• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum membahas tentang kerangka teori penelitian ini, ada baiknya mengetahui bahwa bagi suatu penelitian teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:19

19

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hal 121

a. Teori berguna untuk lebih mempertajam dan mengkhususkan faktor-faktor yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau suatu proses tertentu terjadi.20

Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proporsi-proporsi yang telah diuji kebenarannya. Suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.21 Karena itu teori dapat dikatakan merupakan suatu pencapaian akan sesuatu secara generalisasi, yang telah diuji dan hasilnya mempunyai ruang lingkup yang sangat luas terhadap fakta-fakta yang bersangkutan, teori hukum akan senantiasa berkembang sesuai dinamika masyarakat. Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan, teoritis.22

Kerangka teori yang dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori keadilan dan juga didukung oleh teori tujuan hukum. Menurut pendapat John Rawls

20

J.J.J. M. Wisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal 203

21

Soerjono Seokanto,Op Cit, hal 6

yang menginginkan “Keadilan sebagai Kesetaraan” (Justice as Fairness). Maksudnya ialah bahwa teori tersebut dapat mengakomodasikan pribadi individu secara serius tanpa mempertahankan kesejahteraan atau hak-hak demi kebaikan orang lain. Menurut Rawls “ setiap pribadi memiliki hak yang setara terhadap sistem total yang paling luas bagi kebebasan-kebebasan dasar yang mirip dengan sistem kebebasan serupa bagi semuanya”. Artinya mereka akan memisahkan kebebasan manusiawi dasar kita dan melindunginya terhadap pembagian apapun yang tidak setara.23

Menurut pendapat Ulpianus keadilan adalah kehendak yang terus menerus dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi hak atau memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya. Perumusan ini dengan tegas mengakui hak masing-masing perseorangan terhadap hal lainnya serta apa yang seharusnya menjadi bagiannya demikian pula sebaliknya.24

Sejalan dengan pendapat itu LJ. Van Apeldoorn, J. Van Kan dan J.H. Beekhuis juga mengemukakan bahwa keadilan itu memperlakukan sama terhadap hal yang sama dan memperlakukan yang tidak sama sebanding dengan ketidaksamaannya.25

Tentang tujuan hukum, menurut Jhering, hukum itu dibuat dengan sengaja oleh manusia untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Hukum terutama dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan ditujukan kepada tujuan tertentu.26

23

Karen Lebacqz,Teori-teori Keadilan Six Theories of Justice, Nusa Media, Bandung, 2011, hal 53

24Agus Yudha Hernoko,

Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 48

25

Ibid, hal. 51

Tujuan tersebut antara lain: a) tercapainya kepastian hukum, b) keadilan hukum, c) kemanfaatan hukum.

Adanya kepastian hukum dikatakan apabila, seseorang yang mengalami persoalan hukum maka aturan-aturan atau Pasal-Pasal yang terkandung dalam undang-undang dapat diterapkan dengan benar. Adanya kemanfaatan hukum, apabila hukum bermanfaat bagi masing-masing individu. Manfaat bagi masing-masing individu berbeda-berbeda, ada ukuran-ukuran tentang yang dipakai untuk itu. Terkait juga dengan hal tujuan keadilan juga dipandang sesuai ukuran atau standar dari masing-masing individu. Oleh karenanya adil itu relatif. Maka tujuan hukum dapat dipandang sesuai ukuran atau standar masing-masing individu dengan tidak mengabaikan teori, doktrin, serta aturan perundang-undangan yang berlaku.

Beberapa teori tersebut bila ditelaah ada kaitannya dengan ketenagakerjaan dan hukum perjanjian kerja. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perjanjian kerja antara tenaga kerja asing dengan perusahaan maka terlebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan perjanjian dan tenaga kerja asing.

Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang lain atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka (para pihak) yang membuatnya.

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang berisi bahwa pihak pertama (buruh/pekerja) mengikatkan diri untuk bekerja dengan pihak kedua (pengusaha)

selama waktu yang disepakati dengan menerima imbalan berupa upah (KUH Perdata Pasal 1601.a).

Sedangkan perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 14 adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang menurut syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Kemudian dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang memuat unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Agar disebut sebagai perjanjian kerja harus memenuhi 3 (tiga) unsur yaitu sebagai berikut:27

1. Ada orang di bawah pimpinan orang lain 2. Penuaian kerja

3. Adanya upah.

Pada prinsipnya dalam perjanjian kerja unsur-unsur yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, masih menjadi pegangan yang harus diterapkan, agar suatu perjanjian kerja tersebut dianggap sah keberadaannya dan konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang. Sebagian perjanjian kerja adalah merupakan perikatan yang lahir karena perjanjian. Oleh karena itu sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka sahnya suatu perjanjian kerja harus sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b. Cakap untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Terkait dengan asas hukum kontrak, perjanjian kerja seperti yang disebutkan diatas merupakan bagian dari perjanjian pada umumnya, dimana dari berbagai asas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak ada 4 asas yang dianggap sebagai saka guru hukum kontrak yaitu:28

