• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Teori dan Konsepsi

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,12 dan satu teori harusnya diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.13 Menurut Soerjono Soekanto bahwa “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”14. Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan “Serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

12

S. Mantayaborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal 13.

13

Ibid 14

-Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 1986, hal.6

dengan cara merumuskan hubungan antar konsep”.15 Menurut Snelbecker yang mendefinisikan teori sebagai “Seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data data yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”.16 Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.17

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, maka kerangka teori difungsikan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memahami Hak Merek sebagai bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) secara yuridis dan melihat sejauh mana Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan perlindungan terhadap penerima lisensi merek.

Untuk menjawab pertanyaan pokok mengenai apa yang menjadi dasar filosofis perlindungan terhadap hak milik seseorang, maka Teori Hukum Alam (Natural Law) hadir untuk memberikan kepastian terhadap perlunya diberikan perlindungan terhadap segala kepemilikan berwujud maupun tidak berwujud.

15

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 19. 16

Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, hal 34.

17

Dasar pemikiran diberikannya perlindungan hukum kepada seorang individu terhadap hak miliknya bermula dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran mazhab atau doktrin Hukum Alam (Natural Law) yang menekankan kepada faktor manusia dan penggunaan akal. Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor Hukum Alam (Natural Law) dari system Civil Law mengatakan bahwa Hukum Alam (Natural Law) merupakan hukum akal budi, dan karenanya hanya diperuntukkan bagi makhluk yang rasional.18

Seorang filosof Inggris abad 18, John Lock, mengemukakan bahwa hukum hak kekayaan intelektual memberikan hak milik eksklusif kepada hasil karya seseorang. Hukum Alam (Natural Law) meminta individu mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat. Dengan demikian menurut Teori Hukum Alam (Natural Law), baik pencipta dan pemilik memiliki hak moral untuk menikmati hasil kerjanya, termasuk keuntungan yang dihasilkan oleh intelektualnya.19

Menurut Teori Hukum Alam (Natural Law), individu yang menciptakan sebuah musik atau karya seni harus memiliki hak untuk mengawasi penggunaannya dan mendapat kompensasi atas penjualannya, tidak lebih dari seorang petani yang mendapatkan keuntungan dari tanamannya.20

18

Rochelle Cooper Dreyfuss, Intellectual Property Law dalam Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta atau Lagu (Jakarta : Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003) hal 18.

19Ibid hal 19. 20

Mengenai pertanyaan apakah seseorang itu mempunya hak alamiah atas milik dari objek-objek disekitarnya yang ia temukan atau ciptakan? John Lock memberikan solusi bahwa masalah hak-hak umum pemberian Tuhan dan pengambilan hak milik pribadi dimulai dengan asumsi bahwa “every man has a Property in his own Person”. Berdasarkan asumsi ini maka John Lock mengklaim bahwa kerja individu itu sendiri. Pertanyaan selanjutnya mengenai alasan mengapa orang memperoleh hak milik melalui kerja, jawabannya terletak pada tujuan dari Tuhan. Tuhan memerintahkan orang-orang yang bekerja agar mereka dapat menikmati kesenangan hidup yang mencakup makanan, papan, sandang dan cara hidup yang nyaman. 21

Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa keberadaan dan keterkaitan antara kerja dan kekayaan berdasarkan perintah Tuhan atau Hukum Alam (Natural Law), atau kedua-duanya. Lock berpendapat bahwa hak milik merupakan imbalan yang adil untuk orang-orang yang rajin. Kerja dari para individu menambah nilai pada sebuah produk dan memberikan kemanfaatan sosial pada umumnya. Argumentasi ini menjadi titik awal dari justifikasi utilitarian.22

Kaitan antara Teori Hukum Alam (Natural Law) dan pendapat John Lock tentang hak milik dengan perlindungan hukum dibidang hukum merek dijadikan sebagai kerangka teori mengingat Teori Hukum Alam (Natural Law) memberikan hak kepada seseorang baik atas hasil karyanya, maupun atas kerja kerasnya sendiri yang bisa berbentuk sesuatu yang konkrit, maupun abstrak, yang dimana dalam

21Ibid

22

penelitian ini Teori Hukum Alam (Natural Law) akan diruncingkan sebagai pisau untuk menganalisa Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Merek.

