P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N
PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA
T E S I S
Oleh
FANOLO TELAUMBANUA 127045021
M A G I S T E R I L M U K O M U N I K A S I FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N
PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu
Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univeresitas Sumatera Utara
Oleh
FANOLO TELAUMBANUA 127045021
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN
PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA
Nama Mahasiswa : Fanolo Telaumbanua
Nomor Pokok : 127045021
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
(Dra. Mazdalifah, M.Si, Ph.D.) (Drs. Hendra Harahap, M.Si.)
NIP. 196507031989032001 NIP. 196710021994031002
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D.) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si.)
NIP. 196704051990032002 NIP. 196007281987032002
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Telah diuji pada
Tanggal : 26 November 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D. Anggota : 1. Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D.
P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N
PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa:
1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri. 2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik, (sarjana, magister dan/atau doctor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.
3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 26 November 2014 Penulis
THE EFFECT OF COMMUNICATIVE COMPETENCE AND
PROFESIONALISM ON THE SERVICE QUALITY AT DINAS
KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
KABUPATEN NIAS UTARA
ABSTRACT
The communicative competence and professionalism is important thing to decided of service quality. The country employee especially employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara should be have the communicative competence and professionalism. The aim of this research is to know the effect of communicative competence and professionalism on the service quality of employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The method used of this research is correlational method, where the professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The population of this research was the employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The sample of this research consisted of 15 peoples of employees and 50 peoples of Desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. To decided the number of sample used Slovin formula. The technique of sample taking used random sampling. The technique of collecting the data used questioner and interview. The result of the research shows that there is a significant effect between communicative competence on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount > ttable or 3.452 > 2.052. The result of the research also shows that there is a significant effect between professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount > ttable or 5.632 > 2.052. and then, the result of the research concluded that there was a significant effect of communicative competence and professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, it can be seen from the F-count more bigger than F-table in significant level of 0,05, with the other words it can be concluded that communicative competence who has been added of professionalism increased the service quality that were giving to the society at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N
PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA
ABSTRAK
Kompetensi komunikasi dan profesionalisme adalah hal penting dalam menentukan kualitas pelayanan. Aparatur Negara khususnya aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara diharapkan memiliki kompetensi komunikasi dan profesionalisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, dimana ingin melihat pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Populasi penelitian yaitu aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Sampel penelitian yang terdiri dari 15 orang pegawai aparatur dan 50 orang penduduk desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. Penentuan jumlah sample menggunakan rumus Slovin. Teknik penarikan sampel menggunakan random sampling. Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa ada pengaruh antara kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau 3.452 > 2.052. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh antara profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau 5.632> 2.052. Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, hal ini dibuktikan dengan nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf kepercayaan signifikansi 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi yang dipadukan dengan profesionalisme aparatur dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak
memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas dan Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D, selaku Ketua Penguji dan Ketua
Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS, selaku Komisi Pembanding atas saran
dan kritik yang diberikan.
7. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik
8. Bapak Drs. Edward Zega, selaku Bupati Kabupaten Nias Utara yang telah
memberikan bantuan beasiswa kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.
9. Bapak Ya’aro Zai, S.Sos, selaku Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara yang telah memberikan izin kepada
peneliti untuk melaksanakan penelitian.
10. Bapak Amsmin Nazara, selaku Sekretaris Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara dan seluruh pegawai yang telah
membantu peneliti untuk melaksanakan penelitian.
11. Bapak Rozaman Gea, S.Sos, M.Si, selaku Staff Ahli Pemerintah Kabupaten
Nias Utara.
12. Istri tercinta Maria Fatima Blegur dan kedua anak Fransiskus Adrian
Telaumbanua dan Anna Maria Patricia Telaumbanua yang senantiasa
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
13. Kedua orang tua penulis Bapak Fatolosa Telaumbanua (Alm) dan Ibu Atilina
Zebua (Alm), serta keluarga besar penulis di Nias, dan seluruh keluarga yang
ada di Flores Timur Larantuka Bapak Lukas Lumu Blegur, Ibu Anna Nuhan,
yang telah memberikan motivasi dan dorongan moril kepada penulis hingga
selesainya penulisan tesis ini.
14. Bapak Yahman Idrianus Telaumbanua, selaku teman seperjuangan dari
Kabupaten Nias Utara yang telah memberikan motivasi kepada penulis
Penulis menyadari bahwa tesis ini banyak memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada
seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita semua.
Amin.
