• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Studi Awal Berkaitan dengan Listrik Indonesia

2.4 Cara Kerja PLTN

Cara kerja PLTN pada dasarnya sama dengan pembangkit listrik konvensional yaitu : air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran. Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga menghasilkan tenaga listrik. Perbedaan PLTN dengan pembangkit konvensional

1 2 16 1 1 6 1 2 6 1 9 2 2 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Jumah reaktor yang dibangun (IAEA,2009)

ARGENTINA BULGARIA CINA FINLANDIA PERANCIS INDIA IRAN JEPANG KOREA PAKISTAN RUSIA SLOVAKIA UKRAINA AMERIKA SERIKAT N am a n eg ar a

adalah pada bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan panas, pembangkit konvensional menggunakan bahan bakar fosil seperti : batu bara, minyak dan gas, sedangkan pada PLTN menggunakan bahan bakar uranium. Pembangkit listrik konvensional menggunakan bahan bakar fosil ini yang berdampak akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (S02) dan nitrogen oksida (NOx), serta debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran tersebut akan teremisikan ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup, yang biasanya menimbulkan hujan asam dan peningkatan suhu global. Pada PLTN panas yang akan digunakan untuk menghasilkan uap barasal dari reaksi pembelahan inti uranium dalam reaktor PLTN, sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disalurkan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak melepaskan partikel seperti C02, S02, atau NOx, juga tidak mengeluarkan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat yang disimpan secara lestari.

Cara kerja PLTN dapat diilustrasikan dengan Gambar 9.

Gambar 7 Skema perolehan tenaga listrik dalam PLTN. 2.5. Dasar Pembangkitan Panas pada PLTN

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memperoleh pembangkit listrik untuk memutarkan turbinnya berasal dari hasil reaksi fisi nuklir dalam reaktor. Reaksi fisi menghasilkan tenaga yang cukup besar yang merupakan tenaga panas hasil reaksi fisi. Reaksi fisi memerlukan pengaturan jumlah tumbukan neutron dengan inti atom uranium agar panas yang dihasilkan dapat dikendalikan. Panas yang dihasilkan tersebut dipergunakan untuk menghasilkan uap yang dapat menggerakkan turbin penghasil tenaga listrik.

Panas yang dihasilkan dari reaktor nuklir berasal dari hasil fisi radionuklida uranium-235 yang ditumbuk neutron. Uranium-235 yang bertumbukan dengan neutron terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu

Reaksi fisi penghasil panas Air panas penghasil uap Uap memutar turbin Turbin memutar generator Tenaga listrik

kelompok Sr-90 dan Xe-143 beserta unsur kombinasi lainnya. Pembelahan tersebut melepaskan 2 atau 3 netron dengan melepaskan tenaga panas sebesar 200 MeV. Setiap reaksi fisi selalu menghasilkan neutron baru, tetapi karena energi netron yang dihasilkan cukup tinggi sekitar 2 MeV untuk menghasilkan reaksi fisi berikutnya, maka neutron tersebut memerlukan perlambatan agar mencapai tenaga thermal 0.025 eV. Perlambatan neutron dimaksudkan agar reaksi fisi berlanjut dan untuk maksud tersebut memerlukan moderator. Moderator yang sering digunakan dalam reaktor nuklir antara lain: air, air berat, berylium dan grafit, agar reaksi fisi berlangsung terkendali maka diperlukan batang-batang kendali yang berfungsi menyerap neutron yang dihasilkan.

Gambar 8 Ilustrasi proses fisi uranium-235 (Samsung 1986)

Gambar 10 menunjukan mekanisme reaksi fisi yang berasal dari inti atom bahan bakar (nuklida) yang menyerap neutron menyebabkan nuklida tereksitasi dengan memancarkan energi sebagai energi gamma. Pada unsur berat uranium- 235 menyerap neutron mengakibatkan pembelahan menjadi 2 bagian besar yang hampir sama. Uranium-235 yang menyerap neutron membentuk nuklida Uranium-236 dalam keadaan tereksitasi dengan kelebihan tenaga yang dipancarkan sebagai sinar gamma. Tenaga ini dapat mengubah bentuk uranium- 236 menjadi terbelah dua, dikarenakan gaya tolak elektrostatik melebihi gaya tarik inti menghasilkan produk-produk fisi yang terlempar dengan kecepatan tinggi

dengan tenaga kinetik sebesar 166 MeV, dan yang terbesar dari seluruh tenaga akan mencapai sekitar 200 MeV yang berasal dari: neutron 5 MeV, sinar gamma serentak 7 MeV, sinar gamma dari hasil-hasil fisi 7 MeV, partikel betta 5 MeV dan neuton 10 MeV (Korsunsky M., 1980), dimana 1 MeV berequivalen dengan 1,6 x 10 -13 joule.

