by PPAT

Abstrak: Penelitian ini mengkaji mengenai pembatalan perjanjian jual beli tanah meskipun telah memiliki akta jual beli tanah dari PPAT oleh Pengadilan melalui proses pengajuan gugatan, yang tentunya akan membawa konsekuensi yuridis tertentu kepada pihak-pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian jual beli tanah tersebut. Perjanjian jual beli tanah yang dituangkan dalam Akta Jual Beli tanah yang dikeluarkan oleh PPAT merupakan tanda bukti atas perbuatan hukum yang menimbulkan hak keperdataan kepada seseorang atau badan hukum atas tanah. Pengadilan berdasarkan kewenangan yang ada padanya, haruslah mempunyai alasan hukum yang kuat untuk dapat membatalkan perjanjian jual beli tanah yang telah mempunyai akta PPAT. Jadi berdasarkan kewenangannya Pengadilan Negeri semestinya hanya membatalkan isi perjanjiannya saja, namun terhadap akta yang telah dibuat oleh PPAT, maka pembatalannya dalam bentuk pernyataan (declaratoir) dalam putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan akta PPAT tersebut tidak berkekuatan hukum.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan dari Pengadilan Negeri yang menyatakan Akta Jual Beli yang dikeluarkan oleh PPAT cacat hukum atau tidak berkekuatan hukum. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan akta perjanjian jual beli tanah serta untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah.

(2)

107 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013 PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Namun terhadap ketentuan dalam pasal 37 ayat (1) tersebut tidak mengenyampingkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum adat. Dengan demikian peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam konteks Hukum Perjanjian Indonesia menurut KUH Perdata, terdapat beberapa alasan untuk membatalkan perjanjian. Alasan itu dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut:

a) Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum;

b) Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, yang berakibat:

1) Perjanjian batal demi hukum, atau 2) Perjanjian dapat dibatalkan;

c) Terpenuhinya syarat batal pada jenis perjanjian bersyarat;

d) Pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar action paulina;

e) Pembatalan oleh pihak yang diberi kewenangan khusus berdasarkan undang-undang.

Apabila perjanjian batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian, dan dengan demikian tidak pernah ada suatu perikatan. Sedangkan arti dari perjanjian yang dapat dibatalkan dimaksudkan apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur subjektif untuk sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu kesepakatan pada pihak dan kecakapan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum.

Berangkat dari uraian di atas, ada satu sengketa tanah yang terjadi di Kabupaten Bireuen yang diperiksa dan diadili pada tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri Bireuen, dan terhadap sengketa tanah ini Pengadilan Negeri Bireuen telah menjatuhkan putusan pada tanggal 23 Februari 2009, Nomor 11 / Pdt.G / 2008 / PN-BIR, dalam putusan tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri Bireuen tersebut telah membatalkan Akta jual beli tanah yang telah terjadi, di mana dalam salah satu amar putusannya dinyatakan bahwa Membatalkan jual-beli antara para Tergugat I dengan Tergugat II sekaligus Akta Jual-beli No. 172/KJ/2007, tanggal 5 November 2007. Hal ini berkonsekuensi yuridis bahwa perbuatan hukum atas jual beli tanah yang tertuang dalam akta jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada karena cacat hukum.

(3)

Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 108 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling ber janji untuk melaksanakan sesuatu hal. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat terlihat bahwa timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.

Hukum Perjanjian di Indonesia menganut ketentuan dari Belanda yang dapat dilihat dalam Buku III KUH Perdata. Belanda mendasarkan Hukum Perjanjian kedalam 3 (tiga) prinsip, yaitu:

a) Prinsip kewajiban para pihak. b) Prinsip kebebasan berkontrak. c) Prinsip Konsensualisme.

Menurut Maria S.W. Sumardjono, yang dimaksud dengan kontan/tunai dalam pengertian jual beli hak atas tanah adalah penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus lunas, selisih harga dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang piutang.

Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli, hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 271/K/Sip/1956 dan No. 840/K/Sip/1971. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli di muka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual. Sifat terang dipenuhi pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu

disaksikan oleh Kepala Desa, karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadirannya mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sekarang sifat terang berarti jual beli itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku.

