• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KAIDAH PELAKSANAAN BAB VII. PENUTUP

KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2005-2025 I. SASARAN POKOK DAN ARAH KEBIJAKAN

A. Mengembangkan Tata Pemerintahan yang Baik (Good

6. Kerjasama Pembangunan Sektoral dan Daerah

Sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah, setiap pemerintah daerah otonom harus dapat mengimplementasikan berbagai kebijakan dalam rangka mengoptimalkan kinerja masing-masing daerah yang meskipun dapat memaksimalkan kinerja dan berdampak positif bagi lingkup yuridiksinya, namun bisa menimbulkan eksternalitas berupa dampak negatif bagi daerah tetangga. Jika hal tersebut terjadi, maka daerah sebagai pelaku kebijakan dan daerah-daerah yang mengalami dampak negatif harus melakukan kerjasama untuk mencarikan solusi yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang berlaku.

Yuridiksi administrasi pemerintahan tidak sama dengan wilayah fungsional yang bisa diobservasi melalui ketergantungan antar daerah.

Bagkumdang Page 116

Ketergantungan ini bisa diinventarisir dari jenis-jenis interaksi antar daerah, seperti: arus barang, arus keuangan masyarakat, arus keuangan pemerintah, ketergantungan administrasi, mobilitas penduduk, ketergantungan fisik geografis, ketergantungan kultural, dan dependensi lainnya.

Langkah penting pertama dalam mendorong sinergi sektoral dan daerah adalah monitoring perkembangan sektoral dan daerah. Monitoring memerlukan kerangka yang harus disusun berdasarkan orientasi yang mendorong sinergi lintas sektoral dan daerah. Lebih spesifik lagi, monitoring tersebut dilakukan pada indikator-indikator agregat keadaan sektoral (nilai tambah ekonomi, jumlah tenaga kerja, pertumbuhan), struktur sektoral (peran pemerintah, peran swasta, peran lokal, peran daerah lain/hubungan antar daerah, peran luar negeri, keterkaitan intersektoral dan inter sub-sektoral), permasalahan sektoral, serta kedudukan dan kontribusi tiap sektor dalam perkembangan daerah. Selain itu yang perlu dimonitor adalah aspek-aspek perilaku sosial, seperti commuting, migrasi, pola wisata, mobilitas tahunan atau semitahunan (implikasi sosial-ekonominya), di samping produk-produk dan dampak tata pemerintahan dengan hasil monitoring berupa informasi keadaan daerah.

Selanjutnya berdasarkan hasil monitoring, dilaksanakan analisis kebutuhan kerjasama sektoral dan daerah yang ditujukan untuk menghasilkan informasi mengenai: (1) persoalan atau potensi ketidakserasian sektoral dan daerah; (2) pemahaman permasalahan ketidakserasian tersebut;

Bagkumdang Page 117

(3) potensi atau peluang untuk menggunakan instrumen kerjasama sektoral dan daerah dalam rangka mengatasi persoalan atau meningkatkan sinergi.

Mendorong intensitas sektoral tertentu pada daerah tertentu merupakan salah satu instrumen penting dalam kerjasama sektoral dan daerah. Instrumen ini secara legal berbasis kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dana APBN merupakan instrument pendukung yang telah tersedia untuk mendorong kerjasama sektoral dan daerah.

Kerjasama antar daerah meliputi berbagai skema sangat luas. Mulai dari kerjasama bersifat mikro (misalnya penempatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), ring road, dan kerjasama lainnya), transfer fiskal antar daerah, kerjasama ekonomi antar daerah, hingga kerjasama tata pemerintahan antar daerah.

Koordinasi sektoral untuk keserasian antar daerah bisa dilakukan oleh pemerintahan pada tingkat lebih tinggi sepanjang tersedia kerangka analisis dan instrumennya. Kerjasama antar daerah sering tidak terjadi dengan sendirinya meskipun terdapat potensi sinergi. Hal ini terjadi karena ada satu atau lebih hambatan. Salah satu bentuk hambatan paling nyata yang sering dijumpai adalah infrastruktur perhubungan antar daerah. Stimulan sektor infrastruktur bisa merupakan langkah awal untuk mendorong perkembangan kerjasama antar daerah pada tahap berikutnya. Tetapi stimulan ini juga bisa berupa sesuatu yang tidak fisik, melainkan bantuan teknis dalam tata pemerintahan,

Bagkumdang Page 118

misalnya mendorong skema transfer fiskal antar daerah untuk menyerasikan wilayah pinggiran perkotaan.

Selain kerjasama yang melibatkan beragam sektoral dan stakeholder pada suatu wilayah, bentuk kerjasama yang lain adalah kerjasama antar daerah. Kerjasama ini baik untuk suatu sektor tertentu atau lebih dengan melibatkan hanya pemerintah, khususnya pemerintah daerah dan/atau melibatkan

stakeholder non-pemerintah, yaitu pihak swasta/perusahaan dan masyarakat.

