• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PENCABULAN DALAM PERSFEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor 105/Pid.B/2013/PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK PIDANA PENCABULAN DALAM PERSFEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor 105/Pid.B/2013/PN."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK PIDANA PENCABULAN DALAM PERSFEKTIF

HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Studi

Putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor

105/Pid.B/2013/PN.Mu)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

WILDAN MAULUDI NIM : 11140450000036

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Wildan Mauludi. NIM 11140450000036. TINDAK PIDANA PENCABULAN

DALAM PERSFEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA

ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Mamuju No.105/

Pid.B/2013/PN.Mu) Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H / 2021 M. Tujuan penulisan skripsi ini yakni untuk mengetahui pandangan hukum islam terhadap kasus pencabulan, serta untuk menganalisis pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Mamuju terhadap pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh terdakwa Mahmuddin alias Udin Bin Hambali pada putusan nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum kualitatif, dengan melalui pendekatan dedukatif data yang digunakan berupa bahan-bahan yang diperoleh dari sumber buku-buku, artikel, internet, Al-Qur’an dan Hadist terhadap putusan nomor 105/ Pid.B/2013/PN.Mu, serta pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) berupa Undang Nomor 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perbuatan cabul.

Hasil penelitian skripsi ini yang pertama adalah bahwa untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada seluruh masyarakat terhadap kasus pencabulan dan penyimpangan seksual. Kemudian hasil penelitian skripsi ini yang kedua yakni pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mamuju yang memutus perkara nomor 105/ Pid.B/2013/PN.Mu terdapat keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti petunjuk dan keterangan terdakwa sehingga terdakwa dijatuhi putusan berupa pidana penjara selama 2 tahun.

(Kata Kunci : Tindak Pidana Pencabulan, Pencabulan Dalam Hukum Positif, Pandangan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pencabulan, Sanksi Pidana Dalam Islam Terhadap Pencabulan)

Pembimbing : Ibu Fitiyani, S.Ag,. M.H Daftar Pustaka : 1990 s.d. 2010

(6)

v

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Junjungan kita semua Nabi Muhammad SAW yang mengantarkan manusia dari kegelapan ke zaman yang terang benderang. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat-syarat untuk bisa mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari mengenai penulisan ini tidak bisa terselesaikan tanpa pihak-pihak yang mendukung baik secara moril dan juga materil. Maka, penulis menyampaikan banyak-banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua, Ayahanda tersayang Zaenal Abidin dan Ibunda tercinta Saidah yang memberikan dukungan moril dan materil serta doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT untuk penulis.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, M.A, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Bapak Qosim Arshadani, M.A, selaku Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam (HPI) yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Muhammad Mujibur Rahman, M.A, selaku sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam (HPI) yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Fitriyani, S.Ag.. M.H, selaku Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya, kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing,

(7)

vi

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya Program Studi Hukum Pidana Islam (HPI) yang dengan ketulusan dan kesabaran telah berbagi ilmu pengetahuan serta pengalaman yang berharga kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah yang telah rela bersedia memberikan layanan dengan baik dan tersedianya buku-buku yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Tumangers, diantaranya; Riyadh S.H, Akautsar S.H, Dimas S.H dan Fahrurozi S.H yang selalu mendorong dan menyemangati pengerjaan skripsi ini.

10. Teman-teman, diantaranya; Haidar S.H, Qopal S.H, Fachri S.H, Satria S,H, Aji S.H, dan Arik S.H yang selalu mendorong dan menyemangati pengerjaan skripsi ini.

11. Teman-teman, diantaranya; Coach Syaifullah, Haviz Zein, Kahfi, Imam, Bagus, Wildan, Aziz yang selalu menjadi teman liburan juga selalu menyemangati dan mendorong pengerjaan skripsi ini.

12. Seluruh keluarga besar Futsal Syariah dan Hukum yang sangat berkesan dan banyak menjuarai tournament-tournament internal kampus maupun tingkat Fakultas Hukum Se-Indonesia.

13. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum Cabang Ciputat. Kanda, Yunda dan Adinda tanpa mengurangi rasa hormat penulis, mohon maaf tidak menyebutkan satu persatu. Saya bangga berada di lingkungan ini.

14. Juga seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

(8)

vii

Jakarta, 12 Juni 2021

(9)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Studi Terdahulu ... 5

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN ... 11

A. Tindak Pidana ... 11

B. Kerangka Teori ... 26

BAB III TINDAK PIDANA PENCABULAN STUDY PUTUSAN NOMOR 105/Pid.B/2013/PN.Mu ... 30

A. Duduk Perkara Putusan Nomor 105/Pid.B/PN.Mu ... 30

B. Perbandingan antara Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam ... 37

BAB IV ANALISA PUTUSAN NOMOR 105/Pid.B/PN.Mu ... 53

A. Analisis Dakwaan Penuntut Umum ... 53

B. Analisis Putusan Pengadilan Nomor 105/Pid.B/Pn.Mu Tentang Tindak Pidana Pencabulan ... 56

C. Analisis Hukum Pidana Islam Dalam Putusan Nomor 105/Pid.B/PN.Mu ... 63

(10)

ix

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia Adalah Negara Hukum”,1

dimana ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam hal ini hukum diposisikan sebagai acuan untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Negara hukum ada untuk menghendaki agar hukum senantiasa dipatuhi, ditegakkan, tanpa pengecualian dan untuk menciptakan kenyamanan di masyarakat. Problematika yang terjadi adalah banyaknya maraknya kesehatan, seiring dengan perkembangan zaman jenis-jenis perbuatan yang ada semakin beragam terjadi masyarakat. Pemerintah dan pihak-pihak berwenang telah berulang kali memberikan penyuluhan untuk menyadarkan masyarakat mengenai efek yang ditimbulkan dari suatu perbautan pidana. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya untuk orang lain tetapi juga untuk sendiri, namun semua usaha itu belum cukup untuk menyadarkan masyarakat. Salah satu yang menjadi fenomena tindak kejahatan yang sering terjadi masyarakat adalah kejahatan seksual dan pelecehan seksual. Kejahatan ini merupakan suatu bentuk pelanggaran atas norma kesusilaan yang merupakan masalah hukum hampir seluruh negara dunia.2

Kejahatan seksual tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses pelecehan yang pada mulanya dianggap biasa, namun kmudian bermuara pada kejahatan. Pelecehan seks adalah penyalahgunaan hubungan perempuan dan laki-laki yang merugikan salah satu pihak (karena dilecehkan maka

1

Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia Amandemen ke-IV pasal 1 ayat 3.

