• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA HUKUM ATAS KEDUDUKAN KREDITUR LAIN DALAM UPAYA HUKUM KASASI PADA PERKARA KEPAILITAN (Studi Terhadap Tiga Putusan Mahkamah Agung) TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA HUKUM ATAS KEDUDUKAN KREDITUR LAIN DALAM UPAYA HUKUM KASASI PADA PERKARA KEPAILITAN (Studi Terhadap Tiga Putusan Mahkamah Agung) TESIS."

Copied!
261
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh :

NUR ELFIRA NIRMALA POHAN 147011025/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

THESIS

By :

NUR ELFIRA NIRMALA POHAN 147011025/M.Kn

FACULTY OF LAW

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NUR ELFIRA NIRMALA POHAN 147011025/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(4)
(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

Anggota : 1. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum 2. Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

4. Dr. Dedy Herianto, SH, M.Hum

(6)
(7)

meskipun bukan merupakan pihak dalam persidangan tingkat pertama. Kedudukan kreditur lain dalam perkara kepailitan adalah sebagai unsur yang harus dipenuhi oleh pihak pemohon pailit dalam mengajukan permohonan pailit yaitu syarat dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU yang mengharuskan adanya dua atau lebih kreditur lain dalam mengajukan permohonan pailit. Namun dalam perkembangan perkara kepailitan, adakalanya kreditur lain menolak dan keberatan dengan kepailitan debitur sehingga berseberangan dengan keinginan pihak pemohon pailit. Hukum kepailitan perlu menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh kreditur lain dengan adanya keberatan kreditur lain tersebut, maka perlu dibahas tentang bagaimana upaya hukum dalam perkara kepailitan, bagaimana kedudukan kreditur lain dalam mengajukan upaya hukum pada perkara kepailitan serta bagaimana putusan Mahkamah Agung dalam upaya hukum kasasi yang diajukan kreditur lain pada perkara kepailitan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriftif yang mengacu pada asas-asas hukum dan peraturan hukum yang berhubungan dengan hukum kepailitan di Indonesia dengan sumber data berupa data sekunder.

Dengan demikian, upaya hukum yang disediakan dalam perkara kepailitan terdiri dari upaya hukum biasa yaitu kasasi dan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali. Upaya hukum kasasi juga dapat digunakan oleh kreditur lain meskipun bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama dalam hal keberatan dengan putusan hakim sebelumnya. Hal ini merupakan kekhususan dalam perkara kepailitan dan juga sebagai wujud kepastian hukum atas asas keseimbangan yang melahirkan kesetaraan kedudukan antara kreditur lain dengan para pihak yang berperkara pada persidangan tingkat pertama (debitur dan para kreditur). Putusan Mahkamah Agung Nomor : 24PK/N/1999, Nomor : 075K/Pdt.Sus/2007 dan Nomor : 331K/Pdt.Sus/2012 telah memperbaiki putusan hakim terdahulu yang meskipun bagus dan efisien namun tidak menjamin keadilan bagi semua pihak dan ada pihak yang dikorbankan yaitu kreditur lain dan debitur sendiri. Putusan-putusan Mahkamah Agung tersebut telah melahirkan putusan yang adil bagi semua pihak sesuai dengan konsep keadilan Jhon Rawls.

Kata Kunci : Kreditur Lain, Upaya Hukum Kasasi, Hukum Kepailitan

(8)

a court; it is a requirement stipulated in Article 2 paragraph (1) of the UUKPKPU (the Law on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Debt Payment) which obliges the presence of two or more other creditors in applying for bankruptcy.

However, in the development of bankruptcy cases, the other creditor does not always meet the wish of the applicant’s creditor. The other creditor occasionally refuses and objects to the debtor’s bankruptcy. Consequently, the bankruptcy law requires to make legal efforts that can be used by other creditor to oppose against Judge’s Ruling; thus, it needs to study how the legal efforts in bankruptcy case are, how the position of other creditor in applying for legal efforts in bankruptcy case are, and how the Verdict of the Supreme Court is in an appeal requested by the other creditor against a bankruptcy case in the Verdict of the Supreme Court No.27K/N/1999, No:075K/Pdt.Sus/2007 and No. 331K/Pdt.Sus/2012.

The research used normative judicial method which was descriptive referring to the legal principles and regulations related to the bankruptcy law in Indonesia with secondary data as the data resources.

Therefore, the legal efforts provided in the bankruptcy case consisted of an appeal and a review. An appeal can also be used by the other creditor to refuse the judge’s previous ruling which was specialized in bankruptcy case. An appeal by the other creditor who was not one of the parties involved in the first level court reflected a position equity between the other creditor and the bankruptcy applicant (the debtor themselves or the creditor) who were involved in the first level court. The Judge in investigating and handing down the ruling to the appeal requested by the other creditor who objected to the debtor’s bankruptcy against the Verdicts of the Supreme Court No: 24PK/N/1999, No: 075K/Pdt.Sus/2007, and No: 331K/Pdt.Sus/2012 had provided an equal justice for the other creditor and all parties who related to bankruptcy case which was accordance with a theory of justice by Jhon Rawls.

Keywords: Other Creditor, Appeal, Bankruptcy Law

(9)

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta shalawat beriring salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul

ANALISA HUKUM ATAS KEDUDUKAN KREDITUR LAIN DALAM UPAYA HUKUM KASASI PADA PERKARA KEPAILITAN (Studi Terhadap Tiga Putusan Mahkamah Agung)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis dapat menyelesakan penulisan tesis ini karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik do’a, moril maupun materiil, yaitu keluarga tercinta khususnya suami Ari Anggia Ritonga, sahabat-sahabat angkatan 2014 pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya Lita, Dessy, Adel, Kania, Taufik, Suspim, Maria, Ellys, Ita, Jhon dan Ada Tua serta seluruh Staf Biro Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada yang terhormat Ibu Prof. Dr. Sunarmi SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr.

Hasim Purba, SH, M.Hum dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,

CN selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan kepada penulis dengan tulus dan ikhlas sehingga penulisan tesis ini dapat

selesai dengan baik.

(10)

kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan,

arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis selama mengikuti

proses kegiatan belajar mengajar di dalam perkuliahan

(11)

segala kerendahan hati, penulis berharap tesis ini dapat menjadi satu referensi serta memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Penulis juga memohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan tesis ini yang masih jauh dari sempurna.

