• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori kontrak menjelaskan bahwa tiap orang mempunyai kedudukan yang sama, tetapi pada dasarnya sering terjadi ketidaksetaraan kedudukan antara para pihak. Namun kedudukan UKM selaku franchisee (terwaralaba) se

sor (pewaralaba) sebagai pihak pengusaha kecil yang mempunyai kedudukan yang lemah. Dimana hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian franchise (waralaba) di dalam KUH Perdata diatur dalam buku III mengisyaratkan bahwa kontrak menganut sistem terbuka kepada para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut dan menganut pula asas kebebasan berkontrak.20

20

P. Lindawaty S. Sewu, Franchise, Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum Dan Ekonomi, (Bandung: CV. Utomo, 2004), hal. 30.

Adapun nilai dari teori kebebasan berkontrak ini adalah memberikan pilihan yang bebas kepada tiap orang, tetapi pada kenyataannya ada pihak yang diperlakukan tidak adil, maka dalam hal ini pihak UKM menjadi pihak yang lemah terhadap pihak pemberi waralaba (franchisor) sebagai perusahaan besar. Dimana perjanjian yang telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang. Sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebaga

hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur i undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.21 Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) tersebut, para pihak diberikan kebebasan dalam hal menentukan isi, bentuk, serta macam perjanjian untuk mengadakan perjanjian, akan tetapi isinya tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.22

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of the justice to secure from

enjury).23 Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak

21

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelas

a “Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara”,

annya, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 89. 22

P. Lindawaty S. Sewu, Op. Cit., hal. 31. 23

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, disampaikan pad

(Medan: Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 17 April 2004), hal. 4-5.

kehendak (the element of will).24 Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-d

asar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.25

Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan ada tingkat perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus melindungi hak dan kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang tidak beruntung itu.26 Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan, kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam perjanjian franchise yang bersifat internasional, karena dalam perjanjian franchise internasional pihak-pihak yang terlibat terdiri dari subjek-subjek hukum yang berlainan negara, kewarganegaraan, maupun geografis. Contoh penyimpangan

24

George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, (London: Oxford University Press, 1951), hal. 221.

25

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79.

26

O.K. Thariza, “Teori Keadilan: Perspektif John Rawls”, Dikutip dari www.okthariza.multiply.com/journal/item, Diakses tanggal 5 Mei 2009.

dari teori ini yaitu apabila terbentuk perjanjian franchise (waralaba) antara A (franchisor pengusaha dari Amerika) dengan B (franchisee pengusaha dari Indonesia), maka dalam hal terjadi perselisihan franchisor (pewaralaba) seringkali menginginkan penyelesaian dengan menggunakan hukum franchisor (pewaralaba). Padahal penggunaan hukum franchisor seringkali merugikan bagi franchi

alam hal pendirian waralaba merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebu

Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes (1588-1679).30 Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip

see. Sehingga, teori ini sering menjadi masalah terutama dalam perjanjian

franchise internasional.27 Dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun

2007 tentang Waralaba harus bisa memberi manfaat bagi UKM sehingga ada kesamarataan hak dan kewajiban antara pihak pemberi waralaba (franchisor) dan pihak penerima waralaba (franchisee) yakni UKM.

D

t untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748- 1832)28. Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.29

., hal. 34.

30

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius , 1982), hal. 63.

27

P. Lindawaty S. Sewu, Loc. Cit 28

A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 93.

29

utilitas.31 Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentr

ara an Usaha Waralaba dan Peraturan Menteri Perindustrian

asalahan dapat

rhadap sistem bisnis dengan ciri khas

aman sebagai hal yang bermanfaat.32 Hal ini dapat dipahami dari salah satu fungsi waralaba tersebut yaitu untuk tercapainya kemakmuran bagi masyarakat khususnya pengusaha waralaba dengan UKM.

Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata C Pelaksanaan Pendaftar

dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, telah menunjukkan implementasi dari teori utilitarianisme tersebut. 2. Kerangka Konsepsi

Penelitian ini menggunakan sejumlah konsep hukum yang berhubungan satu dengan yang lain. Hubungan antar konsep tersebut akan dijalin dengan menggunakan kerangka teoritis yang relevan, sehingga perm

dijawab. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman terhadap makna konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini akan diuraikan defenisi operasional dari masing-masing konsep, sebagai berikut:

a) Waralaba (franchise) adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha te

31

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: PNM, 2004), hal. 109.

Ibid. 32

usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/ atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba;33

b) Pemberi waralaba (franchisor) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba;34

c) Penerima waralaba (franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba;35

d) Pemberi waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha

pemberi waralaba untuk menunjuk

kti pendaftaran prospektus atau pendaftaran perjanjian yang diberikan kepada

yang menerima hak dari pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki

penerima waralaba lanjutan;36

e) Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba;37

f) Surat Tanda Pendaftaran Waralaba selanjutnya disebut STPW adalah bu

33

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Pasal 1 angka 1.

34

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Pasal 1 angka 2.

35

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Pasal 1 angka 3.

36

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31/M- DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 1 angka 4.

37

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31/M- DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 1 angka 7.

pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam Peraturan Menteri ini.38 g) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

menen kriteria usaha kecil

juta

ebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

gah atau usaha besar yang memenuhi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini;39

Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:40

(1)Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2)Memiliki hasil penjualan tahunan l

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

h) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

38

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 31/M- DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Pasal 1 angka 10.

39

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 1 angka 2.

40

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 6 angka (2).

dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;41

Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:42

(1)Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2)Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Dokumen terkait