• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DI BAWAH UMUR (Studi Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DI BAWAH UMUR (Studi Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DI BAWAH UMUR

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap)

TESIS

OLEH:

FAISAL SALIM PUTRA RITONGA 157005182/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DI BAWAH UMUR

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No. 694/Pid.Sus/2016/PN-Rap)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FAISAL SALIM PUTRA RITONGA

157005182/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 22 Desember 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H.,M.Hum Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,M.S Dr. Marlina , S.H.,M.Hum

Anggota :Dr. Idha Aprilyana Sembiring, S.H.,M.Hum.

Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum.

(5)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Faisal Salim Putra Ritonga

NIM : 157005182

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

JUDUL TESIS :KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK

PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DI BAWAH UMUR (StudiPutusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.

694/Pid.Sus/2016/PN-Rap)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila kemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karna kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Desember 2017 Yang membuat pernyataan

Nama : Faisal Salim Putra Ritonga NIM : 157005182

(6)

ABSTRAK

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Pelindungan Anak Jo Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai subyek hukum yang belum dewasa (manusia) tidak menutup kemungkinan terlibat dengan hukum, yang artinya bahwa anak dapat menjadi subyek hukum maupun objek dalam sebuah peristiwa hukum. Salah satu persoalan anak yang menjadi perhatian khusus merupakan kasus pemerkosaan. Pemerkosaan adalah jenis kejahatan yang berdampak sangat buruk terutama pada korban, sebab pemerkosaan akan melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan, khususnya terhadap jiwa, akal dan keturunan. Salah satu Putusan perkara Pengadilan Negeri Rantauprapat perkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap adalah perkara pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Dalam perkara ini terjadinya tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan dengannya. Terdakwa melakukan tindak pidana terhadap anak dibawah umur (15 tahun) dengan melakukan serangakian kebohongan dengan membujuk korban untuk melakukan persetubuhan.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Sifat dari penelitian tesis adalah bersifat deskriptif analisis.

Formulasi kebijakan hukumtindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur didasarkan pada ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 290 ayat (2)dan (3), Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295. Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap didasarkan pada Pasal 81 ayat (2) dan ketentuan Pasal 76 D. Pertimbangan hakim terhadap berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap belum maksimal untuk menekan terjadinya kasus pelecehan dan permerkosaan anak di bawah umur. Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa seharusnya maksimal sebagaimana dalamketentuan Pasal 81 ayat (2) dan ketentuan Pasal 76 D Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Disarankan bagi penegak hukum memberikan penerapan hukum pidana pada putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap sesuai dengan kebijakan hukum pidana yang terdapat pada ketentuan Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak agar adanya efek jera bagi terdakwa dan kepastian hukum bagi korban.

Kata kunci: Kebijakan hukum, tindak pidana, pemerkosaan, Anak di bawah umur, Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

(7)

ABSTRACT

Based on the provisions of article 1 point 1 of the Act No.23 of 2003 Year shield cover Children Jo article 1 1 of the Act No.35 year 2014 about changes in the law No.

23 of the year 2003 on the protection of the child, which States that the child is someone who has not aged 18 (eighteen) years of age, including children who are still in the womb. Children as subjects of law who are immature (human) does not cover the possibility of getting involved with the law, which means that a child can be the subject or object of the law in a legal events. One of the issues of concern to children is a special case of rape.Rape is a type of crime that affects very bad especially on victims, for rape would violate human rights and may damage the dignity of humanity, especially against the soul, reason and offspring. One of his Ruling State Court matter Rantauprapat matter No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap is something rape against children under age. In this case the occurrence of criminal offence deliberately doing hokey pokey, a series of lies or persuading a child do it. The defendant committing criminal acts against children under age (15 years) with doing serangakian lies with persuading the victim to perform coitus.

The type of research used in the preparation of this thesis is the juridical normative research methods. The nature of the research thesis is descriptive analysis.

Policy formulation of the law of criminal offence rape of children under based on the provisions of article 81 paragraph (2) of Act No. 35 year 2014 about changes in the Law No.23 of the year 2003 on the protection of Children and the law On article 290 of the criminal clause (2) and (3), article 292, 293, article 294 Article paragraph (1) and section 295.

The application of the criminal law against the crime of rape children under based on the ruling of the District Court Rantauprapat No.694/Pid. Sus/2016/PN-Rap based on article 81 paragraph (2) and the provisions of article 76 d. consideration of judge against based on the verdict of the District Court Rantauprapat No.694/Pid.

Sus/2016/PN-Rap has not been fullest to suppress the occurrence of cases of abuse and permerkosaan minors. Judges in meting out criminal prison to the defendant should have maximum as in the provisions of article 81 paragraph (2) and the provisions of article 76 D Act No. 35 year 2014 about changes in the Law No.23 of the year 2003 on the protection of The child. Recommended for law enforcement gives the application of criminal law in state court verdict Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap in accordance with the criminal law policy contained in the provisions of Act No.35 year 2014 about changes top of Act No.23 of year 2003 on the protection of Children so that the existence of a deterrent effect for the accused and legal certainty for the victims.

Keywords : legal policy, crime, rape, minors, the Court ruling the land of Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segalapujibagi Allah SWT, berkatrahmat- Nyapenulisdapatmenyelesaikantesisinidenganjudul“KebijakanHukumPidanaTerha

dapTindakPidanaPemerkosaanAnak Di BawahUmur (StudiPutusanPengadilanNegeriRantauprapatPerkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-

RAP)”.Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Sekolah Pascasarjana Unversitas Sumatera Utara.

Proses penyelesaian penulisan tesis ini telah banyak melibatkan peran serta dari pihak yang memberi bantuan, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis.

Dalam kesempatan ini dengan rasa syukur yang begitu besar, Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para Dosen Pembimbing Bapak Prof. Dr. SyafruddinKalo, S.H., M.Hum,Bapak Prof. Dr.

MadiasaAblisar, S.H., M.S,Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Humatas segala bimbingan dan arahan yang diberikan guna penyempurnaan penulisan tesis ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para Dosen PengujiIbu Dr.Idha Aprilyana Sembiring,S.H., M.Hum dan Ibu Dr.Rosnidar Sembiring,S.H., M.Hum, atas kesempatan yang diberikan untuk menguji kelayakan tesis ini. Meskipun dalam kapasitasnya sebagai penguji, namun telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga untuk penyempurnaan penulisan tesis ini kepada penulis.

Ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya tidak lupa penulis sampaikan dengan hormat kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Pof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(9)

3. Dr. OK. Saidin, S.H.,M.Hum sebagai Wakil Dekan I, Puspa Melati HSB, S.H., M.Hum sebagai Wakil Dekan II, dan Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum sebagai Wakil Dekan III di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. MahmulSiregar, S.H., M.Hum, sebagai Sekretaris Program Studi Magister IlmuHukumUniversitas Sumatera Utara;

6. SeluruhDosen Universitas Sumatera Utara, khususnyaBapakdanIbu Guru Besardan Staff Pengajar Program Studi Magister IlmuHukumUniversitas Sumatera Utara, yang telahmemberikanilmupengetahuan yang sangatbermanfaatselamapenulismengikutipendidikan;

7. Seluruh pegawai di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas bantuan yang diberikan selama pelaksaan kuliah dan penyusunan tesis berlangsung;

8. TerimakasihkepadaKetua Pengadilan Negeri Rantau prapat Bapak Sobandi, S.H., M.H., yang telah memberikan waktu dan bahan kepada penulis untuk wawancara dalam penelitian tesis;

9. Pegawai Pengadilan Negeri Rantau prapat khususnya pegawai bagian Panitera Muda Pidana (Junus Nababan, S.H., Pak Sumardi, Bang Manik) yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan tesis;

10. Kepada rekan-rekan mahasiswa khususnya kelas eksekutif hukum ekonomi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penulis ucapkan terima kasih atas dukungan, bantuan dan masukan baik selama kuliah, sejak kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup selalu bersedia untuk mendampingi dengan saran-sarannya. Terutama kepada(Cristina Natalia Tarigan.,S.H.,M.H, Dedy Saragih, S.H, Imam Ramadhani, S.H, Widodo Ramadhana S.H., M.H) dan teman sekalian yang tidak dapat penulis ucapkan satu-persatu;

(10)

11. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih banyak atas bantuan kalian semua.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Orang tuaku yang tercinta AyahandaAlm. H. UlongBudimanRitongadanIbundaAlmh. Hj.

SitiMourRambe, serta IsterikuRoliyantiRosidi dan ketiga putriku: Thara Faizah Ritonga, Nathisa Amira Ritonga dan Hafizah Meiliana Ritonga yang telahmendukungpenulisbaiksecaraformilmaupunmoril, mendoakan, memberikansemangatdan selalu mendukung hingga penulis dapat menyelesaikan tesis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara kandung penulis (Kak Hj. Mastina Ritonga, Ka Hj. Jernisah Ritonga, Bang Abd. Azis Syaat Ritonga) serta keponakan penulis (Ahmad Husein Rambe, S.E, Nurmaida Rambe) yang telah banyak membantu penulis dan memberikan semangat.

Penulis mendoakan semoga semua bimbingan, bantuan, kebaikan dan motivasi yang telah diberikan untuk Penulis mendapatkan balasan dan anugerah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan atau jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya masukan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan.

Akhir kata semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, kepada masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum.

Medan,Desember 2017 Penulis

Faisal Salim Putra Ritonga

(11)

NIM: 157005182 RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : Faisal Salim Putra Ritonga.

Tempat/Tgl. Lahir : 1 November 1980.

JenisKelamin :Laki-laki.

Status :Menikah.

Agama : Islam.

Alamat :DesaAekKanan, Kec. DolokSigompulon, Kab. Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Email : Faisalsalimputraritonga@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri100590,DesaAekKanan (1986-1992).

2. Madrasah TsanawiyahSigambal (1992-1995).

3. SMA PGRI 38 Rantauprapat (1995-1998).

4. S-1 FakultasHukum, UniversitasTarumanagara Jakarta (2001-2005).

5. S-2 Magister IlmuHukum, Universitas Sumatera Utara (2015-2017).

Medan, Desember 2017.

Penulis,

Faisal Salim PutraRitonga

(12)

NIM: 15700518 DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Landasan Konsepsional ... 18

G. Metode Penelitian ... 19

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian ... 20

2. Sumber Data ... 20

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 22

4. Analisis Data ... 23

BAB II FORMULASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DIBAWAH UMUR ... 24

(13)

A. Perbuatan Tindak Pidana ... 24

B. Unsur-unsur Tindak Pidana ... 26

1. Pidana dan Pemidaaan... 30

2. Tujuan Pemidaaan ... 33

C. Jenis-jenis Pidana ... 36

D. Formulasi Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perkosaan Anak di Bawah Umur ... 45

1. Pemerkosaan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana ... 45

a.Tindak Pidana Pemerkosaan ... 48

b.Unsur-unsur Pemerkosaan ... 52

c. Penyebab Tindak Pidana Pemerkosaan ... 55

2. Pemerkosaan Menurut Undang-undang Perlindungan Anak ... 57

a. Anak ... 57

b.Hak-hak Anak ... 59

c. Perlindungan Hukum Terhadap Anak ... 61

3.Kebijakan Hukum Pidana Upaya Penal dan Non Penal Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan ... 69

BAB IIIPENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DIBAWAH UMUR BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI RANTAUPRAPAT NO.694/PID.SUS/2016/PN-RAP ... 72

A. Duduk Perkara ... 73

B. Dakwaan ... 75

1. Dakwaan Pertama ... 76

2. Dakwaan Kedua ... 79

C. Fakta Hukum ... 82

1. Keterangan Saksi ... 82

2. Keterangan Ahli ... 85

3. Surat ... 87

(14)

4. Keterangan Terdakwa ... 88

D. Tuntutan ... 90

E. Pembelaan ... 93

F. Putusan Pengadilan ... 94

BAB IV ANALISA PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK DIBAWAH UMUR BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI RANTAUPRAPAT NO.694/PID.SUS/2016/PN-RAP ... 100

A. Kompetensi Pengadilan Negeri Rantauprapat ... 100

B. Analisa Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap ... 102

1. Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap ... 102

2. Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Dibawah Umur Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap ... 104

3. Perbandingan Putusan Hakim No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap Dengan Putusan HakimNo.558/Pid.Sus/2017/PN-Rap dan No.401/Pid.Sus/2017/PN-Rap Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Dibawah Umur ... 110

BAB V PENUTUP ... 120

1. Kesimpulan ... 121

2. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(15)

DAFTAR LAMPIRAN ... xi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Dasar Pertimbangan Hakim Putusan Perkara

No. 694/Pid.Sus/2016/PN-Rap ... 103 Tabel2 Putusan Hakim Pengadilan Negeri Rantauprapat Perkara No.