Medan, Agustus 2016

Nur Elfira Nirmala Pohan

(12)

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Nur Elfira Nirmala Pohan 2. Tempat, Tanggal Lahir : Takengon, 21 September 1985

3. Agama : Islam

4. Jenis Kelamin : Perempuan

5. Status : Menikah

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Alm. Bahrum Pohan

2. Nama Ibu : Bungaria

3. Nama Suami : Ari Anggia Ritonga

III. PENDIDIKAN

1. TK : Kemala Bhayangkari Banda Aceh

2. SD : Kemala Bhayangkari Banda Aceh

3. SMP : SMP Negeri 6 Medan

4. SMA : SMA Negeri 5 Medan

5. Perguruan Tinggi (S1) :Fakultas Hukum Universitas Andalas

Padang, Tahun 2004-2008

(13)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Kerangka Konsepsi ... 23

G. Metode Penelitian ... 24

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24

2. Sumber Data ... 25

(14)

A. Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata ... 30 1. Pengertian Upaya Hukum ... 30 2. Bentuk-bentuk Upaya Hukum ... 31 3. Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata 43 B. Upaya Hukum Dalam Perkara Kepailitan ... 49 1. Bentuk-bentuk Upaya Hukum Dalam Perkara Kepailitan ... 50 2. Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Dalam Perkara

Kepailitan ... 55

BAB III KEDUDUKAN KREDITUR LAIN DALAM MENGAJUKAN

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA KEPAILITAN ... 63 A. Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generalis Dalam Hukum

Kepaiilitan... 63 1. Hukum Kepailitan Sebagai Lex Spesialis Berhadapan dengan

Hukum Perdata Sebagai Lex Generalis ... 63 2. Latar Belakang Kreditur Lain Mengajukan Upaya Hukum

Kasasi ... 74 B. Kedudukan Kreditur Lain Dalam Perkara Kepailitan ... 80 1. Pengertian Kreditur Lain ... 81 2. Kedudukan Kreditur Lain Dalam Mengajukan Upaya Hukum

Dalam Perkara Kepailitan ... 85

(15)

A. Kasus Putusan Mahkamah Agung

Nomor : 27K/N/1999 Tanggal 14 September 1999 ... 92

B. Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 075K/Pdt.Sus/2007 Tanggal 22 Oktober 2007 ... 101

C. Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 331K/Pdt.Sus/2012 Tanggal 8 Juni 2012 ... 112

D. Analisa Kasus ... 120

1. Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor : 27K/N/1999 Tanggal 14 September 1999 ... 129

2. Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 075K/Pdt.Sus/2007 Tanggal 22 Oktober 2007 ... 135

3. Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 331K/Pdt.Sus/2012 Tanggal 8 Juni 2012 ... 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 152

A. Kesimpulan ... 152

B. Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

LAMPIRAN

(16)

No. Judul Halaman 1. Alur Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata ……….. 42 2. Upaya Hukum Dalam Undang-Undang Tentang kepailitan ………….. 53 3. Kerangka Waktu Upaya Hukum Pada Perkara Perdata Dan Perkara

Kepailitan ……….. 59 4. Putusan Hakim Dalam Putusan Nomor : 27K/N/1999 ……….. 153 5. Putusan Hakim Dalam Putusan Nomor : 075K/Pdt.Sus/2007 Dan

Putusan Nomor : 331K/Pdt.Sus/2012 ……… 154

(17)

CJIH = Citra Jimbaran Indah Hotel

FV = Faillissements Verordening

KUHPerdata = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

PPn = Pajak Pertambahan Nilai

PT. BBD = Bank Bumi Daya Persero

PT. BNI Tbk = Bank Negara Indonesia Persero Terbuka PT. BTN = Bank Tabungan Negara Persero

PT. DI = Dirgantara Indonesia Persero

PT. GPP = Perseroan Terbatas Graha Permata Properindo PT. PPA = Perusahaan Pengelola Aset Persero

R.V = Reglement Op De Burgerlijke Rechtsvordening

SEC = Ssangyong Engineering Construction

SKUM = Surat Kuasa Untuk Membayar

UUD 1945 = Undang-Undang Dasar 1945

UUK = Undang-Undang Kepailitan

UUKPKPU = Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang

(18)

kreditur lain dalam perkara kepailitan adalah sebagai unsur yang harus dipenuhi oleh pihak pemohon pailit dalam mengajukan permohonan pailit yaitu syarat dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU yang mengharuskan adanya dua atau lebih kreditur lain dalam mengajukan permohonan pailit. Namun dalam perkembangan perkara kepailitan, adakalanya kreditur lain menolak dan keberatan dengan kepailitan debitur sehingga berseberangan dengan keinginan pihak pemohon pailit. Hukum kepailitan perlu menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh kreditur lain dengan adanya keberatan kreditur lain tersebut, maka perlu dibahas tentang bagaimana upaya hukum dalam perkara kepailitan, bagaimana kedudukan kreditur lain dalam mengajukan upaya hukum pada perkara kepailitan serta bagaimana putusan Mahkamah Agung dalam upaya hukum kasasi yang diajukan kreditur lain pada perkara kepailitan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriftif yang mengacu pada asas-asas hukum dan peraturan hukum yang berhubungan dengan hukum kepailitan di Indonesia dengan sumber data berupa data sekunder.

Dengan demikian, upaya hukum yang disediakan dalam perkara kepailitan terdiri dari upaya hukum biasa yaitu kasasi dan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali. Upaya hukum kasasi juga dapat digunakan oleh kreditur lain meskipun bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama dalam hal keberatan dengan putusan hakim sebelumnya. Hal ini merupakan kekhususan dalam perkara kepailitan dan juga sebagai wujud kepastian hukum atas asas keseimbangan yang melahirkan kesetaraan kedudukan antara kreditur lain dengan para pihak yang berperkara pada persidangan tingkat pertama (debitur dan para kreditur). Putusan Mahkamah Agung Nomor : 24PK/N/1999, Nomor : 075K/Pdt.Sus/2007 dan Nomor : 331K/Pdt.Sus/2012 telah memperbaiki putusan hakim terdahulu yang meskipun bagus dan efisien namun tidak menjamin keadilan bagi semua pihak dan ada pihak yang dikorbankan yaitu kreditur lain dan debitur sendiri. Putusan-putusan Mahkamah Agung tersebut telah melahirkan putusan yang adil bagi semua pihak sesuai dengan konsep keadilan Jhon Rawls.

Kata Kunci : Kreditur Lain, Upaya Hukum Kasasi, Hukum Kepailitan

(19)

position is a requirement to be met by an applicant who applies for bankruptcy before a court; it is a requirement stipulated in Article 2 paragraph (1) of the UUKPKPU (the Law on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Debt Payment) which obliges the presence of two or more other creditors in applying for bankruptcy.

