• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

1. Kepuasan Nasabah

Keith Davis (1985:96), mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfovarobleness with employes view their work.” Yang artinya, kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja. Wexley dan Yuki (1977:98), mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an employee feels about his or her job.” (Cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaanya).

Sedangkan menurut Tjiptono (2008:353), kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan dengan harapannya. Kepuasan nasabah menurut Kotler (2002) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.

Kotler (2009:139), kepuasan adalah perasaan senang dan kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (hasil) terhadap ekspektasi mereka.

Menurut Day dalam Tjiptono dan Chandra (2004) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaiannya.

Jika kenyataannya lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan bisa dikatakan memuaskan. Begitu pula dengan nasabah pada suatu bank syariah. Nasabah juga akan merasakan puas atas pelayanan yang mereka terima jika pelayanan tersebut melebihi dari pelayanan yang mereka harapkan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang yang menyokong atau tidak menyokong dalam merasakan dirinya setelah melakukan perbandingan antara harapan dan kenyataan atau hasil dari suatu produk atau pelayanannya.

Menurut Lupiyoadi terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, yaitu:

a. Kualitas produk

Pelanggan akan senang dan merasa puas apabila produk yang mereka gunakan adalah produk yang berkualitas. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik sangatlah penting dan dapat memberikan nilai tambah dari konsumen.

b. Kualitas pelayanan

Dalam bidang jasa, pelayanan sangatlah diperhatikan oleh pelanggan. Apabila mendapatkan pelayanan yang baik, maka pelanggan akan merasa puas, dengan begitu maka kemungkinan pelanggan akan kembali membeli produk kita.

c. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merk tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas produk, tetapi dari nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu.

d. Harga

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

e. Biaya

Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan.

Menurut Kotler (1994), ada empat metode yang bisa digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

a. Sistem keluhan dan saran

Perusahaan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka adalah perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented). Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran, kartu komentar yang bisa diisi langsung, dan menyediakan saluran telepon khusus. Melalui metode ini, perusahaan dapat memperoleh informasi atau ide-ide ataupun masukan yang berharga untuk setiap masalah yang timbul.

b. Ghost shopping

Ghost shopping adalah metode dengan cara mempekerjakan orang (ghost shopper) untuk berperan sebagai pelanggan guna untuk mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan-pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.

c. Lost customer analysis

Metode dimana perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang beralih pemasok. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

d. Survei kepuasan pelanggan

Sesekali perusahaan perlu melakukan survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas jasa dan produk perusahaan. Ini dapat dilakukan dengan penyebaran kuesioner oleh perusahaan kepada para pelanggan. Melalui survei tersebut, perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk dan jasa perusahaan tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas dan produk tersebut.

Manfaat kepuasan nasabah/pelanggan bagi perusahaan diantaranya adalah sebagai berikut (C. H. Lovelock dan L. K. Wright, alih bahasa Widyantoro dan tim, 2005:105):

a. Mengisolasi pelanggan dari pesaing

b. Dapat menciptakan keunggulan yang berkelanjutan c. Mengurangi biaya kegagalan

e. Meningkatkan/mempromosikan cerita positif dari mulut ke mulut f. Menurunkan biaya untuk menarik pelanggan baru

2. Definisi Jasa

Jasa (service) adalah aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksinya mungkin terikat atau tidak pada produk fisik (Kotler dan Keller, 2008).

Kotler (1997), bahwa jasa (service) merupakan berbagai tindakan atau kinerja (performance) yang dapat ditawarkan oleh seseorang atau organisasi kepada pihak lain dan bersifat tidak berwujud serta tidak berakibat pada kepemilikan terhadap sesuatu.

Zeithmal & Bitner (2003), jasa dihasilkan melalui suatu proses yang telah ditentukan dengan menggunakan atau tidak menggunakan bantuan fasilitas fisik.

Menurut Lovelock (2006:5) mendefinisikan jasa sebagai tindakan atau kinerja yang tidak ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya.

Jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya, walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan biasanya tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi.

Jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketidakberwujudan (intangibility) yang berhubungan dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan property

dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan.