694/Pid.Sus/2016/PN-Rap ... 107 Tabel 3 Perbandingan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Rantauprapat No.

694/Pid.Sus/2016/PN-Rap dengan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Rantauprapat Lainnya Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur ... 112

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Putusan Perkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap Lampiran 2 Putusan Perkara No.558/Pid.Sus/2017/PN-Rap Lampiran 3 Putusan Perkara No.401/Pid.Sus/2017/PN-Rap

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tujuan Negara Republik Indonesia secara jelas dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 bahwa Negara bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpuh darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam upaya perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehubungan dengan hal tersebut, sudah sepatutnya masyarakat Indonesia mendapat perlindungan dalam aspek-aspek kehidupannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi.

Semenjak manusia dilahirkan, pada dasarnya manusia telah bergaul dengan manusia lainnya dalam wadah yang di kenal sebagai masyarakat. Mula-mula ia berhubungan dengan orang tuanya dan setelah usianya meningkat dewasa ia hidup bermasyarakat, dalam masyarakat tersebut manusia saling berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan tersebut akan menimbulkan kesadaran pada diri manusia bahwa kehidupan dalam masyarakat berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar warga masyarakat tersebut ditaati. Hubungan antar manusia dengan manusia dan masyarakat diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah.1

Negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum. Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa serta mempunyai sanksi yang tegas bagi

Hubungan antara manusia tersebuat pada ketentuannya tidak selamanya menimbulkan akibat yang positif.

Adakalanya akan menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dari kehidupan yang bernilai baik. Akibat dari perbuatan yang bersifat negatif tersebut tentu akan berdampak dan melanggar suatu aturan hukum.

1Teguh Ptasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada, 2013), Hlm. 1

(18)

siapa yang melanggarnya. Tujuan suatu hukum diciptakan untuk terbentuknya suatu kerukunan dan perdamaian dalam masyarakat. Tujuan hukum saat ini tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Pada kenyataannya saat ini masih banyak terjadinya berbagai perbuatan-perbuatan yang menimbulkan tindak pidana. Suatu sistem hukum tersebut belum terwujud sepenuhnya sesuai dengan cita-cita hukum.

Hukum sebagai alat kontrol sosial dalam masyarakat dituntut untuk dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan. Hukum merupakan sebagai pembuktian yang sebagian aturan hukum yang mengatur macam- macam pembuktian, syarat dan tata cara bagi yang melanggarnya.2Bentuk perundang- undangan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami bagaimana prosedur-prosedur yang berlaku dalam hukum itu sendiri. Persoalan kejahatan bukanlah merupakan persoalan yang sederhana terutama dalam masyarakat yang sedang mengalami perkembangan seperti di Indonesia. Perkembangan itu dapat dipastikan terjadi karena adanya perubahan tata nilai, dimana perubahan tata nilai bersifat negatif menjurus ke arah runtuhnya nilai-nilai budaya yang sudah ada.3

Saat ini kasus tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur menjadi perhatian khusus yang harus diperhatikan. Berdasarkan data dari Komisis Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa kasus pelanggaran anak mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, adapun tahun 2014 mecapai 5.066 kasus, tahun 2015

Pada dasarnya fenomena munculnya kejahatan sebagai gejala sosial karena pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika dilihat berdasarkan peristiwa-peristiwa dari kasus yang ada, kemajuan budaya dan pembangunan pada umumnya tidak hanya menimpa orang dewasa, tetapi juga menimpa anak-anak.

Adapun kejahatan terhadap anak-anak dibawah umur yang sering terjadinya seperti kekerasan fisik, kekerasan emosional berupa kekerasan atau penganiayaan yang menyakiti hati dan kejiwaan serta menyebabkan emosional menjadi tidak stabil, pemerkosaan, bullying, hingga mengakibatkan kematian terhadap anak.

2Hari Sasangka & Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, (Surabaya:

Mandar Maju, 2003), Hlm.10.

3B.Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, (Bandung: Tarsito,1981), Hlm.71.

(19)

mencapai 4.309 kasus dan tahun 2016 mencapai 4.620 kasus. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa kasus pelanggaran terhadap anak masih menjadi perhatian khusus hingga saat ini masih kompleks.Kasus terhadap anak yang menjadi korban masih serius untuk diperhatikan oleh penegak hukum maupun masyarakat umum untuk memberikan perlindungan bagi anak.4

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Pelindungan Anak Jo Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.5 Anak sebagai subyek hukum yang belum dewasa (manusia) tidak menutup kemungkinan terlibat dengan hukum, yang artinya bahwa anak dapat menjadi subyek hukum maupun objek dalam sebuah peristiwa hukum.6

Pemerkosaan merupakan salah satu dari kejahatan seksual yang diakibatkan dari adanya perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat kita. Menurut Moeljatno Pemerkosaan adalah sebagai segala perbuatan yang asusila atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu kekelaminannya.

Salah satu persoalan anak yang menjadi perhatian khusus merupakan kasus pemerkosaan.

7

4Hari Anak Nasional, KPAI:Kasus pelanggaran terhadap anak makin kompleks, https;//metro.sindonews.com, diakses pada tanggal 27 juli, pukul 12:30 WIB.

5Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No.23 Tahun 2003 tentang Pelindungan Anak Jo Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak,

6Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2016), Hlm.61 & 71.

7Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Hlm.106

Pemerkosaan adalah jenis kejahatan yang berdampak sangat buruk terutama pada korban, sebab pemerkosaan akan melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan, khususnya terhadap jiwa, akal dan keturunan. Secara khusus pemahaman tentang pemerkosaan tidak dijelaskan secara khusus dalam Undang-undang namun dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 (a) Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa

(20)

kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampatasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Anak yang menjadi korban pemerkosaan akan memberikan banyak dampak negatif yang dirasakan pada diri korban. Adapun beberapa dampak yang paling sering terjadi adalah, sebagai berikut:

1. Dampak Psikologis

Dari hasil studi sebanyak 70% korban kekerasan dan pemerkosaanakan mengalami trauma yang mendalam. Selain itu, stres yang dialami korban dapat mengganggu fungsi dan perkembangan otaknya.

2. Dampak fisik

Kekerasan dan pemerkosaanseksual pada anak merupakan faktor utama penularan penyakit menular seksual (PMS).