Medan, 26 November 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN TESIS
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS PERNYATAAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Penelitian Terdahulu ... 10
1.2. Komunikasi ... 12
1.3. Komunikasi Interpersonal ... 17
1.4. Kompetensi Komunikasi ... 24
1.5. Proses Menyiratkan Kompetensi Komunikatif ... 37
1.6. Pelayanan dan Kompetensi Komunikasi ... 47
1.7. Proses Pelayanan adalah Proses Komunikasi ... 48
1.8. Profesionalisme ... 51
1.9. Pelayanan Publik (Public Service) ... 56
1.10. Kualitas Pelayanan Publik ... 58
1.11. Kerangka Konsep ... 65
1.12. Kerangka Pemikiran ... 66
1.13. Hipotesis Penelitian ... 70
BAB III. METODE PENELITIAN 1.1. Lokasi Penelitian ... 72
1.2. Jenis Penelitian ... 72
1.3. Populasi dan Sampel ... 73
1.4. Jenis dan Sumber Data ... 74
1.5. Teknik Pengumpulan Data ... 74
1.6. Definisi Operasional Variabel ... 75
1.7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 79
1.8. Teknik Analisis Data ... 83
BAB IV. TEMUAN PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden ... 87
4.2. Temuan Variabel Kompetensi Komunikasi (X1) ... 90
4.4. Temuan Variabel Kualitas Pelayanan (Y) ... 99 4.5. Analisa Regresi Linear Berganda ... 105 4.6. Pengujian Hipotesis ... 106
BAB V. PEMBAHASAN
1.1. Pengaruh Kompetensi Komunikasi dalam Meningkatkan
Kualitas Pelayanan ... 111 1.2. Pengaruh Profesionalisme dalam Meningkatkan Kualitas
Pelayanan ... 116 1.3. Pengaruh Kompetensi Komunikasi dan Profesionalisme terhadap
Kualitas Pelayanan ... 122
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan ... 128 6.2. Saran ... 129
DAFTAR PUSTAKA ... 130
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Matrik Penilaian Pelayanan ... 62
3.1. Definisi Operasional Variabel ... 76
3.2. Validitas Item ... 80
3.3. Hasil Uji Validitas ... 80
3.4. Hasil Uji Reliabilitas ... 82
4.1. Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 87
4.2. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 88
4.3. Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan ... 88
4.4. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 89
4.5. Jumlah Responden Berdasarkan Urusan ke Dinas ... 89
4.6. Tanggapan responden tentang kebijaksanaan aparatur dalam melayani ... 91
4.7. Tanggapan responden tentang kesopanan aparatur dalam melayani 91 4.8. Tanggapan responden tentang penerimaan umpan balik aparatur saat mengurus surat-surat ... 91
4.9. Tanggapan responden tentang umpan balik yang diberikan kepada aparatur ... 92
4.10. Tanggapan responden tentang informasi yang diberikan oleh aparatur ... 92
4.11. Tanggapan responden tentang informasi yang diberikan oleh aparatur ... 93
4.12. Tanggapan responden tentang tingkat keakuratan informasi yang diberikan aparatur ... 93
4.13. Tanggapan responden tentang tingkat kebutuhan informasi yang diberikan oleh petugas ... 94
4.14. Tanggapan responden tentang tingkat pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada aparatur ... 94
4.15. Tanggapan responden tentang pelayanan petugas ... 94
4.16. Tanggapan responden tentang tingkat dedikasi petugas ... 95
4.17. Tanggapan responden tentang tingkat pengetahuan aparatur ... 96
4.18. Tanggapan responden tentang peran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara dalam kehidupan masyarakat 96 4.19. Tanggapan responden tentang pekerjaan yang dilaksanakan oleh petugas ... 96
4.20. Tanggapan responden tentang keputusan yang diberikan oleh petugas ... 97
4.21. Tanggapan responden tentang kemampuan petugas dalam memiliki keputusan ... 97
4.22. Tanggapan responden tentang kesesuaian pelayanan petugas dengan peraturan ... 98
4.25. Tanggapan responden tentang menjalin hubungan yang baik
dengna seprofesi dan juga kepada masyarakat ... 99
4.26. Tanggapan responden tentang waktu dalam pengurusan surat (akta) kelahiran ... 100
4.27. Tanggapan responden tentang tingkat kepercayaan dalam pengurusan surat (akta) kelahiran ... 100
4.28. Tanggapan responden tentang daya tanggap petugas bila ada masyarakat memerlukan bantuan ... 101
4.29. Tanggapan responden tentang kemampuan dan kecepatan petugas dalam membantu dan memberikan jasa ... 101
4.30. Tanggapan responden tentang terjaminnya dan amannya setiap pengurusan ... 101
4.31. Tanggapan responden tentang tingkat kesopanan petugas ... 102
4.32. Tanggapan responden tentang tingkat perhatian petugas ... 102
4.33. Tanggapan responden tentang tingkat pemahaman petugas dalam melayani ... 103
4.34. Tanggapan responden tentang tingkat kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana ... 103
4.35. Tanggapan responden tentang kecukupan petugas yang melayani . 103 4.36. Descriptive Statistics ... 104
4.37. Rangkuman Hasil Empiris Penelitian ... 105
4.38. Koefisien Korelasi Antar Variabel ... 106
4.39. Hasil Pegujian Hipotesis Untuk Uji Simultan dengan F- Test ANOVAb ... 108
4.40. Hasil Pengujian Untuk Uji Koefisien Determinasi (R Square) ... 109
4.41. Koefisien Korelasi Variabel X1 terhadap Y ... 111
4.42. Koefisien Korelasi Variabel X2 terhadap Y ... 116
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 136
2. Hasil Kuesioner Penelitian untuk Variabel Kompetensi Komunikasi ... 141
3. Hasil Kuesioner Penelitian untuk Variabel Profesionalisme ... 143
4. Hasil Kuesioner Penelitian untuk Variabel Kualitas Pelayanan .... 145
5. Reliability Kompetensi Komunikasi ... 147
6. Frequencies Karakteristik Responden ... 152
7. Descriptives ... 154
8. Regression ... 155
THE EFFECT OF COMMUNICATIVE COMPETENCE AND
PROFESIONALISM ON THE SERVICE QUALITY AT DINAS
KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
KABUPATEN NIAS UTARA
ABSTRACT
The communicative competence and professionalism is important thing to decided of service quality. The country employee especially employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara should be have the communicative competence and professionalism. The aim of this research is to know the effect of communicative competence and professionalism on the service quality of employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The method used of this research is correlational method, where the professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The population of this research was the employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The sample of this research consisted of 15 peoples of employees and 50 peoples of Desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. To decided the number of sample used Slovin formula. The technique of sample taking used random sampling. The technique of collecting the data used questioner and interview. The result of the research shows that there is a significant effect between communicative competence on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount > ttable or 3.452 > 2.052. The result of the research also shows that there is a significant effect between professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount > ttable or 5.632 > 2.052. and then, the result of the research concluded that there was a significant effect of communicative competence and professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, it can be seen from the F-count more bigger than F-table in significant level of 0,05, with the other words it can be concluded that communicative competence who has been added of professionalism increased the service quality that were giving to the society at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N
PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA
ABSTRAK
Kompetensi komunikasi dan profesionalisme adalah hal penting dalam menentukan kualitas pelayanan. Aparatur Negara khususnya aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara diharapkan memiliki kompetensi komunikasi dan profesionalisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, dimana ingin melihat pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Populasi penelitian yaitu aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Sampel penelitian yang terdiri dari 15 orang pegawai aparatur dan 50 orang penduduk desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. Penentuan jumlah sample menggunakan rumus Slovin. Teknik penarikan sampel menggunakan random sampling. Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa ada pengaruh antara kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau 3.452 > 2.052. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh antara profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau 5.632> 2.052. Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, hal ini dibuktikan dengan nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf kepercayaan signifikansi 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi yang dipadukan dengan profesionalisme aparatur dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat
diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi
maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu
perlu ada perencanaan yang baik dan bahkan perlu diformulasikan standar
pelayanan pada masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh
pemerintah pusat pada pemerintah daerah. Konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi
Daerah terlebih setelah ditetapkannya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintahan Daerah diberi kewenangan
yang demikian luas oleh pemerintah pusat untuk mengatur rumah tangga
daerahnya sendiri, termasuk di dalamnya adalah pemberian pelayanan kepada
masyarakat di daerahnya.
