• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.21 Menurut Soerjono Soekanto bahwa kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.22

Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep.23 Menurut Snelbecker yang mendefenisikan teori sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat diamati dan fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.24

Nama “notariat” berasal dari kata “notarius”. Dalam buku-buku hukum dan tulisan-tulisan Romawi klasik ditemukan bahwa nama atau title “notarius” menandakan suatu golongan orang-orang yang telah melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis.. Akan tetapi, yang dinamakan “notarius” dahulu

21

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : penerbit Mandar Maju, 1994), hal. 80

22

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1996), hal. 19.

23

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1996) hal. 19. 24

Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodologi, Penelitian Kualitatif, (Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 1990).

tidak sama dengan notaris yang dikenal sekarang, hanya namanya saja yang sama25. Arti dari nama “notarius” secara lambat laun berubah dari arti semula.

Sejarah dari lembaga notariat dimulai pada abad ke-11 atau ke-12 di daerah pusat perdagangan di Italia Utara yang dinamakan “Latijnse notariaat”26. Mula-mula lembaga notariat ini dibawa dari Italia ke Perancis. Dari Perancis inilah pada permulaan abad ke-19 lembaga notariat sebagaimana yang dikenal sekarang telah meluas ke negara-negara sekelilingnya yaitu di seluruh daratan Eropa dan negara Spanyol bahkan sampai ke negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Notaris mulai masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17, dengan adanya Oost Indische Compagnie, yaitu gabungan perusahaan-perusahaan dagang Belanda untuk perdagangan di Hindia Timur yang lebih dikenal dengan nama V.O.C

(Vereeningde Oost Indische Compagnie) dengan Gubernur Jenderalnya yang

bernama Jan Pieterszoon Coen, telah mengangkat Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 162027. Setelah pengangkatan Melchior Kerchem sebagai Notaris, jumlah notaris terus bertambah, walaupun lambat disesuaikan menurut kebutuhan pada waktu itu28. Dalam tahun 1650 di Batavia diangkat 2 orang notaris, pada tahun 1654 jumlah notaris di Batavia ditambah menjadi 3 orang dan kemudian dalam tahun 1751 jumlah itu menjadi 5 orang29. Notariat di Indonesia dibawa oleh orang-orang Belanda dari Nederland, sedangkan

25

G.H.S. Lumban Tobing, op.cit, hal. 5 26

G.H.S. Lumban Tobing Ibid, hal. 3 27

Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, (Bandung : Alumni , 1983), hal. 1 28

G.H.S L.Tobing,, ibid, hal 17 29

bangsa Belanda dan negara Eropa Barat lainnya telah mencontoh dari negara/bangsa kuno seperti Mesir dan Yunani30.

Sejak masuknya notariat di Indonesia sampai tahun 1822, diatur dengan dua reglement yaitu dari tahun 1625 dan tahun 1765. Pada tahun 1822 (Staatsblad Nomor 11) dikeluarkan Instructie Voor de Notarissen in Indonesia yang terdiri dari 34 pasal31.

Pada tahun 1860 pemerintah Belanda melakukan penyesuaian peraturan mengenai jabatan notaris di Indonesia dengan peraturan yang berlaku di negeri Belanda, maka diundangkan peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement) staatsblad 1860 Nomor 3 yang diundangkan tanggal 26 Januari 1860 dan mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Juli 1860, Peraturan Jabatan Notaris tersebut terdiri dari 63 pasal. Pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Jabatan Notaris tersebut adalah

copie dari pasal-pasal dalam Notariswet yang berlaku di Negara Belanda32.

Usaha dari pemerintah dengan Ikatan Profesi Notaris dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membuat undang-undang nasional mengenai peraturan jabatan notaris untuk menggantikan peraturan perundang-undangan peninggalam zaman kolonial Hindia Belanda membuahkan hasil. Akhirnya setelah menunggu dan berjuang lebih dari tiga dasa warsa, Rancangan Undang-undang Jabatan Notaris disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di gedung

30

Andasasmita., Loc. Cit 31

Ibid., hal. 18 32

DPR/MPR pada tanggal 14 September 200433. Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 6 Oktober 2004 terdiri dari 13 bab dengan 92 pasal merupakan perwujudan unifikasi hukum dibidang kenotariatan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengatur secara rinci tentang Jabatan umum yang dijabat oleh notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Fungsi dan peran Notaris dalam gerak pembangunan Nasional yang semakin kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum tentunya tidak terlepas dari pelayanan jasa yang diberikan oleh Notaris, oleh karena itu pelayanan jasa yang diberikan oleh Notaris harus benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan34.