However, in the development of bankruptcy cases, the other creditor does not always meet the wish of the applicant’s creditor. The other creditor occasionally refuses and objects to the debtor’s bankruptcy. Consequently, the bankruptcy law requires to make legal efforts that can be used by other creditor to oppose against Judge’s Ruling; thus, it needs to study how the legal efforts in bankruptcy case are, how the position of other creditor in applying for legal efforts in bankruptcy case are, and how the Verdict of the Supreme Court is in an appeal requested by the other creditor against a bankruptcy case in the Verdict of the Supreme Court No.27K/N/1999, No:075K/Pdt.Sus/2007 and No. 331K/Pdt.Sus/2012.

The research used normative judicial method which was descriptive referring to the legal principles and regulations related to the bankruptcy law in Indonesia with secondary data as the data resources.

Therefore, the legal efforts provided in the bankruptcy case consisted of an appeal and a review. An appeal can also be used by the other creditor to refuse the judge’s previous ruling which was specialized in bankruptcy case. An appeal by the other creditor who was not one of the parties involved in the first level court reflected a position equity between the other creditor and the bankruptcy applicant (the debtor themselves or the creditor) who were involved in the first level court. The Judge in investigating and handing down the ruling to the appeal requested by the other creditor who objected to the debtor’s bankruptcy against the Verdicts of the Supreme Court No: 24PK/N/1999, No: 075K/Pdt.Sus/2007, and No: 331K/Pdt.Sus/2012 had provided an equal justice for the other creditor and all parties who related to bankruptcy case which was accordance with a theory of justice by Jhon Rawls.

Keywords: Other Creditor, Appeal, Bankruptcy Law

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha ada banyak resiko yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan, yaitu resiko investasi, resiko pembiayaan dan resiko operasi.

1

Kegagalan perusahaan dalam merespon berbagai resiko tersebut dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan secara ekonomi. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan secara ekonomi memiliki pendapatan yang lebih kecil dari biaya operasional perusahaan yang harus dikeluarkan.

2

Hal ini yang mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para krediturnya.

Secara umum Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

3

Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa pelaku usaha sebagai pihak yang berutang atau disebut debitur memiliki kewajiban untuk membayar utang-utangnya sebagai wujud prestasi atas perjanjian yang telah dibuatnya.

Dengan kata lain tidak ada alasan yang dapat membebaskan debitur dari kewajibannya untuk membayar utangnya meskipun sedang mengalami kesulitan keuangan.

1 Ardy Billy Lumowa, Tanggung Jawab Perusahaan Yang Dianyatakan Pailit Terhadap Pihak Ketiga, Lex Privatum Vol. I Nomor 3 Juli 2013, hal. 5

2 Andriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, (Bandung : Alumni, 2012), hal. 186

3 Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2004), hal. 291

(21)

Selanjutnya ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata mengatakan bahwa :

''kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu di bagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.''

4

Ketentuan yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata tersebut menjelaskan bahwa KUHPerdata melindungi kepentingan dari setiap kreditur dengan tidak mendahulukan kepentingan satu kreditur dari para kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan utang dari debitur, kecuali ada alasan yang sah untuk didahulukan.

5

Alasan sah untuk didahulukan tersebut adalah adanya hak jaminan kebendaan yang merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu dari harta kekayaan debitur yang memberikan kedudukan diutamakan daripada kreditur lainnya atas benda yang dijadikan jaminan tersebut.

6

Dengan demikian harta kekayaan debitur merupakan jaminan atas segala utang debitur kepada seluruh krediturnya dengan pembagian hak yang seimbang dan adil.

Keadilan dalam pembagian hak para kreditur sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata membutuhkan aturan hukum yang jelas sehingga dapat memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, hukum kepailitan diperlukan untuk merealisasikan ketentuan dari Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.

7

Hukum kepailitan juga memiliki tujuan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah oleh

4 Ibid., hal. 291

5 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan Dan Asuransi, (Bandung : Alumni, 2007), hal. 21

6 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer : Kiat-kiat Cerdas, Mudah Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung : Kaifa, 2014), hal. 4

7 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 4

(22)

kreditur

8

dan menggantinya dengan suatu sitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitur untuk kepentingan seluruh kreditur.

9

Dengan demikian, hukum kepailitan dapat menghindari terjadinya perebutan harta kekayaan debitur secara tidak adil oleh salah satu atau beberapa krediturnya.

Hukum kepailitan berdasarkan filosofi dasarnya merupakan suatu lembaga hukum untuk mengatasi permasalahan apabila seluruh harta debitur tidak cukup untuk membayar seluruh utang-utangnya kepada seluruh krediturnya.

10

Filosofi tersebut mengandung pengertian bahwa penyelesaian masalah utang-piutang melalui lembaga kepailitan dapat digunakan apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar yang diakibatkan oleh kesulitan keuangan secara ekonomi, yaitu keadaan yang menunjukkan nilai keekonomian debitur negatif karena sudah tidak dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya usaha.

11

Hukum kepailitan memiliki sebuah prinsip dalam menyelesaikan kepailitan perseroan terbatas. Prinsip tersebut adalah prinsip commercial exit from financial distress.

12

Prinsip tersebut mengandung makna bahwa penyelesaian masalah utang-piutang melalui lembaga kepailitan bukanlah semata suatu upaya untuk mempermudah sebuah usaha menjadi bangkrut, melainkan sebagai upaya untuk mengatasi kebangkrutan sebuah usaha.

13

Dengan kata lain, hukum kepailitan seharusnya digunakan sebagai jalan keluar

8 Andriani Nurdin, Op.Cit., hal. 131

9 Abdul R.Saliman, dkk, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 93

10 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, (Jakarta : Sofmedia, 2010), hal. 19

11 Andriani Nurdin, Op. Cit., hal. 186

12 Supriyono, Perlindungan Para Kreditur Sehubungan Dengan Debitur Mempailitkan Diri, Supremasi Hukum Vol. 2 Nomor 2, Desember 2013, hal. 369

13 Andriani Nurdin, Op. Cit., hal. 141

(23)

terhadap debitur yang sedang mengalami kesulitan keuangan untuk mengatasi kebangkrutan debitur. Hukum kepailitan seharusnya tidak digunakan terhadap debitur yang memiliki keuangan sehat dan memiliki aset yang cukup untuk menutup utang- utangnya. Apabila kepailitan digunakan terhadap debitur yang memiliki keuangan sehat maka kepailitan justru dapat mempermudah debitur untuk bangkrut karena debitur pailit akan kehilangan kepercayaan dan kesulitan untuk menjalin bisnis baru yang akan berdampak pada kelangsungan usahanya.