Masyarakat dalam menilai kualitas layanan yang diberikan oleh birokrat
pemerintah tergantung pada bagaimana harapan masyarakat terhadap layanan
dibandingkan dengan layanan yang diterima. Apabila layanan yang diterima
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas layanan dinilai baik dan
memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan masyarakat, maka
layanan dinilai memiliki kualitas yang sangat ideal. Sebaliknya jika layanan yang
diterima masyarakat lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas layanan
dinilai buruk.
Pemerintah memiliki peran untuk melaksanakan fungsi pelayanan dan
pemerintah melakukan aktivitas pelayanan, pengaturan, pembinaan, koordinasi
dan pembangunan dalam berbagai bidang. Sekarang ini banyak muncul berbagai
masalah dalam pelayanan yang diberikan pemerintah seperti pada saat pembuatan
surat pengantar Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta, perizinan sampai pada
penyediaan sarana dan prasarana umum dan sosial.
Kualitas penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan
melalui pendekatan dari aspek manusia. Salah satu faktor utamanya adalah
kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh penyelenggara pelayanan yaitu seluruh
pimpinan dan pegawai. Kompetensi komunikasi sama dengan kemampuan
seseorang dalam berkomunikasi. Meskipun setiap hari orang berkomunikasi,
tetapi jarang orang yang tahu sejauh mana efektivitas komunikasinya, baik secara
individual, sosial, maupun secara profesional.
Kompetensi komunikasi yang diperlukan dalam melayani masyarakat
tersebut menurut Slocum dan Hellriegel (2009: 385) adalah: 1) bijaksana dan
kesopanan, 2) penerimaan umpan balik, 3) berbagi informasi, 4) memberikan
informasi tugas, 5) mengurangi ketidakpastian tugas. Kegiatan kerja yang
dilakukan dalam organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, dan yang
memiliki tanggung jawab besar dalam keberhasilan instansi. Pimpinan dan
pegawai bertugas melayani masyarakat, maka kompetensi komunikasi berperan
dalam tugas melayani tersebut. Oleh sebab itu kompetensi komunikasi harus
dimiliki oleh pemimpin dan petugas.
Berger (2007: 102) mendefinisikan kompetensi komunikasi mengacu pada
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup
hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi
suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di
lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan
yang lain). Pengetahuan tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya kepatutan
sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari
kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi yang dimaksud pada penelitian
ini adalah kompetensi komunikasi interpersonal.
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi interpersonal sebagai
salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam
bidang apapun. Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan cara untuk menyampaikan dan
menerima pikiran-pikiran, informasi, gagasan, perasaan, dan bahkan emosi
seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara
komunikator dan komunikan. Secara umum, definisi komunikasi interpersonal
adalah “sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi.
Menurut Devito dalam Liliweri (2005: 112) komunikasi interpersonal
adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik secara langsung. Selanjutnya
bahwa komunikasi interpersonal, individu selain menunjukkan perhatian juga
menunjukkan seberapa jauh perhatian itu diberikan. Semakin besar interaksi
interpersonal yang ada menunjukkan semakin besar perhatian seseorang pada
orang lain yang diajak komunikasi, sebaliknya semakin sedikit komunikasi
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek
besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perindividu. Hal ini
disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu secara
langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak
ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan komunikan (face to face).
Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak dapat langsung
mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidak jujuran
ketika sedag terjadi komunikasi. Sedangkan apabila komunikasi interpersonal itu
terjadi secara sekunder, sehingga antara komunikator dan komunikan terhubung
media, efek komunikasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik interpesonalnya.
Misalnya seorang aparatur berkomunikasi dengan seorang warga masyarakat,
maka efek komunikasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas pesan, namun
yang lebih penting adalah adanya ikatan interpersonal yang bersifat emosional.
Meskipun komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan bahwa
proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat tertentu,
perbedaan latar belakang sosial budaya antar individu telah menjadi factor
potensial menghambat keberhasilan komunikasi. Keberhasilan komunikasi
interpersonal ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kategori, yaitu yang terpusat pada personal dan yang berpusat pada situasi.
Faktor personal ini terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis, suasana
perilaku, teknologi, faktor sosial, lingkungan psikososial, dan stimuli yang
mendorong dan memperteguh perilaku. Komunikasi yang efektif apabila pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan secara suka rela oleh penerima pesan dan
meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi, dan tidak ada hambatan untuk hal
itu.
Fungsi komunikasi interpersonal yang efektif ialah membentuk dan
menjaga hubungan baik antar individu, menyampaikan pengetahuan, mengubah
sikap dan peribalku, pemecahan masalah hubungan antar pribadi dan citra diri
menjadi lebih baik. Hukum komunikasi efektif meliputi respect, empathy,
audible, clarity dan humble. Sedang untuk sikap positif yang mendukung
komunikasi interpersonal adalah keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap
positif dan kesetaraan. Faktor keefektifan komunikasi interpersonal dapat
dipandang dari sudut komunikator, komunikan dan pesan.