Berry L.L, (1991:24), mengemukakan bahwa ada empat karakteristik jasa, yaitu:

a. Tidak berwujud (intangibility)

Sifat jasa tidak berwujud (service intangibility) artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasakan, dicium atau didengar sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari mutu jasa yang berupa tempat, orang, harga, peralatan, dan materi komunikasi yang dapat mereka lihat.

b. Tidak terpisahkan (inseparibility)

Jasa tidak terpisahkan (service insenparibility) berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, entah penyedianya itu manusia atau mesin. Karena jasa dijual dulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi bersama.

c. Keanekaragaman (variability)

Jasa bersifat sangat beraneka ragam karena merupakan

jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

d. Tidak tahan lama (perishability)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian, bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.

3. Kualitas Layanan

a. Pengertian Kualitas

Garvin dan Davis (1994) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Crosby (1979:58), menyatakan bahwa kualitas adalah

conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi, dan bahan jadi.

Feigenbaum (1986:7) menyatakan bahwa kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer statisfaction). Suatu produk berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah internal dan eksternal secara implisit dan eksplisit.

b. Pengertian Kualitas Layanan

Budi (2013), mengatakan bahwa kualitas layanan jasa berpusat pada upaya penentuan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan nasabah. Sedangkan menurut Wyckof dalam Lovelock yang dikutip oleh Fandy Tjictono, kualitas layanan merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan apa yang diharapkan, maka kualitas layanan yang diberikan baik dan memuaskan, dan sebaliknya, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka kualitas layanan yang diberikan kurang baik dan kurang memuaskan.

Zeithaml dalam Pribadi (2009:3), menyatakan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap perilaku konsumen seperti

loyalitas terhadap perusahaan, kemauan untuk membayar lebih, serta keengganan untuk berpindah ke produk lain, sehingga kualitas pelayanan membuat perusahaan pada kinerja yang lebih baik. Memberikan pelayanan berkualitas merupakan tujuan agar pelanggan mendapatkan kepuasan sehingga meningkatkan loyalitas pelanggan dan akhirnya akan meningkatan kinerja perusahaan.

Kualitas layanan sering kali dikonseptualisasikan sebagai perbandingan harapan dengan persepsi kinerja sesungguhnya dari jasa (Zeithaml, et al., 2003).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan adalah tingkat penilaian yang diberikan oleh pelanggan atau nasabah kepada perusahaan atau bank. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas layanan yang baik bukan menurut presepsi bank, akan tetapi menurut presepsi nasabah.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang popular dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL

(Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1996).

SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu presepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima dengan layanan yang sesungguhnya yang diharapkan/diinginkan.

Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan memuaskan, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak memuaskan. Dengan demikian, service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima.

Mempertahankan pengguna jasa/pelanggan agar memperoleh kepuasan dan loyalitas yang tinggi, dibutuhkan strategi yang dapat diimplementasikan oleh pihak manajemen. Salah satu strategi yang penting adalah memberikan kualitas pelayanan yang prima. Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 1997).

Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang pada persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga pelanggan yang seharusnya menentukan kualitas jasa.

c. Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman (1998), mengukur kualitas pelayanan menggunakan dimensi SERVQUAL, yaitu sebagai berikut:

1) Tangibles atau bukti fisik, yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal.

Penampilan dan kemampuan, sarana dan prasarana, fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, ini meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, fasilitas fisik, dan lainnya), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawainya.

2) Reliability atau kehandalan, yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Harus sesuai dengan harapan pelanggan, berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi tinggi.

3) Responsiveness atau ketanggapan, yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive)

dan tepat kepada pelanggan, dengan menyampaikan informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa alasan yang jelas, menyebabkan presepsi yang negatif dalam kualitas jasa. 4) Assurance atau jaminan dan kepastian, yaitu pengetahuan,

kesopansantunan, dan kemampuan para karyawan perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan terhadap perusahaan.

5) Empathy, yaitu memberikan perhatian, tulus dan bersifat individual atau pribadi kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan, dimana suatu perusahaan

diharapkan memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

4. Loyalitas

Secara harfiah, loyal berarti setia dan loyalitas diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini sesuatu yang timbul tanpa ada paksaan tapi timbul dari kesadaran sendiri. Menurut Kotler dan Keller (2012:207), “loyalitas adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali atau berlangganan produk pilihan atau jasa di masa depan meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran memiliki potensi untuk menyebabkan konsumen beralih ke produk lain.”