Apabila kelangsungan usaha debitur terancam bangkrut tentunya hal tersebut akan berdampak kepada kepentingan pihak-pihak lain yang bergantung pada kelangsungan usaha debitur, seperti kepentingan kreditur lain. Putusan pailit yang diberikan hakim kepada debitur mempunyai dampak global, tidak terbatas hanya kepada debitur itu sendiri tetapi juga para stakeholders dari debitur dan kreditur, yaitu stakeholders internal yang terdiri dari para pemegang saham dan karyawan

14

serta stakeholders eksternal yang terdiri dari pihak- pihak yang tidak terlibat secara langsung dengan perusahaan seperti para konsumen, masyarakat, pemerintah dan lingkungan hidup.

15

Penyelesaian masalah utang-piutang melalui lembaga kepailitan perlu memperhatikan latar belakang dari ketidakmampuan debitur dalam melunasi utang- utangnya agar menciptakan penyelesaian yang memberi keadilan bagi semua pihak yang

14 Bismar Nasution, Pengelolaan Stakeholder Perusahaan, Makalah disampaikan pada Pelatihan Mengelola Stakeholders yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) tanggal 17 Oktober 2008 di Sei Karang Sumatera Utara, hal. 6

15 Ibid, hal. 13

(24)

terlibat. Sehingga penyelesaian perkara kepailitan sejalan dengan filosofi dasar hukum kepailitan.

Hukum kepailitan merupakan tindakan hukum yang terakhir yang dapat dilakukan apabila langkah-langkah berupa perdamaian atau restrukturisasi utang telah gagal.

16

Kepailitan merupakan salah satu pranata hukum untuk melakukan percepatan likuidasi terhadap subjek hukum yang mengalami kesulitan keuangan akibat utang yang lebih besar dari aset debitur.

17

Kepailitan seyogianya hanya merupakan ultimum remidium.

18

Hukum kepailitan yang baik seharusnya memperhatikan asas pemberian manfaat dan perlindungan yang seimbang bagi semua pihak yang terkait dan memiliki kepentingan dengan kepailitan debitur.

19

Dengan demikian, hukum kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Pada praktek penyelesaian perkara kepailitan dibutuhkan tidak hanya sekedar aturan hukum yang adil tetapi juga putusan hakim yang dapat menjamin kepastian hukum atas penergakan aturan hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan.

Pada praktek perkara kepailitan adakalanya kreditur lain tidak menginginkan kepailitan debitur dan bahkan keberatan dengan putusan pailit atas diri debitur.

16 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia Edisi 2, (Jakarta : Sofmedia, 2010), hal.11

17 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2010, hal. 315

18 Hadi Subhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 49

19 Hadi Subhan, Op. Cit., hal. 34

(25)

Kelangsungan usaha debitur menjadi alasan bagi kreditur lain menolak kepailitan debitur.

20

Kreditur lain menilai usaha debitur memiliki potensi untuk berkembang dan maju maka akan lebih adil bagi semua pihak apabila usaha debitur tetap dipertahankan. Apabila keadaan keuangan debitur sudah membaik maka debitur dapat melunasi utang-utangnya dengan wajar kepada para krediturnya.

Kreditur lain yang keberatan dengan kepailitan debitur dilakukan oleh PT. Bank Bumi Daya (PT. BBD) dan PT. Bank Negara Indonesia Tbk (PT. BNI Tbk) yang merupakan kreditur lain dalam kasus Putusan Nomor : 27K/N/1999 yaitu perkara kepailitan antara Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd melawan PT. Citra Jimbaran Indah Hotel. Alasan Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd mengajukan permohonan pailit atas PT. Citra Jimbaran Indah Hotel ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat adalah PT.

Citra Jimbaran Indah Hotel belum melunasi pembayaran jasa konstruksi atas pembangunan sebuah hotel di pulau Bali dengan nama Bali Intercontinental Resort yang telah selesai dibangunnya dan telah dilakukan serah terima.

21

Pada tingkat pengadilan niaga, hakim menolak permohonan pailit dari Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd atas PT. Citra Jimbaran Indah Hotel dengan pertimbangan hukum bahwa utang dalam konteks kepailitan haruslah diartikan pada utang yang bersumber pada hubungan hukum pinjam meminjam uang dan tidak meliputi bentuk wanprestasi lainnya.

22

Hakim menilai utang atas tidak dibayarnya pelunasan jasa kontruksi

20 Bambang Pratama, Kepailitan Dalam Putusan Hakim Ditinjau Dari Perspektif Hukum Formil Dan Materil-Kajian Putusan Nomor 02/Pailit/2012/PN. SMG dan Nomor 522K/Pdt.Sus/2012, Jurnal Yudisial Vol.

7 Nomor 2, Agustus 2014, hal. 158

21 Putusan Nomor : 41/Pailit/1999, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

22 Ibid

(26)

pembangunan hotel Bali Intercontinental Resort tidak masuk dalam kategori utang yang harus diselesaikan melalui lembaga kepailitan.

Selanjutnya Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd mengajukan upaya hukum kasasi karena keberatan dengan putusan pengadilan niaga dan memohon kembali kepada hakim tingkat kasasi agar PT. Citra Jimbaran Indah Hotel dinyatakan pailit. Dalam proses persidangan pada tingkat kasasi ini, PT. BBD (kreditur separatis) dan PT. BNI Tbk (kreditur separatis) yang bertindak sebagai kreditur lain dari PT. Citra Jimbaran Indah Hotel menyampaikan keberatannya terhadap upaya hukum kasasi yang diajukan Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd dengan pertimbangan bahwa antara PT. BBD dan PT.

BNI Tbk dengan PT. Citra Jimbaran Indah Hotel telah melakukan restrukturisasi utang. PT.

BBD dan PT. BNI Tbk berpendapat bahwa PT. Citra Jimbaran Indah Hotel masih memiliki potensi dan prospek untuk berkembang sehingga di kemudian hari setelah kondisi keuangannya membaik dapat kembali memenuhi kewajibannya kepada seluruh krediturnya.

23

Pada tingkat kasasi, hakim memutuskan PT. Citra Jimbaran Indah Hotel dalam keadaan pailit dengan pertimbangan telah memenuhi syarat untuk dijatuhkan pailit karena pelunasan pembayaran jasa konstruksi yang tidak dibayar tersebut termasuk dalam kategori utang yang dimaksud dalam perkara kepailitan yaitu utang yang timbul dari kewajiban untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang telah ditentukan tanpa mempersoalkan asal kewajiban itu timbul tapi melihat kepada suatu kewajiban seseorang untuk membayar sejumlah uang kepada orang lain berdasarkan kontrak yang telah disepakati. Selain itu

23 Putusan Nomor : 27/KN/1999, Mahkamah Agung

(27)

hakim berpendapat telah terdapat dua atau lebih kreditur yaitu Ssangyong Engineering &

Construction Co. Ltd, PT. BBD dan PT. BNI Tbk.

