• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penulisan tesis yang berjudul Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri mempergunakan kerangka teori yang pada dasarnya adalah merupakan landasarn teori.

Roscoe Pound, berpendapat bahwa Hukum merupakan sarana (alat) pembaharuan (membentuk, membangun, merubah) atau Law as tool of social Enginering. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat telah menjadi tujuan yang filosofis, yang berarti bahwa hukum sebagai alat pembaharuan telah berlaku atau diterima, oleh negara yang sedang berkembang ataupun oleh negara yang telah maju (modern) dan bagi negara yang sedang berkembang hukum itu sangat penting karena hukum bukan hanya untuk memelihara ketertiban, melainkan hukum itu sebagai alat pembaharuan sikap mental masyarakat yang tradisional kearah sikap mental masyarakat modern. Dalam pengertian sebagai sarana rekayasa sosial, maka hukum tidak pasif dimana hukum mampu dipakai untuk mengubah suatu keadaan dan kondisi tertentu ke arah yang dituju sesuai dengan keamanan masyarakat.7

Sebagaiman pendapat Montesquieu tentang tujuan hukum adalah :

“have suggested that law and legal evolution are part of the idiosyncratic historical development of a country. And that they are determined by multiple factors, including culture, geography, climate, and religion, Although law is by no means static, legal evolution in each country is distinct and will produce vastly differen out comes. Far from converging over time, legal instiotution remain different. The idea that law is culturally distinct applies as much to the law governing private transactions (les lois civiles) as to “les lois politiques” – constitutional law, administrative law, and judicial procedural law - the legal processes that define the relation between the state and citizens. The same idea is also reflected in writing of the German Scholar Friedrich Carl von Savigni (1814), who argued that the soul of the people, the “Volksgeist,” shapes political and legal institution. (yang terjemahannya kira-kira telah menyarankan bahwa hukum dan evolusi undang-undang adalah bahagian dari perkembangan sejarah idiosincratik dari suatu negara dan mereka ditentukan oleh faktor-faktor yang beragam termasuk budaya, geografi, iklim dan agama, ide ini adalah suatu hukum budaya yang menyediakan

7

Roscoe Pound, dikutip oleh Cita Citrawinda Priapantja, Budaya Hukum Indonesia

Menghadapi Globalisasi: Studi Kasus Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi,

Ringkasan Disertasi Doktoral, (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999), hal.10. 11

sebanyak hukum transaksi kepemerintahan, seperti Hukum Konstitusional, Hukum Administrasi dan Hukum Acara di Pengadilan yang diproses secara Undang-undang yang mana mengartikan hubungan antara Negara dan Bangsa. Ini juga sama seperti yang dikatakan oleh penulis Germany Scholar (1814) yang mengargumentasikan bahwa jiwa setiap orang “Volksgeist” adala ruang praktik dan institusi undang-undang)8.

Menurut teori kegunaan, Hukum dipandang sebagai suatu alat yang digunakan untuk mempromosikan hubungan ekonomi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham pada tulisannya pada abad 19,

“ law has been increasingly viewed not as the result of socioeconomic development, but as a tool for governments to initiate and shape economic development. The most famous propents of this scholl of thought is John Stuart Mill, Who Coined the term “ Utilitarianism (Stei, 1980). “According to this theory, laws can and should be designed to enhance efficiensy and to reduce transaction costs, ultimately promoting growth. This theory assumes that legal change has a direct impact on the behavior of economic agents and therefore on economic development)”9 (Yang terjemahannya kira-kira : Hukum telah di pandang secara maju bukan sebagai hasil dari perkembangan sosioekonomi, tetapi suatu alat untuk pemerintah menginisiasikan perkembangan ekonomi.Menurut John Stuart Mill dalam teori hukum dapat dan seharusnya di desain mempertinggi efisiensi dan menolak biaya transaksi. Dan pada akhirnya pada pertumbuhan promosi.Teori ini mengasumsikan bahwa perubahan undang-undang Hukum mempunyai suatu pengaruh yang langsung pada sifat dari wakil ekonomi dan bagaimanapun juga dalam perkembangan ekonomi.) Demikian juga Jeremy Bentham melihat hukum dari tujuannya yang menguraikan sebagai berikut :

-“The greatest happiness for the greates number” (Yang terjemahannya Hukum bertujuan memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang sebanyak-banyaknya).