Reaksi pembelahan inti uranium dapat dijelaskan dengan persamaan berikut, dimana netron yang digerakkan ke arah 92U235 akan membelah menjadi 2 fraksi besar mengeluarkan 2 atau 3 netron dengan pancaran radiasi gamma, turunan pembelahan fraksi-fraksi akan memancarkan radiasi alpha dan betta selain gamma.

Keterangan:

0n1 : Neutron termal

92U235 : Inti uranium

(92U236)* : Inti uranium tereksitasi

Z1F1A1 : Fraksi unsur radioaktif 1

Z2F2A2 : Fraksi unsur radioaktif 2

ZnFnAn : Fraksi unsur radioaktif n

E : Tenaga yang dilepaskan (MeV)

Reaksi netron dan 92U235 berkaitan dengan dua langkah terpisah. Pertama, netron menumbuk 92U235 dan keduanya membentuk inti baru. Kedua, inti baru tersebut terpecah membentuk 2 fraksi atau lebih dengan melepaskan tenaga. Inti baru yang terbentuk merupakan unsur transisi dimana nomor atom dan nomor masanya merupakan penggabungan keduanya membentuk uranium-236 tereksitasi dengan waktu paruh yang sangat pendek dalam orde sekitar 10-16 detik. Informasi waktu paruh yang pendek ini dikumpulkan dari reaksi-rekasi nuklir. Keberadaan keadaan tereksitasi dideteksi melalui puncak dari kurva penampang hamburan terhadap tenaga dari suatu reaksi nuklir. Puncak dari kurva dinamakan resonansi pada keadaan tereksitasi. Para peneliti reaksi nuklir telah menggunakan isotop kadmium-113 sebagai pendekatan, unsur tersebut ditembaki neutron membentuk keadaan eksitasi kadmium-114 dan sinar gamma, diperoleh puncak efek resonansi 0,176 eV dengan lebar г = 0,115 eV. Umur rata-rata unsur dalam keadaan tereksitasi dihitung dari persamaan = ħ/ г, dimana ħ adalah

tetapan Planck dan г adalah lebar puncak resonansi. Persamaan tersebut diperoleh dari prinsip ketidak beraturan ∆E ∆t ≥ħ/2.

Terpecahnya unsur transisi (92U236)* membentuk fraksi-fraksi dapat dianalisis dengan pertolongan model antara lain model tetesan-cairan. Asumsinya adalah bahwa apabila tetesan-cairan cukup tereksitasi, tetesan akan berosilasi dengan berbagai cara berubah bentuk menjadi bola lonjong, bola bulat, dan bola lonjong kembali, dan seterusnya. Model ini memandang terdapatnya tegangan permukaan, sehingga unsur transisi tersebut bervibrasi seperti tetesan-cairan. Inti dipengaruhi gaya pembelah dari gaya elektrostatik tolak-menolak proton. Inti bervibrasi sampai kehilangan tenaga eksitasinya melalui peluruhan gamma. Derajat distorsi makin membesar, tegangan permukaan tidak cukup menahan mengembalikan kepada kelompok protonnya. Akhirnya unsur transisi terbelah menjadi 2 fraksi besar dengan melepaskan tenaga (Beiser 1986).

Energi per fisi yang dilepaskan tergantung dari partikel isotop yang dihasilkan, pada bahan bakar 92U235 yang umumnya digunakan dengan neutron termal pembangkit tenaga listrik akan menghasilkann tenaga sekitar 3.2 x 10 -11 joule. Diperlukan sekitar 3.1 x 10 10 fisi per detik untuk menghasilkan 1 watt energi panas. Pada sistem pembangkit tenaga listrik komersial memerlukan 1 kg bahan bakar nuklir agar menghasilkan tenaga 240.000 kilowatt jam, tenaga sebesar ini equivalen dengan tenaga listrik yang dihasilkan oleh 80.000 kg batubara (Dorf RC 2005). Tenaga yang dihasilkan dari PLTN 1000 MWe dapat membangitkan listrik sebesar 7000 GWH/tahun dan diperlukan 20 ton per tahun bahan bakar uranium konsentrasi 3.5% 92U235 dari hasil asil pengayaan atau setara dengan masukan 153 ton pertahun uranium alami atau setara dengan 180 ton pertahun U3O8. Oleh karena itu, penggunaan bahan bakar tenaga nuklir secara kuantitas jauh lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar lainnya seperti batu bara, minyak bumi, bahan bakar hayati atau lainnya.