2 Andi Anna Eqhi Pratama P, Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencabulan Membujuk

(12)

direndahkan martabatnya). Jadi pelecehan seks tidak hanya berupa pelecehan terhadap perempuan yang merendahkan martabat namun juga terjadi pada laki-laki, namun yang sering mengalami pelecehan seksual adalah perempuan.3

Kekerasan seksual selalu meningkat di setiap tahunnya selalu secara signifikan. Data Komnas Perempuan menunjukkan meningkat jika angka tingkat kekerasan seksual yang menimpa kaum hawa masih tinggi. Pada tahun 2014, tercatat 4.475 kasus, di tahun 2015 tercatat 6.499 kasus dan tahun 2016 telah terjadi 5.785 kasus.4 Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa Indonesia mengalami darurat kekerasan dan kejahatan seksual.

Kekerasan dan kejahatan seksual yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah pencabulan. Menurut para ahli dalam mendefinisikan tentang pencabulan berbeda-beda, seperti yang dikemukakan oleh Adami Chazawi5, perbuatan cabul adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh yang dapat merangsang nafsu seksual.

R. Soesilo memberikan penjelasan terhadap perbuatan cabul yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.6

Berdasarkan penjelasan diatas, tindak pidana pencabulan yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang didorong oleh keinginan seksual untuk melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan hawa nafsu birahi.

3

Marcheyla Sumera, “Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan”, Lex

et Societatis, I, 2 , (April-Juni 2013), h. 40.

4 Brian Arga Wanna, Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, artikel diakses pada 7 Juli 2018 dari

https://www.rappler.com/indonesia/berita/189514-indonesia-mengalami-darurat-kekerasan-seksual.

5

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 80.

6 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentar

(13)

Pencabulan diatur dalam pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Bab tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan.7yaitu:

“Barang siapa yang dengan sengaja kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun”

Kasus pencabulan yang menjadi bahasan dalam karya ilmiah adalah kasus pencabulan yang terjadi di daerah Jl. Andi Dai, Kec. Mamuju, Kab. Mamuju. Kronologi kejadian yang terjadi adalah terdakwa Mahmudin pada tanggal 25 Agustus 2012 pada pukul 15:30 bulan Agustus 2012 korban baru selesai mandi dan memakai baju tiba-tiba terdakwa datang dan masuk ke dalam kamar korban memelukmya dan meraba-raba payudara korban, kemudian membekap mulut korban karena melakukan perlawanan dan tidak lama kemudian kakak korban datang dan langsung memergoki perbuatan terdakwa yang sedang menutup mulut sambil memeluk korban dari belakang sehingga kakak korban berusaha menolongnya.

Dalam kasus tersebut, Pengadilan Negeri Mamuju menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun. Dengan dijerat pasal 289 KUHP dalam Nomor putusan 105/Pid.B/2013/PN. Mu., tanggal 08 Oktober 2013.

Dalam hukum pidana islam tidak mengenal istilah pencabulan, tetapi setiap perbuatan yang dianggap maksiat tersebut oleh syariat di jatuhi hukuman ta‟zir, termasuk perbuatan mendekati zina tidak boleh dihukum dengan hukuman yang dijatuhkan atas perbuatan zina sendiri yaitu dera dan rajam, melainkan hukuman ta‟zir dengan alasan hukum islam tidak memandangnya sebagai pelanggaran terhadap hak perorangan, akan tetapi hal itu dipandang sebagai pelanggaran terhadap masyarakat.

Berdasarkan permasalahan diatas. Penulis tertarik untuk membahas mengenai putusan tentang tindak pidana pencabulan untuk diangkat menjadi sebuah skripsi dengan judul TINDAK PIDANA PENCABULAN DALAM

7

(14)

PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan Nomor: 105/Pid.B/2013/PN.Mu)

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah di atas, dapat di identifikasikan beberapa masalah, seperti hukum pidana islam tentang pencabulan, penerapan hukum positif dalam kasus pencabulan, hukuman yang ada dalam islam, pencabulan sebagai salah satu norma yang menyimpang di dalam masyarakat. Dari berbagai masalah di atas, maka tidak semua permasalahan tersebut menjadi fokus analisis dalam penelitian ini, serta hasil identifikasi memperlihatkan bahwa cakupan masalah yang mau diteliti dirasakan terlalu luas. Adapun fokus analisis berbagai masalah tersebut akan dibahas pada permasalahan selanjutnya 2. Pembatasan Masalah

Agar penulis skripsi ini dapat mencapai hasil yang baik dan maksimal sesuai tujuan yang di kehendaki, maka penulis akan membatasi pada masalah analisis tindak pidana pencabulan, agar tidak melebar dan keluar dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi ruang lingkup skripsi ini, penulis merasa perlu membuat pembatasan masalah sebagai berikut.

a. Pertimbangan hukum hakim terhadap penerapan pasal 289 KUHP pada putusan No. 105/Pid.B/2013/PN.Mu perihal tindak pidana pencabulan yang membuat harga diri seorang dipermainkan.

b. Tinjauan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam terhadap putusan No. 105/Pid.B/2013/PN.Mu perihal tindak pidana yang membuat harga diri seseorang di permainkan oleh orang lain.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.105/Pid.B/2013/PN.Mu perihal tindak pidana pencabulan?

b. Bagaimana tinjauan hukum positif dan hukum Islam dalam putusan No. 105/Pid.B/2013/PN.Mu perihal tindak pidana pencabulan?

(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap penerapan pasal 289 KUHP dalam putusan No. 105/Pid.B/2013/PN.Mu perihal tindak pidana pencabulan

b. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana positif dan hukum pidana islam terhadap putusan No. 105/Pid.B/2013/PN.Mu perihal tindak pidana pencabulan.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan dalam mengetahui pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam mengenai tindak pidana pencabulan, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi lainnya.

b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan pelajar, mahasiswa, dan akademisi lainnya. Manfaat kebijakan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada penegak hukum dalam penerapan hukum tentang tindak pidana pencabulan.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Penulis telah menemukan beberapa judul penelitian yang sebelumnya pernah ditulis dan berkaitan dengan judul skripsi yang akan diteliti saat ini. Dari beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya penelitian tersebut memiliki berbagai perbedaan antara judul, pokok permasalahan serta sudut pandang dengan skripsi yang akan diteliti. Sehingga, tidak ada unsur-unsur kesamaan dalam penulisan skripsi ini. Adapun penelitian terdahulu yang telah ada sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh Apriyanti, Mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang, dengan judul “Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Pedofilia dalam Kajian Viktimologi ditinjau dari

(16)

Fiqh Jinayah” Skripsi ini menyimpulkan tentang sanksi pidana perbuatan cabul yang terdapat pada undang-undang perlindungan anak ialah faktor usia dari korban sebab anak dibawah umur dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Karena anak seharusnya mendapatkan perlindungan bukan malah menjadi korban tindak pidana. Hukum Pidana Islam, terhadap tindak pidana anak sebagai korban Pedofilia terhadap anak dibawah umur termasuk dalam kategori perbuatan zina apabila pencabulan itu sampai pada hubungan kelamin dan ancaman dengan sanksi Had. Sedangkan pencabulan yang tidak sampai pada hubungan kelamin diancam dengan sanksi Takzir.