- Di bagian lain tujuan hukum ialah untuk menyempurnakan kehidupan, mengendalikan kelebihan, memajukan persamaan dan menjaga kepastian”10

8

Katharina Pistor and Philip A. Wllons, The Role Of Law And Legal Institutions In Asia

Economic Development 1960 – 1995. Printed in Hong Kong Piblished by Oxford University Press

(China) 1999, Ltd 18 th Floor Warwik House East Taikoo Place, 979 Kong’s Road, Quarry Bay Hong Kong. hal 35

9

Ibid hal 35

10

Mustafa Siregar, Sari Kuliah Filsafat Hukum, Pascasarjana USU Medan, tanggal 25 Februari 2002

Prinsip utama dari pada Hak atas Desain Industri yang merupakan bagian dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia yang merupakan hasil produk intelektual manusia, maka si pendesain yang menghasilkan karyanya mendapatkan kepemilikan yang berupa hak alami (natural) dan perlu dilindungi oleh hukum agar bagi orang-orang yang inovatis dan kreatif terhadap karya intelektuanya bergairah dan mempunyai kepastian hukum. Sebagaimana juga sistem hukum yang berlaku di Roma mengatur cara perolehan alami (natural acquistion) berbentuk spesifikasi yaitu melalui penciptaan. Pandangan demikian terus didukung dan dianut banyak sarjana mulai dari Locke sampai kepada kaum sosialis. Sarjana-sarjana hukum Romawi menamakan apa yang diperoleh di bawah sistem masyarakat ekonomi dan hukum yang berlaku sebagai perolehan sipil dipahamkan bahwa azas Suum cuique tribuere menjamin bahwa benda yang diperoleh secara demikian adalah kepunyaan seseorang itu.11

Pengaturan desain industri dengan undang-undang juga dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi perlindungan hukum guna mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran yang berupa pembajakan, penjiplakan atau peniruan atas desain produk-produk yang sudah terkenal. Prinsip pengaturannya adalah pengakuan kepemilikan atas suatu pola sebagai karya

11

Roscoe Pound, Dikutip oleh Muhammad Djumhana dan R. Djubaedilah, Hak Milik

Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia), (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya

Bakti, 1993, hal.19

intelektual yang mengandung nilai estetik, dan dapat diproduksi secara berulang-ulang serta menghasilkan barang dalam dua atau tiga dimensi.12

Perlindungan desain industri atas suatu ciptaan inovatif dan kratif seseorang di Indonesia baru diakui setelah desain industrinya tersebut didaftarkan dan memperoleh hak desain industri dari Dirjen HaKI. Hak desain Industri ini adalah hak khusus (executive right) yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.13 Hak desain industri diberikan hanya untuk desain industri yang baru, dan desain itu dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya baik melalui media cetak atau media elektronil, termasuk juga keikutsertaan dalam suatu pameran. Pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan desain industri yang sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila pemohon diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.14

Adapun desain hasil karya dari pendesain yang dimaksud dalam UUDI adalah hasil karya seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri15 termasuk juga yang dihasilkan oleh badan hukum. Dan tidak semua permohonan dapat diberi hak desain industri apabila hak desain industrinya

12

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001) hal.226.

13

Pasal 1 angka (5 ) UUUDI

14

Pasal 2 UUDI

15

Pasal 1 angka (2) UUDI

tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.16

Dengan Hak desain yang dimiliki seseorang maka dia berhak untuk melaksanakan hak desain industrinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, menjual, atau mengimpor produk yang diberikan oleh Hak Desain Industri.17 Apabila ada dalam hubungan dinas di lingkungan pekerjaan maka yang berhak atas desain tersebut adalah orang yang mengerjakan desain itu. Akan tetapi bila diperjanjikan lain maka yang berhak sebagai pendesain adalah orang yang memberikan pekerjaan, tanpa mengurangi hak pendesain yang sebenarnya apabila penggunaan desain industri itu diperluas keluar hubungan dinas.18