24

Pada proses persidangan tingkat pertama, PT. BBD dan PT. BNI Tbk tidak turut serta mengajukan permohonan pailit atas PT. Citra Jimbaran Indah hotel. Pada tingkat kasasi, PT. BBD dan PT. BNI Tbk telah menyampaikan keberatannya akan upaya hukum kasasi yang dilakukan Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd untuk mempailitkan PT. Citra Jimbaran Indah Hotel. PT. Citra Jimbaran Indah Hotel juga sedang menjalankan proses restrukturisasi utang dengan PT. BBD dan PT. BNI Tbk. Sehingga putusan pailit yang diberikan hakim tingkat kasasi kepada PT. Citra Jimbaran Indah Hotel belum memberikan kepastian hukum terhadap penyelesaian perkara kepailitan yang adil bagi semua pihak karena ada hak dan kepentingan PT. BBD dan PT. BNI yang dikorbankan.

Hakim dalam membuat sebuah keputusan di dalam penyelesaian perkara kepailitan seharusnya selain menegakkan kepastian hukum juga harus memberikan keadilan yang seimbang sehingga putusan hakim menjadi bermanfaat bagi semua pihak. Putusan hakim merupakan wujud terealisasinya kepastian hukum atas penerapan peraturan kepailitan yang adil dan bermanfaat.

Pada realita penyelesaian perkara kepailitan di Indonesia memang terdapat dua macam sikap hakim, yaitu hakim yang sangat legalistic positivistic dan hakim progresif.

25

Maka pada praktek penyelesaian perkara kepailitan terdapat putusan hakim yang berbeda- berbeda. Hakim yang sangat legalistic positivistic akan memahami hukum hanya sebatas

24 Ibid

25 Andriani Nurdin, Op. Cit., hal. 165

(28)

rumusan undang-undang yang harus diterapkan atau hakim yang hanya menjadi corong undang-undang tanpa ada ruang dan kemauan untuk bertindak progresif.

26

Hakim tersebut akan condong menyelesaikan perkara kepailitan sebatas menjamin kepastian hukum dari terpenuhinya syarat debitur dapat dinyatakan pailit sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang-undang, yaitu terbukti secara sederhana adanya dua atau lebih kreditur lain dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

27

Hakim yang progresif akan condong memahami hukum bukan hanya sekedar suatu skema yang final namun terus bergerak, berubah mengikuti dinamika kehidupan manusia, sehingga hukum terus digali dan dipahami melalui upaya-upaya progresif untuk mencapai kebenaran dan keadilan.

28

Sehingga hakim tersebut tidak hanya sebatas menjamin kepastian hukum dari penegakan undang-undang tetapi juga asas-asas hukum kepailitan yang berkembang agar melahirkan putusan yang memberikan keadilan yang sebenarnya dengan tidak mengorbankan kepentingan dan hak sebagian kecil pihak lainnya, seperti kepentingan dan hak dari kreditur lain yang juga memiliki kepentingan terhadap harta kekayaan debitur.

Pada tahun 2007 muncul kasus lainnya terkait keberatan kreditur lain terhadap kepailitan debitur, yaitu kasus Putusan Nomor : 075K/Pdt.Sus/2007. Pada kasus ini, kreditur lain dapat langsung melakukan upaya hukum terhadap putusan hakim yang mengabulkan permohonan pailit debitur melalui upaya hukum kasasi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UUKPKPU yang menyebutkan bahwa permohonan kasasi

26 Loc. Cit

27 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU

28 Andriani Nurdin, Loc. Cit

(29)

selain dapat diajukan oleh debitur dan kreditur yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh kreditur lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama apabila tidak puas dengan putusan atas permohonan pernyataan pailit.

Kreditur lain pada kasus tersebut adalah PT. Perusahaan Pengelola Aset Persero, kreditur separatis (PT. PPA) dari PT. Dirgantara Indonesia Persero (PT. DI) yang menggunakan haknya dengan turut serta melakukan upaya hukum kasasi guna membela kepentingannya, karena keberatan dengan kepailitan PT. DI yang diajukan oleh eks karyawan PT. DI.

29

Kemudian pada tahun 2012 yaitu kasus Putusan Nomor : 331K/Pdt.Sus/2012, hal serupa juga dilakukan oleh PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk (PT. BTN) yang melakukan upaya hukum kasasi sebagai kreditur lain yang menolak kepailitan atas PT. Graha Permata Properindo (PT. GPP) yang diajukan oleh para pembeli satuan Rumah Susun/Apartemen Graha Setia Budi.

30

Keterlibatan kreditur lain yang bukan merupakan para pihak pada persidangan tingkat pertama dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan adalah ketentuan baru yang menarik dari hukum kepailitan.

31

Ketentuan ini sebelumnya tidak diatur.

32

Pada hukum acara perdata, upaya hukum dari pihak yang bukan merupakan para pihak pada persidangan tingkat pertama atau pihak ketiga hanya dapat dilakukan melalui perlawanan (derden verzet) yaitu dengan cara mengajukan perlawanan ke pengadilan negeri yang telah

29 Putusan Nomor : 075 K/Pdt. Sus/2007, Mahkamah Agung

30 Putusan Nomor : 331 K/Pdt. Sus/2012, Mahkamah Agung

31 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Op. Cit., hal. 75

32 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia Edisi 2, Op. Cit., hal. 419

(30)

memutus perkara tersebut.

33

Ketentuan Pasal 11 ayat (3) UUKPKPU merupakan kekhususan dalam perkara kepailitan yang memberikan kreditur lain kesempatan yang sama dalam menggunakan upaya hukum kasasi seperti kesempatan yang diberikan hukum kepailitan kepada para pihak dalam persidangan tingkat pertama sebagai upaya untuk memperoleh putusan yang lebih adil.

Oleh karena itu berangkat dari uraian-uraian di atas maka penelitian pada penulisan tesis ini mengangkat judul tentang : "Analisa Hukum Atas Kedudukan Kreditur Lain Dalam Upaya Hukum Kasasi Pada Perkara Kepailitan (Studi Terhadap Tiga Putusan Mahkamah Agung).''

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana upaya hukum dalam perkara kepailitan?