2. Skripsi yang ditulis oleh Arniati, Mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang, dengan judul skripsi “Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur dalam persfektif Fiqh Jinayah” Skripsi ini menyimpulkan bahwa menurut mayoritas pandangan ulama bahwa dalam kasus pemerkosaan, pihak pelaku dapat ditempatkan (diposisikan) status hukumnya dengan jarimah zina. Sedangkan pihak korban status hukumnya menjadi seorang terpaksa berhubungan seks atau berbuat sesuatu diluar kehendaknya. Jadi korban ditempatkan layaknya sebagai alat objek untuk memenuhi hasrat seksual pelaku. Dimana pelaku dapat berbuat sesuai kehendaknya yang jelas-jelas tidak mengindahkan hak asasi korban. 3. Skripsi yang ditulis oleh Riki Gustian, Skripsi dengan judul “Penerapan

sanksi pidana adat dan pidana KUHP terhadap pelaku tindak pidana zina”. Skripsi ini membahas proses penyelesaian tindak pidana zina menurut hukum pidana adat Kenagarian Indrapura Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan. Proses penyelesaian tersebut dilakukan dengan cara menegur dan menasihati si pelaku. Apabila teguran tersebut tidak membuat pelaku jera, maka proses penyelesaiannya akan dibawa ke pengadilan adat. Apabila musyawarah yang dilakukan antar pihak tidak kata sepakat, maka kepda si pelaku dapat diberikan sanksi berupa teguran, denda adat, pemenuhan kewajiban adat, buang sepanjang adat dan buang tingkarang.

(17)

Skripsi yang dibahas penulis-penulis sedikit berbeda dengan pembahasan pada skripsi ini, yang menjadi perbedaan skripsi ini dengan yang terdahulu adalah :

1. Pelaku tindak pidana dengan sengaja berbuat cabul kepada tetangganya. 2. Pencabulan yang dilakukan atas dasar kenikmatan semata dengan sengaja

melakukannya ditempat yang telah ditentukan.

3. Kajian dalam skripsi ini lebih memfokuskan pada permasalahan hukum positif dan hukum pidana islam tindak pidana pencabulan sebagaimana telah tertera dalam Putusan Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode atau jenis penelitian yang digunakan oleh penulis ini merupakan model penelitian hukum positif dan hukum Islam dengan pendekatan kualitatif sehingga metode yang diterapkan ialah kualitatif yang bersifat deskriptif yakni suatu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengkualifikasikan data yang terkumpul secara apa adanya setelah itu baru disimpulkan. Dalam penelitian kualitatif. Menurut Neong Muhajir diterapkan model logika reflektif yang di dalamnya proses berfikir membuat abstraksi dan proses berfikir membuat penjabaran berlangsung cepat.8 Ditinjau dari sudut metodelogi penelitian hukum pada umumnya, studi ini merupakan studi hukum (positif) dengan penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif ialah suatu penyelidikan ilmiah dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder semata.9

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum terdapat sejumlah pendekatan, yakni (a) pendekatan

8 Noeng Muhadjir, Metodelogi Penelitian Kualitatif; Pendekatan Positivistik, Fenomenologik, dan Realisme Metafiik, Telaah Tudi Teks dan Penelitian Agama, (Yogyakarta: Raka Saran,1996), h.6.

9 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali, 1998), h.5.

(18)

Undang (statute approach), (b) pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komperatif (comparative opproach), dan pendekatan konseptual (conceptual opproach).10

2. Teknik dan Sumber Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan teknik studi documenter yaitu dari data penting yang berupa surat atau keterangan-keterangan penting. Bahan yang digunakan berupa bahan hukum primer yakni Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dan berupa bahan sekunder yaitu berupa kajian, analisis dan hasil penelitian tentang undang-undang atau putusan yang terkait. Pustaka hukum yang digunakan adalah melakukan penelaahan dan mempelajari karya-karya ilmiah tentang teori dan doktrin hukum positif maupun hukum Islam dari buku-buku, artikel, majalah-majalah, internet (website) atau sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

Adapun langkah-langkah pengumpulan data melalui teknik studi documenter tersebut adalah pertama, menelaah bahan pustaka, baik yang bersifat primer maupun sekunder, menyangkut isu penipuan, isu penggelapan, isu pencucian uang, isu hukum pidana positif, isu hukum pidana islam, dan isu-isu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, menyusun sari pati makna dari informasi-informasi dalam bahan pustaka tersebut. ketiga, merekonstruksi saripati makna tersebut dalam format tulisan sesuai dengan kerangka pembahasan.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, model penyajian yang khas adalah dalam bentuk teks naratif.11 Menurut Burhan Bungin, analisis ini merupakan teknik yang bersisi ganda; ia digunakan pada, baik teknik kuantitatif

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana prenada Group,2008), h.93.

11 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode baru,terj.Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta:UI Press,1992), h. 137.

(19)

maupun teknik kualitatif, tergantung pada sisi nama peneliti memanfaatkannya.12

Dalam menganalisis data hasil penelitian, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggunakan proses deduktif. Data yang digunakan yaitu bahan-bahan yang diperoleh dari sumber buku-buku, artikel, internet, Al-Qur‟an dan Hadist dan bahan informasi lainnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami isi skripsi dan mencapai sasaran seperti yang diharapkan, maka penulis membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab.

Secara teknis penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB I penulis menguraikan latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

PENCABULAN

Pada BAB II penulis akan menguraikan tentang dasar-dasar hukum pidana, pencabulan di mata hukum, dan pemidanaan terhadap pencabulan

BAB III TINDAK PIDANA PENCABULAN STUDI PUTUSAN

NOMOR 105/Pid.B/2013/PN.Mu

Pada BAB III penulis menguraikan tentang duduk perkara dan perbandingan antara hukum positif dan hukum pidana islam

12 Burhan Bungin. “Content Analisis dan Focus Group Discussion dalam penelitian

Sosial.” Dalam Burhan Bungin,(e.d).,Metodelogi Penelitian Kualitatif:Aktualitas Metodelogis ke Arah Ragam Varian Konteporer,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003), h. 174.

(20)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI MAMUJU NO.