Selain itu, faktor lain yang diduga mempengaruhi kualitas pelayanan
adalah profesionalisme aparatur. Profesionalisme merupakan faktor yang sangat
penting dalam suatu lembaga atau organisasi. Profesionalisme sangat ditentukan
oleh kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan menurut bidang
tugas dan tingkatannya masing-masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari
segala segi sesuai porsi, objek, bersifat terus-menerus dalam situasi dan kondisi
yang bagaimanapun serta jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif
singkat. Thoha (2000 : 1) mengatakan bahwa untuk mempertahankan kehidupan
dan kedinamisan organisasi, setiap organisasi mau tidak mau harus adaptif
terhadap perubahan organisasi. Birokrasi yang mampu bersaing dimasa
mendatang adalah birokrasi yang memiliki sumberdaya manusia berbasis
Menurut Tjokrowinoto (1996: 191) profesionalisme adalah kemampuan
untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan mutu
tinggi, tepat waktu, dan prosedur yang sederhana. Terbentuknya kemampuan dan
keahlian juga harus diikuti dengan perubahan iklim dalam dunia birokrasi yang
cenderung bersifat kaku dan tidak fleksibel. Sudah menjadi kebutuhan mendesak
bagi aparat untuk bekerja secara professional serta mampu merespon
perkembangan global dan aspirasi masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai
pelayanan yang responsif, inovatif, efektif, dan mengacu kepada visi dan
nilai-nilai organisasi.
Harapan masyarakat (selaku konsumen pelayanan) adalah menginginkan
pelayanan yang adil dan merata. Bentuk pelayanan yang adil dan merata, hanya
dimungkinkan oleh kesiapan psikologis birokrat pemerintah yang senantiasa
menyesuaikan diri dengan perubahan sosial (social change) dan dinamika
masyarakat sebagai sasaran pelayanannya. Pelayanan menjadi kewajiban dan
tanggungjawab birokrasi dalam mengadopsi perubahan dan kebutuhan sosial yang
berdasarkan atas profesionalisme dan nilai-nilai kemanusian.
Mengingat sangat pentingnya eksisten Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam bidang kegiatan pemerintahan yang disebutkan dalam penjelasan umum
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan
aparatur, khususnya pegawai negeri, oleh karena itu setiap aparatur dituntut untuk
dapat melakukan tugas dan fungsinya secara professional. Namun dalam
kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah untuk terbentuk dengan sendirinya.
daerah kurang mampu dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dengan
kredibilitas yang tinggi, sehingga proses pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat menjadi relatif kurang optimal.
Tugas pokok Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias
Utara pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta merupakan ujung tombak
pertama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam melayani
masyarakat, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara
juga tidak terlepas dari permasalahan yang berkenaan dengan kondisi pelayanan
yang relative belum memuaskan, hal ini terutama berkaitan dengan sumber daya
aparatur yang belum professional dalam menjalankan tugasnya. Selain itu,
sedikitnya sosialisasi langsung oleh aparatur birokrasi terhadap masyarakat. Hal
ini membuktikan bahwa kelemahan pelayanan mencerminkan ketidakpuasan
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. Sikap dan tindakan aparat yang
terkadang kurang berkenan, sedikit lambat dan kurangnya fasilitas pelayanan
sehingga pelayanan yang diberikan kurang memuaskan. Kejadian ini
membuktikan bahwa proses hubungan antara pemerintah dan masyarakat sangat
berkaitan dalam proses pelayanan. Hal ini memberi isyarat bahwa kajian dan
analisis masalah pelayanan merupakan salah satu fenomena penting, khususnya di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
Aparatur yang memiliki kompetensi komunikasi dan professionalisme
akan memperlihatkan kemampuan dan keahliannya, sikap dan displin, minat dan
semangat untuk bekerja terhadap kualitas pelayanan yang tinggi, oleh karena itu
melaksanakan tugas-tugasnya sehingga kualitas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dapat meningkat. Aparatur pemerintah harus mampu mengembangkan
dirinya secara optimal, terutama dalam bidang yang berkaitan langsung dengan
peningkatan kualitas pelayanan.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka peneliti ingin mengadakan suatu
penelitian dengan judul: “Pengaruh Kompetensi Komunikasi dan
Profesionalisme terhadap Kualitas Pelayanan Aparatur di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan
aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara?
2. Bagaimana pengaruh profesionalisme aparatur terhadap kualitas pelayanan
aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi terhadap kualitas
pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Nias Utara.
2. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme aparatur terhadap kualitas
pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
3. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme
terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Nias Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi Instansi Pemerintah
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan sehingga dapat mendorong aparatur atau PNS dalam
bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk
pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
berharga dalam menerapkan teori – teori yang didapat dibangku kuliah dan
sebagai awal informasi penelitian lanjutan, serta sebagai salah satu syarat untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Telah terhadap tesis dan jurnal yang terkait dengan variabel penelitian
yang berlandaskan teori Zeithaml et.al ditinjau dari dimensi tangiable, reliability,
responsiveness, assurance and emphaty dengan maksud penelitian yang penulis
lakukan fokus terhadap sejumlah variabel yang mengacu kepada teori yang sama
mengenai kualitas pelayanan. Dari hasil telaah tersebut diharapkan dapat menjadi
gambaran bagi penulis dalam rangka mempertegas teori-teori yang telah ada,
sekaligus menjadi acuan untuk kemudian diturunkan ke dalam butir-butir
pernyataan yang nantinya akan disebarkan kepada responden.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat dijadikan
perbandingan oleh peneliti dalam memahami kualitas pelayanan diantaranya
sebagai berikut :
Azharuddin (2006), Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas
Layanan Pada Direktor Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas layanan pegawai dengan menggunakan konsep Servqual
melalui dimensi tangiable, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty di
Ditjen AHU, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hasil analisis
berdasarkan perhitungan statistic kelima pada dimensi kualitas pelayanan, dapat
diasumsikan pelanggan menyatakan cukup puas. Sementara menurut perhitungan
terdapat hubungan yang signifikan antara harapan pegawai dengan kualitas
pelayanan pegawai.