3. Dampak cidera tubuh

Kekerasan dan pemerkosaanseksual pada anak dapat menyebabkan luka internal dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ internal dapat menyebabkan kematian. Hal ini dipengaruhi oleh umur korban dan tingkat kekuatan pelaku saat melakukan kejahatannya.

4. Dampak sosial

Korban kekerasan dan pemerkosaan seksual sering dikucilkan dalam kehidupan sosial, seharusnya dihindari karena korban pastinya butuh motivasi dan dukungan moral untuk bangkit lagi menjalani kehidupannya.8

Kekerasan dan pemerkosaan pada anak adalah perilaku pendekatan, terkait dengan seks yang tidak diinginkan. Termasuk dalam hal ini merupakan perilaku permintaan untuk melakukan seks dan perilaku lainnya baik secara verbal maupun fisik yang merujuk

8http://komnaspa.wordpress.com/2013/11/20/hari-anak-universal.2013-kasus-kekerasan- anak-indonesia-melonjak, Diakses pada tanggal 27 Juli 2017, Jam 14.00 WIB.

(21)

terjadinya seks. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai pemerkosaan terhadap anak dibawah umur, adapun bentuk kekerasan dan pemerkosaan adalah sebagai berikut:

1. Exhibitionism seksual: sengaja memamerkan alat kelamin pada anak;

2. Voyeurism: orang dewasa mencium anak dengan bernafsu;

3. Fonding: mengelus/meraba alat kelamin seorang anak;

4. Afaellatio: orang dewasa memaksa anak untuk melakukan kontrak mulut.9

Bentuk kekerasan dan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya tindakan tersebut memberikan dampak negatif bagi psikologis dan perkembangan anak. Diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan perlindungan bagi anak baik dirumah, disekolah, maupun dilingkungan umum.

Pelindungan serta pengaturan terhadap anak dibawah umur terhadap pemerkosaan sangat diharapkan diterapkan secara khusus dan tegas agar terciptanya kepastian hukum, tujuan hukum serta kenyamanan bagi perkembangan anak. Pada hakekatnya, kebijakan hukum pidana dan undang-undang perlindungan anak merupakan diharapakan menjadikan proses penegakan hukum pidana secara menyeluruh atau total sehingga memberikan kepastian sesuai ketentuan hukum tersebut.10

Adapun deskripsi Putusan perkaraPengadilan Negeri Rantauprapatperkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap, yaitu dalam perkara ini terjadinya tindak pidana dengan

Kasus pemerkosaan terhadap anak dibawah umur merupakan bukan persoalan yang tabu lagi bagi aparat penegak hukum dan masyarakat umum, karena kasus pemerkosaan terhadap anak sudah menjadi persoalan yang serius untuk ditangani.

Sebagaimana dalam penulisan ini dilakukan penelitian berdasarkan kasus pemerkosaan terhadap anak dibawah umur melalui putusan Pengadilan Negeri RantauprapatNo.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

9Kartini Katono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: Mandar Maju, 1985), Hlm.264.

10Lilik Mulyadi, Komplikasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis Dan Praktik Peradilan, (Bandung, Mandar Maju, 2010), Hlm.88.

(22)

sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan dengannya. Terdakwa melakukan tindak pidana terhadap anak dibawah umur (15 tahun) dengan melakukan serangakian kebohongan dengan membujuk korban untuk melakukan persetubuhan. Terdakwa membujuk anak korban untuk bersetubuhan. Namun anak korban menolak berkali-kali. Tolakan dari anak korban tidak mematahkan semangat Terdakwa untuk membujuk agar melakukan persetubuhan dengannya. Selanjutnya Terdakwa dengan tipu muslihatnya berhasil melakukan pesetubuhan dengan paksaan terhadap anak korban. Selanjutnya Anak korban pulang kerumah Bibinya (saksi) dengan tujuan menyampaikan kepada saksi bahwa Terdakwa akan datang bersama orang tuanya untuk melamar anak korban. Terdakwa membawa anak korban ke wisma untuk menginap.

Selanjutnya Terdakwa melakukan persetubuhan lagi. Setelah selesai melakukan persetubuhan anak korban ingin meninggalkan Terdakwa, akan tetapi Terdakwa marah dan memukuli anak korban. Setelah beberapa hari sejak kejadian tersebut tiba-tiba saksi datang ke wisma tempat Terdakwa dan anak korban menginap. Selajutnya saksi membawa anak korban ke Polres Labuhanbatu untuk membuat laporan. Kemudian pukul 14.00 Wib saksi berhasil menangkap Terdakwa guna proses hukum.

Banyaknya kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang menarik perhatian untuk dilakukan penelitian mengenaikebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur tentang penerapan dan pertimbangan hukum oleh hakim dalam pemberian putusan terhadap kasus pemerkosaan pada anak dibawah umur.

Berdasarkan hal ini maka dilakukan penelitian mengenai Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri RantauprapatNo.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana formulasi kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur?

(23)

2. Bagaimana penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat perkaraNo.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap?

3. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat perkaraNo.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui formulasi kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat perkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

2. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantau prapat perkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum oleh hakim terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat perkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam usulan ini adalah:

1. Teoritis

Bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan bidang hukum tertentu khususnya hukum pidana mengenai Analisis Yuridis Tindak Pidana

(24)

Pemerkosaan Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Kasus: Putusan PerkaraNo.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap).

2. Praktis

a. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan masukan dalam rangka menilai isi peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini dan memberikan saran terhadap isi peraturan perundang-undangan tersebut selanjutnya dapat dijadikan masukan apabila akan dilakukan revisi peraturan perundang-undangan.

b. Bagi Pengadilan Negeri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pihak Pengadilan Negeri Rantauprapat mengenai Analisis Yuridis Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Kasus Putusan PerkaraNo.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap).

c. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta pengetahuan kepada masyarakat terutama yang mempunyai anak dibawah umur untuk mengetahui penerapan Tindak Pidana Pemerkosaan Seksual Terhadap Anak.

E. Keaslian Penelitian

Tesis ini merupakan hasil karya asli dan bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari karya ilmiah lainnya. Hal ini dapat dibandingkan dengan penilaian yang pernah dilakukan sebagai berikut:

1.Nama: Bob Sadiwijaya, NIM: 097005043, Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Judul: Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak (Studi Putusan No.396/Pid.B/2012/PN-LP Di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam).