105/Pid.B/2013/PN.Mu

TENTANG PENCABULAN

Pada BAB IV penulis akan memuat tentang analisis hukum

pidana Islam terhadap keberlakuan atau penerapan pasal 289 KUHP terhadap putusan pengadilan nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu

BAB V PENUTUP

Pada BAB V penulis menguraikan penutup yang memuat hasil akhir meliputi kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini menguraikan pokok permasalaan yang dihasilkan yang terangkum dalam suatu kesimpulan dan dimuat pula saran terkait tindak lanjut atas temuan penelitian.

(21)

11

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “Strafbaar feit”, di dalam kitab undang-undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri.

1

Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.

Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah-laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum:2

1. Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan ketentun hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dalam aturan pidananya.

2. Apeldoorn, menyatakan bahwa hukum pidana dibedakan dan diberikan arti hukum pidana materiil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu mempunyai 2 bagian:

a. Bagian objektif merupakan suatu perbuatan atau sikap yang bertentangan hukum pidana positif, sehingga bersifat melawan

1 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, (Jakarta: RAJA Grafindo Persada, 2007), hlm. 67.

2

(22)

hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana atas pelanggarannya.

b. Bagian subjektif merupakan kesalahan yang menunjuk kepada pelaku untuk dipertanggungjawabkan menurut hukum.

3. D. Hazewinkel-Suringa dalam bukunya membagi hukum pidana dalam arti:

a. Objektif (ius poenale) yang meliputi:

1) Perintah dan larangan yang pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan Hukum panitensier.

2) Subjektif (ius puniendi) yaitu hak negara menurut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana.

4. Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat yang dipergunakan oleh seorang penguasa (hakim) untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana.

5. Moeljatno, mengatakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar dasar dan aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

(23)

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

6. Satochid Kartanegara, bahwa Hukum Pidana dapat dipandang dari beberapa sudut yaitu :

a. Hukum Pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman.

b. Hukum Pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

7. Soedarto, mengatakan Hukum Pidana merupakan sistem sanksi yang negatif, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak memadai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi, yang subsideir.3

8. Roeslan Saleh, bahwa setiap perbuatan oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat oleh karena itu, sesuatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang menghambat atau bertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang dicita-citakan masyarakat.

9. Vos, delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum oleh undang-undang.

10. Van hamel, delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain.

11. Simons, delik adalah suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannnya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum.

3

(24)

Dengan demikian pengertian sederhana dari tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.4

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Membagi suatu kelompok benda atau manusia dalam jenis tertentu atau mengklasifikasikan dapat sangat bermacam-macam sesuai dengan kehendak yang mengklasifikasikan atau mengelompokkan, yaitu menurut dasar apa yang diinginkan demikian pula halnya dengan tindak pidana KUHP sendiri telah mengklasifikasikan tindak pidana atau delik ke dalam dua kelompok besar yaitu dalam buku kedua dan ketiga masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran, kemudian bab-babnya dikelompokkan menurut sasaran yang hendak dilindungi oleh KUHP terhadap tindak pidana tersebut. Misalnya bab 1 buku kedua adalah kejahatan terhadap keamanan negara, dengan demikian ini merupakan kelompok tindak pidana yang sasarannya adalah keamanan Negara:

1. Kejahatan dan Pelanggaran

KUHP menempatkan kejahatan di dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku ketiga, tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut kejahatan dan pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan dasarnya, tetapi tampaknya tidak ada yang sepenuhnya memuaskan. Dicoba membedakan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang, delik hukum adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan.

2. Delik Formal (Formil) dan Delik Material (Materiil)

Delik Formal adalah delik yang dianggap selesai dengan dilakukannya perbuatan itu, atau dengan perkataan lain titik beratnya

4 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Hukum Pidana, (Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2014), h.37.

(25)

berada pada perbuatan itu sendiri tidak dipermasalahkan apakah perbuatannya, sedangkan akibatnnya hanya merupakan aksi dentalia (hal yang kebetulan). Contoh delik Formal adalah Pasal 362 (pencurian), Pasal 160 (penghasutan), dan Pasal 209-210 (penyuapan). Delik material titik beratnya berakibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi, bagaimana cara melakukan perbuatan itu tidak menjadi masalah. Contohnya adalah Pasal 338 (pembunuhan).5

3. Delik Dolus dan Delik Culpa

Delik Dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan, rumusan kesengajaan itu mungkin dengan kata-kata yang tegas (dengan sengaja), tetapi mungkin juga dengan kata-kata lain yang senada seperti (diketahuinya), dan lain sebagainya.

Delik Culpa didalam rumusannya memuat unsur kealpaan dengan kata….karena kealpaannya. Misalnya pada pasal 359, 360, dan 195. Didalam terjemahan terkadang dipakai istilah… (Karena kesalahannya).

4. Delik Commisionis dan Delik Ommisionis

Delik Commisionis tidak sulit untuk dipahami, misalnya mengambil menganiaya, menembak, mengancam, dan sebagainya.

Delik Ommisionis dapat dijumpai dalam Pasal 522 (tidak datang menghadap ke Pengadilan sebagai saksi, Pasal 164 (tidak melaporkan adanya pemufakatan jahat).

5. Delik Aduan dan Delik Biasa (Bukan Aduan)

Delik aduan (klachtdelict) adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atau terkena. Misalnya, penghinaan, perzinahan, pemerasan. Terdapat dua jenis delik aduan, yaitu delik aduan absolute yang penuntutannya hanya berdasarkan pengaduan,

5 Sudarto, Hukum Pidana I. (Semarang, Cet ke-2 Yayasan Sudarto Fakultas Undip, 1990), hlm. 56.

(26)

dan delik aduan relatif disini karena adanya hubungan istimewa antara pelaku dengan korban, misalnya pencurian dalam keluarga (pasal 367 ayat (2) dan (3)).

Ada usul agar delik perzinahan tidak lagi dimasukkan sebagai delik aduan, tetapi sebagai delik biasa ternyata banyak yang menentang, sebab hal itu dapat berakibat lebih parah. Dalam proses penangkapan, orang awam dapat melakukan penangkapan terhadap pelaku kejahatan jika dalam keadaan tertangkap tangan, yaitu tertangkap ketika sedang berbuat.

6. Delik Tunggal dan Delik Berganda

Delik tunggal merupakan tindak pidana yang terjadi cukup dengan satu kali perbuatan. Delik berganda merupakan suatu tindak pidana yang baru dianggap terjadi bila dilakukan berkali-kali, misalnya : Penadahan sebagai kebiasaan (Pasal 481 KUHP).

7. Jenis Delik yang lain. a. Delik berturut-turut;

b. Delik yang berlangsung terus;

c. Delik berkualifikasi (gequalificeerd);

d. Delik dengan Privilage (gepriviligeer delict); e. Delik Politik;

f. Delik Propria;

g. Delik yang tidak berlangsung terus;

8. Tindak Pidana Ringan dan Tindak Pidana Berat

Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan pada kriteria yang bersifat kuantitatif ataupun kriminologis. Tindak pidana ringan merupakan tindak pidana yang dampak kerugiannya tidak besar sehingga ancaman pidananya juga ringan. Tindak pidana berat merupakan tindak pidana yang dampak kerugian yang ditimbulkannya sangat besar sehingga ancaman pidananya berat.

