• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM BAGI KREDITOR SEPARATIS TERHADAP TINDAKAN- TINDAKAN-TINDAKAN DALAM PERIODE KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

”Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.20 Kerangka Teori yang dimaksud adalah ”suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”.21

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah ”untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati”.22 Teori yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan, di mana teori keadilan tersebut untuk melindungi kreditor separatis dalam perkara kepailitan yang dikaitkan dengan UUKPKPU.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka UUKPKPU harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum, yaitu dapat melindungi kreditor. Hal tersebut sebagaimana teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum, yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan23.

      

20

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia UI-Press, Jakarta, 1986, hlm. 6.

21

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80.

22

Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hlm. 35.

23

Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya. Keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyamarataan. ”Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama”.24 Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang.

Keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuai/sebanding. Keadilan tersebut harus memberikan kepastian hukum dan untuk mencapainya harus memiliki itikad baik karena salah satu tujuan hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia, karena meniadakan keadilan berarti menyamakan hukum dengan kekuasaan.

Asas keadilan dan kepastian hukum harus mendapatkan perlindungan karena perjanjian tersebut sifatnya mengikat kepada para pihak yang mengadakan perikatan. Hal tersebut sebagaimana ajaran Hugo De Groot, yang dikutip dari Mariam Darus Badrulzaman, mengemukakan bahwa ”asas hukum alam menentukan janji itu mengikat (pacta sunt servanda)”.25

Kaidah kesamaan perlindungan dalam kepailitan dibuat guna melaksanakan dua tugas yang sangat berlainan. ”Misinya yang paling sempit adalah mendesakkan

      

24

Ibid.

25

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 10.

suatu kebutuhan akan generalitas hukum atas nama persetujuan terbatas perlindungan individual. Kebutuhan paling sederhana yang diberlakukan dapat terpuasi dengan setiap generalitas terpercaya dalam kategori yang digunakan hukum”. 26

Suatu hubungan hukum dalam lalu lintas hukum khususnya hukum perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2 (dua) pihak yang terikat oleh hubungan tersebut, yaitu kreditor dan debitor. ”Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa prestasi dan kontra prestasi yang dapat berbentuk memberi, berbuat, dan tidak berbuat sesuatu”.27 Sumber munculnya hak dan kewajiban antara kreditor dan debitornya tersebut adalah adanya perikatan sebagaimana pasal 1233 KUH Perdata, yang berbunyi : ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang”.

Dari pasal tersebut suatu perjanjian yang mengikat para pihak (kreditor dan debitor) yang mempunyai kebiasaan untuk mengadakan segala jenis perikatan asal tidak bertentangan dengan Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu:

1. Tidak dilarang oleh undang-undang; 2. Tidak berlawanan dengan kesusilaan; 3. Tidak mengganggu ketertiban umum.

      

26 Unger, Roberto Mangabeira, Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga Studi Advokasi  Masyarakat, 1999, hlm. 54. 

27

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewjiban Pembayaran di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 23.

UUKPKPU memberikan defenisi kreditor, debitor, dan utang yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan yang selama ini menimbulkan berbagai interprestasi. Kreditor menurut UUKPKPU adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau karena undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan, sedangkan debitor menurut UUKPKPU adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan.

Tujuan kepailitan pada hakekatnya adalah untuk menyelesaikan utang piutang antara debitor kepada lebih dari satu kreditor. Seorang debitor hanya mempunyai satu kreditor dan debitor tidak membayar utangnya, maka seorang kreditor akan menggugat debitor secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang tanpa melalui kepailitan dengan alasan wanprestasi dan seluruh harta debitor menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditor tersebut. Selanjutnya apabila dalam hal debitor memiliki lebih dari satu kreditor tidak cukup untuk membayar lunas semua utang-utangnya, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara baik halal maupun tidak untuk mendapatkan pelunasan utangnya terlebih dahulu.

Bentuk perlindungan bagi kreditor sebagaimana tersebut di atas telah diatur dalam ketentuan UUKPKPU antara lain :

1. Memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka sehingga dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap debitor;

2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditor sesuai dengan asas pari passu (membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkuren atau unsecured

creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing

kreditor tersebut);

3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor;

4. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami insolvensi dan kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan;

5. Memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-utang debitor.28

Selain itu dalam UUKPKPU juga diatur mengenai bagaimana cara menentukan kebenaran mengenai adanya (eksistensi) suatu piutang (tagihan) seorang kreditor, mengenai sahnya piutang (tagihan) tersebut, mengenai jumlah yang pasti dari piutang (tagihan) tersebut atau bagaimana tata cara melakukan pencocokan/verifikasi.

Kepailitan menurut Siti Soemarti Hartono adalah ”suatu lembaga yang merupakan realisasi dari 2 (dua) asas pokok yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata”.29 Menurut Pasal 1131 KUH Perdata semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seorang debitor, baik yang sekarang ada maupun

      

28

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan..., Op. Cit, hlm. 45.

29

Siti Soemarti Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 3.

yang akan diperolehnya menjadi jaminan atas segala perikatannya, sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa benda-benda itu menjadi jaminan bagi semua kreditornya secara bersama-sama, hasil penjualan benda-benda itu dibagi secara seimbang menurut perbandingan tagihan-tagihan masing-masing kreditor, kecuali di antara para kreditor terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditor lain.