(25)

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah ketentuan hukum tentang tindak pidana pencabulan terhadap anak menurut hukum pidana di Indonesia?

b. Bagaimanakah penegakan hukum pidana oleh hakim dalam kasus pencabulan terhadap anal dalam Perkara No.396/Pid.B/2012/PN-LP?

c. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh hakim dalam penegakan hukum pidana dalam tindak pidana pencabulan anak atas Putusan No.396/Pid.B/2012/PN-LP?

2. Nama: Melita Berliana br Meliala, NIM: 097005006, Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Judul: Penanggulangan Tindak Pidana Perbuatan Cabul Terhadap Anak Dalam Sudut Kebijakan Hukum Pidana (Studi Di Kota Medan).

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah:

a. Mengapa tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak terjadi di Kota Medan?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak di Kota Medan selama ini?

c. Bagaimanakah kebijakan yang akan datang dalam penanggulangan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak menurut kebijakan hukum pidana?

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Berdasarkan ketentuan, suatu penelitian sangat diperlukan, bagian ini termasuk hal yang penting dari suatu usulan penelitian merupakan suatu petunjuk hepotesis. Teori merupakan tujuan akhir dari pengetahuan. Lahirnya filsafat ilmu dikembangkan teori merupakan kebenaran yang dimaksudkan untuk menuntut dan memberikan arah bagi pencarian kebenaran terhadap pertanyaan kefilsafatan tentang

(26)

apa yang diartikan dengan kebenaran dari sesuatu.11 Kerangka teori merupakan bagian yang penting dalam penelitian yang artinya teori hukum harus dijadikan dasar dalam meberikan deskripsi atau penelitian apa yang seharusnya memuat hukum.

Teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan apa fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Teori hukum dalam penelitian berguna sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.12

Landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.13 Teori menempati kedudukan yang sangat penting untuk merangkum dan memahami masalah secara lebih baik. Teori dapat memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.14 Pada dasarnya kerangka berpikir (framework of thinking) sama dengan kerangka teoritis (theoretical framework), kerangka berpikir merupakan landasan sebagai model konseptual mengenai bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor atau variabel yang telah dikenali (diidentifikasi) sebagai masalah yang penting sekali.15 Kontituitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.16

11Suratman. H.Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung:Alfabeta Bandung, 2014), Hlm.14.

12 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), Hlm.146.

13Kaelan MS, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi Perkembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sasta, Hukum dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), Hlm.239.

14 Ronny H Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia, 2012,) Hlm.37

15J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistika, (Jakarta: Rikena Cipta, 2003).

Hlm.195

16Soerjono Soekanto, Pengatar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,2005), Hlm.6.

Teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yakni teori kebijakan hukum pidana oleh Marc Ancel dan teori pembuktian berdasarkan undang-undang negatif.

(27)

1. Teori kebijakan hukum pidana pada hakekatnya berasal dari istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris yaitu Policy yang diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk aparat penegak hukum) dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan- urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum atau peraturan dengan tujuan untuk mengarahkan pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat atau warganegara.17

Bertolak dari istilah tersebut maka, kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan politik hukum pidana. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini sering dikenal dengan penal policyatau crimial law policy.18

Sudarto menyatakan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan peraturan perundangan-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum pidana maupun politik kriminal.

Menurut Sudarto, politik hukum adalah:

(1). Usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat;

(2). Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenan untuk menetapkan perturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yag dicita-citakan.

17Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Umum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), Hlm.23-24.

18Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999), Hlm.10.

(28)

akan datang. Katasesuai dalam pengertian tersebut mengandung makna baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.19

Berdasarkan bagian dari politik hukum maka politik hukum pidana mengandung arti bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Menurut Marc Ancel pengertian penal policy (kebijakan hukum pidana) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang- undang tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelengara atau pelaksana putusan pengadilan.20

2. Teori pembuktian merupakan hal yang sangat dibutuhkan karena sebagai pendukug didalam mencari kebenaran yang sejati, walaupun masih ada cacat didalamnya. Hukum pembuktian adalah salah satu dari hukum acara pidana. Pembuktian sangat berkaitan erat dengan bagaimana seorang hakim memutuskan suatu perkara pidana dengan dasar bukti dan sebagainya. Hukum pembuktian adalah sebagaian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.Menurut Martiman Prodjohamidjojo pembuktikan merupakan mengadung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran adalah suatu peristiwa sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Implementasi hukum acara pidana, acara

Marc Ancel menyatakan bahwa modern criminal science (ilmu kriminal modern) terdiri dari tiga komponen criminology (kriminologi), criminal law (hukum pidana) dan penal policy (kebijakan pidana). Marc Ancel mengemukakan penal policy merupakan suatu ilmu atau sekaligus seni pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk mencari pedoman tidak hanya kepada pembuat perudang-undangan, tetapi pengadilan yang menerapkannya terhadap putusan pengadilan.

19Aloysius Wisnubroto, Ibid, Hlm.11.

20Barda Nawawi Arief, Loc.cit. Hlm.30.

(29)

pembuktian adalah dalam rangka mencari kebenaran materiil dan KUHAP menetapkan tahapan dalam mencari kebenaran sejati yaitu:

(1). Penyidikan;

(2). Penuntutan;

(3). Pemeriksaan di persidangan;

(4). Pelaksanaan, pengamatan, dan pengawasan.21

1) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positive wettelijk bewijs theorie);

Dalam pembuktian adapun kriterianya adalah sebagai berikut:

(a). menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat diterima oleh panca indra;

(b). memberi keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah diterima tersebut;

(c). menggunakan pikiran logis.

Sistem atau teori pembuktian dalam mengungkapkan hukum pidana di dalam hukum acara pidana terdapat beberapa macam. Adapun teori dalam pembuktian hukum pidana adalah, yakni:

2) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (conviction-in time);

3) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee);

4) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk);

5) Sistem pembuktian menurut kitab undang-undang hukum acara pidana(KUHAP).

Berdasarkan judul penelitian terhadap kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dibawah umur. Adapun teori pembuktian yang sesuai dengan judul tersebut adalah sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk). Pada sistem pembuktian negatif

21Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), Hlm.12.

(30)

ini merupakan gabungan dari sistem pembuktian menurut undang-undang dengan sistem pembuktian menurut kenyakinan hakim atau conviction in time yang kemudian menimbulkan rumusan salah tidkanya seorang Terdakwa dituntutkan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang Terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen yaitu:

1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang;

2. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat bukti yang sah menurut undang-undang.22

Penegak hukum dan penerapan hukum adalah tugas utama pemerintah yang diserahkan kepada institusi dan aparat penegak hukum yang membutuhkan dukungan masyarakat secara keseluruhan sebagai tempat berlakunya hukum.

