• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Menurut M. Solly Lubis landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.34

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengedepankan pengujian dan hasilnya mencakup ruang lingkup dan fakta yang luas.35 Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.36 Seperti pada ilmu lain, teori dalam ilmu hukum berfungsi untuk menjelaskan, menilai, memprediksi dan karena sifat khasnya juga untuk mempengaruhi perkembangan hukum positif.37

Dalam sebuah penelitian, teori dijadikan panduan dalam menganalisa subjek dan objek penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dari John Rawls yang dipandang sebagai teori keadilan paling komprehensif. Penerapan teori keadilan ini dalam analisa didasarkan pada sudut kepentingan dan manfaat.

Bagi John Rawls, konsep keadilan harus dapat menjamin bahwa setiap orang mendapatkan keadilan yang sama bahkan alasan demi kesejahteraan masyarakat tidak boleh menghilangkannya. Keadilan tidak boleh mengorbankan hak sebagian kecil orang demi hak

34 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80

35 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hal.126

36 Ibid, hal.6

37 Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal. 74

orang banyak.38 Teori keadilan menurut John Rawls adalah teori sebagaimana umumnya tapi teori keadilan harus menggambarkan rasa keadilan yang secara intuisi dan moral dianggap sebagai suatu keadilan.39

Teori keadilan yang berangkat dari keyakinan intuisi ini, pada pokoknya menuangkan bahwa :40

a. Keadilan merupakan keutamaan utama lembaga sosial. Hukum atau lembaga-lembaga betapa pun bagus dan efisiennya apabila tidak adil harus diperbaiki atau dihapus. Benar dan adil adalah hal yang tidak bisa dikompromikan

b. Keadilan tidak membenarkan dikorbankannya kepentingan seseorang atau sekelompok orang demi kepentingan orang banyak

c. Dalam masyarakat berkeadilan, kemerdekaan dengan sendirinya terjamin

d. Ketidakadilan dapat ditoleransi hanya apabila diperlukan untuk menghindarkan ketidakadilan yang lebih besar

Menurut John Rawls, semua orang akan menerima keadilan yang mengandung kejujuran. Keadilan yang mengandung prinsip kebebasan dengan batasan, prinsip kesetaraan kesempatan dan prinsip perbedaan untuk mencapai masyarakat adil.41 Untuk dapat menjamin stabilitas hidup manusia maka dari itu dalam keadilan perlu ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama. Dan untuk mencegah benturan kepentingan diperlukan peraturan-peraturan hukum yang adil.42

Menurut W. Friedman, suatu undang-undang atau peraturan haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara

38 John Rawls, A Theory Of Justice-Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Terjemahan Uzair Fauzan & Heru Prasetyo (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 26

39 Ibid, hal. 51

40 Ibid, hal. 2-3

41 Ibid, hal. 38

42 Ibid, hal. 42-43

pribadi-pribadi itu.43 Keadilan yang sama ini maksudnya adalah mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan kesempatan yang sama. Sehingga tidak hanya memberikan keadilan pada kepentingan satu pihak tapi juga pihak lainnya. Adanya keseimbangan dalam mendistribusikan keadilan untuk mencapai kemanfaatan. Karena keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum yaitu kemanfaatan, kegunaan dan kepastian hukum. 44

Hukum dalam pengertian luas tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya asas-asas dan kaidah-kaidah itu dalam masyarakat.45 Dengan kata lain hukum tidak hanya sebagai seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan masyarakat tetapi harus juga mencakup lembaga dan proses, yaitu lembaga peradilan yang menjadi lembaga yang berwenang untuk memproses tegaknya asas-asas dan kaidah-kaidah dalam perangkat peraturan perundang-undangan sehingga tercipta ketertiban dalam masyarakat.

Di Indonesia, hukum kepailitan memiliki tujuan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Perbaikan terhadap peraturan tentang kepailitan memiliki tujuan untuk

43 W. Friedman, Teori Dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 7

44 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung : Nusamedia, 2008), hal.

239

45 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung : Binacipta, 1995) hal. 11

menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Namun penegakan hukum yang adil sebagaimana yang dicita-citakan tersebut tidak cukup hanya dengan peraturan perundang-undangan saja. Selain peraturan perundang-undangan juga dibutuhkan kekuasan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menjamin kepastian hukum terhadap penegakan hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

Pada awalnya penyelesaian perkara-perkara kepailitan saat diberlakukan Faillissements Verordening (FV) diselesaikan oleh pengadilan negeri. Untuk mempertahankan hak-haknya, kreditur dapat menempuh jalur hukum melalui hukum acara perdata dengan cara mengajukan tuntutan hak ke hadapan pengadilan.46 Namun setelah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (UUK), penyelesaian perkara kepailitan diselesaikan oleh pengadilan niaga yang merupakan pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkup peradilan umum.47

Perbaikan proses beracara dalam menyelesaikan perkara kepailitan melalui pengadilan niaga dan perubahan terhadap aturan hukum tentang kepailitan dari UUK menjadi UUKPKU diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih baik terhadap

46 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ketujuh, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hal. 52

47 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengeta Kepailitan Di Indonesia-Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga Dan Lembaga Arbitrase, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 101-102

hak debitur dan kreditur. Hukum kepailitan diharapkan dapat berperan untuk melindungi kepentingan debitur dari perbuatan main hakim sendiri para krediturnya, seperti perbuatan perebutan harta oleh para kreditur. Hukum kepailitan juga diharapkan dapat menjamin terlindunginya hak-hak kreditur dan mencegah perbuatan-perbuatan debitur yang merugikan kreditur. Dengan adanya hukum kepailitan diharapkan dapat mencegah kesewenang-wenangan pihak kreditur yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak memperdulikan kepentingan kreditur lainnya.