Menurut Ismail Saleh yang dikutip oleh Liliana Tedjasaputra, ada 4 (empat) hal yang harus diperhatikan para notaris yaitu :

1. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segalapertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.

2. Seorang notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekadar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai

33

Abdul Basyit, “Undang-Undang Jabatan Notaris Pembaharuan Bidang Kenotariatan”, Media Notariat, Edisi September-Oktober 2004, hal. 6.

34

jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang notaris.

3. Seorang notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku professional apabila seorang notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat kedudukannya, tetapi tempat tinggalnya di lain tempat. Seorang notaris juga dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya autentiknya.

4. Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan.35

Sejak berlaku Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, melahirkan perkembangan hukum yang berkaitan langsung dengan dunia kenotariatan saat ini yaitu : 36

1. Perluasan kewenangan Notaris yaitu kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) butir f dan g Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yakni kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan serta kewenangan untuk membuat akta risalah lelang. Serta perluasan wilayah kewenangan (yurisdiksi), berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yakni Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi, dengan tempat kedudukan di kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan Sumpah Jabatan Notaris. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Nomor : M.UM. 01.06-139 tanggal 08 Nopember 2004 telah melimpahkan kewenangan untuk melaksanakan Sumpah Jabatan Notaris kepada Kepala Kantor Wilayah Departement Hukum dan Hak Asasi Manusia.

35

Liliana Tedjasaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hal. 86

36

“Notaris dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat Senantiasa Berpedoman Kepada Kode Etik Profesi”, http://majalah.dekumham.do.id/article.php, diakses12 April 2009

3. Notaris dibolehkan menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata, sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

4. Masalah Pengawasan Notaris. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sesuai kewenangannya berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris membentuk Majelis Pengawas Notaris.

5. Mengamanatkan agar notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi notaris sesuai dengan pasal 82 ayat (1) undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Pasal 2 undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan. Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Notaris yaitu : 37

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun 4. Sehat jasmani dan rohani

5. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan, dan

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris.

Adanya persyaratan untuk terlebih dahulu menjalani masa magang sebelum seseorang dapat diangkat sebagai Notaris adalah sangat penting. Selama masa magang itulah sebenarnya seorang Notaris dapat memperoleh keterampilan, pengetahuan praktis dan teoritis yang sangat dibutuhkan kelak di dalam menjalankan

37

jabatannya sebagai Notaris, sehingga dapat membentuk Notaris yang baik dan trampil38.

Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris harus mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Nomor : M. UM. 01. 06-139 tanggal 08 Nopember 2004 telah melimpahkan kewenangan untuk melaksanakan Sumpah Jabatan Notaris yang sebelumnya dilakukan di hadapan Pengadilan Negeri atau di hadapan Kepala Daerah, sejak 08 Nopember 2004 sumpah Jabatan Notaris dilaksanakan dihadapan Kepala Kantor Wilayah Departemen hukum dan Hak Asasi Manusia. Bunyi sumpah/janji diatur dalam pasal 4 undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Merupakan suatu asas hukum publik bahwa sebelum menjalankan jabatannya dengan sah, seorang pejabat umum termasuk Notaris harus terlebih dulu mengangkat sumpah/janji. Selama hal tersebut belum dilakukan, maka jabatan itu tidak dapat dijalankan dengan sah39. Ketentuan dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris harus mengucapkan sumpah/janji jabatannya yaitu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatannya sebagai Notaris, jika lewat dari jangka waktu tersebut, maka keputusan pengangkatannya sebagai Notaris dapat dibatalkan oleh menteri.

38

G.H.S. L. Tobing, Op. Cit, hal.110 39

Notaris yang telah diangkat dengan Surat Keputusan Pengangkatannya, tetapi belum mengangkat sumpah, tidak dapat menjalankan jabatannya secara sah. Melalui pengangkatannya itu, seseorang telah menjadi Notaris, tetapi sebelum mengangkat sumpah, Notaris tersebut tidak berwenang untuk membuat suatu akta yang mempunyai kekuatan otentik. Apabila seseorang telah diangkat sebagai notaris, tapi belum mengangkat sumpah/janji dan telah membuat suatu akta, maka akta yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan.