Toto Bondan (2005), penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan
masyarakat di kantor-kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur dilihat dari
dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi tersebut masih memiliki nilai
kepuasan yang negative. Dengan kata lain bahwa kualitas pelayanan masyarakat
di kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur belum memberikan kepuasan kepada
masyarakat sebagai penerima layanan, sehingga perlunya ditanamkan sikap
kepada aparat kelurahan bahwa kesediaan membantu kesulitan yang dihadapi
masyarakat merupakan hal yang perlu dilakukan, namun yang harus diingat
bahwa hal ini tidak terlepas dari peran pimpinan.
Lidya Erika (2003), penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi
dan menganalisis komponen yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
nasabah bank. Hasil analisis menyatakan terdapat kesenjangan antara persepsi dan
harapan terhadap pelayanan secara keseluruhan dan terbukti bahwa kualitas
pelayanan yang diberikan belum optimal. Kemudian pada dimensi reliability dan
tangibility mempunyai hubungan tinggi terhadap kepuasan pelanggan, sehingga
diharapkan adanya dukungan pengetahuan dan keterampilan pegawai untuk
meningkatkan kualitas pelayanan.
Muhammad RIdha (2001), faktor-faktor yang berdampak pada kualitas
pelayanan pelanggan di Matahari Departemen Store Group, ditinjau dari 5 (lima)
dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Hasil
analisis menyatakan tingkat kompetensi sumber daya manusia internal sangat
kualitas pelayanan ditentukan juga oleh waktu, kondisi ruangan, keteraturan dan
keamanan. Manajemen sumber daya manusia dan budaya organisasi mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan.
2.2. Komunikasi
Istilah komunikasi (bahasa inggris; communication) mempunyai banyak
arti. Asal katanya (etimologi), istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu
communis, yang berarti sama (common). Dari kata communis berubah menjadi
kata kerja kommunicare, yang berarti menyebarkan atau memberitahukan. Jadi
menurut asal katanya, komunikasi berarti menyebarkan atau memberitahukan
informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama. (Indrawan,
2006: 143)
Umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat
dimengerti kedua belah pihak. Komunikasi juga dapat dilakukan secara non verbal
jika bahasa verbal tidak dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi
non verbal dapat dilakukan dengan gerak-gerik badan, menunjukan sikap
misalnya, tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, mengangguk dan
masih banyak lagi.
Komunikasi adalah suatu proses sosial dimana individu-individu
menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna
dalam lingkungan mereka. Menurut Handoko (2006: 272) komunikasi adalah
proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari
seseorang ke-orang lain. Dalam perpindahan pengertian tersebut tidak hanya
sekedar kata-kata yang digunakan dalam sebuah percakapan, tetapi juga
Menurut Hovland dalam Effendy (2005:10) komunikasi adalah proses
mengubah perilaku orang lain. Seseorang dapat mempengaruhi sikap, pendapat
dan perilaku orang lain apabila terjalin komunikasi yang komunikatif. Sementara
paradigma Lasswell menjelaskan komunikasi meliputi unsur-unsur sebagai
jawaban dari pertanyaan yang diajukkan (Who says, what in, which channel, to
whom, with what effect?) diantaranya: komunikator, pesan, media, komunikasi,
dan efek.
Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan koordinasi antara
berbagai subsistem dalam organisasi. Menurut Kohler ada dua model komunikasi
dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perkantoran ini.
Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk
menyatukan bagian-bagian (subsistem) perkantoran. Kedua, komunikasi
interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara
berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar
penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam perkantoran, maupun antara
perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang
dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.
Kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan
mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja suatu
organisasi menjadi semakin baik. Dan sebaliknya, apabila terjadi komunikasi yang
buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang baik, sikap yang otoriter atau acuh,
perbedaan pendapat atau konflik yang berkepanjangan, dan sebagainya, dapat
berdampak pada hasil kerja yang tidak maksimal.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang komunikator kepada
mendapatkan saling pengertian. Komunikasi dengan orang lain kadang sukses
atau efektif mencapai maksud yang dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun
makna komunikasi yang efektif menurut Effendy (2005:11) adalah komunikasi
yang berhasil menyampaikan pikiran dengan menggunakan perasaan yang
disadari. Walter Lippman dalam Effendy (2005:11) juga menjelaskan komunikasi
yang efektif adalah komunikasi yang berusaha memilih cara yang tepat agar
gambaran dalam benak dan isi kesadaran dari komunikator dapat dimengerti,
diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.
Menurut Suranto (2005: 107) ada beberapa indikator komunikasi efektif,
yaitu:
a. Pemahaman
Ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator.Tujuan dari komunikasi adalah terjadinya pengertian bersama, dan untuk sampai pada tujuan itu, maka seorang komunikator maupun komunikan harus sama-sama saling mengerti fungsinya masing-masing. Komunikator mampu menyampaikan pesan sedangkan komunikan mampu menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator.
b. Kesenangan
Yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan kedua belah pihak. Suasana yang lebih rilex dan menyenangkan akan lebih enak untuk berinteraksi bila dibandingkan dengan suasana yang tegang. Karena komunikasi bersifat fleksibel. Dengan adanya suasana semacam itu, maka akan timbul kesan yang menarik.
c. Pengaruh pada sikap
Tujuan berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi sikap. Jika dengan berkomunikasi dengan orang lain, kemudian terjadi perubahan pada perilakunya, maka komunikasi yang terjadi adalah efektif, dan jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang, maka komunikasi tersebut tidaklah efektif.
d. Hubungan yang makin baik
Bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Seringkali jika orang telah memiliki persepsi yang sama, kemiripan karakter, cocok, dengan sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik.
e. Tindakan
mengemukakan bahwa perlu ada daya tarik dengan similarity (kesamaan), familiarity (keakraban) dan proximity (kesukaan). Seseorang biasanya akan cenderung lebih tertarik dengan orang lain karena memiliki faktor kesamaan (sama hobi, sama sifat), keakraban (keluarga, teman karib), dan kesukaan. Dengan kondisi seperti itu orang tidak merasa sungkan untuk berbicara, yakni menceritakan masalah hidupnya secara jujur tanpa adanya kecanggungan berkomunikasi dintara kedunya. Jika sudah demikian, maka antara satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi dan dengan sendirinya komunikasi akan berlangsung secara efektif.