Penegak hukum tidak dapat berjalan sendiri tetapi selalu terkait dengan politik hukum, pembahuruan hukum, dan sistem hukum yang didalamnya kesamaan persepsi terhadap hukum yang akan ditegakkan.23

2. Landasan Konsepsional

Penggunaan konsepsi dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam merumuskan konsep dengan menggunakan model defenisis operasional.24

a. Hukum Pidana merupakan hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut

22M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyelidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), Hlm.279.

23Teguh Prasetyo, Abdul Halim.B, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2014), Hlm.345.

24Universitas Sumatera Utara, Pedomana Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, (Medan:Universitas Utara, 2009), Hlm.72.

(31)

diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.25

b. Tindak Pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagu barang siapa melanggar larangan tersebut.26

c. Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.27

d. Pemerkosaan merupakan bagian kekerasan yang artinya adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampatasan kemerdekaan secara melawan hukum.28

e. Pemidanaan merupakan mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di dalam penjatuhan pidana.29

G. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara yang teratur dan terpikir dengan baik-baik untuk mencapai tujuan tertentu. Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan

25J.B.Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakata: PT.Prenhalliondo, 2001), Hlm.88.

26Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta:Bina Aksara, 1987), Hlm.54.

27 Pasal 1 angka 1 Undang-udang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

28Pasal 1 angka 15 (a) Undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Pelindungan Anak Jo Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

29Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2009), Hlm.22.

(32)

masalah. Selain itu,penelitian juga dapat digunakan untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran.

Metode penelitian hukum merupakan suatu pelaksanaan hukum yang dikerjakan dengan tujuan menemukan atau doktrin hukum positif yang berlaku.30Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentuyang bertujuan untuk mempelajari suatu atau gejala hukum tertentu dengan jelas menganalisanya31

F.Sugeng Susanto menyajikan pengertian penelitian hukum adalah penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada ilmu hukum.

.

32

1.Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Sebuah rangkaian penelitian ilmiah mulai dari pengumpulan data sampai analisis data harus memperhatikan kaedah-kaedah penelitian yang terkadung didalamnya.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan peraturan-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).

Penelitian normatif dimaksudkan untuk mengkaji studi kasus berdasarkan putusan- putusanperkara tindak pidana yang berkaitan dengan pemerkosaan anak dibawah umur. Untuk mendukung pendekatan perundang-undangan tersebut digunakan analisis terhadap kasus putusan perkara. Adapun putusan-putusan tersebut yakni putusan perkara No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

Sifat dari penelitian tesis adalah bersifat deskriptif analisis. Deskriptif berarti bahwa penelitian menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks

30Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), Hlm.86.

31 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), Hlm.43.

32F.Sugeng Susanto, Penelitian Hukum, (Yogyakarta:CV Ganda, 2007), Hlm.29.

(33)

teori-teori hukum serta pelaksaannya, sedangkan analisis karena penelitian akanmenjelaskan secara cermat dan menyeluruh serta sistematis terhadap aspek pelaksanaan.33

2. Sumber Data

Pada penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder sekunder, maka data sekunder diperoleh dari penelitian dokumentasi yang meliputi tiga bagian, yakni:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikatsebagai landasan yang utama dipakai dalam penelitian tesis ini yaitu :

1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945;

2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

3. Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

4. Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- undangNo.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 2016 tentangPerubahan kedua atas Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang PerlindunganAnak;

6. Putusan Perkara Pidana Pengadilan Negeri Rantauprapat No.694/Pid.Sus/2016/PN-Rap.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa pendapat hukum dan pendapat lain yang diperoleh

33 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:nRemaja Rosda Karya, 2005), Hlm.126.

(34)

dari buku, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet, makalah terkait dengan kasus putusan perkara tindak pidana yang berkaitan dengan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur.

c.Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,34

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

yang berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus hukum, literatur dan website yang terkait dengankasus putusan perkara tindak pidana yang berkaitan dengan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur.

Teknik pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penulisan ini menggunakan dua cara pengumpulan data yakni:

1) Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Data sekunder menggunakan studi kepustakaan serta dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

2) Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (field research).

Pada studi lapangan penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara terhadap pihak yang telah ditetapkan sebelumnya yang mengetahui permasalahan untuk diteliti.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tesis adalah menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan digunakan terutama untuk mengumpulkan data-data melalui pengkajian terhadap perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan pakar hukum, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian yang berkaitan dengan kasus putusan perkara tindak pidana yang berkaitan dengan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur.

34Bambang Sunggono, Op.Cit, Hlm.114.

(35)

Data primer dalam penelitian hukum normatif merupakan sebagai data pendukung dari data sekunder yakni berupa wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui mengenai tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di bawah umur wilayah hukum Pengadilan Negeri Rantauprapat. Adapun wawancara ditujukan kepada:

a. Satu Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Rantauprapat;

b. Satu Hakim Pengadilan Negeri Rantauprapat.

4.Analisis Data

Dalam penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks yang terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).35 Analisis terhadap data penelitian kemudian secara logis dan sistematis dilakukan analisis terhadap putusan terhadap kasus putusan perkara tindak pidana yang berkaitan dengan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur, sehingga diperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penomena dalam suatu aturan hukum.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas, kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.

35Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), Hlm.53.

(36)

BAB II

FORMULASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAPTINDAKPIDANA PEMERKOSAAN ANAK DIBAWAH UMUR BERDASARKAN

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI RANTAUPRAPAT NO.694/PID.SUS/2016/PN-RAP

A. Perbuatan Tindak Pidana

Pada hakekatnya pengertian perbuatan tenyata bukan hanya yang berbentuk positif, artinya melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu yang dilarang, dan berbuat negatif artinya tidak berbuat sesuatu yang diharuskan.Menurut Simons mengatakan bahwa dalam arti sesungguhnya berbuat (handelen) mengandung sifat aktif yaitu tiap gerak otot yang dikehendaki dan dilakukan dengan tujuan yang menimbulkan akibat yang dapat mencapai tujuan atau akibat dari sasaran norma.36

1) Suatu perbuatan manusia;

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaar feit, di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri.Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam kamus bahasa Indonesia tercantum

sebagai berikut: “Delik

adalah perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni:

2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;

3) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.37

Menurut Mulyanto menerjemahkan strafbaar feit dengan perbuatan pidana.Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

36Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta:RajaGrafindi Persada, 2014), Hlm.47.