2. Bagaimana kedudukan kreditur lain dalam mengajukan upaya hukum pada perkara kepailitan?

3. Bagaimana putusan Mahkamah Agung dalam upaya hukum kasasi yang diajukan kreditur lain pada perkara kepailitan?

33 Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal. 225

(31)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menggambarkan dan menjelaskan tentang upaya hukum yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan dalam perkara kepailitan

2. Untuk menggambarkan dan menjelaskan kedudukan kreditur lain dalam mengajukan upaya hukum pada perkara kepailitan sehingga diketahui kedudukan antara kreditur lain dengan kreditur dalam hukum kepailitan

3. Untuk menggambarkan dan menganalisa putusan Mahkamah Agung dalam upaya hukum kasasi yang diajukan kreditur lain pada perkara kepailitan sehingga diketahui kedudukan kreditur lain dalam mengajukan upaya hukum kasasi pada praktek penyelesaian perkara kepailitan

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis

Kegiatan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam hukum kepailitan di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan hukum kepailitan, khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap kepentingan kreditur lain

2. Secara praktis

Penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi yang berkaitan langsung maupun

tidak langsung terhadap hukum kepailitan, seperti pelaku usaha, kurator, pengacara,

(32)

hakim, notaris, agar lebih mengetahui tentang hukum kepailitan, khususnya yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap kepentingan kreditur lain

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan data dan informasi yang ada serta penelusuran pada kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara Medan diketahui bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang ''Analisa Hukum Atas Kedudukan Kreditur Lain Dalam Upaya Hukum Kasasi Pada Perkara Kepailitan (Studi Terhadap Tiga Putusan Mahkamah Agung).'' Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun terdapat beberapa penelitian lainnya yang dapat dijadikan rujukan karena berkaitan dengan kedudukan kreditur dalam hukum kepailitan, meskipun dalam hal judul dan permasalahan terdapat perbedaan, yaitu :

1. Ditulis oleh Herlina Sihombing (047011029), yang berjudul : "Kedudukan Kreditur Separatis Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dikaitkan Dengan Objek Hak Tanggungan'', dengan permasalahan, yaitu :

a. Bagaimanakah pengaruh kepailitan terhadap objek Hak Tanggungan dalam praktek pelaksanaan eksekusi?

b. Bagaimana Undang-Undang Kepailitan memberikan jaminan kepastian

hukum terhadap pelunasan piutang kreditur separatis yang dijamin dengan

Hak Tanggungan dari debitur yang dinyatakan pailit?

(33)

2. Ditulis oleh Zulfikar (077011075), yang berjudul : ''Efektivitas Perlindungan Hukum Terhadap Para Kreditur Dalam Hukum Kepailitan'', dengan permasalahan, yaitu :

a. Bagaimanakah golongan kreditur dalam hukum kepailitan?

b. Bagaimanakah kedudukan para kreditur dalam hukum kepailitan?

c. Bagaimanakah efektivitas perlindungan hukum terhadap para kreditur dalam hukum kepailitan?

3. Ditulis oleh Kartini Meilina H (117011128), yang berjudul : ''Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.331 K/PDT.SUS/2012 Tanggal 12 Juni 2012), dengan permasalahan, yaitu :

a. Apakah para konsumen apartemen boleh mengajukan permohonan pailit terhadap developer PT. Graha Permata Properindo ke pengadilan niaga?

b. Apakah yang menyebabkan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas putusan pailit yang dikeluarkan pengadilan niaga terhadap developer?

c. Bagaimana analisa hukum terhadap kasus permohonan pailit atas developer

dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen?

(34)

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Menurut M. Solly Lubis landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir- butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.

34

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengedepankan pengujian dan hasilnya mencakup ruang lingkup dan fakta yang luas.

35

Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.

36

Seperti pada ilmu lain, teori dalam ilmu hukum berfungsi untuk menjelaskan, menilai, memprediksi dan karena sifat khasnya juga untuk mempengaruhi perkembangan hukum positif.

37

Dalam sebuah penelitian, teori dijadikan panduan dalam menganalisa subjek dan objek penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dari John Rawls yang dipandang sebagai teori keadilan paling komprehensif. Penerapan teori keadilan ini dalam analisa didasarkan pada sudut kepentingan dan manfaat.

Bagi John Rawls, konsep keadilan harus dapat menjamin bahwa setiap orang mendapatkan keadilan yang sama bahkan alasan demi kesejahteraan masyarakat tidak boleh menghilangkannya. Keadilan tidak boleh mengorbankan hak sebagian kecil orang demi hak

34 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80

35 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hal.126

36 Ibid, hal.6

37 Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal. 74

(35)

orang banyak.

38

Teori keadilan menurut John Rawls adalah teori sebagaimana umumnya tapi teori keadilan harus menggambarkan rasa keadilan yang secara intuisi dan moral dianggap sebagai suatu keadilan.

39

Teori keadilan yang berangkat dari keyakinan intuisi ini, pada pokoknya menuangkan bahwa :

40

a. Keadilan merupakan keutamaan utama lembaga sosial. Hukum atau lembaga- lembaga betapa pun bagus dan efisiennya apabila tidak adil harus diperbaiki atau dihapus. Benar dan adil adalah hal yang tidak bisa dikompromikan

b. Keadilan tidak membenarkan dikorbankannya kepentingan seseorang atau sekelompok orang demi kepentingan orang banyak

c. Dalam masyarakat berkeadilan, kemerdekaan dengan sendirinya terjamin

d. Ketidakadilan dapat ditoleransi hanya apabila diperlukan untuk menghindarkan ketidakadilan yang lebih besar

Menurut John Rawls, semua orang akan menerima keadilan yang mengandung kejujuran. Keadilan yang mengandung prinsip kebebasan dengan batasan, prinsip kesetaraan kesempatan dan prinsip perbedaan untuk mencapai masyarakat adil.

41

Untuk dapat menjamin stabilitas hidup manusia maka dari itu dalam keadilan perlu ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama. Dan untuk mencegah benturan kepentingan diperlukan peraturan-peraturan hukum yang adil.

42

Menurut W. Friedman, suatu undang-undang atau peraturan haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara

38 John Rawls, A Theory Of Justice-Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Terjemahan Uzair Fauzan & Heru Prasetyo (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 26

39 Ibid, hal. 51

40 Ibid, hal. 2-3

41 Ibid, hal. 38

42 Ibid, hal. 42-43

(36)

pribadi-pribadi itu.

43

Keadilan yang sama ini maksudnya adalah mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan kesempatan yang sama. Sehingga tidak hanya memberikan keadilan pada kepentingan satu pihak tapi juga pihak lainnya. Adanya keseimbangan dalam mendistribusikan keadilan untuk mencapai kemanfaatan. Karena keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum yaitu kemanfaatan, kegunaan dan kepastian hukum.