Adapun komunikasi bisa disebut efektif jika suara pesan:
a) Diterima oleh pendengar yang dimaksud.
b) Diinterpretasikan dengan cara yang pada dasarnya sama oleh penerima dan si
penerima.
c) Diingat dalam jangka waktu yang cukup lama, dan
d) Digunakan jika timbul keadaaan yang tepat (Gellerman, 1999: 66)
Keempat dari unsur ini penting sekali, dan jika salah satu tidak ada, maka
komunikan tidaklah efektif. Dengan demikian, komunikasi hanya akan efektif jika
memberikan pengaruh bagi perilaku.
Menurut Sentoso (2007: 103) prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam
berkomunikasi dapat dirangkum dalam satu kata, yaitu REACH (Respect,
Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih.
a) Hukum pertama dalam berkomunikasi adalah Respect.
Respect merupakan sikap hormat dan sikap menghargai terhadap lawan bicara kita.Dengan sikap ini kita belajar untuk berhenti sejenak agar tidak mementingkan diri kita sendiri akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Dengan informasi yang telah disampaikan kita berusaha untuk memahami orang lain dan menjaga sikap bahwa kita memang butuh akan informasi tersebut.
b) Hukum kedua adalah Empathy
c) Hukum ketiga adalah Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Kunci utama untuk dapat menerapkan hukum ini dalam mengirimkan pesan adalah:
(1) Buat pesan Anda mudah untuk dimengerti (2) Fokus pada informasi yang penting
(3) Gunakan ilustrasi untuk membantu memperjelas isi dari pesan tersebut
(4) Taruhlah perhatian pada fasilitas yang ada dan lingkungan di sekitar Anda
(5) Antisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul (6) Selalu menyiapkan rencana atau pesan cadangan(backup).
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif memerlukan kemampuan seseorang dalam menyampaikan pesan, menganalisis, serta cepat tanggap tehadap situasi dan kondisi yang ada. d) Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan
(Clarity)
Kejelasan dari pesan dibutuhkan adanya simbol atau isyarat, bahasa yang baik dan penegasan kata. Cara untuk menyiapkan pesan agar jelas yaitu:
(1) Tentukan tujuan yang jelas
(2) Luangkan waktu untuk mengorganisasikan ide kita (3) Penuhi tuntutan kebutuhan format bahasa yang kita pakai (4) Buat pesan anda jelas, tepat dan meyakinkan
(5) Pesan yang disampaikan harus fleksibel.
Untuk menunjang uraian di atas juga perlu diperhatikan, bahwa untuk menyampaikan pesan tidak bisa hanya sekali saja, akan tetapi harus berulang kali, karena sifat dari pesan atau informasi biasanya informasi yang lama akan kalah dengan informasi yang baru. Agar pesan yang lama tersebut tidak dilupakan maka perlu diingatkan kembali. Maka dari itu, ketika menyampaikan sebuah pesan diusahakan semenarik mungkin, sehingga kesan dari epsan tersebut mampu bertahan lama.
e) Hukum kelima dalam komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati (Humble)
Sikap seperti ini berarti juga tidak sombong, karena dengan kerendahan hati, seseorang akan lebih menghargai seseorang baik sikap, tindakan serta perkatannya. Dengan sikap seperti ini juga akan lebih memudahkan seseorang untuk menyampaikan pesan, karena pada dasarnya sikap seperti ini lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingannya sendiri. Karena sikap ini lebih kepada bagaimana memahami orang lain, bukannya bagaimana orang lain memahami kita.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila dalam
suatu proses komunikasi itu, pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat
diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti yang dikehen-daki oleh
komunikator, dengan demikian, dalam komunikasi itu komunikator berhasil
menerima dan memahaminya. Efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan
yang dikirim memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa informasi
yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon atau
umpan balik dari penerimanya. Contohnya; adanya tindakan, hubungan yang
makin baik dan pengaruh pada sikap.
2.3. Komunikasi Interpersonal
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi interpersonal sebagai
salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam
bidang apapun. Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan cara untuk menyampaikan dan
menerima pikiran-pikiran, informasi, gagasan, perasaan, dan bahkan emosi
seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara
komunikator dan komunikan. Secara umum, definisi komunikasi interpersonal
adalah “Sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi.
Secara kontekstual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu
komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling
berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan
definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi
interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain
berbeda-beda.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek
disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu secara
langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak
ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan komunikan (face to face).
Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak dapat langsung
mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidak jujuran
ketika sedang terjadi komunikasi. Sedangkan apabila komunikasi interpersonal itu
terjadi secara sekunder, sehingga antara komunikator dan komunikan terhubung
media, efek komunikasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik intepersonalnya.
Misalnya dua orang saling berkomunikasi melalui media telepon selular, maka
efek komunikasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas pesan dan
kecanggihan media, namun yang lebih penting adalah adanya ikatan interpersonal
yang bersifat emosional.
Meskipun komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin
kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan
bahwa proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat
tertentu, kita menyadari bahwa perbedaan latar belakang sosial budaya antar
individu telah menjadi faktor potensial menghambat keberhasilan komunikasi.