Oleh karena itu teori keadilan John Rawls dipandang tepat untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini. John Rawls berpendapat bahwa keadilan berpedoman pada keadilan yang diberikan oleh lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat. Dalam hukum kepailitan, lembaga sosial tersebut adalah peraturan perundang-undangan tentang kepailitan dan lembaga peradilannya. Peraturan dan putusan dari lembaga peradilan yang adil dan tidak mengorbankan kepentingan pihak lain terutama kepentingan kreditur lain yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah suatu bentuk keadilan yang sesuai dengan konsep keadilan John Rawls. Sehingga apabila lembaga sosial dalam hukum kepailitan tersebut tidak dapat memberikan keadilan terhadap kedudukan kreditur lain dalam membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan dan sebaliknya mengorbankan kepentingan kreditur lain, maka sesuai dengan pendapat John Rawls terhadap lembaga sosial tersebut perlu dilakukan perbaikan.

Selanjutnya penelitian ini juga menggunakan teori kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi

digunakan sebagai pedoman perilaku.48 Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

Gustav Radbruch mengemukakan empat hal mendasar yang behubungan dengan kepastian hukum, yaitu :49

a. Hukum itu positif artinya hukum itu adalah peraturan perundang-undangan b. Hukum itu didasarkan kepada fakta

c. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan dan mudah dilaksanakan

d. Hukum positif tidak boleh mudah diubah

Pendapat tentang kepastian hukum juga disampaikan oleh Jan M. Otto yang berpendapat bahwa kepastian hukum mensyaratkan sebagai berikut :50

a. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas yang diterbitkan oleh kekuasaan negara b. Lembaga-lembaga penguasa menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara

konsisten dan juga taat dan tunduk kepadanya

c. Mayoritas masyarakat menyetujui muatan isi dari peraturan tersebut dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut

d. Hakim-hakim mandiri dan tidak berpihak dalam menerapkan aturan-aturan hukum tersebut

e. Putusan pengadilan secara konkrit dilaksanakan

Syarat-syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukum sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya yang mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat.51

48 Sulaeman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah Dalam Islam, (Yogyakarta : Deepublish, 2015), hal. 51

49 Ibid

50 Ibid, hal. 52

51 Ibid

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan hukum yang harus dijalankan, yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan putusan harus dapat dilaksanakan.52 Hans Kelsen melalui teori hukum murninya juga menekankan kepastian hukum. Kepastian ini penting karena hukum menjadi satu-satunya alat untuk menilai dan mengontrol secara tegas perilaku setiap anggota masyarakat. Tanpa ketegasan hak maka kepentingan warga negara dipertaruhkan.53

Unsur kepastian hukum dalam peraturan kepailitan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

Syarat kepailitan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU ini memang sangat sederhana. Hal ini untuk mendukung prinsip penyelesaian perkara secara cepat dan prinsip pembuktian secara sederhana. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU yang menyebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi.

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa tujuan kepailitan sangat sederhana yaitu melindungi kepentingan kreditur dari debitur yang tidak membayar utang tepat waktu.

Namun pada kenyataannya tidak semua kreditur menginginkan debitur pailit. Ada kreditur

52 Ibid, hal. 53

53Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum-Membangun Hukum, Membela Keadilan, (Yogyakarta : Kanisius, 2009), hal. 90

lain yang tidak menginginkan kepailitan debitur. Dan terhadap kreditur lain tersebut oleh UUKPKPU melalui Pasal 11 ayat (3) telah disediakan upaya hukum melalui kasasi.

UUKPKPU memberikan ruang kepada kreditur lain untuk dapat mengajukan upaya hukum kasasi atas kepailitan debitur guna memberikan kepastian hukum atas perlindungan kepentingan kreditur lain.

Teori kepastian hukum dipandang tepat untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yang terkait dengan kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan. Kepastian hukum terhadap kedudukan kreditur lain dalam menggunakan Pasal 11 ayat (3) UUKPKPU untuk membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi tercermin dengan tersedianya aturan hukum yang jelas dan tegas di dalam peraturan hukum kepailitan. Lembaga peradilan harus menerapkan aturan tersebut secara konsisten sehingga putusan yang dihasilkan menjamin terwujudnya kepastian hukum atas kedudukan kreditur lain dalam membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan.

Oleh karena itu untuk menganalisa dan memecahkan permasalahan terkait kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan dalam penelitian ini, sebagaimana terjadi pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 27/KN/1999, Putusan Mahkamah Agung Nomor 075 K/Pdt.Sus/2007 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Pdt.Sus/2012 digunakan teori keadilan dari John Rawls dan teori kepastian hukum sebagai pisau analisis.

2. Kerangka Konsepsi

Peranan konsep dalam penelitian digunakan untuk menghindari masalah penafsiran.

Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan ,yaitu :

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah hakim pengawas54

b. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan55

c. Kreditur lain adalah kreditur yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit terhadap debitur56

d. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan57

e. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa yang dalam perjanjian di larang untuk dilakukan58

f. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung

54 Pasal 1 ayat (1) UUKPKPU

55 Pasal 1 ayat (2) UUKPKPU

56 Pasal 11 ayat (3) UUKPKPU

57 Pasal 1 ayat (3) UUKPKPU

58 Ahmad Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hal.74

maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitur59

g. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum60

h. Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim61

Dokumen terkait