Menurut Suyuthi (2012), loyalitas nasabah adalah wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih.

Lalu menurut Lovelock (2005:133), “Loyalitas pelanggan adalah keputusan pelanggan untuk secara sukarela terus berlangganan dengan perusahaan tertentu dalam jangka waktu yang lama.” Dalam konteks merk, misalnya loyalitas mencerminkan komitmen psikologis terhadap merk tertentu, sedangkan perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merk tertentu yang sama secara berulang kali

(bisa dikarenakan memang karena satu-satunya merk yang tersedia, merk yang termurah, dan sebagainya).

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa loyalitas pelanggan adalah kesetiaan pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan dalam jangka waktu yang lama.

Kotler (2012:123), menyatakan bahwa membuat pelanggan menjadi setia atau loyal terhadap perusahaan adalah jantung dari setiap bisnis. Hal ini dikarenakan dengan membuat pelanggan menjadi setia atau loyal terhadap perusahaan, tentunya akan terjadi pembelian berulang dan penyebaran informasi positif oleh konsumen yang setia atau loyal tentang perusahaan melalui word of mouth kepada calon pelanggan perusahaan, sehingga akan membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Menurut Mardalis (2005:82) dalam Handayani (2010:8), tahap loyalitas pelanggan meliputi:

a. Loyalitas kognitif

Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainnya. Loyalitas kognitif lebih didasarkan pada karakteristik fungsional, terutama biaya, manfaat, dan kualitas. Jika ketiga faktor tersebut tidak baik, konsumen akan mudah pindah ke produk lain. Konsumen yang hanya mengaktiftan tahap kognitifnya dapat

dihipotesiskan sebagai konsumen yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran.

b. Loyalitas afektif

Munculnya loyalitas afektif ini, didorong oleh faktor kepuasan yang menimbulkan kesukaan dan menjadikan objek sebagai preferensi. Kepuasan konsumen berkorelasi tinggi dengan niat pembelian ulang di waktu mendatang. Pada loyalitas afektif, kerentanan konsumen lebih banyak terfokus pada tiga faktor, yaitu ketidakpuasan dengan merk yang ada, persuasi dari pemasar maupun konsumen merk lain, dan upaya mencoba produk lain.

c. Loyalitas konatif

Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu. Niat merupakan fungsi dari niat sebelumnya (pada masa sebelum konsumsi) dan sikap pada masa setelah konsumsi. Maka loyalitas konatif merupakan suatu loyalitas yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.

d. Loyalitas tindakan

Aspek konatif atau niat untuk melakukan berkembang menjadi perilaku dan tindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi, merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan keinginan untuk mengatasi hambatan dalam melakukan tindakan.

Griffin (2003:113), menjelaskan bahwa ketika seorang konsumen loyal atau setia, dia menunjukkan perilaku pembelian yang cenderung dipengaruhi oleh kesadaran penuh dan pertimbangan dalam pembuatan keputusan pembelian. Menurut Griffin, indikator dari loyalitas adalah:

a. Melakukan pembelian ulang secara teratur (makes regular repeat purchase)

Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Tingkat kepuasan akan mempengaruhi mereka untuk membeli kembali.

b. Membeli di luar lini produk (purchase across product and service lines)

Membeli di luar lini produk dan jasa artinya keinginan untuk membeli lebih dari produk dan jasa yang telah ditawarkan oleh perusahaan. Pelanggan yang sudah percaya pada perusahaan dalam suatu urusan maka akan percaya juga untuk urusan lain.

c. Mereferensikan produk kepada orang lain (refers other)

Nasabah yang loyal dengan sukarela akan merekomendasikan produk kepada teman dan rekan.

d. Menunjukkan kekebalan akan daya tarik dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the competition)

Tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan perusahaan sejenis lainnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis pun untuk indikator loyalitas ini mengacu pada teori oleh Griffin (2003:113), yang mengatakan bahwa indikasi seorang konsumen yang loyal itu adalah melakukan pembelian ulang, membeli di luar lini produk, merekomendasikan produk kepada orang lain, dan tidak terpengaruh oleh produk sejenis dari pesaing.

Dokumen terkait