Muhammad (2005: 159) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal
adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang
seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui
balikannya. Sedangkan Mulyana (2005: 73) menyatakan bahwa komunikasi
interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami isteri,
dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
antara dua orang atau lebih yang terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan
maupun komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai
masalah yang akan dibicarakan yang akhirnya diharapkan terjadi perubahan
perilaku.
Komunikasi interpersonal diistilahkan sebagai komunikasi yang terjadi
antara beberapa individu (bukan banyak individu) yang saling kenal satu sama
lainnya dalam periode waktu tertentu. Dengan kata lain, seseorang akan
memandang individu lain sebagai seorang yang unik, tergantung dari kualitas
hubungan interpersonal dengan orang tersebut. Fakta yang harus di perhatikan,
bahwa dalam berkomunikasi perhatian seseorang justru lebih tertuju kepada figure
orang yang berkomunikasi dengannya. Dari perbedaan latar belakang pendidikan,
latar belakang budaya, perbedaan kemampuan, perbedaan karakter dari tiap orang
dan faktor-faktor lainnya akan mempengaruhi tingkat keefektifan komunikasi.
Devito (2007: 271) menggambarkan proses komunikasi interpersonal
sebagai berikut:
Gambar 2.1. Proses Komunikasi Interpersonal
Berdasarkan gambar di atas, proses komunikasi interpersonal dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Sensasi
Sensasi adalah proses pencerapan informasi (energy/stimulus) yang datang
dari luar melalui panca indra. Sebagai contoh: Ketika kita sedang mendengarkan 1
Sensasi
2 Asosiasi
3 Persepsi
4 Memori
permasalahan yang disampaikan oleh seseorang. Di sini terjadi proses pencerapan
informasi dengan melalui indera pendengaran.
2. Asosiasi
Asosiasi adalah pengalaman dan kepribadian yang mempengaruhi proses
sensasi. Thorndike dalam Devito (2007: 272) mengemukakan bahwa terjadinya
asosiasi antara stimulus dan respons ini megikuti hukum-hukum berikut:
a. Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respons sering terjadi, asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respons dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. b. Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk
antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan, maka asosiasi akan semakin meningkat. Ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sering terjadinya
pengalaman yang terjadi terhadap suatu peristiwa, maka semakin menguatkan
asosiasi dan pada gilirannya akan semakin menguatkan sensasi kita terhadap
peristiwa tersebut. Selain itu penguatan asosiasi juga terbentuk karena akibat dari
suatu peristiwa (asosiasi stimulus dan respon).
3. Persepsi
Persepsi adalah pemaknaan/arti terhadap informasi yang masuk ke dalam
kognisi manusia. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi
(sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Menurut Desiderato dalam
Devito (2007: 274) menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan
4. Memori
Memori adalah stimuli yang telah diberi makna, direkam, dan kemudian
disimpan dalam otak manusia. Menurut Devito (2007: 276) memori meliputi 3
proses, yaitu:
a. Perekaman (encoding) yaitu pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkuit syaraf internal.
b. Penyimpanan (storage) yang menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. Penyimpanan bisa bersifat aktif atau pasif.
c. Pemanggilan (retrieval), yang dalam sehari-hari disebut mengingat kembali adalah menggunakan informasi yang disimpan.
5. Berpikir
Berpikir adalah akumulasi dari proses sensasi, asosiasi, persepsi, dan
memori yang dikeluarkan untuk mengambil keputusan. Selain itu berpikir juga
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka
mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem
solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Salah satu fungsi
berfikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil sangatlah
beraneka ragam. (Devito, 2007: 276)
Bagi seorang komunikator, melakukan komunikasi interpersonal amat
penting sebelum berkomunikasi dengan orang lain. Dengan komunikasi
interpersonal seseorang komunikator berupaya untuk memformulasikan pesan
yang akan disampaikan kepada komunikan, sehingga komunikasi akan efektif
sesuai dengan tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki
pengetahuan tentang teknik komunikasi yang efektif, tetapi ternyata kepribadian
berpengaruh pada proses komunikasi interpersonal. Kepribadian berpengaruh
terhadap proses ideasi seseorang (pemikiran, perencanaan dan pengorganisasian)
pesan yang akan disampaikan kepada lawan bicara. Kepribadian yang buruk akan
berpengaruh terhadap proses ideasi yang pada akhirnya akan menghasilkan pesan
yang buruk.
Menurut Suranto (2011:9) komponen-komponen komunikasi interpersonal
yaitu:
1) Sumber/komunikator
Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi interpersonal komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.
2) Encoding
Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan symbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.
3) Pesan
Pesan merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat symbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diintepretasi oleh komunikan.
4) Saluran
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.
5) Penerima/komunikan
6) Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli.
7) Respon
Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negative. Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negative apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.
8) Gangguan (noise)
Gangguan atau noise atau barrier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen-komponen manapun dari system komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan psikis.
9) Konteks komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu dan nilai. Konteks ruang menunjuk pada lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadi komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam. Konteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi, seperti: adat istiadat, situasi rumah, norma pergaulan, etika, tata karma, dan sebagainya.
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses pertukaran makna
antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Orang yang saling berkomunikasi
tersebut adalah sumber dan penerima. Sumber melakukan encoding untuk
menciptakan dan memformulasikan menggunakan saluran. Penerima melakukan
decoding untuk memahami pesan, dan selanjutnya menyampaikan respon atau
umpan balik. Tidak dapat dihindari bahwa proses komunikasi senantiasa terkait
dengan konteks tertentu, misalnya konteks waktu. Hambatan dapat terjadi pada
Pada institusi pemerintahan, proses komunikasi adalah prose yang pasti
dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan koordinasi antara
berbagai subsistem dalam instansi tersebut. Instansi pemerintah yang berfungsi
baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai
komponen. Komunikasi interpersonal antara aparatur dengan masyarakat ditandai
dengan adanya pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap dan tindakan, dan
hubungan yang semakin baik. semakin baik komunikasi interpersonal antara
aparatur dan masyarakat, diperkirakan dapat meningkatkan kualitas pelayanan
pada instansi pemerintahan tersebut.
