• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Komunikasi Risiko

Health dan O’Hair (2009) mengatakan perilaku memahami risiko adalah

bagaimana manusia secara individu dan dalam kelompok melihat lingkungan mereka dan hal-hal yang mengancam kehidupan mereka berdasarkan cara pandang keseluruhan dunia. Risiko harus dipahami, dikelola dan dikomunikasikan sehingga orang dapat menjalani kehidupan yang sehat dan bahagia.

Perkembangan industri telah menimbulkan berbagai risiko baru, sementara kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang risiko tersebut serta membuka peluang untuk dialog dalam pengambilan keputusan berdasarkan penilaian risiko (Palenchar 2009). Selanjutnya dijelaskan pada awal perkembangannya komunikasi risiko diarahkan untuk kepentingan politik para pejabat pemerintah dan usahawan yang membutuhkan dukungan masyarakat untuk suatu keputusan politik. Komuikasi risiko dikembangkan dari kebutuhan praktis masyarakat industri untuk mengelola teknologi dan untuk melindungi warga dari bahaya teknologi buatan manusia dan bahaya alam. Melihat uraian di atas, awal berdirinya komunikasi risiko bersifat satu arah yaitu dari para ahli sebagai partisipan kunci kepada masyarakat.

Palenchar selanjutnya menjelaskan perkembangan selanjutnya, bahwa komunikasi risiko menyoroti pentingnya pendekatan dialogis, membangun hubungan untuk menangani keprihatinan dan persepsi warga masyarakat dan para pekerja. Namun demikian pendekatan dialogis sering terhambat oleh kurangnya lembaga yang responsif terhadap kebutuhan, perhatian, dan pemahaman publik terhadap risiko potensial dan nyata. Geuter dan Stevens (1983) dalam Palenchar (2009) menjelaskan hal penting lain dari sebuah riset adalah pendekatan dimana dalam melihat berbagai fenomena didasarkan pada psikologi kognitif. Sementara itu penelitian tentang risiko, model, sgtrategi, dan teori-teori memiliki implikasi manusia.

Reynolds dan Seeger (2005) dalam Palenchar (2009) menjelaskan komunikasi risiko menyangkut tentang produksi pesan yang dirancang khusus untuk memperoleh tanggapan publik, sebagian besar dimediasi melalui saluran komunikasi massa, mengandalkan kredibilitas sebagai elemen mendasar persuasi, dan bertujuan untuk mengurangi bahaya dan meningkatkan keamanan masyarakt.

Pembahasan tentang komunikasi risiko telah meluas dalam berbagai disiplin ilmu. Tansey dan Rayner (2009) membahas komunikasi risiko dari perspektif budaya, dimana lembaga-lembaga sosial memberikan pengaruh determinan terhadap penilaian risiko dan tindakan sosial. Nilai-nilai dan keyakinan yang memiliki kekuatan dalam masyarakat tidak dapat dipisahkan dari tindakan kolektif. Tindakan seseorang juga tidak dapat dipisahkan dari pemikiran bagaimana orang lain dalam lingkungannya akan melihat tindakan yang dilakukannya atau apa yang disebut sebagai norma subyektif dalam teori tindakan terencana (Theory of Planed Behavior).

Koentjaraningrat (1981) menjelaskan perilaku kelompok merupakan kumpulan dari perilaku-perilaku individu. Koentjaraningrat memetakan perilaku manusia kedalam kebiasaan, adat istiadat, dan kebribadian yang didasarkan atas jumlah individu dan jumlah materi. Pengelompokkan tersebut selanjutnya diilustrasikan sebagaimana Gambar 2.

Gambar 2. Kebiasaan, adat dan kepribadian

Pada bagian lain Koentjaraningrat mengutip kerangka Kuckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientsai nilai budaya manusia sebagaimana Tabel 1. Setiap manusia atau kelompok manusia memiliki orientasi yang berbeda dalam hidupnya, dan hal tersebut akan menentukan perilakunnya sehari-hari.

Tabel 1 Masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientsai nilai budaya manusia

Masalah dasar

dalam hidup Orientasi Nilai Budaya

Hakekat hidup Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu baik Hakekat karya Karya itu untuk nafkah

hidup

Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dsb

Karya itu untuk menambah karya Persepsi

manusia tentang waktu

Orientasi masa kini Orientasi ke masa lalu Orientasi ke masa depan Pandangan manusia tentang alam Manusia tunduk kepada alam yang dahsyat Manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam Manusia berhasrat menguasai alam Hakekat hubungan anara manusia dengan sesamanya Orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa gotong royong) Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh-tokoh atasan dan berpangkat Individualisme menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri

Kuckhohn dalam Koentjaraningrat (1981)

1

1

N

N

Kebiasaan (habit) Kepribadian individu (Individual personality)

Adat istiadat (Custom) Sistem sosial (social system)

Kepribadian umum (modal personality) Jumlah individu Ju m la h m ate ri

Perilaku Terencana (Theory of Planed Behavior)

Perilaku, Sebuah Proses Pengolahan Informasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud digerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku menurut Solso, dkk. (2007) terbentuk dari cara memperoleh dan memproses informasi mengenai dunia, cara informasi tersebut disimpan dan diproses oleh otak, cara kita menyelesaikan masalah, berpikir, dan menyusun bahasa, dan bagaimana proses tersebut ditampilkan dalam perilaku yang dapat diamati.

Perilaku pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007). Skinner dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior).