Apabila suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pihak yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri, akan tetapi jika diperjanjikan lain atara kedua pihak, maka yang berhak sebagai pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja.19

Hubungan kerja yang dimaksud dalam ketentuan Undang-undang ini adalah hubungan kerja baik di lingkungan Instansi pemerintah maupun perusahaan swasta dengan pihak lain, atau dasar pesanan individu dengan individu. Demikian juga dalam peraturan ini, walaupun si pendesain yang sebenarnya tidak berhak atas desain industri, akan tetapi mengingat adanya

16

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.hal 268

17

Pasal 9 ayat (1) UUDI, Bandingkan dengan ketentuan dalam Articel 26 Persetujuan TRIPs.

18

Pasal 7 ayat (1) UUDI

19

Pasal 7 ayat (3) UUDI

manfaat ekonomi yang diperoleh dari desain industri yang dibuat tersebut, sebagaimana menurut Abdulkadir Muhammad :20

“adalah wajar bila si pendesain yang sebenarnya memperoleh hak untuk menikmati manfaat dari hasil desainnya tersebut dalam bentuk imbalan sebagai konpensasi, dan juga tidak menghapus hak pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Umum Desain Industri dan Berita Resmi Desain Industri”.

Dari uraian tersebut di atas maka pemberian hak desain industri menurut UUDI adalah suatu desain industri yang telah mendapat persetujuan atas permohonan pendaftarannya melalui Direktorat Jenderal HaKI, yang artinya seseorang yang mendesain suatu produk, akan tetapi tidak mendaftarkan hasil desainnya ke Dirjen HaKI, maka dia tidak akan mendapat perlindungan. Bahkan menurut Undang-undang pemberian hak desain industri hanya diberikan kepada pendaftar pertama (first to file), hal ini sebagaimana pendapat dari Suyud Margono dan Amir Angkasa yang menyatakan : “orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas desain industri bukan berdasarkan orang yang pertama mendesain akan tetapi orang yang pertama mendaftarkan hasil desain industrinya”21

a. Pengertian HaKI

Karya-karya intelektualitas dari seseorang atau manusia tidak sekedar memiliki arti sebagai arti akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah baik bagi pencipta atau penemunya maupun orang lain yang memerlukan karya-karya intelektualitas tersebut. Dari karya-karya intelektualitas itu pula dapat diketahui dan diperoleh gambaran mengenai

20

Abdulkadir Muhammad, Op-Cit, hal 269

21

Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersial Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal.36.

pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, sastra bahkan teknologi yang sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Demikian pula karya-karya intelektualitas itu juga dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan masyarakat. 22

Intellectual Property Rights (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan hak yang melekat pada suatu produk/barang hasil karya manusia yang harus dilindungi oleh hukum. Perlindungan ini sangat penting mengingat di samping biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan oleh penemu tidak sedikit, juga untuk mendorong gairah inovasi orang-orang yang kreatif.23

Bouwman-Noor Mout mengatakan bahwa HaKI merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk baik materil maupun immateril. Bukan bentuk jelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya.24

Mieke Komar Kantaatmadja, mengatakan bahwa HaKI merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.25

HaKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang

22

Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia (Bandung : Penerbit Alumni, 2003), hal. 3. 23

Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-Negara ASEAN (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1996), hal. 1.

24

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Right), Cet. I, (Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 9.

25

Mieke Komar Kantaatmadja, Penelitian Hukum Mengenai Perlindungan atas

Kekayaan Intelektual di bidang Penginderaan Jauh di Indonesia (BPHN, Departemen Kehakiman,

1994-1995), hal. 41.

ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HaKI adalah segala karya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HaKI dengan hak milik lainnya yang diperoleh dari alam.

Esensi yang terpenting dari setiap bagian HaKI ini adalah adanya suatu ciptaan tertentu (creation) di bidang kesenian (art), dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, maupun kombinasi dari ketiga bidang tersebut yang masing-masing mempunyai istilah tertentu.