(27)

9. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus

Tindak pidana umum merupakan tindak pidana yang perumusannya sudah terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tindak pidana khusus merupakan tindak pidana yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang, misalnya tindak pidana korupsi.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada hakikatnya setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia). Menurut Moeljatno yang merupakan unsur atau elemen perbuatan pidana adalah:6

1. Kelakuan dan akibat (perbuatan).

2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan. 3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana. 4. Unsur melawan hukum yang objektif.

Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: a. Perbuatan manusia, berupa:

1) Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif.

2) Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.

b. Akibat (result) perbuatan manusia, akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, kehormatan, dsb.

c. Keadaan-keadaan (circumstances), pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain:

1) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan. 2) Keadaan setelah perbuatan dilakukan.

6 Rahman Syamsudin, Ismail Arif. Merajut Hukum di Indonesia (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), hal.193-195.

(28)

3) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hokum adalah perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah melakukan sesuatu.

4. Unsur melawan hukum yang subjektif.

a. Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan An act does not make a person guilty unless the mind is guiltyor actusnon facit reum nisi mens sit rea (tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan). Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld). Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan” terdiri dari tiga, yakni :

1) Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk).

2) Kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn).

3) Kesengajaan keinsafan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus evantualis).

Sedangkan kealpaan terdiri dari dua, yakni: 1) Tak berhati-hati;

2) Dapat menduga akibat perbuatan itu

5. Ruang Lingkup Tindak Pidana

Berdasarkan Pengertian hukum pidana diatas, maka ruang lingkup hukum pidana dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

a. Ius Poenale (hukum pidana materil)

Hukum Pidana (Ius Poenale) merupakan sejumlah peraturan yang mengandung perumusan peristiwa pidana serta ancaman hukuman nya, yang dikenal dengan Hukuman pidana substantif (hukum pidana materil), yaitu aturan hukum mengenal yang diancam dengan

(29)

hukuman pidana, mengenai hal-hal: apa, siapa dan bagaimana sesuatu hukuman dapat dijatuhkan, yang dimuat dalam KUHP dan peraturan-peraturan pidana lainnya diluar KUHP.

b. Ius Poeniendi (hak memidana/hukum pidana formil)

Aturan hukum mengenai hak Negara untuk menghukum seorang yang melakukan sesuatu persitiwa pidana, ketentuan hukum yang menyangkut cara proses pelaksanaan penguasa menindak warga yang didakwa dan pertanggung jawaban atas sesuatu delik yang dilakukannya. Ini merupakan realisasi hukum pidana substantive materil, yaitu hukum acara pidana yang dimuat dalam KUHAP (UU No.8 tahun 1981) dan ketentuan-ketentuan hukum acara pidana lainnya, yang khusus terdapat di luar KUHAP. Hak-hak Negara tersebut meliputi:

a. Hak untuk mengancam hukuman. b. Hak untuk menjatuhkan hukuman. c. Hak untuk melaksanakan hukuman.

Dan segi lain, maka hukum pidana substantif atau hukum pidana materil dapat dianggap sebagai hukum sanksi, Kata sanksi (Belanda) merupakan penegasan yang bersifat positif berupa anugerah, hadiah maupun negatif berupa hukuman, termasuk hukuman pidana. Ilmu hukum dapat dipandang dari 2 sudut:

1. Bilamana dipandang dari sudut delict, maka ia merupakan delictenrecht (hukum tentang delik).

2. Bilamana dipandang dari sudut sanksi, maka ia adalah merupakan sancsjerecht (hukum tentang sanksi), karena:

1). Sebagai akibat hukum.

2). Sebagai jaminan untuk dipatuhi.

6. Pengertian Pencabulan

Perbuatan cabul sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 390 RUU KUHP yang diambil dari Pasal 289 KUHP adalah dalam lingkungan nafsu birahi kelamin misalnya:

(30)

1. Seorang laki-laki dengan paksa menarik tangan seorang wanita dan menyentuhkan pada alat kelaminnya.

2. Seorang laki-laki meraba badan seorang anak perempuan dan kemudian membuka kancing baju anak tersebut untuk dapat mengelus teteknya dan menciumnya. Pelaku melakukan tersebut untuk memuaskan nafsu seksualnya.7

Menurut R. Soesilo yaitu “Segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji semua itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan lain sebagainya. Pada umumnya yang menjadi korban pencabulan adalah anak-anak.8 Mengenai tindak pidana pencabulan, harus ada orang sebagai subjeknya dan orang itu melakukannya dengan kesalahan, dengan perkataan lain jika dikatakan terjadi suatu tindak pidana pencabulan, berarti ada orang sebagai subjeknya dan pada orang itu terdapat kesalahan.

Pasal 289

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

7. Zina dalam Islam

Zina adalah sebuah hubungan badan antara laki-laki dan perempuan tanpa memiliki ikatan yang sah dalam sebuah pernikahan, dilakukan secara sadar serta tanpa adanya unsur syubhat.9 Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya mendapatkan sanksi atau hukuman yang sangat berat, baik hukum cambuk maupan rajam karena alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akal.

7

Soedarso, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),h.65.

8 R. Soesilo, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea: 1996), h.212.

9

(31)

Zina atau pencabulan dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus diberi hukuman setimpal, karena mengingat akibat yang ditimbulkan sangat buruk. Hubungan bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat dan merupakan perbuatan yang sangat nista. Allah SWT berfirman: Mendekati zina atau perbuatan cabul terdapat dalam Al-Qur‟an Surah Al-Isra‟ : Ayat 32.

         

Terjemahnya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”.

Berdasarkan ayat diatas, setiap ummat Islam dilarang mendekati perbuatan zina atau perbuatan cabul. Al-Qur‟an dan sunnah secara tegas menjelaskan hokum bagi pelaku zina baik yang masih gadis atau bujang belum menikah (ghairu muhsan) yakni didera seratus kali. Sementara bagi pelaku zina yang sudah menikah (muhsan) dikenakan sanksi rajam. rajam secara bahasa berarti melempari batu, sedangkan menurut istilah, rajam adalah melempari dengan batu pada pezina muhsan sampai menemui ajalnya. Dasar hukum didera atau cambuk adalah firman Allah dalam surah: Al-Nur ayat 2.                             