Secara umum, pada negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, pemerintah merupakan motor utama penggerak pembangunan. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, peran pemerintah pusat sangat besar dalam menjalankan roda pemerintahan termasuk dalam mengambil kebijakan publik, pemerintah daerah cenderung pasif karena keterbatasan wewenang yang dimilikinya. Setelah otonomi daerah, pemerintah pusat lebih berperan sebagai fasilitator yang memberi arah bagi daerah, khususnya pemerintah kabupaten/kota, dalam pembangunan secara umum. Hasil pelaksanaannya tergantung pada kemampuan pemerintah daerah dalam merespon dan menyelenggarakan program-program pembangunan sesuai arahan pusatdan kondisi yang dimiliknya. Secara umum, inisiator dan/atau pelaku kerjasama pembangunan sektoral dan daerah adalah: (1) pemerintah, khususnya pemerintah daerah, namun tidak tertutup kemungkinan pemerintah pusat berperan sebagai inisiator atau salah satu pelaku;

Bagkumdang Page 119

(2) swasta; (3) masyarakat, yang tergabung dalam asosiasi atau kelompok dengan kepentingan/misi tertentu.

Pada masa mendatang, kerjasama antar pemerintah daerah sangat dibutuhkan sebagai suatu bagian yang terintergrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan sektoral dan daerah yang diarahkan untuk mensinergikan faktor-faktor potensial dalam pelaksanaan dan pengembangan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah, yaitu:

a. Keterlibatan Pihak Swasta

Melalui cetak biru pembangunan wilayah yang dirancang secara seksama Pemerintah Kota Pematangsiantar diharapkan dapat mengajak pihak swasta membangun wilayah dengan model kerjasama saling menguntungkan. Kerjasama tersebut dirancang bukan hanya untuk menanggulangi keterbatasan finansial pemerintah daerah, tetapi juga untuk memotivasi Pemerintah Kota untuk mengintegrasikan kegiatan ini dengan kegiatan lain yang menunjang. Meskipun pihak swasta secara logis akan berorientasi kepada profit, namun pola kerjasama dapat diarahkan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, produksi, pemasaran dan pendanaan, antara lain dengan mendorong peran swasta sebagai fasilitator kelompok produsen, petani, ataupun pengrajin. Dalam kondisi perekonomian nasional yang relatif di bawah rata-rata kinerja sebelum krisis, maka partisipasi pihak swasta akan sangat membantu

Bagkumdang Page 120

pemerintah mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya, sepanjang kegiatan yang dilakukan secara ekonomis memberikan keuntungan. Kondisi perekonomian nasional, selain potensi daerah yang bersangkutan, turut berperan dalam menentukan kesediaan pihak swasta berpartisipasi dalam suatu program pembangunan. b. Kesadaran untuk Saling Bekerjasama

Dalam pengembangan suatu kawasan yang mencakup beberapa daerah, maka kesadaran untuk saling bekerjasama dari seluruh daerah yang terlibat menjadi prasyarat utama. Dengan kesadaran yang tinggi maka win-win solution dan kesepakatan alokasi anggaran dari masing-masing daerah akan lebih mudah dicapai.

c. Inisiator Kerjasama Sektor dan Daerah

Terutama atas kebijakan suatu daerah yang berakibat timbulnya eksternalitas negatif kepada daerah tetangganya, maka inisiatif daerah yang memperoleh eksternalitas negatif untuk melakukan kerjasama sering ditanggapi negatif oleh daerah yang melakukan kebijakan tersebut. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga untuk menjadi inisiator dari kedua daerah tersebut, baik dari lembaga pemerintah secara struktural (Gubernur atau Menteri Dalam Negeri) maupun dari lembaga non pemerintah atau stakeholders lainnya.

B. Politik

Pembangunan politik lokal diarahkan untuk memberdayakan secara optimal peranan institusi politik

Bagkumdang Page 121

formal (eksekutif, legislatif dan partai politik) maupun masyarakat sipil (civil society) dalam proses perencanaan dan pengambilan kebijakan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan penanaman nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat.

Pembangunan budaya politik yang sehat diarahkan untuk: (a) penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis terutama penghormatan nilai-nilai Hak Asasi Manusia, nilai-nilai persamaan (egalitarianisme), anti kekerasan, toleransi politik, keadilan, dan orientasi kepada kepentingan masyarakat melalui berbagai wacana dan media; dan (b) peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengembangkan modal sosial melalui berbagai wacana dan media.

Arah pembangunan media komunikasi politik diwujudkan melalui: (a) penciptaan jaringan informasi yang bersifat interaktif antara masyarakat dengan kalangan pengambil keputusan politik; dan (b) perwujudan pemerataan informasi yang lebih luas dengan mendorong dan melindungi muculnya media-media massa yang independen yang dapat mendorong terciptanya komunikasi politik yang sehat antara unsur eksekutif, legislatif dan masyarakat sipil.

Dokumen terkait