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Adapun perilaku terbuka apabila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati orang lain. Dengan demikian perilaku terbentuk karena adanya faktor eksternal atau stimulus, yaitu faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non fisik dalam bentuk sosial budaya, ekonomi, maupun politik. Karakteristik individu yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. Dari banyak penelitian yang ada menunjukkan faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007)

Mustofa (2011) dalam makalahnya menjelaskan mengenai terbentuknya perilaku, yaitu perilaku yang diperoleh dari keturunan dalam bentuk instink- instink biologis (nature) dan perilaku bukan diturunkan melainkan diperoleh dari hasil pengalaman selama kehidupan mereka (nurture). Selanjutnya Mustofa mengutip pendapat George Herbert Mead bahwa keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok sosial menghasilkan perilaku bersama yang dikenal dengan nama budaya. Individu-individu yang memegang posisi berbeda dalam suatu kelompok mempunyaui peran yang berbeda pula, sehingga memunculkan perilaku yang juga berbeda. Selanjutnya dijelaskan dalam berperilaku, seseorang sangat dipengaruhi oleh proses kognitif, yaitu proses berpikir bagaimana manusia melihat, mengingat, belajar dan berpikir tentang informasi. Proses kognitif dalam kerjanya meliputi beberapa tahapan dalam merespon hingga terbentuknya suatu tanggapan, pemikiran, dan perilaku. Tahapan tersebut adalah sensasi, persepsi, perhatian, berpikir.

(a) Sensasi, yaitu deteksi energi fisik yang dihasilkan atau dipantulkan oleh obyek-obyek fisik yang terjadi ketika energi dalam lingkungan eksternal atau dalam tubuh merangsang reseptor dalam organ-organ panca indra;

(b) Persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan sensoris mereka guna member arti bagi lingkungan mereka;

(c) Perhatian adalah konsentrasi yang hanya terfokus pada salah satu alat indra dan stimulus yang diterima sangat menonjol atau tergantung pada kesadaran individu;

(d) Berpikir, adalah dimana otak bekerja dan memproses stimulus yang ada hingga menimbulkan respon dan menghasilkan keputusan, atau hasil-hasil yang baru.

Berdasar uraian di atas maka informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan dan pemberian identitas dari stimulus yang diterima oleh pancaindra yang disimpan dalam memori, dikomunikasikan kepada orang lain, maupun sebagai dasar dalam berperilaku. Stimulus dapat berasal dari alam, benda-benda, hewan, tumbuhan, maupun dari manusia.

James, Waugh, dan Norman dalam Solso (2007) mengembangkan model perilaku kognitif didasarkan pada rangkaian peristiwa. Sebuah stimulus memasuki indra, dengan sistem syaraf sensorik dilakukan pendeteksian, selanjutnya stimulus tersebut disimpan dalam memori, dan akan melakukan reaksi terhadap memori tersebut.

Perilaku menurut Rogers dan Shoemaker (1986) merupakan suatu tindakan nyata yang dapat dilihat atau diamati. Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai ada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indra. Perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkat laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Perilaku terjadi disebabkan adanya stimulus, motivasi, dan tujuan.

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain, perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Tujuan spesifik tidak selamanya diketahui dengan sadar oleh yang bersangkutan. Dorongan yang memotivasi pola perilaku individu yang nyata dalam kadar tertentu berada dalam alam bawah sadar. Dari uraian tersebut diatas, pembentukan perilaku dapat diilustrasikan pada Gambar 3.

Rogers menyatakan bahwa perilaku komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau kelompok di dalam menerima atau menyampaikan pesan yang diindikasikan dengan adanya partisipasi, hubungan dengan sisitem sosial, kekosmopolitan, hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan dengan media massa, keaktifan mencari informasi, dan pengetahuan mengenai hal-hal baru.

Gould dan Kolb yang dikutip oleh Ichwanudin (1998), perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.

Berdasarkan pada definisi perilaku yang telah diungkapkan sebelumnya, perilaku komunikasi diartikan sebagai tindakan atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, atau dengan kata lain perilaku komunikasi adalah cara berfikir, berpengetahuan dan berwawasan, berperasaan dan bertindak atau melakukan tindakan yang dianut seseorang, keluarga atau masyarakat dalam mencari dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang ada di dalam jaringan komunikasi masyarakat setempat Hapsari 2007 dalam Panggalo (2013).

Gambar 3 Model hipotesis proses pembentukan perilaku

Rogers (1983) mengungkapkan ada tiga variabel perilaku komunikasi yang sudah teruji secara empiris nyata yaitu pencarian informasi, kontak dengan penyuluh, dan keterdedahan pada media massa. Variabel pertama yaitu pencarian informasi masih perlu didampingi dengan penyampaian informasi, sesuai dengan model transaksional yang bersifat saling menerima dan memberi informasi secara bergantian. Dalam mencari dan menyampaikan informasi, seyogyanya juga mengukur kualitas (level) dari komunikasi. Berlo (1960) mendeskripsikan level komunikasi adalah mengukur derajat kedalaman mencari dan menyampaikan informasi yang meliputi (a) sekedar bicara ringan, (b) saling ketergantungan (independen), (c) tenggang rasa (empaty), (d) saling interaksi (interaktif).

Kebutuhan seseorang akan informasi mampu menggerakannya secara aktif melakukan pencarian informasi. Berlo (1960) mengungkapkan bahwa perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari kebiasaan berkomunikasi. Berdasarkan definisi perilaku komunikasi, maka hal-hal yang sebaiknya perlu dipertimbangkan adalah bahwa seseorang akan melakukan komunikasi sesuai dengan kebutuhannya. Halim dalam Panggalo (2013) mengungkapkan bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara lebih baik melalui pendekatan situasional, khususnya mengenai kapan dan bagaimana orang berkomunkasi tentang masalah tertentu.

Perilaku Tertutup • Sikap • Motivasi • Sugesti Terbuka • Berjalan • Berbicara Faktor sosial

Keanggotaan dalam organisasi sosial

Peran dalam organisasi sosial

S ti m u lu s

Dokumen terkait