• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN

M. RAMLI ,S.Ip., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri

2. Tindak Pidana Pencabulan dari Hukum Islam

Adapun secara bahasa menurut hukum Islam “pencabulan” berasal dari kata yang berarti:

a. Keluar dari jalan yang haq serta kesalihan.

b. Berbuat cabul, hidup dalam kemesuman dan dosa. c. Sesat, kufur.

d. Berzina.12

Sedangkan secara istilah pencabulan atau perbuatan mencabuli ialah perbuatan yang keluar dari jalan yang haq serta kesalihan yang mengarah pada perbuatan dosa,mesum, kufur dan sesat serta mengarah pada perbuatan zina.13 Hukum pidana Islam sendiri pada mulanya tidak mengenal istilah tindak pidana pencabulan. Hal ini karena setiap perbuatan yang berhubungan dengan nafsu birahi atau hubungan kelamin dinamakan atau dikategorikan sebagai perbuatan zina sedangkan pengertian pencabulan memiliki makna tersendiri yang berbeda dengan zina. Berikut ini penulis akan memberikan sedikit pemaparan tentang

12Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 1055.

13Iqbal Tawakal, “Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No 33/PID.B/2008/PN. SBY Tentang Pencabulan Dalam Perspektif UU NO 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam”, (Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), hlm. 33.

pengertian zina, Kata zina berasal dari bahasa arab, yaitu zanaa–yazni-zinaa-an yang berarti atal mar-ata min ghairi „aqdin syar‟iiyin aw milkin, artinya menyetubuhi wanita tanpa didahului akad nikah menurut syara‟ atau disebabkan wanitanya budak belian. Ulama madzhab Hanafi mendefinisika bahwa zina adalah perbuatan lelaki yang menyetubuhi wanita di dalam kubul tanpa ada milik dan menyerupai milik. Sedangkan ulama madzhab syafi‟i mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan zakar ke farji yang haram tanpa syubhat yang secara naluri mengundang syahwat Ulama Syafi‟iyah mendefinisikan.14

Pengikut imam ahmad bin hanbal mendifinisikan bahwa zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuhan), baik terhadap qubul (farji) maupun dubur. Pencabulan sendiri merupakan perbuatan merangsang untuk memuaskan nafsu seks bagi diri sendiri maupun orang lain dengan melanggar tata hukum dan tata asusila.

Dari definisi tersebut kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa bahwa suatu perbuatan itu disebut zina, jika memenuhi unsur umum dari zina yaitu:

a. Persetubuhan antara dua orang yang berlainan jenis (yaitu seorang laki-laki dan perempuan tersebut tidak ada ikatan yang sah).

b. Masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan(seperti anak timba masuk kedalam sumur).15

Terkait hal ini, Dalam Hukum Islam tindak pidana pencabulan merupakan jarimah ta‟zir, karena dalam hal ini jarimah pencabulan tidak diatur didalam al-Quran dan al-Hadis sebagaimana jarimah had. Dalam hal ini jarimah pencabulan merupakan jarimah ta‟zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak. Mengenai tindak pidana ini hukum Islam tidak mengaturnya secara spesifik, tindak pidana pencabulan dianalogikan dengan perbuatan yang mendekati

14

Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Hukum Islam, (Bogor: PT Karisma Ilmu Bogor, t.t), hlm. 153.

15Neng Djubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undang di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, ( Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010), hlm. 69.

zina.16 Dalam hal ini, mendekati zina pun dihukumi haram. Sebagaimana firman Allah SWT: (Q.S.: al-Isra‟a/17: 32)

         

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S.: al-Isra‟a/17: 32) Disamping itu Rasulullah bersabda:

ٍمَر ْحَم وُذَاهَعَمَوَّلاِإ ٍةَأَرْماِب ٌلُجَر َّنَىُل ْخَي َلا

Artinya: “Jangan sekali-kali salah seorang diantara kamu bersepi-sepi dengan seorang perempuan (yang bukan mahram), karena ketiga adalah setan”. (HR Bukhari dan Muslim dari Ibn Abas).

Dengan kata lain, kategori setiap perbuatan yang dianggap maksiat tersebut oleh syariat dijatuhi hukuman ta„zīr. Untuk mengenali seperti apa hukuman ta„zīr pada kejahatan pencabulan, maka dibawah ini akan terdapat pemaparan oleh penulis satu persatu dari berbagai macam hukuman ta„zīr, sebagai berikut:

a. Hukuman Mati Pada dasarnya menurut Syari‟at Islam hukuman ta„zīr adalah untuk memberi pengajaran dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena demikian maka dalam hukuman ta„zīr tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi Sebagian besar fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu dibolehkannya hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian karena tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya. Contoh: diperbolehkannya hukuman mati sebagai ta„zīr dalam kasus penyebaran aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran al-qur‟an dan al-hadist.17

16A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hlm. 181.

17

b. Hukuman Dera, adalah Hukuman yang pokok dalam Syari‟at Islam, sehingga dalam jarimah-jarimahh hudud sudah ada ditentukan jumlah deranya, contoh: seratus kali dera untuk zina dan delapan puluh kali dera untuk qadzaf, sedangkan untuk jarimah-jarimah ta„zīr tidak ditentukan jumlah deranya, hal ini karena untuk jarimah-jarimah ta„zīr dapat diterapkan bahkan jarimah-jarimah ta„zīr yang berbahaya hukuman dera lebih diutamakan. Adapun sebab lebih diutamakan hukuman dera adalah:

 Keberhasilan dalam menumpas orang-otang penjahat yang biasa melakukan jarimah.

 Ada dua batas dalam hukuman dera, yaitu batas paling atas dan batas paling rendah dimana seorang hakim bisa memilih jumlah dera yang terletak diantara keduanya yang lebih sesuai dengan keadaan si pelaku.

