• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.11. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kompetensi Komunikasi

(X1) Indikatornya:

1. Bijaksana dan kesopanan 2. Penerimaan umpan balik 3. Berbagi informasi 4. Memberikan informasi tugas 5. Mengurangi ketidakpastian tugas Profesionalisme Aparatur (X2) Indikatornya:

1. Pengabdian pada profesi 2. Kewajiban sosial

3. Kemandirian 4. Keyakinan profesi

Kualitas Pelayanan (Y) Indikatornya: 1. Reliability (Keandalan) 2. Responsiveness (Daya tanggap) 3. Assurance (Jaminan) 4. Emphaty (Empati), 5. Tangibles (Bukti Langsung

Gambar 2.2. Kerangka Konsep 2.12. Kerangka Pemikiran

Penyelenggaraan layanan barang dan jasa publik adalah tanggung jawab pemerintah, karena hubungan antara pemerintah dengan rakyat adalah hubungan antara produsen dan konsumen, yaitu pemerintah sebagai produsen dan rakyat sebagai konsumen, dalam hubungan ini rakyat berkepentingan, kemudian pemerintah mengakui, menghormati, memenuhi dan melindungi (Ndraha, 2003: 81).

Sinambela (2011: 9) mengatakan tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat, untuk itu dituntut kualitas pelayanan public yang tercermin dari:

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan; kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan;

3. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan public;

4. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain;

5. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan.

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Menurut Tjiptono (2003: 51) bahwa konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk barang atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifik produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah

suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas.

Kualitas layanan akan memberikan kepuasan total kepada pelanggan, yang untuk bias mencapainya diperlukan startegi, sistem manajemen dan sumber daya manusia. Gaspersz (dalam Lukman, 2004: 7) memberikan pengertian pokok kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis sebagai berikut: a. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk baik keistimewaan

langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk.

b. Kualitas sendiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Ketika warga masyarakat berhadapan dengan petugas dari organisasi pemerintah maupun swasta, maka kualitas layanan yang diterimanya dapat dipahami sebagaimana dikemukana selanjutnya oleh Gaspersz (dalam Lukman, 2004: 9) yaitu “kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of consumers). Pelayanan yang lebih baik (service excellence) yang dilakukan oleh produsen (pelayan) akan meningkatkan loyalitas masyarakat (pelanggan) kepada produsen. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa atau layanan tergantung pada kemampuan penyediaan barang/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir pada penilaian pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan penilaian penyedia layanan, tetapi didasarkan pada penilaian pelanggan, sebagaimana dikemukana Kotler (1994: 62) bahwa

pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati layanan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap layanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu layanan.

Masalah kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pihak aparatur pemerintahan kepada masyarakat umum, sangat erat kaitannya dengan kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh aparat pemberi layanan, karena, disadari ataupun tidak dalam kesehariannya manusia selalu melakukan komunikasi, baik komunikasi dengan diri sendiri atau pun dengan orang lain. Komunikasi sudah seperti halnya manusia membutuhkan oksigen untuk bernafas, karena komunikasi adalah hal yang sudah biasa dilakukan, kebanyakan kita tidak menyadari bahwa kita telah melakukan kesalahan-kesalahan dalam berkomunikasi. Untuk itulah diperlukannya sebuah komunikasi yang mampu membangun kerjasama antara satu orang dengan orang lain, yakni dengan berkomunikasi efektif sehingga antara individu satu dengan yang lainnya akan saling memahami, saling toleransi, saling mengisi dan saling memberi.

Komunikasi yang efektif sangat berperan dalam organisasi.

Berkomunikasi tidak hanya melalui penggunaan metode yang tepat, tetapi konten dari komunikasi yang disampaikan. Dimensi strategis komunikasi tidak semata-mata mendengarkan tetapi juga pada proses kegiatan reflektif pada cara berkomunikasi yang profesional. Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkin sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi. Secara

spesifik peran penting kompetensi komunikasi yang dimiliki baik oleh pimpinan maupun oleh anggota akan membantu pelayanan kepada masyarakat.

Kinerja aparatur birokrasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemberi layanan kepada masyarakat belum optimal, peningkatan kompetensi komunikasi aparatur birokrasi perlu mendapat perhatian. Kinerja aparatur birokrasi yang berorientasi pada kualitas unggul mensyaratkan peningkatan pendidikan, keahlian dan keterampilan sesuai dengan perkembangan yang dihadapi. Kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh aparatur birokrasi adalah 1) bijaksana dan kesopanan, 2) penerimaan umpan balik, 3) berbagi informasi, 4) memberikan informasi tugas, 5) mengurangi ketidakpastian tugas.

Selain kompetensi komunikasi, faktor lain yang mempengaruhi masalah kualitas pelayanan adalah profesionalisme aparatur. Profesionalisme adalah kemampuan aparatur untuk merencanakan, mengkoordinasikan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efisien, inovatif, lentur dan mempunyai etos kerja tinggi, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena ini dibutuhkan aparatur yang benar-benar ahli dalam bidangnya. Keahlian dalam bidang tertentu diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan atau hasil mengikuti program atau pengalaman secara khusus dalam pekerjaan atau bidang tertentu, serta kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang cepat berubah dan menjalankan tugas dan fungsinya dengan mengacu pada visi dan nilai-nilai organisasi.

Profesionalisme sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan menurut bidang tugas dan tingkatannya masing-masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari segala segi sesuai porsi, objek,

bersifat terus-menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif singkat (Almasdi, 2000: 99).

Hal di atas dipertegas kembali oleh Thoha (2000: 1) bahwa untuk mempertahankan kehidupan dan kedinamisan organisasi, setiap organisasi mau tidak mau harus adaptif terhadap perubahan organisasi. Birokrasi yang mampu bersaing dimasa mendatang adalah birokrasi yang memiliki sumberdaya manusia berbasis pengetahuan dengan memiliki berbagai keterampilan dan keahlian. Salah satu harapan masyarakat (selaku konsumen pelayanan) adalah menginginkan pelayanan yang adil dan merata. Bentuk pelayanan yang adil dan merata, hanya dimungkinkan oleh kesiapan psikologis birokrat pemerintah yang senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial (social change) dan dinamika masyarakat sebagai sasaran pelayanannya.

Pelayanan merupakan kewajiban dan tanggung jawab birokrasi dalam mengadopsi perubahan dan kebutuhan sosial yang berdasarkan atas profesionalisme dan nilai-nilai kemanusiaan, olah karena itu setiap aparatur dituntut untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara professional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, penulis beranggapan bahwa kompetensi komunikasi (variabel X1) dan profesionalisme (variabel X2) memberikan pengaruh terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara (variabel Y)