37Ibid, Hlm.48.

(37)

adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana.

Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerik jasmani jasmani seseorang. Terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatannya dia, maka telah melakukan tindak pidana. Kata tindak pidana yang dipergunakan para ahli hukum pidana Indonesia adalah bermacam-macam antara lain tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, perbuatan kriminal, dan tindak pidana. Dari berbagai pengertian tersebut. Terdapat pengertian dari tindak pidana yang dikemukakan oleh Sudarto.

Menurut Sudarto tindak pidana merupakan pembentuk undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-udang.

Melalui pemahaman diatas dapat diartikan bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yan sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada dasarnya jika dikaji peraturan perundang-undangan pidana Indonesia seperti KUH-Pidana dan peraturan di bidang hukum pidana, tidak ditemukan pengertian tindak pidana. Tiap-tiap pasal undang-undang tersebut hanya menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dan bahkan ada yang hanya menyebut kualifikasi tindak pidana. Secara umum tindak pidana dapat diartikan sebagai perbuatan yang tercela yang pembuatnya dapat dipidana.

Pada ketentuannya unsur-unsur tindak pidana dan unsur-unsur pembuat tindak pidana, membawa konsekuensi bahwa unsur-unsur itu harus dimuat di dalam surat dakwaan Penuntut umum dan harus pula dibuktikan di depan sidang Pengadilan.

Tidak berarti bahwa hanya unsur yang disebut secara expressis verbis (tegas) di dalam undang-undang itu saja yang merupakan unsur-unsur tindak pidana. Ada unsur-unsur tindak pidana yang sering tidak disebut dalam undang-undang namun

(38)

diakui sebagai unsur misalnya unsur melawan hukum yang materil dan tidak disebut dalam undang-undang bisa dinamakan unsur diam-diam yang tidak perlu dimuat dalam surat dakwaan penuntut umum dan tidak perlu dibuktikan. Unsur diam-diam perlu diterima sebagai asumsi, bahwa pembuatnya dapat membuktikan ketiadaan unsur-unsur itu.38

38Andi Zainal Abidin Farid, Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama), (Bandung:

Alumni, 1987), Hlm.220.

Menurut Moelyatno adapun unsur-unsur atau elemen-elemen perbuatan pidana terdiri dari:

(1). Kelakuan dan akibat (perbuatan)

Misalnya pada Pasal 418 KUHP, jika syarat seorang PNS ( Pegawai Negeri Sipil) tidak terpenuhi maka secara otomatis perbuatan pidana seperti yang dimaksud pada pasal tersebut tidak mungkin ada, jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan pidana pada Pasal 418 KUHP ini ada jika pelakunya adalah seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil).

(2). Hak ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.

Misalnya pada Pasal 160 KUHP, ditentukan bahwa penghasutan itu harus dilakukan di muka umum, jadi hal ini menentukan bahwa keadaan yang harus menyertai perbuatan penghasutan adalah dengan dilakukan dimuka umum.

(3). Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Maksudnya adalah tanpa suatu keadaan tambahan tertentu seorang Terdakwa telah dapat dianggap melakukan perbuatan pidana yang dapat dijatuhi pidana, tetapi dengan keadaan tambahan tadi ancaman pidananya lalu diberatkan.

Misalnya pada Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, tetapi jika penganiayaan tersebut menimbulkan luka maka ancaman pidananya diberatkan menjadi lima tahun dan jika menyebabkan kematian menjadi tujuh tahun.

(4). Unsur melawan hukum yang objektif

Unsur melawan hukum yang menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan.

(39)

(5). Unsur melawan hukum yang subjektif.

Unsur melawan hukum terletak di dalam seseorang pelaku kejahatan itu sendiri. Misalnya pada Pasal 362 KUHP terdapat kalimat dengan maksud kalimat ini menyatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dari hal-hal lahir, tetapi tergantung pada niat seseorang mengambil barang. Apabila niat hatinya baik mengambil barang untuk kemduian dikembalikan pada pemiliknya, maka perbuatan tersebut tidak dilarang.

Sebaliknya jika niat hatinya jelek, yaitu mengambil barang untuk dimiliki sendiir dengan tidak mengacuhkan pemiliknya menurut hukum, maka hal itu dilarang dan masuk rumusan pencurian.39

1) Undang-undang (de wet) yakni undang-undang mengharuskan seseorang untuk berbuat, maka undang-undang merupakan sumber kewajiban hukum;

Berdasarkan ketentuannya terjadinya suatu tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagaiPerbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun negatif (tidak berbuat). Dalam hal ini dimaksudkan bahwa dengan handeling tidak saja perbuatan akan tetapi melalaikan atau tidak berbuat, seseorag yang tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana.

Dalam hukum pidana, kewajiban hukum atau keharusan hukum bagi seseorang untuk berbuat dapat dirinci dalam tiga hal yakni:

2) Dari jabatan yakni keharusan yang melekat pada jabatan;

3) Dari perjanjian yakni keharusan dalam melakukan perjanjian;

4) Diancam Pidana;

5) Melawan hukum;

6) Dilakukan dengan kesalahan;

7) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab;

39Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rikena Cipta, 2008), Hlm.87.

(40)

8) Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan40

Setelah mengetahui defenisi dan pengertian dari ahli diatas lebih mendalam dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana. Adapun unsur-unsur tindak pidana dapat dibagi menjadi, yakni:

a. Unsur objektif

Unsur objektif yaitu unsur yang terdapa di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaknu dalam keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Adapun terdiri dari:

1). Sifat melarang hukum;

2). Kualitas dari si pelaku;

3). Kausalitas yang merupakan hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

b. Unsur Subjektif

Unsur subyektif yaitu unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkadung di dalam hatinya. Unsur-unsur tersebut terdiri dari:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

2. Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

3. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan sebagainya;

4. Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP, yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu;

5. Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.

40 Togot, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (Bandung:UMM Pres, 2009), Hlm.105

(41)

Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana diatas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam suatu perbuatan tindak pidana sangat menentukan jenis hukum yang akan dijatuhkan bagi pelakunya.