Selain Natural Law Theory, teori-teori lain tentang perlindungan hukum dalam bidang Hak atas Kekayaan Intelektual juga bermunculan, diantaranya yang menyatakan bahwa suatu karya intelektual dihasilkan dan dikembangkan atas dasar pemikiran yang menumbuhkan pengkajian dengan berbagai resiko. Oleh karena itu perlindungan terhadap pencipta, desainer atau penemu dipandang sebagal hal yang sudah sewajarnya, karena dalam rangka menghasilkan ciptaan dan atau temuannya dengan tindakan yang mengandung resiko demikian pandangan dari risk theory.23

Penghargaan yang diberikan atas usaha atau upaya seorang pencipta atau penemu juga diperlukan sebagaimana dijelaskan dalam reward theory bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta atau penemu adalah identik dengan penghargaan. Penghargaan ini memberikan rangsangan bagi para pihak untuk menciptakan karya-karya intelektual baru, akan lebih berkreasi, sehingga akan menghasilkan keuntungan . Pendapat demikian dikembangkan oleh incentive theory.24

Teori-teori tersebut didasarkan pada 4 (empat) prinsip hak kekayaan intelektual pada umumnya yaitu prinsip keadilan, prinsip ekonomi, prinsip

23

I Gede Wayan Surya Sukanta, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Yang Belum Terdaftar, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, hal 75

24

kebudayaan dan prinsip sosial25. Prinsip keadilan berkaitan dengan penghargaan terhadap pencipta suatu karya intelektual. Penghargaan dapat berupa materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Prinsip ekonomi menekankan bahwa hak kekayaan intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dan kepemilikannya seseorang akan mendapatkan keuntungan seperti lisensi, royalti dan sebagainya. Menurut prinsip kebudayan, karya intelektual manusia dapat menimbulkan suatu gerak hidup, membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan karya intelektual baru. Dengan konsep demikian maka pertumbuhan dan perkembangan hak kekayaan intelektual sangat besar artinya bagi taraf kehidupan peradaban dan martabat manusia. Prinsip sosial berkatakan dengan tujuan pemberian hak atas suatu karya intelektual yang tidak hanya memenuhi kepentingan perseorangan atau badan hukum saja melainkan juga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya bila dilihat keberadaan merek sebagai bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakah salah satu bagian dari suatu sistem hukum dalam kerangka hukum Indonesia. Seperti yang ditegaskan Ranggalawe S yang menyebutkan bahwa:

“Hukum HaKI merupakan salah satu bagian sistem hukum yang merupakan salah satu tantanan nilai dalam masyarakat. Norma-norma perlindungan HaKI dicoba dilihat dari berbagai sudut kepentingan di luar dari hukum HaKI itu sendiri. Sehingga HaKI tidak bisa tidak merupakan sistem yang dipengaruhi masyarakat

25

Sunarjati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Binacipta, Bandung, 1982, hal 124

dan mempengaruhi masyarakat baik di tatanan masyarakat modern maupun masyarakat tradisional di negara berkembang. Dalam kancah Internasional sistem HaKI juga dapat dilihat sebagai suatu sistem hukum yang dijadikan piranti perlindungan kepentingan dua pihak yang saling berhadapan, yaitu negara maju (developed countries) dan negara berkembang (developing countries)”.26

Menurut Award, sistem27 diartikan sebagai “hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (an organized, functioning relationship among units or components)”.28 Selanjutnya Mariam Darus menegaskan bahwa: “Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum”.29 Sedangkan hukum, sebagai sistem menurut Lawrence M. Friedmann, terdiri dari 3 unsur yaitu struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).30

Ketiga unsur hukum tersebut oleh Satjipto Rahardjo dijelaskan sebagai berikut yakni :

“Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan hukum.

Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya yaitu memperlihatkan bagaiman pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.

Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Di

26

Ranggalawe S., Masalah Perlindungan HAKI Bagi Tradisional Knowledge,

http://www.ikht.net/artikel_pertopik.phhp?subtema=intelectual Property., diakses tanggal 5 Juni 2010. 27

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang mempunyai pengertian “Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compound of several parts), William A Shrode and Dan Voich, Organization and Management; Basic System Concepts, Irwin Book Co., Malaysia, 1974, hal 115, dikutip dalam Otje Salman S., Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Memhuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, Hal 87.

28

Award, Elis K dikutip dalam OK. Saidin, op.cit., hal 19. 29

Mariam Darus Badrulzarnan, dikutip dalam Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal 19.

30

belakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga faktor-faktor seperti ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum. Kultur mengandung potensi untuk dipakai sebagai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum’.31

Dalam penelitian ini, struktur hukum diperankan oleh aparat penegak hukum pada kantor merek pada dirjen HaKI sedangkan substansi hukum itu sendiri digambarkan melalui peraturan perundang-undangan tentang merek dan perjanjian lisensi itu sendiri dan budaya hukum berasal dari para pihak dalam perjanjian lisensi serta mencakup masyarakat luas sebagai pengguna dari komersialisasi perjanjian lisensi tersebut.