2.4. Kompetensi Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, pikiran
dan perasaan, dari satu orang ke orang lain. Kehidupan organisasi, komunikasi
menjadi sesuatu yang sangat penting karena komunikasi dapat meningkatkan
saling pengertian antara karyawan dan atasan, dan meningkatkan koordinasi dari
berbagai macam kegiatan/tugas yang berbeda. Robbins (2002:57), mengemukakan
konflik antar perseorangan yang mungkin paling sering dikemukakan adalah
buruknya komunikasi, sebab kita menggunakan hampir 70% dari waktu aktif kita
untuk berkomunikasi, menulis, membaca, berbicara, mendengar sehingga
beralasan untuk menyimpulkan bahwa satu dari kekuatan yang paling
menghalangi suksesnya pekerjaan kelompok adalah kelangsungan komunikasi
efektif. Komunikasi diperlukan agar karyawan mengetahui kewajiban dan
tanggung jawabnya, hal ini berarti karyawan mengetahui posisinya dalam
organisasi. Jadi mekanisme komunikasi dapat membuat keterpaduan perilaku
Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja, sebab
komunikasi yang tidak baik mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan
organisasi, misalnya konflik antar karyawan, dan sebaliknya komunikasi yang
baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja.
Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai
tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter,
maka komunikasi yang terbuka harus dikembangkan dengan baik.Karyawan yang
mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan
mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja karyawan
menjadi semakin baik.
Adanya penelitian empiris yang menghubungkan antara kompetensi
komunikasi dengan berbagai hasil organisasi termasuk mobilitas pekerjaan,
tingkat pekerjaan, gaji, kemampuan memimpin dan kemampuan mental umum
serta kinerja karyawan (Ferris, et.al, 2003: 21). Sejumlah penelitian-penelitian
tersebut menekankan pentingnya kompetensi komunikasi, namun hanya sedikit
penelitian yang membahas dampak dari kompetensi komunikasi, yang beranjak di
luar keterampilan sosial dengan disertakannya elemen-elemen afektif, kognitif,
dan perilaku.
Menurut Slocum dan Hellriegel (2009: 114) kompetensi komunikasi
adalah kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang sesuai dan efektif
dalam situasi tertentu. Kompetensi komunikasi adalah kemampuan berkomunikasi
secara pribadi dan efektif dan dengan cara sosial. Sedangkan menurut Spitzberg
dalam Yusuf (2010: 208) bahwa kompetensi komunikasi adalah kemampuan
Spitzberg dalam Lane (2000: 23) mendefinisikan kompetensi komunikasi
sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi
sosial. Pengertian yang lebih lengkap diungkapkan oleh Friedrich dalam Lane
(2000: 204) yang mengatakan bahwa kompetensi komunikasi merupakan suatu
kemampuan situasional untuk menetapkan tujuan yang realistis dan tepat untuk
memaksimalkan kemampuan seseorang dengan menggunakan pengetahuan akan
dirinya, orang lain, isi pesan, dan teori komunikasi dalam mengembangkan
kemampuan komunikasinya.
Menurut Richard D. Rowley (1999: 271) kompetensi komunikasi adalah
kemampuan menyampaikan berita dan mempromosikan pencapaian tujuan secara
sosial. Komunikator mencoba meluruskan satu sama lain sehingga mengahasilkan
dialog yang mulus, produktif dan seringkali disenangi. Kompetensi ini meliputi
sikap dan kemampuan yang penting: (1) komitmen dan keyakinan (commitment
and good faith), (2) empathy: kemampuan melihat situasi dari pandangan orang
lain. (3) flexibility: kemampuan komunikator mengembangkan berbagai
kemampuan komunikasi. (4) sensitivity to consequences: pemilihan komunikasi
dapat memberikan hasil dalam satu situasi dan mungkin tidak berhasil dalam hal
yang lain. Melalui pengalaman, kompetensi komunikasi mendapatkan keakuratan
yang lebih besar dalam memahami pengaruh potensial dari berbagai keterampilan
dalam situasi yang kompleks. (5) adeptness: dengan pengalaman yang kita
peroleh, kita akan lebih tangguh. Efektifitas pilihan komunikasi sebahagian
dihubungkan dengan bagaimana kita menerimanya secara spontan. Waktu,
pilihan-kata, penekanan, infleksi, dan ritma semuanya harus terintegrasi dengan
baik dan secara spontan, jika keterampilan komunikasi diterima sebagaimana
Jablin dan Sias (dalam Payne, 2005: 11) mendefinisikan kompetensi
komunikasi sebagai sejumlah kemampuan, selanjutnya, disebut resources, yang
dimiliki seorang komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Definisi
ini merupakan pendekatan strategik, berorientasi tujuan terhadap kompetensi yang
menekankan pengetahuan dan kemampuan.
Konsep kompetensi saat ini terus bergantung pada kriteria orisinil dari
Spitzberg dan Cupach yaitu: ketepatan (appropriatness) dan efektivitas
(effectiveness). Salleh (207: 304) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai
sejumlah kemampuan, selanjutnya, disebut resources, yang dimiliki seorang
komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Definisi ini merupakan
pendekatan strategik, berorientasi tujuan terhadap kompetensi yang menekankan
pengetahuan dan kemampuan. Jelas definisi-definisi ini melampaui komunikasi
yang hanya merupakan keberhasilan dengan menekankan dua komponen utama:
pengetahuan akan komunikasi dan konteks serta kemampuan untuk meraih tujuan
(keterampilan).
Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran
lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (konten) dan bentuk pesan
komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak
dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi
mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetahuan
tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya, kepatutan sentuhan, suara yang
keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi.
Secara singkat, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang komunikator yang