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Azas ini bemakna bahwa setiap orang bebas melakukan kontrak dengan siapapun dan mengenai apa pun itu, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

b. Asas Konsensualisme

Di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan di antara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.29

c. Pacta Sunt Servanda(Asas Daya Mengikat Kontrak)

Asas mengikat kontrak dipahami sebagai mengikatnya kewajiban kontraktual yang harus dilaksanakan para pihak. Pada dasarnya janji itu mengikat sehingga

28

Hal ini disampaikan oleh Nindyo Pramono dalam makalah yang berjudul, “Kontrak Komersial: Pembuatan dan penyelesaian Sengketa”,dalam acara Pelatihan hukum Perikatan bagi Dosen dan Praktisi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,Surabaya, 6-7 September 2006, hal.1-3

perlu diberikan kekuatan untuk berlakunya kontrak, sehingga mempunyai kekuatan mengikat setara dengan daya berlaku dan mengikatnya undang- undang.30

d. Asas Iktikad Baik

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan.

Walaupun dikatakan bahwa kontrak formal lahir setelah dilakukan secara tertulis tidak semua kontrak tertulis dikatakan kontrak formal karena kontrak yang dibuat secara tertulis kemungkinan dilatar belakangi dua hal yaitu:

a. Perintah Undang-undang b. Kehendak para pihak

Kontrak yang tertulis dapat dibagi dalam kontrak yang seluruh isinya dinegosiasikan oleh para pihak dan kontrak yang isinya pada umumnya ditentukan oleh salah satu pihak, kontrak seperti ini biasa disebut kontrak standar atau kontrak baku.

Kontrak baku adalah kontrak yang klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Penggunaan kontrak baku dalam kontrak-kontrak yang biasanya dilakukan oleh pihak yang banyak melakukan kontrak yang sama terhadap pihak lain.31

30Ibid

.,hal.123-124

Seperti halnya dalam kontrak perjanjian kerja dimana pengusaha/ perusahaan banyak melakukan kontrak yang sama terhadap para karyawan/pekerjanya. Hal ini didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa perjanjian kerja merupakan tergolong jenis perjanjian kontrak baku.

Berdasarkan hal itu kontrak baku yang mendukung klausul eksonerasi cirinya adalah sebagai berikut:

1. Pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat.

2. Pihak lemah pada umunya tidak ikut menentukan isi perjanjian yang merupakan unsur aksidentalia dari perjanjian.

3. Terdorong oleh kebutuhannya, pihak lemah terpaku menerima perjanjian tersebut.

4. Bentuknya tertulis

5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.32

Rijken mengatakan bahwa klausul eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.33

32Ibid

, hal. 42 33Ibid, hal. 40

Sluijter mengatakan bahwa kontrak baku bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta. Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah undang- undang, bukan perjanjian. Sedangkan Pitlo menggolongkan kontrak baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract), yang walaupun secara teoretis yuridis kontrak baku ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun kenyataanya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.34

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 menyebutkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat. Pengertian tenaga kerja ini lebih luas dari pengertian pekerja atau buruh, karena pengertian tenaga kerja mencakup tenaga kerja atau buruh, yaitu tenaga kerja yang sedang terikat dalam suatu hubungan kerja.35

Yang dimaksud tenaga kerja asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia (Pasal 1 butir 13 Undang- Undang Ketenagakerjaan). Ciri khas atau keterikatan antara tenaga kerja dan perjanjian kerja dalam hubungan kerja adalah sebagai berikut:

1. Adanya Upah 2. Adanya Perintah

34

Ibid , hal. 44

3. Adanya Pekerjaan.36

Apabila membicarakan mengenai hak dan kewajiban antara para pihak yang satu dengan yang lainnya merupakan suatu kebalikan, jika di satu pihak merupakan suatu hak maka dipihak lainnya adalah merupakan kewajiban. Kewajiban dari penerima kerja yaitu TKA/pegawai pada umumnya tersimpul dalam hak majikan yaitu pengusaha/perusahaan, seperti juga sebaliknya hak TKA tersimpul dalam kewajiban pengusaha/perusahaan.

Pada prinsipnya orang asing tidak dilarang bekerja di Indonesia, tetapi dibatasi sepanjang pekerjaan tersebut belum mampu dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia. Menteri Tenaga Kerja bekerjasama dengan instansi terkait menentukan jabatan/pekerjaan yang terbuka atau tertutup sama sekali bagi tenaga kerja.37 Sesuai dengan Pasal 46 Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu. Selanjutnya jabatan tertentu tesebut yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan Keputusan Menteri.