Akta dibawah tangan adalah surat yang sengaja dibuat oleh orang-orang, oleh pihak-pihak sendiri, tanpa bantuan seorang pejabat umum, untuk dijadikan alat bukti40. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud di atas, atau karena suatu cacad dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukn sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawh tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.

Otensitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 ayat (1) UUJN, yaitu notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena undang-undang menerapkan demikian, tetapi karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat

40

oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.

G.H.S Lumban Tobing mengemukakan:

“Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan satu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan dan yang dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) notaris (sebagai pejabat umum). Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankannya jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta sedemikian dinamakan akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris.”41

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ada 2 golongan akta notaris, yakni:42

1. akta yang dibuat “oleh” (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau “akta pejabat” (ambtelijke akten);

Contoh: antara lain: pernyataan keputusan rapat pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel.

2. akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstan) notaris atau yang dinamakan “akta partij (partij-akten).

Contoh, akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan di muka umum atau lelang), wasiat, kuasa.

Pemberhentian Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pemberhentian Notaris diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 14. Pemberhentian itu berupa, pemberhentian dengan

41

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999, hal. 51.

42

hormat, pemberhentian sementara, dan pemberhentian dengan tidak hormat. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena : a. meninggal dunia

b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun c. permintaan sendiri

d. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, atau

e. merangkap jabatan sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Pemberhentian dengan hormat diberikan karena Notaris telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan umur 67 (enam puluh tujuh) tahun, dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan. Hal ini merupakan perkembangan yang baru karena dalam Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement) Staatsblad 1860 Nomor 3 yang diundangkan pada tanggal 26 Januari 1860 ketentuan ini tidak diatur.

Dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena : a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang,

b. berada dibawah pengampuan c. melakukan perbuatan tercela

d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Sebelum pemberhentian sementara ini dilakukan, Notaris diberikan kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Pengawas secara berjenjang mulai dari Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) sampai ke Majelis Pengawas Pusat (MPP). Pemberhentian sementara notaris dilakukan karena

melakukan perbuatan tercela dan melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan. Pemberhentian sementara ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan. Notaris yang diberhentikan sementara karena dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang dan karena berada di bawah pengampuan dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah dipulihkan haknya.

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usulan dari Majelis Pengawas Pusat apabila :

a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

b. berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan

Notaris, atau

d. melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat yaitu norma agama, norma kesusilaan dan norma adat. Notaris yang diberhentikan sementara karena dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang

dan karena berada di bawah pengampunan dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah dipulihkan haknya.

Akta notaris sebagai produk pejabat publik, maka penilaian terhadap akta notaris harus dilakukan dengan asas praduga sah (vermoeden vanrechtmatigeheid) atau presumption iustae causa.43 Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta notaris, yaitu dimana akta notaris tersebut harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), maka akta notaris tetap mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut.44

Dalam gugatan untuk menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus dibuktikan ketidak absahan dari aspek lahiriah, formal dan materilnya akta notaris. Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini telah diakui dalam UUJN, tersebut dalam Penjelasan Bagian Umum bahwa: Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan45

43

Philipus M. Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum (Wet-en Rechtmatig Bestuur), Cetakan Pertama, (Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 5

44

Habib Adjie, Sanksi Perdata..., op. cit., hlm. 79-80. 45

Dengan menerapkan asas praduga sah untuk akta notaris, maka ketentuan yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN yang menegaskan jika notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 dan pasal 52, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan tidak diperlukan lagi, maka kebatalan akta notaris hanya berupa dapat dibatalkan (vernietigbaar) atau batal demi hukum (van rechtoewege nietig).

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional. 46

46

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3.

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum47, guna menghindari perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga dipergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini.

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu :

1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan Notaris nomor 30 tahun 2004.

2. Menteri adalah yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan.

3. Majelis pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris.

4. Sanksi adalah merupakan alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidak patuhan pada norma hukum administrasi.

5. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh undang-undang jabatan Notaris nomor 30 tahun 2004.

47

6. Penyidik adalah penyidik negara dari insitusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait