• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran atau batasa-batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa kejadian dan asas-asas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan serta pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. Menurut Effendy, teori berguna menjadi titik tolak landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi, dan menemukan fakta-fakta yang ada secara sistematis.15

Analisis Penelitian dalam skripsi ini dapat direalisasikan dengan rinci dan sistematis serta menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, maka dibutuhkan teori-tori yang dapat membantu dalam menganalisis masalah yang dibahas. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Pemidanaan, Pemidanaan adalah sinomin dengan perkataan penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai penetapan hukum tentang hukumnya. Hal ini didukung oleh teori yang di kemukan oleh W.A. Bonger didalam bukunya Pengatar tentang Kriminologi menyatakan bahwa pemidanaan adalah sebagai berikut:16 “Menghukum adalah mengenakan penderitaan. Menghukum sama artinya dengan “celaan kesusilaan” yang timbul terhadap tindak pidana itu, yang juga merupakan penderitaan. Hukuman pada hakikatnya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat (dalam hal ini negara) dengan sadar. Hukuman tidak keluar dari satu atau beberapa orang, tapi harus suatu kelompok, suatu kolektivitas yang berbuat dengan sadar dan menurut perhitungan akal.

Teori-teori tentang pemidanaan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

15

Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdyakarya, 2004), h., 24.

16 W.A. Bonger, Inleiding Tot De Criminologie ,Penerjemah R.A. Koesnoen, Pengantar

1. Teori Absolut (Retrebutif)

Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.17

Mengenai teori pembalasan ini, Andi Hamzah mengemukakan bahwa “Teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan manfaat penjatuhan pidana”.18

Apabila manfaat penjatuhan pidana ini tidak perlu dipikirkan sebagaimana dikemukakan oleh penganut teori absolut atau teori pembalasan ini, maka yang menjadi sasaran utama dari teori ini adalah balas dendam. Dengan mempertahankan teori pembalasan yang pada prinsipnya berpegang pada “pidana untuk pidana”, hal itu akan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Artinya teori pembalasan itu tidak memikirkan bagaimana membina si pelaku kejahatan.

Teori pembalasan atau absolut ini terbagi atas pembalasan subjektif dan pembalasan objektif. Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.19

17 Zainal Abidin, Pemidanaan Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP Position

Paper Advokasi RUU KUHP Seri 3, (Jakarta: Elsam, 2005), h., 11.

18 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal. 26

19

2. Teori Tujuan (Relatif)

Teori tujuan memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.20

Sebagaimana dikemukakan Koeswadji bahwa tujuan pokok dari pemidanaan yaitu :21

a. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (dehandhaving van de maatschappelijke orde)

b. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat dari terjadinya kejahatan. (het herstel van het doer de misdaad onstane maatschappelijke nadeel)

c. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering vande dader)

d. Untuk membinasakan kejahatan (onschadelijk maken van de misdadiger)

e. Untuk mencegah kejahatan (tervoorkonning van de misdaad)

Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan ketertiban umum.

3. Teori Gabungan (Virenigingstheorieen)

Teori ini mencakup dasar hubungan dari teori absolut dan teori relatif, digabungkan menjadi satu. Menurut teori ini dasar hukumnya adalah terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau siksaan. Di samping itu, sebagai dasar adalah tujuan daripada hukuman. Menurut

20

Zainal Abidin, Pemidanaan Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP Position

Paper Advokasi RUU KUHP Seri 3, h., 11.

21 Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum

teori ini dasar penjatuhan pidana dilihat dari unsur pembalasan dan juga untuk memperbaiki penjahatnya, artinya dasar pemidanaan terletak pada kejahatan dan tujuan dari pidana itu sendiri.Berdasarkan hal tersebut, maka dalam teori gabungan tidak saja hanya mempertimbangkan masa lalu (seperti dalam teori pembalasan), tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa datang (seperti yang dimaksudkan pada teori tujuan). Dengan demikian penjatuhan suatu pidana harus memberikan kepuasan, baik bagi penjahat maupun bagi masyarakat

30

A. Duduk Perkara Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu 1. Duduk Perkara Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu

Dalam sistem beracara pidana, yang dikedepankan saat ini adalah adversary system yaitu sistem berhadapan atau biasa juga disebut accusatoir. Sistem ini sebagai lawan dari inquisitoir yang mana terdakwa menjadi objek pemeriksaan, sedangkan hakim dan penuntut umum berada di pihak yang sama. Dengan mengedepankan sistem saling berhadapan, maka diandaikan ada pihak terdakwa yang di belakangnya terdapat penasihat hukumnya, sedangkan di pihak lain terdapat penuntut umum yang atas nama negara menuntut pidana. Hakim berada di tengah pihak-pihak yang berperkara dan tidak memihak.1

Dalam putusan Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu menyebabkan bahwa Terdakwa bernama MAHMUDDIN Alias UDIN Bin Hambali dengan tempat dan tanggal lahir di Mamuju, 1984, berjenis kelamin laki-laki, beragama islam, bertempat tinggal di Jl.Andi Da‟I Kec.Mamuju Kab.Mamuju.