Seiring dengan pembentukan WIPO, istilah Intellectual Property diartikan dalam pengertian yang luas dan meliputi :

1. Karya-karya kesusastraan, kesenian dan ilmu pengetahuan (literary, artistic and scientific works)

2. Pertunjukan oleh para artis, kaset dan penyiaran audio visual (performances of performing artist, phonograms, and broadcasts) 3. Penemuan teknologi dalam semua bidang usaha manusia (invention in

all fields of human endeavor)

4. Penemuan ilmiah (scientific discoveries) 5. Desain industri (industrial designs)

6. Merek Dagang, nama usaha dan penentuan kemersial (trade marks, service marks, and commercial names and design nations)

7. Perlindungan terhadap persaingan tidak sehak (protection against unfair competition)

8. Segala hak yang timbul dari kemampuan intelektualitas manusia di bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusastraan atau kesenian (all

other resulting from intellectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields).26

Dari perkembangan yang ada, pengaturan HaKI kini menempatkan undang tidak semata-semata bersifat tambahan melainkan pembuat undang-undang telah bermaksud untuk memberikan suatu ketentuan yang bersifat memaksa, namun perubahan tersebut masih bertumpuh pada sifat asli yang ada pada HaKI tersebut, yaitu :

1) Mempunyai jangka waktu yang terbatas.

Jangka waktu perlindungan HaKI ditentukan secara jelas dan pasti dalam undang-undang tetapi tidak sama bagi semua jenis, misalnya di Indonesia paten dilindungi selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten, sedang desain industri selama 10 tahun.

2) HaKI bersifat eksklusif dan mutlak.

Maksudnya adalah bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun yang mempunyai hak tersebut dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap siapapun. Si pemilik/pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli bahwa ia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan/penemuannya ataupun menggunakannya.

3) HaKI bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan dalam lingkup hak-hak perdata.

Hal ini diakui dalam TRIP’s (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) sebagaimana tercantum dalam konsiderans

26

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 5.

TRIP’s yang menyatakan, Members, Recognizing that Intellectual Property Rights are private rights.

Sifat-sifat HaKI ini berlaku secara umum dan diakui oleh negara-negara di dunia, akan tetapi setiap negara penekanannya selalu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan sistem hukum, sistem politik dan landasan filosofi suatu negara, maupun sejarah dan kondisi ekonomi negara tersebut.

Perlindungan terhadap HKI akan memberikan kepastian hukum dan juga dapat memberikan manfaat secara ekonomo makro dan mikro sebagai berikut :27

1) Perlindungan HKI yang kuat dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi nasional guna memungkinkan pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

2) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah pencipta atau penemuan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya dan karsa manusia, melainkan secara ekonomi merupakan penciptaan suasana yang sehat untuk menarik penanam modal asing serta memperlancar perdagangan internasional. Untuk memajukan sektor industri di Indonesia melalui pemberdayaan HKI, khususnya desain industri, diperlukan pengaturan desain industri dengan memperhatikan keadilan (justice) seperti yang diajarkan Adam Smith. Adam Smith merupakan Bapak Ekonomi Modern yang mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (the end of justice is to scure from injure). Ajaran Adam Smith ini menjadi dasar hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi. Ia juga mengatakan bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya

27

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan

Prakteknya di Indonesia, Cetakan Kedua (Bandung: Penerbit Citra Baktu,1997).

dikenal dengan istilah ekonomi politik (political economic). Salah satu tujuannya adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas dan fungsinya dengan baik dimana ekonomi politik berusaha untuk merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus.28

Sedangkan menurut Bismar Nasution, dalam pembangunan ekonomi, hukum ekonomi harus berlandaskan hukum yang rasional. Karena dengan hukum modern atau rasional tersebut akan dapat dilakukan pengorganisasian pembangunan ekonomi. Adapun yang menjadi ciri dari hukum modern ini adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dengan cara pendekatan ini, diharapkan akan tercipta penerapan keadilan dan kewajaran, serta secara proporsional dapat memberikan manfaat pada masyarakat. Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja, akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka panjang.29