44

Hukum dalam pengertian luas tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya asas-asas dan kaidah- kaidah itu dalam masyarakat.

45

Dengan kata lain hukum tidak hanya sebagai seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan masyarakat tetapi harus juga mencakup lembaga dan proses, yaitu lembaga peradilan yang menjadi lembaga yang berwenang untuk memproses tegaknya asas-asas dan kaidah-kaidah dalam perangkat peraturan perundang-undangan sehingga tercipta ketertiban dalam masyarakat.

Di Indonesia, hukum kepailitan memiliki tujuan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Perbaikan terhadap peraturan tentang kepailitan memiliki tujuan untuk

43 W. Friedman, Teori Dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 7

44 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung : Nusamedia, 2008), hal.

239

45 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung : Binacipta, 1995) hal. 11

(37)

menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Namun penegakan hukum yang adil sebagaimana yang dicita-citakan tersebut tidak cukup hanya dengan peraturan perundang-undangan saja. Selain peraturan perundang-undangan juga dibutuhkan kekuasan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menjamin kepastian hukum terhadap penegakan hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

Pada awalnya penyelesaian perkara-perkara kepailitan saat diberlakukan Faillissements Verordening (FV) diselesaikan oleh pengadilan negeri. Untuk mempertahankan hak-haknya, kreditur dapat menempuh jalur hukum melalui hukum acara perdata dengan cara mengajukan tuntutan hak ke hadapan pengadilan.

46

Namun setelah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (UUK), penyelesaian perkara kepailitan diselesaikan oleh pengadilan niaga yang merupakan pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkup peradilan umum.

47

Perbaikan proses beracara dalam menyelesaikan perkara kepailitan melalui pengadilan niaga dan perubahan terhadap aturan hukum tentang kepailitan dari UUK menjadi UUKPKU diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih baik terhadap hak-

46 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ketujuh, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hal. 52

47 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengeta Kepailitan Di Indonesia-Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga Dan Lembaga Arbitrase, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 101-102

(38)

hak debitur dan kreditur. Hukum kepailitan diharapkan dapat berperan untuk melindungi kepentingan debitur dari perbuatan main hakim sendiri para krediturnya, seperti perbuatan perebutan harta oleh para kreditur. Hukum kepailitan juga diharapkan dapat menjamin terlindunginya hak-hak kreditur dan mencegah perbuatan-perbuatan debitur yang merugikan kreditur. Dengan adanya hukum kepailitan diharapkan dapat mencegah kesewenang-wenangan pihak kreditur yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak memperdulikan kepentingan kreditur lainnya.

Oleh karena itu teori keadilan John Rawls dipandang tepat untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini. John Rawls berpendapat bahwa keadilan berpedoman pada keadilan yang diberikan oleh lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat. Dalam hukum kepailitan, lembaga sosial tersebut adalah peraturan perundang-undangan tentang kepailitan dan lembaga peradilannya. Peraturan dan putusan dari lembaga peradilan yang adil dan tidak mengorbankan kepentingan pihak lain terutama kepentingan kreditur lain yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah suatu bentuk keadilan yang sesuai dengan konsep keadilan John Rawls. Sehingga apabila lembaga sosial dalam hukum kepailitan tersebut tidak dapat memberikan keadilan terhadap kedudukan kreditur lain dalam membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan dan sebaliknya mengorbankan kepentingan kreditur lain, maka sesuai dengan pendapat John Rawls terhadap lembaga sosial tersebut perlu dilakukan perbaikan.

Selanjutnya penelitian ini juga menggunakan teori kepastian hukum. Kepastian

hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk hukum

tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi

(39)

digunakan sebagai pedoman perilaku.

48

Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

Gustav Radbruch mengemukakan empat hal mendasar yang behubungan dengan kepastian hukum, yaitu :

49

a. Hukum itu positif artinya hukum itu adalah peraturan perundang-undangan b. Hukum itu didasarkan kepada fakta

c. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan dan mudah dilaksanakan

d. Hukum positif tidak boleh mudah diubah

Pendapat tentang kepastian hukum juga disampaikan oleh Jan M. Otto yang berpendapat bahwa kepastian hukum mensyaratkan sebagai berikut :

50

a. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas yang diterbitkan oleh kekuasaan negara b. Lembaga-lembaga penguasa menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara

konsisten dan juga taat dan tunduk kepadanya

c. Mayoritas masyarakat menyetujui muatan isi dari peraturan tersebut dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut

d. Hakim-hakim mandiri dan tidak berpihak dalam menerapkan aturan-aturan hukum tersebut

e. Putusan pengadilan secara konkrit dilaksanakan

Syarat-syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukum sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya yang mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat.

51

48 Sulaeman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah Dalam Islam, (Yogyakarta : Deepublish, 2015), hal. 51

49 Ibid

50 Ibid, hal. 52

51 Ibid

(40)

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan hukum yang harus dijalankan, yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan putusan harus dapat dilaksanakan.

52

Hans Kelsen melalui teori hukum murninya juga menekankan kepastian hukum. Kepastian ini penting karena hukum menjadi satu-satunya alat untuk menilai dan mengontrol secara tegas perilaku setiap anggota masyarakat. Tanpa ketegasan hak maka kepentingan warga negara dipertaruhkan.

53

Unsur kepastian hukum dalam peraturan kepailitan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

Syarat kepailitan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU ini memang sangat sederhana. Hal ini untuk mendukung prinsip penyelesaian perkara secara cepat dan prinsip pembuktian secara sederhana. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU yang menyebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi.

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa tujuan kepailitan sangat sederhana yaitu melindungi kepentingan kreditur dari debitur yang tidak membayar utang tepat waktu.

Namun pada kenyataannya tidak semua kreditur menginginkan debitur pailit. Ada kreditur

52 Ibid, hal. 53

53Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum-Membangun Hukum, Membela Keadilan, (Yogyakarta : Kanisius, 2009), hal. 90

(41)

lain yang tidak menginginkan kepailitan debitur. Dan terhadap kreditur lain tersebut oleh UUKPKPU melalui Pasal 11 ayat (3) telah disediakan upaya hukum melalui kasasi.

UUKPKPU memberikan ruang kepada kreditur lain untuk dapat mengajukan upaya hukum kasasi atas kepailitan debitur guna memberikan kepastian hukum atas perlindungan kepentingan kreditur lain.