Setiap pemberi kerja/perusahaan yang memperkerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk (Pasal 42 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan), yaitu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Izin tertulis itu adalah Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing tersebut digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan IMTA

36

Whimbo Pitoyo,Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan, Visi Media, Jakarta, 2010, hal 32.

37

Hadi Setia Tunggal,Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Harvarindo, Jakarta, 2009, hal. 32

(Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Agar terkendali penggunaan TKA di Indonesia, maka penerbitan izin harus didasarkan alasan yang jelas dan realistis.38

Penerbitan izin tersebut lebih lanjutnya diatur dalam Per.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Selanjutnya alasan penggunaan TKA adalah antara lain :

a. Alih keterampilan dan teknologi dari TKA kepada tenaga kerja lokal. b. Memenuhi jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja lokal c. Mengamankan modal investasi asing di Indonesia

d. Meningkatkan hubungan bilateral antar dua negara atau lebih.

Sasaran penggunaan TKA adalah agar terwujud alih teknologi melalui program pendidikan/latihan bagi pendamping Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang (TKWNAP).39

Setiap hubungan kerja yang terjadi khususnya hubungan kerja yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/pegawai pasti sedikit banyaknya pernah terjadi perselisihan atau sengketa antara para pihak, oleh karena itu suatu hubungan kerja kadang tidak berlangsung dengan lancar. Keinginan dari salah satu pihak (umumnya pekerja) tidak selalu di penuhi oleh pihak lainnya (pengusaha) dan juga kondisi dalam masyarakat, kehidupan sehari-hari yang berpengaruh terhadap kelangsungan hubungan kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja, menemukan bahwa penyebab munculnya keresahan tersebut antara lain: tingkat pendidikan yang masih

38

Saiful Anwar,Op.Cit, hal. 15

rendah yang menyebabkan kendala dalam berbagai hal, seperti kendala dalam berkomunikasi. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingkat emosi dan cenderung tinggi, sulit menerima pendapat orang lain dan mudah tersinggung. Dalam keadaan yang demikian, rasa solidaritas menjadi kuat.40

Dalam suatu perselisihan, ada lebih dari satu pihak atau setidaknya ada dua pihak, yang saling berbeda pendapat mengenai sesuatu hal. Perbedaaan pendapat ini mengakibatkan pertentangan.

Iman soepomo menyebutkan dua bentuk perselisihan yang mungkin terjadi dalam suatu hubungan kerja. Pertama perselisihan hak (rechtsgeschillen), yaitu jika masalah yang diperselisihkan termasuk bidang hubungan kerja, maka yang diperselisihkan adalah mengenai hal yang telah diatur atau ditetapkan dalam suatu perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau dalam suatu peraturan perundang- undangan. Kedua, perselisihan kepentingan (belangengeschillen), yaitu tidak adanya persesuaian paham mengenai syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan, biasanya berupa tuntutan kerja dan/atau keadaan perburuhan.41

Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebut perselisihan ini dengan sebutan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). Cara penyelesaian perselisihan antara TKA dengan pengusaha lebih ditekan dalam isi perjanjian kontrak kerja antara mereka. Hal ini disebabkan antara lain karena perbedaan negara yang otomatis juga tampak pada perbedaan peraturan-peraturan hukum yang berlaku antar negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai perselisihan yang terjadi dalam hubungan kerja antara TKA dengan perusahaaan.

40Ibid

, hal.215 41Ibid, hal. 215-216

2. Konsepsi

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkret dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak, namun kerangka konsepsionil kadang-kadang dirasakan masih abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasionil yang akan dapat menjadi pegangan konkret di dalam proses penelitian.42 Defenisi-defenisi tersebut biasanya didasarkan atau diambil dari peraturan perundangan-undangan tertentu, sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu yang dapat dijadikan pedoman operasional dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.43

Maka dari itu harus didefenisikan beberapa konsep dasar dalam penelitian ini agar secara operasional diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yakni sebagai berikut:

a. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.44

b. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.45

c. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.46

42

Soerjono Soekanto,Op.Cit, hal. 133 43

Ibid, hal. 137 44

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Ketenagakerjaan 45

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Ketenagakerjaan 46Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan

d. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan- badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.47

e. Perusahaan adalah bentuk usaha yang berbadan hukum milik swasta yakni PT. Toyo Kanetsu Indonesia yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

f. Pengusaha adalah orang perseorangan,persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia yaitu PT. Toyo Kanetsu Indonesia yang mewakili perusahaan yaitu PT. Toyo Kanetsu Kobe yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. g. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh (TKA) dengan pengusaha

atau pemberi kerja (PT. Toyo Kanetsu Indonesia) yang membuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

h. Perselisihan adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha (PT. Toyo Kanetsu Indonesia) dengan pekerja/TKA karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta hanya dalam satu perusahaan.

G. Metode Penelitian