Dalam dakwaan penuntut umum tanggal 26 Agustus 2013 menyebutkan bahwa terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN sebagai seorang nelayan pada hari Sabtu,tanggal 25 Agustus 2012 sekitar jam15.30 Wita atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus tahun 2012 bertempat di kamar Per.IDA yang terletak di Jalan Andi Da‟i Kec. Mamuju, Kab. Mamuju atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Mamuju, “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain yaitu saksi korban IDA Binti SAIL untuk melakukan atau

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), Cet. ke-2, hlm. 64.

membiarkan dilakukan perbuatan cabul”. Perbuatan tersebutu dilakukan dengan cara sebagai berikut2

Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas,saksi korban baru selesai mandi dan memakai baju ketika saksi korban hendak memakai celana jeans dimana pada waktu itu saksi masih memakai handuk tiba-tiba Terdakwa datang dan masuk kedalam kamar saksi korban dan langsung menutup mulut saksi korban dari belakang kemudian memeluk saksi setelah itu Terdakwa hendak menarik handuk yang dipakai saksi korban namun saksi memberontak sehingga Terdakwa membaringkan saksi korban di tempat tidur saksi korban dengan posisi Terdakwa masih menutup mulut dan memeluk saksi korban dari belakang dan berusaha membuka baju dan handuk yang dipakai oleh saksi korban sambil meraba-raba payudara sebelah kiri saksi korban dan saat itu saksi korban tetap meronta dan tidak lama kemudian kakak saksi korban datang dan langsung masuk kedalam kamar saksi korban dan memergoki Terdakwa sedang menutup mulut sambil memeluk saksi dari belakang sehingga kakak saksi korban berusaha menolang saksi korban dengan cara menarik Terdakwa agar melepaskan saksi korban setelah itu Terdakwa melepaskan saksi korban dan kakak saksi korban marah kepada Terdakwa dan menanyakan “apa lagi kamu lakukan UDIN” lalu Terdakwa mengatakan“tidak ji kak saya main-main” kemudian kakak saksi korban mengatakan kepada Terdakwa “jangan sembarang orang kamu kasi begitu,kami tidak terima itu perbuatanmu” dan setelah itukakak saksi menyuruh Terdakwa turun dari rumah dan menjauh dan pada saat itu juga Terdakwa keluar dari kamar dan pergi. Atas perbuatan terdakwa ini, pada pokoknya Kejaksaan Negeri Mamuju menyatakan tuntutan tanggal 1 Oktober 2013 sebagai berikut :

Telah mendengar dan memperhatikan tuntutan pidana (requisitoir)

Jaksa Penuntut Umum

NO.REG.PERKARA:PDM-09/MJU/Ep.2/09/2013, tertanggal 1 Oktober 2013 yang pada pokoknya

2

mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan :

1. Menyatakan Terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN Bin HAMBALI telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pencabulan sebagaimana dakwaan Penuntut Umum melanggar Pasal 289 KUHP. 2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN

Bin HAMBALI dengan pidana penjara selama3 (tiga) tahun dipotong selama Terdakwa ditangkap dan ditahan sementara

3. Barang bukti berupa: 1 (satu) lembar baju kaos warna putih yang terdapat tulisan peewee gaskin. Dikembalikan kepada Terdakwa.;  1 (satu) lembar handuk warna merah blish putih.;

Dikembalikan kepada saksi korban IDA Binti SAIL.;

4. Menetapkan supaya Terdakwa dibebanimembayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (duaribu rupiah)

5. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (duaribu rupiah).;

Berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum di atas, maka Pengadilan Negeri Mamuju telah menjatuhkan hukuman yang dibacakan pada Selasa,tanggal 08 Oktober 2013 dalam putusan nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu yang amar lengkapnya sebagai berikut :

Menimbang,bahwa terhadap barang bukti yang diajukan dipersidangan akan ditentukan dalam amar dibawah ini.;

Menimbang,bahwa oleh karenaTerdakwa dijatuhi pidana dan Terdakwa sebelumnya tidak mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara, makaTerdakwa harus dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini.;3

Mengingat, Undang-Undang No.8 tahun 1981 (KUHAP), Pasal 289 KUHP dan ketentuan hukum lain yang bersangkutan ;

3

1. Menyatakan Terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN Bin HAMBALI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana“PENCABULAN”

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama2 (dua) tahun.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani olehTerdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

4. Memerintahkan Terdakwatetapberada dalam tahanan 5. Menetapkan barang bukti berupa:

 1 (satu) lembar baju kaos warna putih yang terdapat tulisan peewee gaskin. Dikembalikan kepada Terdakwa.;

 1 (satu) lembar handuk warna merah blish putih.; Dikembalikan kepada saksi korban IDA Binti SAIL

6. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesarRp.2.000,- (duaribu rupiah)

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mamuju pada hari Selasa,tanggal 08

Oktober 2013 oleh kami BENYAMIN,SH., sebagai Hakim Ketua, H.SYAHBUDDIN,SH. dan I G.NGURAH TARUNA W.,SH.,

masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua tersebut didampingi oleh Hakim-hakim Anggota tersebut,dengan dibantu oleh

Dokumen terkait