Namun demikian, akta jual beli tanah tersebut menurut hukum sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, maka terhadap akta tersebut dapat terjadi kebatalan, yang dalam lapangan ilmu hukum perdata dikenal ajaran mengenai kebatalan akta tersebut, yaitu kebatalan mutlak (absolute nietigheid) dan kebatalan nisbi (relatief nietigheid). Pembedaan kedua jenis kebatalan ini terkait dengan akibat yang dapat muncul dari hubungan hukum yang tercipta.

Pembatalan adalah pernyataan batalnya suatu tindakan hukum atau perbuatan hukum atas tuntutan dari pihak-pihak yang oleh undang-undang dibenarkan untuk menuntut pembatalan tersebut.

(4)

109 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013 undang-undang atau peraturan perundang-undangan setingkat dengan undang-undang.

Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru.

Pembatalan yang diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri atas suatu akta PPAT dapat berbentuk batal demi hukum (van rechtswege neiting) atau dapat dibatalkan (verniettigbear), apabila suatu akta PPAT tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Undang-undang (pasal 1320 Kitab Undang-Undang-undang Hukum Perdata), yaitu apabila tidak memenuhi syarat subyektif (sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk berbuat sesuatu perjanjian) dan syarat objektif (suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Dengan dasar pertimbangan tersebut Hakim Pengadilan Negeri dapat membatalkan suatu akta PPAT dalam bentuk batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat objektif atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat subyektif.

Dalam kasus perdata yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Bireuen pada tanggal 23 Februari 2009 Nomor : 11 / Pdt.G / 2008 / PN-BIR, maka dalam amar putusannya yang antara lain menyatakan membatalkan akta jual beli dan memerintahkan kepada pihak-pihak yang menguasai tanah objek perkara untuk dikembalikan ke dalam status semula tanah tersebut adalah

merupakan bentuk putusan yang bersifat

declaratoir dengan putusan condemnatoir,

sehingga putusan tersebut dapat dilakukan eksekusinya.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang berupaya untuk mendeskripsikan atau menggambarkan penerapan suatu peraturan hukum dalam kontek teori-teori hukum dan pelaksanaannya dalam masyarakat, serta berupaya menguraikan penjelasan secara cermat, menyeluruh dan sistematis mengenai putusan Pengadilan Negeri tentang pembatalan perjanjian jual beli tanah yang diikat dengan Akta Jual Beli yang dikeluarkan PPAT di wilayah hukum Pengadilan Negeri Bireuen. Lokasi Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh.

HASIL PEMBAHASAN

(5)

Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 110 dikeluarkan PPAT dari sisi sebagai alat bukti

hak milik keperdataan. Identifikasi tersebut dilakukan dalam isi gugatan Penggugat yang dinilai oleh Hakim.

Dalam analisis kasus perdata di Pengadilan Negeri Bireuen Nomor : 11 / Pdt.G / 2008 / PN-BIR, penulis berkesimpulan bahwa pertimbangan hakim dalam putusannya yang membatalkan Akta Jual-beli No. 172/KJ/2007, tanggal 5 November 2007 dengan dasar pertimbangan bahwa objek tanah yang tercantum dalam Akta Jual beli No. 172/KJ/2007, tanggal 5 November 2007 adalah tanah yang masih dalam bodel warisan, maka seharusnya jual beli objek tanah tersebut haruslah melibatkan seluruh ahli waris yang berhak atas bodel warisan tersebut, namun dalam akta jual beli No. 172/KJ/2007, tanggal 5 November 2007, bahwa yang menjual objek tanah tersebut hanyalah seorang saja dari ahli warisnya, yaitu Tergugat I, maka Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut menyatakan bahwa jual beli tersebut cacat hukum.

Dengan demikian, menurut Penulis bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas telah tepat dan benar menerapkan hukum untuk membatalkan akta jual beli yang dikeluarkan PPAT, yang dalam hal ini adalah Akta Jual Beli No. 172/KJ/2007, tanggal 5 November 2007.

Akibat pembatalan terhadap perjanjian yang telah dibuat karena adanya ketidakcakapan dan yang terjadi karena kehilafan, paksaan, penipuan, membawa akibat bahwa semua kebendaan dan orang-orangnya

dipulihkan sama seperti keadaan perjanjian dibuat. Namun, terhadap hal perjanjian tersebut untuk dibatalkan maka dapat dimintakan pembatalan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang dengan dasar tidak dipenuhinya syarat subjektif sahnya suatu perjanjian. Para pihak yang merasa dirugikan harus mampu membuktikan bahwa perjanjian tersebut cacat hukum atau tidak sah menurut hukum.

Dengan demikian, Akibat hukum terhadap akta jual beli tanah yang dibuat oleh PPAT mengandung suatu kecacatan hukum adalah akta jual beli tanah tersebut dapat dibatalkan. Artinya bahwa pernyataan batalnya suatu tindakan hukum atas tuntutan dari pihak-pihak yang oleh peraturan perundang-undangan dibenarkan untuk menuntut pembatalan seperti itu.

Menurut peraturan perundang-undangan dan literatur, bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi pembatalan perjanjian jual beli tanah yang diikat dengan akta jual beli yang dikeluarkan oleh PPAT adalah:

a. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum;

b. Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian; c. Terpenuhinya syarat batal pada jenis

perjanjian yang bersyarat;

d. Pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar

action paulina;

(6)

111 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013 perjanjian jual beli tanah yang diikat dengan akta jual beli yang dikeluarkan oleh PPAT dapat dikelompokkan sebagai berikut:

e. Kebatalan perjanjian karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata;

f. Kebatalan perjanjian karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu hal tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata; g. Kebatalan perjanjian karena tidak

memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu sebab yang halal sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata;

h. Kebatalan karena hak membeli kembali objek dalam perjanjian jual beli;

i. Kebatalan perjanjian karena menggunakan surat kuasa mutlak;

j. Kebatalan dalam hal jual beli harta bersama;

k. Kebatalan perjanjian jual beli;

l. Kebatalan dalam hal keadaan darurat (noodtoestand);

m. Kebatalan perjanjian mengenai hak atas tanah.

Namun, bila dilihat dari kewenangan PPAT dalam membuat Akta Jual beli tanah, maka faktor-faktor pembatalan perjanjian jual beli tanah meskipun telah memiliki Akta Jual Beli Tanah dari PPAT harus memperhatikan hal-hal:

a. Kedudukan atau status Penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah;

b. Penjual adalah pihak yang berwenang menjual; dan

c. Pembeli pihak yang diperkenankan membeli tanah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bireuen atas pembatalan akta jual beli No. 172/KJ/2007, tanggal 5 November 2007, yang terbukti cacat hukum karena tidak melibatkan Penggugat sebagai salah satu ahli waris yang sah yang memiliki hak juga atas tanah objek dalam perjanjian jual beli tersebut, sehingga akta jual beli tersebut dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Suatu akta pada dasarnya memiliki ragam fungsi berkenaan dengan tindakan hukum, antara lain, fungsi menentukan keabsahan

(Menurut Mochammad Dja’is dan RMJ

Koosmargono, akta dilihat dari fungsinya untuk menentukan lengkap atau sempurnanya (bukan sahnya) suatu perbuatan hukum), atau syarat pembentukan dan fungsi sebagai alat bukti. Dilihat dari segi fungsinya sebagai alat bukti, akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna (hanya satu bukti cukup sebagai dasar pemutus perkara, akta otentik dianggap benar adanya dan pihak yang membantah dibebani untuk membuktikan kebenaran bantahannya).

(7)

Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 112 a. Akta jual beli telah ditandatangani tetapi

harga pembelian belum dibayar lunas oleh pembeli serta Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan) dan pajak atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB juga belum dibayar. b. Penandatanganan akta jual beli oleh para

pihak dilakukan tidak dihadapan PPAT yang menandatangani akta jual beli (titipan akta).

c. Penandatanganan akta jual beli oleh penjual dan pembeli tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan di hadapan PPAT. d. Akta jual beli telah ditandatangani tapi

sertipikat belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku tanah di kantor pertanahan. e. Pembuatan akta jual beli dilakukan di luar

daerah kerja PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi.

f. Akta ditandatangani di luar kantor PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi.

g. Nilai harga transaksi yang dimuat dalam akta jual beli berbeda dengan nilai transaksi yang sebenarnya.

Selanjutnya, akibat hukum dari ketujuh konsruksi pembuatan akta jual tersebut di atas adalah:

- Akta terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang dan atau peraturan-peraturan lain;

- Berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa PPAT dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya.

- Menurut Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah, bahwa PPAT yang membuat aktanya dikenakan sanksi administratif dan denda untuk setiap pelanggaran.

- Para pihak atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat memanfaatkan keadaan ini, misalkan pihak ketiga tersebut akan mengajukan gugatan akan tetapi terbentur oleh adanya akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (hanya satu bukti cukup sebagai dasar pemutus perkara). Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1870 KUH Perdata

yang menegaskan bahwa “Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli

(8)

113 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013

mendapatkan hak dari mereka, suatu akta

otentik memberikan suatu bukti yang

sempurna tentang apa yang termuat di

dalamnya”.

Dengan adanya celah bahwa akta otentik tersebut dapat didegradasikan menjadi akta di bawah tangan, sehingga pihak bersangkutan yang berkepentingan tersebut memiliki kemungkinan untuk memenangkan gugatannya.

Dengan dinyatakanya batal demi hukum akta jual beli tanah oleh Putusan Pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatannya, pembeli yang beritikad baik dalam proses pembuatan akta jual beli tanah tersebut berhak mendapatkan perlindungan hukum oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik sehubungan dengan dinyatakannya batal demi hukum akta jual beli tanah oleh Putusan Pengadilan dapat ditinjau dari 2 aspek hukum, yaitu aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana.

Perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik atas pembatalan akta jual beli tanah bila ditinjau dari aspek hukum perdata adalah dalam bentuk pengajuan gugatan perdata terhadap penjual yang merupakan pihak serta notaris dan PPAT yang merupakan Pejabat Umum yang terlibat dalam proses pembuatan akta jual beli tanah tersebut. Sedangkan bila ditinjau dari aspek hukum pidana, perlindungan hukun terhadap pembeli yang beritikad baik adalah dapat melaporkan adanya dugaan tindak

pidana penipuan berdasarkan ketentuan pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), di mana dasar dan alasan pengajuan laporan tersebut adalah bahwa penjual bermaksud menguntungkan dirinya sendiri dengan cara menipu pembeli agar mau membeli tanah dan menyerahkan uang seharga pembayaran harga pembelian tanah tersebut.

Sehubungan dengan perkara perdata yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Bireuen Nomor : 11 / Pdt.G / 2008 / PN-BIR, tanggal 23 Februari 2009, pembeli dalam hal ini Tergugat II yaitu Azhari Bin H. Asyek dapat mengajukan gugatan kepada para Tergugat I selaku penjual tanah sebagaimana objek tanah yang tertera di Akta Jual Beli No. 172/KJ/2007 tanggal 5 November 2007, yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Bireuen, berdasarkan ketentuan pasal 1244 KUH Perdata dan pasal 1246 KUH Perdata.

Adapun alasan hukum yang dapat dijadikan dasar dalam pengajuan gugatan tersebut adalah bahwa Tergugat II selaku pembeli telah menderita kerugian akibat perbuatan para Tergugat I, dan untuk itu Tergugat II berhak meminta atau menuntut kembali uang harga pembelian tanah tersebut yang telah Tergugat II serahkan kepada para Tergugat I.

(9)

Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 114 2007 adalah milik para Tergugat I, padahal para

Penggugat berhak juga atas tanah objek tersebut karena merupakan tanah warisan yang masih dalam boedel dan belum dibagi wariskan atau difaraidhkan, sehingga akta jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum oleh Putusan Pengadilan Negeri Bireuen, di mana dasar pengajuan tuntutan kerugian kepada Tergugat III dan Tergugat IV tersebut adalah pasal 1365 KUH Perdata dan 1366 KUH Perdata.

Sehubungan dengan kasus yang menjadi objek analisi dalam penelitian tesis ini, Tergugat II selaku pembeli dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh para Tergugat I selaku penjual kepada penyidik kepolisian berdasarkan ketentuan pasal 378 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), di mana dasar dan alasan pengajuan laporan bahwa para Tergugat I bermaksud menguntungkan dirinya sendiri dengan cara menipu Tergugat II agar mau membeli tanah objek dalam Akta Jual Beli No. 172/KJ/2007 tanggal 5 November 2007, dan menyerahkan uang seharga pembayaran harga pembelian tanah tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam hal yang dituntut adalah Akta Jual Beli yang dikeluarkan oleh Pejabat Umum yang dalam kasus ini adalah akta yang dikeluarkan oleh PPAT, maka penulis berkesimpulan pula bahwa akta jual beli adalah bentuk perjanjian pengikatan atas perbuatan hukum jual beli, di mana perjanjian yang

dituangkan dalam akta tersebut dapat diuji kebenaran dan keabsahannya oleh Pengadilan Negeri berdasarkan kewenangan yang ada pada Pengadilan Negeri tersebut. Putusan Pengadilan dalam membatalkan perjanjian jual beli yang diikat dengan akta jual beli yang dikeluarkan oleh PPAT adalah merupakan bentuk putusan yang bersifat

declaratoir. Dasar pertimbangan Majelis Hakim

dalam putusannya membatalkan Akta Jual Beli No. 172/KJ/2007 tanggal 5 November 2007, berdasarkan fakta hukum dari alat bukti yang diperiksa di persidangan bahwa objek jual beli tersebut adalah merupakan boedel warisan yang belum dibagi-wariskan atau di-faraidh-kan, di mana para Penggugat adalah merupakan ahli waris dari harta warisan tersebut, sehingga para Penggugat berhak juga atas objek tanah tersebut.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi pembatalan perjanjian jual beli tanah dapat dilihat menurut peraturan perundang-undangan dan literatur, , menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan dapat dilihat dari kewenangan PPAT dalam membuat Akta Jual beli tanah.

(10)

115 - Volume 2, No. 1, Agustus 2013 adalah dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan ketentuan pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), di mana dasar dan alasan pengajuan laporan tersebut adalah bahwa penjual bermaksud menguntungkan dirinya sendiri dengan cara menipu pembeli agar mau membeli tanah dan menyerahkan uang seharga pembayaran harga pembelian tanah tersebut.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adrian, S., 2008. Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika. Boedi, H., 1997. Perkembangan Hukum Tanah Adat

Melakui Yurisprudensi. (Ceramah, disampaikan pada Simposium UndangUndang Pokok Agraria dan

Kedudukan TanahTanah Adat Dewasa Ini, Banjarmasin, 7 Oktober 1977).

Dhaniswara, K. H., 2009. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis Indonesia.

Elly, E., dan Herlien Budiono, 2010. Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Nasional Legal Reform Program. Jakarta. Hasan, B., dan Sarjita, 2005. Pembatalan dan

Kebatalan Hak Atas Tanah. Yogyakarta: Tugujogia Pustaka.

Herlien, B., 2007. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

______________, 2007. Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia Hukum Perjanjian Berlandaskan AsasAsas Wigati Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didasarkan atas beberapa faktor antara lain, belum ada database yang siap untuk diakses pemustaka dan belum adanya pelayanan melalui perangkat yang

Pada tahapan sebelumnya, telah dihitung total dari jarak yang telah ditempuh oleh rute pendistribusian baru dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode

Distansiasi 2: diskursus menjadi teks (tekstualitas) di mana diskursus mengenai persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) dipahami sebagai ikatan kebangsaan dan kenegaraan

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, pencerahan, bimbingan,

Media online sebagai salah satu penyedia sarana media informasi merupakan bagian yang tak terpisah- kan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang terbaru tentang

Based on the research results that measure by the variable food time, taste of food, the appearance of the food, the hospitality of waiters, tools and food hygiene,

satu tahun dengan sistem tumpangsari yang umum dilakukan di lahan kering bukan hanya dapat mengurangi resiko kegagalan panen, tapi juga dapat memberikan keuntungan terhadap

Dalam rentang sejarah sastra Indonesia selama ini tercatat sejumlah teks sastra yang boleh dikatakan “menembus zaman” dengan pengertian tidak hanya dibaca oleh