Hal senada juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas”32. Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.33

31

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1996, hal 166-167 32

C.F.G. Sunaryati Hartono, dikutip dalam S. Mantayborbir, op.cit., hal 15. 33

Menurut Fatmawati, Heru Susetyo dan Yetty Komalasari Dewi menegaskan bahwa “Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum (dalam arti luas). Kaedah hukum (dalam arti luas) lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita (suatu masyarakat) berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum (dalam arti luas) meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma), dan peraturan hukum konkrit. Selanjutnya asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peratuan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma) merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan (merupakan nilai yang bersifat lebih konkrit dari asas hukum)”. Lihat dalam Fatmawati, Heru Susetyo, Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), tim pengajar FH UI-Depok,

http://www/Group-Google:file///c/group/myQuran-komunitas Muslim Indonesia?hl=id. diakses tanggal 16 Maret 2010

Selanjutnya asas-asas dari hukum Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai asas konstitusional (struktural)34 mengemukakan apa yang dimaksud dengan hak. Hak menurut Sanusi Bintang adalah “kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan secara bebas”.35 Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, menegaskan bahwa “hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga menekankan pada pengakuan atas wewenang dari hak tersebut”.36 Dan diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat bagi perlindungan hasil karya akal atau pikiran manusia. 2. Konsepsi

a. Lisensi

“License (noun) 1) governmental permission to perform a particular act (like getting married), conduct a particular business or occupation, operate machinery or vehicle after proving ability to do so safely, or use property for a certain purpose. 2) the certificate that proves one has been granted authority to do something under governmental license. 3) a private grant of right to use real property for a particular purpose, such as putting on a concert. 4) a private grant of the right to use some intellectual property such as a patent or musical composition.”37

Lisensi (kata benda) 1) izin pemerintah untuk melakukan tindakan tertentu (seperti menikah), melakukan bisnis tertentu atau pekerjaan, mengoperasikan mesin atau kendaraan setelah membuktikan kemampuan untuk melakukannya dengan aman, atau properti digunakan untuk tujuan tertentu. 2) sertifikat yang membuktikan satu

34

Bila dikaitkanan antara UUD 1945 dengan Hak Milik Intelektual (HAMI) jelas mempunyai hubungan yang erat sekali. Beberapa Pasal dalam UUD 1945 memperlihatkan kepada kita tentang pertalian tersebut, yakni Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3, lihat Syafrinaldi, op.cit., hal 24.

35

Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya, Bandung, 1998, hal 1. 36

Satjipto Rahardjo, op.cit., hal 54.

37Burton's Legal Thesaurus, 4E. Copyright © 2007 by William C. Burton. Used with permission of The McGraw-Hill Companies, Inc.

telah diberikan kewenangan untuk melakukan sesuatu di bawah lisensi pemerintah. 3) hibah pribadi hak untuk menggunakan properti untuk tujuan tertentu, seperti mengenakan konser. 4) hibah pribadi hak untuk menggunakan beberapa kekayaan intelektual seperti paten atau komposisi musik

Licensed contract is a right given by some competent authority to do an act, which without such authority would be illegal. The instrument or writing which secures this right, is also called a license.38

Kontrak Izin adalah hak yang diberikan oleh beberapa pejabat yang berwenang untuk melakukan tindakan, yang tanpa kewenangan tersebut akan ilegal. Instrumen atau tulisan yang mengamankan hak ini, juga disebut lisensi

A license is also an express or implied. An express license is one which in direct terms authorizes the performance of a certain act; as a license to keep a tavern given by public authority.39

Sebuah lisensi juga merupakan yang tersurat maupun tersirat. Sebuah lisensi mengungkapkan adalah salah satu yang dalam hal kewenangan langsung kinerja suatu tindakan tertentu; sebagai lisensi untuk menyimpan kedai yang diberikan oleh otoritas publik

“An implied license is one which though not expressly given, may be presumed from the acts of the party having a right to give it. The following are examples of such licenses as when a man knocks at another's door, and it is opened, the act of opening the door licenses the former to enter the house for any lawful purpose. A servant is, in consequence of his employment, licensed to admit to the house, those who come on his master's business, but only such persons. It may, however, be

38 Legal Thesaurus, Copyright © 1981-2005 by Gerald N. Hill and Kathleen T. Hill. All Right reserved.

39

inferred from circumstances that the servant has authority to invite whom he pleases to the house, for lawful purposes.”40