Teori kepastian hukum dipandang tepat untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yang terkait dengan kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan. Kepastian hukum terhadap kedudukan kreditur lain dalam menggunakan Pasal 11 ayat (3) UUKPKPU untuk membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi tercermin dengan tersedianya aturan hukum yang jelas dan tegas di dalam peraturan hukum kepailitan. Lembaga peradilan harus menerapkan aturan tersebut secara konsisten sehingga putusan yang dihasilkan menjamin terwujudnya kepastian hukum atas kedudukan kreditur lain dalam membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan.

Oleh karena itu untuk menganalisa dan memecahkan permasalahan terkait

kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan dalam

penelitian ini, sebagaimana terjadi pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor

27/KN/1999, Putusan Mahkamah Agung Nomor 075 K/Pdt.Sus/2007 dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 331 K/Pdt.Sus/2012 digunakan teori keadilan dari John Rawls

dan teori kepastian hukum sebagai pisau analisis.

(42)

2. Kerangka Konsepsi

Peranan konsep dalam penelitian digunakan untuk menghindari masalah penafsiran.

Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan ,yaitu :

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah hakim pengawas

54

b. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang- undang yang dapat ditagih di muka pengadilan

55

c. Kreditur lain adalah kreditur yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit terhadap debitur

56

d. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan

57

e. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa yang dalam perjanjian di larang untuk dilakukan

58

f. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung

54 Pasal 1 ayat (1) UUKPKPU

55 Pasal 1 ayat (2) UUKPKPU

56 Pasal 11 ayat (3) UUKPKPU

57 Pasal 1 ayat (3) UUKPKPU

58 Ahmad Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hal.74

(43)

maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitur

59

g. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum

60

h. Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim

61

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

62

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa bahan pustaka atau data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

63

seperti peraturan perundang-undangan tentang hukum perdata serta kepailitan dan putusan-putusan pengadilan yang memiliki kaitan dengan kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan

59 Pasal 1 ayat (6) UUKPKPU

60 Pasal 1 ayat (7) UUKPKPU

61 Whimbo Pitoyo, Strategi Jitu Memenangi Perkara Perdata Dalam Praktik Peradilan, (Jakarta : Transmedia Pustaka, 2012), hal. 135

62 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 43

63 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 13-14

(44)

Oleh karena itu penelitian dalam penyusunan tesis ini akan menganalisa asas-asas yang berkembang dalam hukum kepailitan yang diatur dalam peraturan hukum tentang kepailitan serta putusan Mahkamah Agung Nomor 27/KN/1999, Putusan Mahkamah Agung Nomor 075 K/Pdt.Sus/2007 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Pdt.Sus/2012 yang terkait dengan kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan.

Penelitian ini bersifat deskriftif yaitu menggambarkan, menginventarisasikan dan menganalisis teori-teori dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

64

Penelitian ini akan menggambarkan dan menganalisa kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan berdasarkan sumber data sekunder yang telah dilakukan inventarisasi sebelumnya, untuk mengetahui kedudukan kreditur lain dalam membela kepentingannya melalui upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan.

2. Sumber Data

Penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum berupa data sekunder yaitu bahan pustaka yang diperoleh melalui studi dokumen

65

, yaitu :

a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Faillismentsverordening (Stb. 1905 Nomor 217 jo. Stb. 1906 Nomor 384), Perpu Nomor 1 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

64 Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, (Surakarta : Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNS, 2005), hal. 6

65 Ibid., hal. 24

(45)

Pembayaran Utang serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 27/KN/1999, Putusan Mahkamah Agung Nomor 075 K/Pdt.Sus/2007 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Pdt.Sus/2012 yang melibatkan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian

66

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, majalah dan jurnal

67

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan, yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan serta membaca, mempelajari dan menganalisis bahan kepustakaan yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

68

Sehingga pada penelitian ini tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara telaah pustaka (library research) melalui alat pengumpulan data berupa studi dokumen terhadap peraturan perundang-undangan tentang kepailitan serta Putusan

66 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penemuan Hukum, (Jakarta : Ghalian Indonesia, 1982), hal.

24

67 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hal. 15

68 Ibid., hal. 39

(46)

Mahkamah Agung Nomor 27/KN/1999, Putusan Mahkamah Agung Nomor 075 K/Pdt.Sus/2007 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Pdt.Sus/2012 yang terkait dengan kedudukan kreditur lain dalam upaya hukum kasasi pada perkara kepailitan.

Sebagai pendukung data dalam penelitian kepustakaan, dilakukan juga penelitian lapangan (field research) melalui alat pengumpulan data berupa pedoman wawancara kepada Hakim Johny Jonggi Hamonangan Simanjuntak yang menjabat sebagai Hakim Utama Muda pada Pengadilan Negeri Medan. Dengan pertimbangan bahwa Hakim Johny Jonggi Hamonangan Simanjuntak merupakan hakim pengadilan niaga yang memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara kepailitan, sehingga dapat memberikan data pendukung berupa studi di lapangan pengadilan niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan terkait upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kreditur lain.

4. Analisis Data

Analisis merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat dirumuskan suatu hipotesa seperti yang disarankan oleh data.

69

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya adalah kegiatan untuk menganalisa bahan-bahan hukum tertulis dengan menafsirkan isi dari bahan-bahan hukum, kemudian mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.

Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk

69 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hal.106

Referensi

Dokumen terkait

1. Pelu, SH., MH selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya, yang telah memberikan motivasi selama menjalani perkuliahan. Rahmaniar, M.SI, selaku

peningkatan 34.47 atau 78.057%, dan nilai peserta didik sebelum menerapkan media pembelajaran video scribe yang mencapai KKM hanya 6 peserta didik atau (20%) dan yang

Perhubungan dengan pihak ketiga, dan juga semua keputusan perniagaan, mestilah berdasarkan yang diperlukan oleh kelakuan secara beretika, perkara yang ditetapkan dalam

waktu yang telah disepakati atau dengan kata lain anggota tidak bisa1. melunasi pembayarannya ketika jatuh tempo yang disebut

LPEI sebagai agen Pemerintah dapat membantu memberikan pembiayaan pada area yang tidak dimasuki oleh bank atau lembaga keuangan komersial ( fill the market gap )

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 tingkat konsep diri berada pada kategori sedang dengan prosentase 68% sebanyak 34 anak asuh; 2 tingkat dukungan sosial berada pada kategori

Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan metode SHERPA, dihasilkan error yang dapat terjadi pada masing-masing task level dasar yang telah teridentifikasi dengan HTA

Dewasa ini, internet menjadi salah satu kebutuhan yang mutlak dan mempunyai peran yang penting bagi masyarakat Indonesia secara luas.Entah itu pelajar,