 Dalam segi pembiayaan untuk pelaksanaannya tidak membebani keuangan negara dan tanpa menghentikan daya usaha pembuat ataupun menyebabkan keluarga terlantar, sebab hukuman dera bisa dilaksanakan seketika dan sesudah itu pembuat bisa bebas.  Dengan hukuman dera pelaku juga dapat terhindar dari akibat

buruk penjara.

Hukuman ta„zīr ini tidak diperbolehkan melebihi hukuman dera dalam hudud karena tujuannya adalah memberikan pelajaran dan pendidikan kepadanya. Namun terkait dengan batas maksimal tidak ada kesepakatan di kalangan fuqaha.

c. Hukuman Kawalan Dalam syari‟at Islam hukuman kawalan di bagi menjadi menjadi 2 macam yaitu hukuman kawalan terbatas dan hukuman kawalan tidak terbatas (dilihat dari segi waktu).18

Hukuman “kawalan terbatas” ini setidaknya adalah satu hari,sedangkan batas tertingginya tidak ada kesepakatan di kalangan para

18Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), hlm. 256.

fuqaha. Namun ulama madzhab syafi‟i telah menetapkan batas tertingginya adalah setahun, mereka mengqiyaskan seperti halnya pengasingaan dalam jarimah zina. Sedangkan hukuman “kawalan tidak terbatas” tidak memiliki penentuan masa, melainkan berlangsung terus sampai orang yang dihukum mati, atau sampai ia bertaubat atau juga dengan hukuman penjara seumur hidup. Hukuman penjara seumur hidup dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya atau orang-orang yang berulang-ulang melakukan kejahatan yang berbahaya.

d. Hukuman Pengasingan merupakan salah satu jenis ta„zīr. Dalam jarimah zina ghairu muhsan, Imam abu hanifah menganggapnya sebagai hukuman ta„zīr, tetapi imam-imam yang lain memandangnya sebagai hukuman hadd. Untuk jarimah-jarimah selain zina, hukuman ini akan diterapkan apabila perbuatan pelaku jarimah dikhawatirkan dapat berpengaruh kepada orang lain sehingga pelakunya harus diasingkan untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh buruk tersebut.19

Dalam melakukan penentuan masa pengasingan para ulama berbeda pendapat, pertama menurut pengikut imam syafi‟i dan pengikut imam hanbali bahwa tidakboleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan jarimah zina yang merupakan hukuman hadd. Kedua, menurut Imam Abu Hanifa bahwa masa pengasingan bisa saja lebih dari satu tahun, disebkan pengasingan di sini merupakan hukuman ta„zīr bukan hukuman hadd. Ketiga, menurut Imam Malik masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun akan tetapi tidak ada bats waktu dan menyerahkan hal itu kepada pertimbangan qadi.20

e. Hukuman Salib Hukuman salib untuk jarimah ta„zīr tidak diiringi atau didahului dengan hukuman hadd, melainkan terhukum disalib dalam keadaan hidup. Seorang terhukum tidak dilarang untuk

19

Abdurrahman al-Maliki,Sistem Sanksi dalam Islam. (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), hlm.267.

20Abdurrahman al-Maliki,Sistem Sanksi dalam Islam. (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), hlm.60.

makan, minum, wudhu, dan melakukan salat dengan isyarat. Masa penyaliban ini tidak diperbolehkan lebih dari tiga hari. Salah satu kisah yang menceritakan penerapan hukuman jenis ini ialah oleh Nabi Muhammad sendiri sebagai ta„zīr di suatu pegunungan Abu Nab.

f. Hukuman Pengucilan (al-Hajr) Hukuman pengucilan ini dikenakan terhadap orang yang melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Rasulullah SAW pernah mnerapkan hukuman ini Terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu, Mirarah ibn Rubai‟ah, Ka‟ab ibn Malik ,dan Hilal ibn Umayyah, mereka dikucilkan selama lima hari tanpa diajak bicara.21

g. Hukuman teguran (Tanbih) dan Ancaman (Tahdid) Bentuk hukuman peringatan atau teguran dalam hal ini terdakwa cukup dipanggil oleh hakim dan menerangkan perbuatan salah yang dilakukannya serta menasehatinya agar tidak mengulangi perbuatan serupa di kemudian hari, Rasulullah saw pernah melakukannya terhadap Abu Dzar dan Abdurrahman ibn „Auf. 22

Namun, jika ternyata seseorang tidak mempan dengan peringatan atau teguran,maka hukuman ancaman terhadapnya dapat diterapkan. Contohnya seperti ancaman penderaan atau di penjara, atau dijatuhi hukuman yang lebih berat, apabila kemudian pelaku mengulangi perbuatannya. Termasuk juga ancaman apabila hakim menjatuhkan keputusannya, kemudian pelaksanaannya ditunda sampai waktu tertentu. Hukuman denda juga merupakan salah satu jenis hukuman ta„zīr, adapun jarimah yang diancam dengan hukuman denda diantaranya: pertama, pencurian buah-buahan yang masih ada di pohonnya. Dalam hal ini pelaku tidak dapat dikenakan hukuman potong tangan, melainkan di denda dengan dua kali lipat harga buah-buahan yang diambil. Kedua, orang

21Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hlm. 61.

22

yang tidak mau membayar zakat maka akan diambil dari separuh hartanya. Dari penjelasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hukuman ta„zīr yang diterapakan pada kejahatan pencabulan \adalah hukuman dera dan hukuman pengasingan, dengan alasan kedua hukuman tersebut sesuai dengan tujuan dari hukuman ta„zīr yaitu bersifat memberikan pelajaran dan memperbaiki pelaku kejahatan pencabulan agar ia sadar akan perbuatannya dan mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya

Dokumen terkait