Terjemahan: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman"10

10 Fauzan Al-Anshari Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya, (Jakarta: Kahirul Bayan, 2002), hlm. 6.

(32)

Adapun dasar penetapan hukum rajam adalah hadis Nabi Muhammad SAW: “Ambillah dariku! Ambillah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka. Jejaka yang berzina dengan gadis dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, dan orang yang telah menikah melakukan zina didera seratus kali dan dirajam.” (HR. Muslim).

Sebuah hadits Dari Abu Hurairah r.a. Bahwa Rasulullah saw telah bersabda yang artinya: “Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah). dan “Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua telinga zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).

1) Macam-Macam Zina

Pelaku zina dikategorisasikan dalam dua macam, yaitu pezina muhsan dan gairu muhsan.

a. Zina Muhsan, adalah orang yang sudah baliq, berakal, merdeka, dan sudah pernah bercampur dengan pernikahan yang sah. Para ulama sepakat bahwa hukuman terhadap pezina muhsan adalah dirajam yaitu dikubur sampai batas pundak dan dilempari dengan batu sampai meninggal. Didasarkan atas hadis Nabi Muhammad SAW. “Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Ketika beliau sedang berada di dalam masjid. Laki-laki itu memanggil-manggil Nabi seraya mengatakan, “Hai Rasulullah aku telah berbuat zina, tapi aku menyesal.” Ucapan itu di ulanginya sampai empat kali. Setelah Nabi mendengar pernyataan yang sudah empat kali diulangi itu, lalu beliau pun memanggilnya, seraya berkata, “Apakah engkau ini gila?” Tidak,

(33)

jawab laki-laki itu, Nabi bertanya lagi, “Adakah engkau ini orang yang muhsan?” “Ya!” jawabnya. Kemudian, Nabi bersabda lagi, “Bawalah laki-laki ini dan langsung rajam oleh kamu sekalian.” (HR. Bukhari Muslim)

b. Zina Ghairu Muhsan, adalah perawan atau perjaka yang melakukan hubungan badan. Bagi mereka adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.

Hukuman bagi pelaku zina atau berbuat cabul yang masih gadis atau bujang adalah berupa jilid atau cambuk atau dera atau sebat sebanyak 100 (seratus) kali dan hukuman pengasingan selama 1 tahun. Sedangkan hukuman terhadap pelaku zina muhsan atau muhsanah, yaitu orang yang telah melakukan perkawinan adalah hukuman rajam. Hadis riwayat Abu Daud dari Jabir bin Abdullah, bahwa ada seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan, lalu Oleh Nabi SAW diperintahkan kepada laki laki itu untuk didera sebagai hukumannya. Tetapi kemudian ia diberitahu bahwa laki laki tersebut adalah muhsan (sudah kawin) maka diperintahkan untuk dirajam, lalu iapun dirajam.11

Hukuman zina tidak hanya menimpa pelakunya saja, tetapi juga berimbas kepada masyarakat sekitarnya, karena murka Allah akan turun kepada kaum atau masyarakat yang membiarkan perzinaan hingga mereka semua binasa, berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Jika zina dan riba telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa azab Allah.” (HR. Al-Hakim). dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “Ummatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat anak zina, namun jika terdapat anak zina, maka Allah Swt akan menimpakan azab kepada mereka.” (H.R Ahmad).

11

(34)

2) Syarat-syarat pezina mendapatkan hukuman

Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina dapat dilaksanakan dengan syaarat-syarat sebagai berikut:

a. Orang yang berzina itu berakal atau waras. b. Orang yang berzina sudah cukup umur (baligh).

c. Zina dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri.

d. Orang yang berzina tahu bahwa zina itu diharamkan.

Jadi hukuman tidak dapat dijatuhkan dan dilaksanakan terhadap anak kecil, orang gila dan orang yang dipaksa untuk melakukan zina. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw, sebagai berikut: “Tidaklah dicatat dari tiga hal: orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga dia baligh, dan dari orang gila hingga dia waras.”

8. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pencabulan

1. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan suatu lingkungan yang dianggap sangat dekat dengan anak, karna itu tempat pembentukan karakter pertama kali terdapat pada keluarga sendiri untuk itulah keluarga merupakan wadah pertama yang sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Broken home menyebabkan anak sebagian besar melakukan kenakalan, terutama karena perceraian atau perpisahan orangtua yang sangat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan si anak.12

2. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yang bersangkutan mudah terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Karena ketidak pahaman tentang aturan serta dampak dari perbuatan yang berakibat pelaku melanggar norma.

12

(35)

3. Faktor Lingkungan

Lingkungan social atau tempat tinggal seseorang (tempat hidup/beraktifitas seseorang) banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah laku, jika orang tersebut berada pada lingkungan social yang baik maka akan membentuk sikap social yang baik pada orang tersebut, namun jika tempat tinggal orang tersebut berada pada lingkungan yang kurang baik (criminal), maka tidak menutup kemungkinan sifat dominan orang tersebut adalah tidak baik, oleh karena itu pengaruh sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan.13

4. Faktor Minuman Beralkohol

Pengaruh alkohol sangat berbahay karena ia menyebabkan hilangnya daya menahan diri dari si peminum. Penyebab pencabulan karena faktor alkohol di ungkapkan oleh Briptu Fathiya Septiana: “bahwa sebagaimana besar pelaku tindak pidana pencabulan terjadi disaat pelaku dalam keaadan mabuk dengan cara memaksa dan mengancam, perlu diketahui juga bahwa hampir sebagian besar pelaku pencabulan adalah orang yang tidak asing bagi korban”.14

5. Faktor Teknologi

Adanya perkembangan teknologi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan negatif. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari pengaruh teknolgi adalah gadget atau handphone, karna siapapun bisa menggunakan handphone dan bisa mencari apa yang ingin dia lihat. Contohnya film atau video porno yang dapat di lihat dengan mudah melalui handphone, dari menonton video porno tersebut seseorang dapat melakukan sebuah tindak pidana pencabulan.

13 Nandang Sambas, Kriminolgi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011). 14

(36)

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran atau batasa-batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa kejadian dan asas-asas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan serta pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. Menurut Effendy, teori berguna menjadi titik tolak landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi, dan menemukan fakta-fakta yang ada secara sistematis.15

Analisis Penelitian dalam skripsi ini dapat direalisasikan dengan rinci dan sistematis serta menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, maka dibutuhkan teori-tori yang dapat membantu dalam menganalisis masalah yang dibahas. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Pemidanaan, Pemidanaan adalah sinomin dengan perkataan penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai penetapan hukum tentang hukumnya. Hal ini didukung oleh teori yang di kemukan oleh W.A. Bonger didalam bukunya Pengatar tentang Kriminologi menyatakan bahwa pemidanaan adalah sebagai berikut:16 “Menghukum adalah mengenakan penderitaan. Menghukum sama artinya dengan “celaan kesusilaan” yang timbul terhadap tindak pidana itu, yang juga merupakan penderitaan. Hukuman pada hakikatnya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat (dalam hal ini negara) dengan sadar. Hukuman tidak keluar dari satu atau beberapa orang, tapi harus suatu kelompok, suatu kolektivitas yang berbuat dengan sadar dan menurut perhitungan akal.