Sebuah lisensi tersirat adalah salah satu yang walaupun tidak secara tegas diberikan, dapat dianggap dari tindakan partai memiliki hak untuk memberikannya. Berikut ini adalah contoh lisensi seperti ketika seorang pria mengetuk di pintu lain, dan itu dibuka, tindakan membuka pintu lisensi yang pertama untuk memasuki rumah untuk tujuan yang sah. Seorang pelayan adalah, sebagai akibat dari pekerjaan itu, lisensi untuk mengakui ke rumah, mereka yang datang pada bisnis majikannya, tetapi hanya orang tersebut. Mungkin, Namun, disimpulkan dari keadaan yang hamba itu memiliki kewenangan untuk mengundang siapa ia menyenangkan ke rumah, untuk tujuan yang sah

“A license is either a bare authority, without interest, or it is coupled with an interest. A bare license must be executed by the party to whom it is given in person, and cannot be made over or assigned by him to another; and, being without consideration, may be revoked at pleasure, as long as it remains executory but when carried into effect, either partially or altogether, it can only be rescinded, if in its nature it will admit of revocation, by placing the other side in the same situation in which he stood before he entered on its execution.”41

Lisensi adalah baik otoritas telanjang, tanpa bunga, atau digabungkan dengan kepentingan. Izin telanjang harus dijalankan oleh pihak kepada siapa itu diberikan secara pribadi, dan tidak dapat dibuat terus menerus atau ditempati oleh dia untuk lain; dan, karena tanpa pertimbangan, dapat dicabut pada kesenangan, selama tetap pelaksana tetapi ketika dilakukan berlaku, baik sebagian atau sama sekali, itu hanya bisa dibatalkan, jika di alam yang akan mengakui pencabutan, dengan menempatkan pihak lain dalam situasi yang sama di mana ia berdiri sebelum dia dimasukkan pada pelaksanaannya

When the license is coupled with an interest the authority conferred is not properly a mere permission, but amounts to a grant, which cannot be revoked, and it may then be assigned to a third person. When the license is coupled with an interest, the formalities essential to confer such interest should be observed.42

40

Ibid

41

A Law Dictionary, Adapted to the Constitution and Laws of the United States. By John Bouvier. Published 1856.

42

Ketika lisensi digabungkan dengan kewenangan kepentingan yang diberikan tidak benar izin belaka, tetapi sebesar hibah, yang tidak dapat dicabut, dan mungkin akan diberikan kepada orang ketiga. Ketika lisensi digabungkan dengan kepentingan, formalitas yang penting untuk memberikan kepentingan tersebut harus diamati

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu43

Dalam legal dictionary, license : “A term used to describe the grant of a right to certain kinds of business, affected with a public interest. The granting of licenses and the regulation of licensed business now form an important part of administrative procedure”44 yang mengandung arti bahwa lisensi adalah sesuatu yang dijelaskan sebagai pemberian hak untuk bisnis/usaha tertentu, yang berhubungan kepentingan publik. Pemberian dari lisensi peraturan dari usaha pemberian lisensi sekarang menjadi bagian yang penting dari prosedur administrasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan lisensi merek adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek untuk menggunakan merek

43

Pasal 1 butir (13) UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek 44

Sinha & Dheeraj, Legal Dictionary, International Law Book Services, Direct Art Company, Petaling Jaya, Selangor Darul Ehsan, hal 118.

terdaftar atau merek terkenal miliknya selama jangka waktu tertentu dan dengan menggunakan syarat tertentu dengan menerima royalti dari penerima lisensi merek. b. Pengertian merek

Trademark (noun) is a distinctive design, picture, emblem, logo or wording (or combination) affixed to goods for sale to identify the manufacturer as the source of the product and to distinguish them from goods sold or made by others. Words that merely name the maker (but without particular lettering) or a generic name for the product are not trademarks.45

Merek (kata benda) adalah desain, khas gambar, lambang, logo atau kata-kata (atau kombinasi) yang ditempel barang untuk dijual untuk mengidentifikasi produsen sebagai sumber produk dan untuk membedakan mereka dari barang yang dijual atau dibuat oleh orang lain. Kata-kata yang hanya nama pembuat (tapi tanpa huruf tertentu) atau nama generik untuk produk tidak merek dagang

A trademark is typically a name, word, phrase, logo, symbol, design, image, or a combination of these elements. There is also a range of non-conventional trademarks comprising marks which do not fall into these standard categories, such as those based on color, smell, or sound.46

Sebuah merek dagang biasanya nama, kata, frasa, logo, simbol, desain, gambar, atau kombinasi dari unsur-unsur. Ada juga berbagai merek dagang non-konvensional

45

West's Encyclopedia of American Law, edition 2. Copyright 2008 The Gale Group, Inc. All rights reserved.

46

terdiri dari tanda yang tidak jatuh ke dalam kategori standar, seperti yang berdasarkan warna, bau, atau suara

The term trademark is also used informally to refer to any distinguishing attribute by

Dokumen terkait