Berkaitan dengan ketentuan dan asas yang terkandung dalam Pasal 1131 KUH Perdata, Djuhaendah Hasan menyatakan bahwa: ”Pemegang jaminan fidusia, Hak Tanggungan, hipotek, kreditor preferen atau kreditor dengan hak istimewa adalah kreditor seperti yang diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata.”30 ”Adapun kreditor yang tidak mempunyai keistimewaan sehingga kedudukannya satu sama lain sama”.31

Berkaitan dengan Hukum Kepailitan, Sutan Remy Sjahdeini menyatakan:

Apabila seorang debitor memiliki lebih dari seorang kreditor, lebih-lebih apabila jumlah kreditor itu banyak sekali, dan di antara kreditor- kreditor itu terdapat pula satu atau lebih kreditor yang merupakan kreditor preferen, maka perlu diatur oleh hukum cara membagi hasil penjualan asset debitor di antara para kreditor itu. Cara pembagian itu diatur dalam Hukum Kepailitan (Bankrupcy law atau insolvency law). Pengaturan tersebut diperlukan demi ketertiban dan kepastian.32

      

30

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebandaan..., Op.Cit, hlm. 234.

31

Iman S. Sastrawidjaya, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 127.

32

Dalam ilmu hukum perdata, seorang pemegang hak jaminan (hak agunan) memiliki hak yang disebut sebagai hak separatis. Hak separatis adalah hak-hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditor pemegang hak jaminan bahwa hak jaminan (agunan) yang dibebani dengan hak jaminan tidak termasuk harta pailit, dan kreditor berhak untuk melakukan eksekusi berdasarkan kekuasaannya sendiri yang diberikan oleh undang-undang sebagai perwujudan dari hak kreditor pemegang hak jaminan untuk didahulukan dari pada kreditor lainnya.

Sehubungan dengan berlakunya hak separatis tersebut, maka pemegang hak jaminan tidak boleh dihalangi haknya untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya atas harta kekayaan debitor yang dibebani dengan hak jaminan itu. Dalam UUKPKPU ternyata tidak menjunjung tinggi hak separatis dari para kreditor pemegang hak jaminan sebagaimana dilihat dari diberlakukannya ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, UUKPKPU ini ternyata tidak konsisten. Di satu pihak ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU tersebut mengakui hak dari kreditor, tetapi di pihak lain ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU justru mengingkari hak separatis itu karena menentukan bahwa benda yang dibebani hak jaminan merupakan harta pailit.

Jaminan kebendaan yang dapat diikat Hak Tanggungan tersebut diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Agar kedudukan kreditor sebagai pemegang jaminan menjadi kuat secara yuridis, maka untuk memberikan perlindungan kepada kreditor separatis dalam UUHT Pasal 21 ditentukan bahwa : ”Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwewenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut Undang-Undang ini”. ”Di dalam keadaan diam (standstill) hal ini tidak dimungkinkan terhadap harta kekayaan debitor, baik sebagian maupun seluruhnya, dibebani sita. Juga tidak dimungkinkan para pemegang hak jaminan untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya”.33

Sikap UUKPKPU yang tidak menempatkan harta debitor yang telah dibebani dengan hak jaminan di luar harta pailit merupakan sikap yang meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum hak jaminan. Hal ini telah membuat Lembaga Hak Jaminan menjadi tidak ada artinya serta membuat konsep dan tujuan Lembaga Hak Jaminan menjadi tidak jelas. ”Padahal menurut Peraturan Kepailitan yang lama

(Faillissements verordening), kreditor separatis dapat melaksanakan haknya

sekalipun tidak ada kepailitan, artinya masa penundaan selama 90 (sembilan puluh) hari tidak ada, artinya hak separatis dari kreditor preferen benar-benar dihormati”.34

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU dapat diketahui bahwa syarat seorang debitor dinyatakan pailit adalah apabila debitor tersebut mempunyai dua atau

      

33

Ibid, hlm. 54. 34

lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Kemudian Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU berbunyi :

”Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.”

Permohonan pernyataaan pailit harus dikabulkan bahkan secara harafiah permohonan pailit tidak dapat ditolak apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi. Fakta atau keadaan yang dimaksud adalah fakta bahwa debitor mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor dan fakta bahwa debitor tidak membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

2. Konsepsi

Dalam rangka menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Actio Pauliana adalah untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan

yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pailit diucapkan.35

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang- undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.36

Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.37

Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.38

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.39

Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.40

      

35

Pasal 1 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

36

Pasal 1 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

37

Pasal 1 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

38

Pasal 1 ayat (8) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

39

Pasal 1ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang.

40 Pasal 1 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kreditor Separatis adalah kreditor yang memegang hak untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan.41

Kreditor istimewa adalah kreditor pemegang suatu hak yang diberikan oleh undang-undang sehingga tingkatannya lebih tinggi dari kreditor lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.42

Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah Pengawasan Hakim Pengawas.43

Pailit adalah keadaan debitor yang tidak mampu lagi membayar utang-utangnya kepada para kreditornya yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan yang berwenang untuk itu.44

Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkup peradilan umum.45

Standstill adalah keadaan diam dari debitor dengan tidak melakukan

perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan.46

      

41

Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

42

Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

43

Pasal 1 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

44

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan…, Loc.Cit, hlm. 23.

45

Pasal 1 ayat (7) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

46 Pasal 56 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.47