Teori-teori tentang pemidanaan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

15

Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdyakarya, 2004), h., 24.

16 W.A. Bonger, Inleiding Tot De Criminologie ,Penerjemah R.A. Koesnoen, Pengantar

(37)

1. Teori Absolut (Retrebutif)

Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.17

Mengenai teori pembalasan ini, Andi Hamzah mengemukakan bahwa “Teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan manfaat penjatuhan pidana”.18

Apabila manfaat penjatuhan pidana ini tidak perlu dipikirkan sebagaimana dikemukakan oleh penganut teori absolut atau teori pembalasan ini, maka yang menjadi sasaran utama dari teori ini adalah balas dendam. Dengan mempertahankan teori pembalasan yang pada prinsipnya berpegang pada “pidana untuk pidana”, hal itu akan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Artinya teori pembalasan itu tidak memikirkan bagaimana membina si pelaku kejahatan.

Teori pembalasan atau absolut ini terbagi atas pembalasan subjektif dan pembalasan objektif. Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.19

17 Zainal Abidin, Pemidanaan Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP Position

Paper Advokasi RUU KUHP Seri 3, (Jakarta: Elsam, 2005), h., 11.

18 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal. 26

19

(38)

2. Teori Tujuan (Relatif)

Teori tujuan memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.20

Sebagaimana dikemukakan Koeswadji bahwa tujuan pokok dari pemidanaan yaitu :21

a. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (dehandhaving van de maatschappelijke orde)

b. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat dari terjadinya kejahatan. (het herstel van het doer de misdaad onstane maatschappelijke nadeel)

c. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering vande dader)

d. Untuk membinasakan kejahatan (onschadelijk maken van de misdadiger)

e. Untuk mencegah kejahatan (tervoorkonning van de misdaad)

Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan ketertiban umum.

3. Teori Gabungan (Virenigingstheorieen)

Teori ini mencakup dasar hubungan dari teori absolut dan teori relatif, digabungkan menjadi satu. Menurut teori ini dasar hukumnya adalah terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau siksaan. Di samping itu, sebagai dasar adalah tujuan daripada hukuman. Menurut

20

Zainal Abidin, Pemidanaan Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP Position

Paper Advokasi RUU KUHP Seri 3, h., 11.

21 Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum

(39)

teori ini dasar penjatuhan pidana dilihat dari unsur pembalasan dan juga untuk memperbaiki penjahatnya, artinya dasar pemidanaan terletak pada kejahatan dan tujuan dari pidana itu sendiri.Berdasarkan hal tersebut, maka dalam teori gabungan tidak saja hanya mempertimbangkan masa lalu (seperti dalam teori pembalasan), tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa datang (seperti yang dimaksudkan pada teori tujuan). Dengan demikian penjatuhan suatu pidana harus memberikan kepuasan, baik bagi penjahat maupun bagi masyarakat

(40)

30

A. Duduk Perkara Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu 1. Duduk Perkara Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu

Dalam sistem beracara pidana, yang dikedepankan saat ini adalah adversary system yaitu sistem berhadapan atau biasa juga disebut accusatoir. Sistem ini sebagai lawan dari inquisitoir yang mana terdakwa menjadi objek pemeriksaan, sedangkan hakim dan penuntut umum berada di pihak yang sama. Dengan mengedepankan sistem saling berhadapan, maka diandaikan ada pihak terdakwa yang di belakangnya terdapat penasihat hukumnya, sedangkan di pihak lain terdapat penuntut umum yang atas nama negara menuntut pidana. Hakim berada di tengah pihak-pihak yang berperkara dan tidak memihak.1

Dalam putusan Nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu menyebabkan bahwa Terdakwa bernama MAHMUDDIN Alias UDIN Bin Hambali dengan tempat dan tanggal lahir di Mamuju, 1984, berjenis kelamin laki-laki, beragama islam, bertempat tinggal di Jl.Andi Da‟I Kec.Mamuju Kab.Mamuju.

Dalam dakwaan penuntut umum tanggal 26 Agustus 2013 menyebutkan bahwa terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN sebagai seorang nelayan pada hari Sabtu,tanggal 25 Agustus 2012 sekitar jam15.30 Wita atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus tahun 2012 bertempat di kamar Per.IDA yang terletak di Jalan Andi Da‟i Kec. Mamuju, Kab. Mamuju atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Mamuju, “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain yaitu saksi korban IDA Binti SAIL untuk melakukan atau

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), Cet. ke-2, hlm. 64.

(41)

membiarkan dilakukan perbuatan cabul”. Perbuatan tersebutu dilakukan dengan cara sebagai berikut2

Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas,saksi korban baru selesai mandi dan memakai baju ketika saksi korban hendak memakai celana jeans dimana pada waktu itu saksi masih memakai handuk tiba-tiba Terdakwa datang dan masuk kedalam kamar saksi korban dan langsung menutup mulut saksi korban dari belakang kemudian memeluk saksi setelah itu Terdakwa hendak menarik handuk yang dipakai saksi korban namun saksi memberontak sehingga Terdakwa membaringkan saksi korban di tempat tidur saksi korban dengan posisi Terdakwa masih menutup mulut dan memeluk saksi korban dari belakang dan berusaha membuka baju dan handuk yang dipakai oleh saksi korban sambil meraba-raba payudara sebelah kiri saksi korban dan saat itu saksi korban tetap meronta dan tidak lama kemudian kakak saksi korban datang dan langsung masuk kedalam kamar saksi korban dan memergoki Terdakwa sedang menutup mulut sambil memeluk saksi dari belakang sehingga kakak saksi korban berusaha menolang saksi korban dengan cara menarik Terdakwa agar melepaskan saksi korban setelah itu Terdakwa melepaskan saksi korban dan kakak saksi korban marah kepada Terdakwa dan menanyakan “apa lagi kamu lakukan UDIN” lalu Terdakwa mengatakan“tidak ji kak saya main-main” kemudian kakak saksi korban mengatakan kepada Terdakwa “jangan sembarang orang kamu kasi begitu,kami tidak terima itu perbuatanmu” dan setelah itukakak saksi menyuruh Terdakwa turun dari rumah dan menjauh dan pada saat itu juga Terdakwa keluar dari kamar dan pergi. Atas perbuatan terdakwa ini, pada pokoknya Kejaksaan Negeri Mamuju menyatakan tuntutan tanggal 1 Oktober 2013 sebagai berikut :