1. Pidana dan Pemidanaan

Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman. Hukuman adalah suatu pengertian umum dan lebih luas, yaitu sebagai suatu sanksi yang tidak mengenakan yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Pada dasarnya hukum tersebut yang dinyatakan pemidanaan. Berbica mengenai pidana dan pemidanaan dalam tataran undang-undang di Indonesia merupakan suatu hal yang selalu menggejala baik di kalangan ilmuan maupun praktisi hukum terlebih dahulu di masyarakat, karena ini merupakan persoalan yang selalu menjadi perbincangan dan selalu mungkin terjadi. Dalam hal ini selanjutnya proses pemberian pidana dan proses pemidanaan merupakan peranan hakim sangat penting. Hakim mengkonkritkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan penjatuhan pidana untuk orang tertentu dalam kasus tertentu.Untuk lebih mengetahui konsep pidana lebih jelas maka akan diberikan pengertian pidana pada umumnya.

Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) dan berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan (sifat negatif) oleh negara atau lembaga negara terhadap pembuat delik. Nestapa hanya merupakan suatu tujuan yang terdekat saja, bukanlah suatu tujuan terakhir yang dicita-citakan sesuai dengan upaya pembinaan (treatment).41

Melalui pengertian tersebut pada hakekatnya pidana adalah pengenaan derita atau nestapa sebagai wujud pencela sehubungan terjadinya tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku. Akan tetapi sering dengan perkembangan ilmu hukum pidana, terlebih lagi setelah munculnya sanksi pidana berupa tindakan, sebagai akibat dari pengaruh aliran modren maka pengertian pidana sebagai pengenaan derita harus ditinjau kembali.

41Aruan Sakidjo, Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1990), Hlm.69

(42)

Proses pemberian pidana merupakan proses pemidanaan atau yang disebut dengan pemberian hukuman. Proses pemidanaan peranan hakim sangat diperlukan karena mengkonkritkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan penjatuhan pidana untuk orang tertentu dalam kasus tersebut.

Pidana dan pemidaan pada hakekatnya sama, namun pelaksanaan unsurnya berbeda. Pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkenaan dengan sanksi dalam hukum pidana. Walaupun ada juga persamaannya dengan pengertian umum, yaitu sebagai suatu sanksi yang berupa tindakan yang menderitakan atau suatu nestapa.42

a. Menurut Utrecht sanksi dalam hukum pidana adalah sebagai akibat suatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain yang dilakukan oleh manusia atau organisasi sosial.

Akan tetapi hukuman dari perbuatan tersebut dikatakan dengan pemidanaan atau sanksi dari perbuatan yang dilakukan.

Menurut Moelyatno istilah hukuman atau disebut dengan straf merupakan istilah konvensional. Istilah yang benar atau inkonvensional untuk menggantikan straf adalah pidana. Istilah “strafrecht” yang selama ini digunakan sebagai terjemahan dari “hukum pidana”. Hukum pidana merupakan istilah yang lebih khusus yang dipakai dalam hukum pidana.

Beberapa pakar memberikan pandangan berbeda-beda dengan suatu pengertian tentang sanksi. Pengertian sanksi oleh para pakar adalah sebagai berikut:

b. Menurut Hambali Thalib sanksi dalam hukum pidana adalah sanksi hukum dalam arti sanksi negatif yang unsur-unsurnya dapat dirumuskan sebagai eaksi terhadap akibat atau konsekuensi terhadap pelanggaran atau penyimpangan kaidah sosial, baik kaidah hukum maupun kaidah sosial non-hukum, dan merupakan kekuasaan untuk memaksakan ditaatinya kaidah sosial tertentu.

42Andi Hamza, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke reformasi.(Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), Hlm.32.

(43)

c. Menurut Hoefnagels sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang telah ditentukan undang-undang, dimulai dari penahanan tersangka dan penuntutan Terdakwa sampai pada penjatuhan vonis oleh hakim.

d. Menurut Poernomo sanksi dalam hukum pidana adalah mengandung inti berupa suatu ancaman pidana dan mempunyai tugas agar norma yang telah ditetapkan dalam hukum dan undang-undang ditaati sebagai akibat hukum atas pelanggaran norma.

e. Menurut Sudikno sanksi dalam hukum pidana adalah suatu tujuan untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang telah terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran kaidah dalam keadaan semula.43

Kekhususan lain dari istilah pidana termasuk dalam hal bentuk atau jenis sanksi atau hukumannya, dimana sifat nestapa atau penderitaan lebih menonjol bila dibandingkan dengan bentuk hukuman yang dimiliki oleh aspek hukum lain. Bahkan para ahli hukum pidana ada yang mengatakan, bahwa hukum pidana merupakan hukum sanksi istimewa. Dikatakan pula bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif yang artinya yaitu suatu nestapa yang sifatnya mencelakakan atau menderitakan pihak terpidana akibat dari perbuatannya. 44

2. Tujuan Pemidanaan

Tujuan pidana adalah memidanakan seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Untuk mencapai tujuan pemidanaan dikenal ada 3 (tiga) teori yakni:

(1). Teori pembalasan, diadakannya pidana adalah untuk pembalasan.

43Hambali, Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan, (Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika, 2005),Hlm.23

44 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana. (Bandung: Alumni, 1986), Hlm.41.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Variable dalam penelitian ini adalah Strategi Coping stres adalah suatu cara individu mencoba dua yaitu Problem focused coping (coping yang berpusat pada

(1) NJOP bangunan menara telekomunikasi ketinggian 101 sampai 110m ditetapkan dengan cara mengisi blangko perhitungan biaya pembangunan menara telekomunikasi

Jika nilai piksel pada citra lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna putih dan diinisialkan dengan

al-Ra>zi> menjelaskan penciptaan manusia yang dibentuk sempurna tersebut juga menyatakan sebuah “aspek kebaruan” dalam bentuk ciptaan-Nya. 31 Hal ini dapat

Chlorophyta umumnya hidup di air tawar (90%) dan di laut (10%). Pigmen memiliki klorofil a, b, karotin dan xantofil, kloroplas mempunyai bentukseperti spiral, mangkuk, lembaran,

Ebben az esetben a projektek nem egyebek, mint pótcselekvések, csak arra szolgálnak, hogy dokumentálják, hogy történik valami, de nem tényleges eredmények

Dari hasil penelitian dan analisis data diperoleh bahwa tingkat kecenderungan kemampuan menulis karya ilmiah adalah sedang, motivasi berprestasi tinggi dan

Second language researchers believed that EFL/ESL learners bring their norms, attitudes, perception and experiences into the learning task process and learning strategies