Telah mendengar dan memperhatikan tuntutan pidana (requisitoir)

Jaksa Penuntut Umum

NO.REG.PERKARA:PDM-09/MJU/Ep.2/09/2013, tertanggal 1 Oktober 2013 yang pada pokoknya

2

(42)

mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan :

1. Menyatakan Terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN Bin HAMBALI telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pencabulan sebagaimana dakwaan Penuntut Umum melanggar Pasal 289 KUHP. 2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN

Bin HAMBALI dengan pidana penjara selama3 (tiga) tahun dipotong selama Terdakwa ditangkap dan ditahan sementara

3. Barang bukti berupa: 1 (satu) lembar baju kaos warna putih yang terdapat tulisan peewee gaskin. Dikembalikan kepada Terdakwa.;  1 (satu) lembar handuk warna merah blish putih.;

Dikembalikan kepada saksi korban IDA Binti SAIL.;

4. Menetapkan supaya Terdakwa dibebanimembayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (duaribu rupiah)

5. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (duaribu rupiah).;

Berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum di atas, maka Pengadilan Negeri Mamuju telah menjatuhkan hukuman yang dibacakan pada Selasa,tanggal 08 Oktober 2013 dalam putusan nomor 105/Pid.B/2013/PN.Mu yang amar lengkapnya sebagai berikut :

Menimbang,bahwa terhadap barang bukti yang diajukan dipersidangan akan ditentukan dalam amar dibawah ini.;

Menimbang,bahwa oleh karenaTerdakwa dijatuhi pidana dan Terdakwa sebelumnya tidak mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara, makaTerdakwa harus dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini.;3

Mengingat, Undang-Undang No.8 tahun 1981 (KUHAP), Pasal 289 KUHP dan ketentuan hukum lain yang bersangkutan ;

3

(43)

1. Menyatakan Terdakwa MAHMUDDIN Alias UDIN Bin HAMBALI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana“PENCABULAN”

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama2 (dua) tahun.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani olehTerdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

4. Memerintahkan Terdakwatetapberada dalam tahanan 5. Menetapkan barang bukti berupa:

 1 (satu) lembar baju kaos warna putih yang terdapat tulisan peewee gaskin. Dikembalikan kepada Terdakwa.;

 1 (satu) lembar handuk warna merah blish putih.; Dikembalikan kepada saksi korban IDA Binti SAIL

6. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesarRp.2.000,- (duaribu rupiah)

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mamuju pada hari Selasa,tanggal 08

Oktober 2013 oleh kami BENYAMIN,SH., sebagai Hakim Ketua, H.SYAHBUDDIN,SH. dan I G.NGURAH TARUNA W.,SH.,

masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua tersebut didampingi oleh Hakim-hakim Anggota tersebut,dengan dibantu oleh

M.RAMLI M.,S.Ip., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri

tersebut dan dihadiri oleh ANRI YULIANA,SH.MH.,Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Mamuju serta dihadapan Terdakwa tanpa dihadiri oleh Penasihat Hukum Terdakwa.;

2. Pertimbangan Hakim

Mengenai pertimbangan Majelis Hakim di pengadilan, terdakwa yang telah melakukan tindak pidana pencabulan yang kemudian akan dikaji terlebih dahulu dan dipertimbangkan oleh mejalis apakah perbuatan yang didakwakan tersebut kepada terdakwa tersebut telah

(44)

memenuhi unsur-unsur pasal 289 KUHP. Adapun Majelis Hakim sebelum memutuskan suatu perkara memperhatikan dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan terdakwa, alat bukti, syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana, serta hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Unsur-unsur pasal tersebut yaitu :

Pertama, Barang siapa; yang dimaksud “barang siapa” adalah siapa saja setiap orang sebagai subyek hukum yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana. Berkaitan dengan perkara ini, yang diajukan Penuntut Umum sebagai terdakwa bernama MAHMUDDIN Alias UDIN Bin HAMBALI dimana setelah Majelis Hakim menanyakan identitas terdakwa di persidangan ternyata cocok dengan identitas terdakwa dalam surat dakwaan Penuntut Umum, karenanya unsur barang siapa telah terpenuhi.

Kedua, dengan kekerasan memaksa seseorang yaitu berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan adalah bahwa benar terdakwa bernama MAHMUDDIN Alias UDIN Bin HAMBALI pada hari Sabtu tanggal 25 Agustus 2013 sekitar pukul 15.30 wita bertempat di dalam kamar saksi korban IDA tepatnya di Jl.Andi Dai,Kec.Mamuju,Kab.Mamuju telah melakukan pencabulan dengan cara terdakwa masuk ke dalam kamar saksi korban dan langsung memeluk saksi korban dari belakang,sambil menutup mulut saksi korban,dimana pada saat itu saksi korban hanya memakai handuk karena saksi korban meronta-ronta maka Terdakwa membaringkan dengan paksa saksi korban ke tempat tidur sambil berusaha membuka handuk saksi korban sambal Terdakwa meraba-raba payudara saksi korban yang sebelah kiri. Bahwa pada saat itu saksi korban menolak dan melawan dengan cara meronta-ronta,namun saksi korban tidak bisa berteriak meminta tolong karena Terdakwa menutup mulut saksi korban yang akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi korban menjadi takut sehingga saksi korban meronta-ronta dan badan saksikorbanterasa sakit karena Terdakwa memeluk saksi

Referensi

Dokumen terkait

Disabilitas Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 50/Pid.Sus/2013/PN.Ska) adalah hasil penelitian pustaka untuk menjawab

Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan bilyet deposito dalam perkara Putusan Nomor: 1343/Pid/Sus/204/PN-Tjk adalah terdakwa melakukan perbuatan

Bulukumba (Studi Kasus Putusan Nomor 182/Pid. Permasalahan yang diangkat oleh penulis ini adalah : 1) Bagaimanakah majelis hakim dalam menerapkan sanksi pidana

Sub bab kedua adalah tentang Tinjauan Umum Tindak Pidana Pencabulan yang isinya Pengertian Pencabulan, Faktor- faktor Anak Melakukan Pencabulan, dan Akibat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tiga hal, yaitu regulasi tindak pidana pencabulan, motif dan sanksi tindak pidana pencabulan pada Putusan Pengadilan Negeri

Dalam putusan pengadilan negeri Tenggarong Nomor: 104/Pid.Sus/2018/PN Trg, penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana perkosaan bila ditinjau dari sisi hukum

Adapun Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak di bawah umur berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rantauprapat dalam memeriksa dan

Hasil penelitian dari Pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Ketapang No 359/Pid.Sus/2021/PN Ktp, hakim memberikan sanksi ringan pidana penjara selama 2 tahun terhadap pelaku