• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. KAJIAN PUSTAKA

2.5 Kerusakan ekosistem terumbu karang

Soeharsono (1991) menggolongkan penyebab kerusakan terumbu karang kedalam tiga bagian yaitu : (1) kerusakan oleh sebab-sebab biologis seperti adanya kompetisi, predasi, ledakan populasi fitoplankton, (2) kerusakan karang oleh sebab-sebab mekanis seperti adanya arus kuat, sedimentasi, aktifitas vulkanik, perubahan temperatur dan salinitas serta penetrasi sinar matahari, (3) kerusakan karang karena aktifitas manusia seperti; pencemaran minyak, bahan kimia, pengambilan karang untuk keperluan industri dan bangunan, pengeboman, koleksi biota dan lain-lain.

Secara umum kerusakan terumbu karang dapat dibagi ke dalam tiga kategori kerusakan yang dapat berakibat peningkatan degradasi terumbu karang. Beberapa faktor penyebab keruskan terumbu karang tersebut adalah :

1. Faktor biologi

Dalam kehidupan berasosiasi dengan biota lain, karang akan selalu berkompetisi memperebutkan ruang dengan biota, misalnya algae, karang lunak, sponge dan berbegai biota lainnya yang terdapat di ekosistem terumbu karang. Dalam kompetisi ini karang selalu kalah dengan karang lunak dan algae yang mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi. Karang memakan plankton tetapi karang juga dimakan oleh ikan, moluska,Acanthaster plancii.

Menurut Nybakken (1992), predator yang mampu merusak koloni karang dan memodifikasi struktur terumbu karang adalah bintang laut, bulu seribu (Acanthaster plancii), karena mempunya tangan banyak berukuran besar yang memakan jaringan karang hidup. Porter (1972) dalam Nybakken (1992) mengatakan bintang laut mempunyai pilihan makan yaitu spesies karang tumbuh cepat dan mengusai tempat. Nishishira dan Yamazato (1972) dalam Piyakornchana (1981) mengemukakan bahwa Acanthaster plancii lebih suka melekat pada karang batu jenis Acropora dan Pocillopora dibandingkan jenis karang lainnya. Namun Glynn (1976) dalam Sangaji (2003) mengemukakan

bahwa karang batu Pocillopora lebih dapat bertahan dari serangan Acanthaster plancii karena bersimbiosis dengan Crustacea dan Polychaeta yang menyelamatkan koloni karang ini. Meningkatnya populasiAcnathaster planciiini diduga erat kaitannya dengan peningkatan unsur hara yang ada di perairan dan berkurang atau hilangnya predator alami dari Acanthaster plancii yaitu Triton terompet (Charonia tritonis).

Parasit yang hidup dalam karang juga banyak, mulai dari bakteri yang menyebabkan penyakit (Ciliata) hingga molusca, crustacea dan cacing. Hubungan antara karang dengan biota secara alami akan berjalan dalam kesetimbangan yang dinamik, artinya biota yang satu akan mengontrol keberadaan dan besarnya populasi biota yang lain sehingga terjadi interaksi yang setimbang.

2. Faktor alam

Adanya perubahan cuaca akan berakibat berubahnya pola arus, suhu, gelombang, curah hujan, pasang surut, dan faktor iklim lain. Perubahan faktor alam ini dapat mengganggu keseimbangan biologis yang menyebabkan terganggunya metabolisme karang sehingga karang menjadi lemah dan sensitif terhadap penyakit. Menurut Wells dan Hanna (1992) salah satu penyebab kerusakan karang yaitu terjadi proses pemutihan karang (coral bleaching) yang dapat menyebabkan kematian karang secara massal. Selanjutnya dikatakan bahwa proses pemutihan ini dapat terjadi karena adanya penurunan suhu secara drastis (adanya front, upwelling, dll), surut terendah yang mengakibatkan karang berada pada udara terbuka terlalu lama, pengaruh air tawar misalnya terjadi hujan lebat, tingginya intensitas matahari yang mengakibatkan radiasi sinar ultra violet meningkat serta polusi perairan.

Soeharsono (1998) mengatakan bahwa kenaikan suhu air laut pada daerah yang luas dapat menyebabkan karang bleaching yang kadang-kadang diikuti dengan kematian karang. Karang yang hidup di daerah tropis lebih sensitif terhadap kenaikan suhu dibandingkan dengan karang yang di daerah sub tropis. Wells dan Hanna (1992) mengatakan bahwa pemutihan karang disebabkan karena pigmen dalam zooxanthellae berkurang atau bahkan hilang sama sekali dan atau berkurangnya jumlah zooxanthellae di dalam sel binatang karang.

Faktor-faktor alam yang menyebabkan kerusakan terumbu karang hampir tidak dapat dicegah ataupun ditanggulangi, yang dapat dilakukan adalah melindungi daerah yang terkena bencana. Salah satu penyebab terjadinya pemutihan karang secara besar-besaran adalah fenomena El-Nino. Fenomena ini adalah peristiwa terjadinya perubahan pola pergerakan air di Pasifik, biasanya terjadi 3 - 5 tahun sekali. Pada kondisi normal angin bertiup dari arah timur dan air dingin menyebar kearah barat menuju Pasifik dari pesisir Amerika Selatan. Selama terjadi fenomena El-Nino, arah angin berubah, angin di wilayah tropis pasifik bertiup dari arah barat dan penyebaran air dingin berubah menjadi hangat (Wells dan Hanna 1992).

3. Faktor aktifitas manusia

Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat aktifitas manusia dapat dibagi menjadi dua yaitu secara tidak langsung dan secara langsung. Kerusakan secara tidak langsung dapat berupa; penurunan kualitas air yang disebabkan oleh adanya limbah industri, limbah rumah tangga, limbah lahan pertanian, pembukaan lahan hutan dan sebagainya. Sedangkan kerusakan akibat aktifitas manusia secara langsung dapat berupa penambangan karang, pengeboman karang, penangkapan ikan dengan racun (Potasium sianida) dan bahan peledak, penangkapan ikan dengan alat tangkap yang dapat merusak karang. Menurut Sukarno et al (1983) bahwa kegiatan manusia secara langsung dapat menyebabkan bencana kematian di terumbu melalui penambangan batu karang, penangkapan ikan dengan menggunakan peledak dan bahan kimia beracun, penggunaan jangkar dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya tertentu. Aktifitas manusia di sektor perikanan laut, pariwisata dan perhubungan laut merupakan penyumbang terbesar untuk kerusakan ekosistem terumbu karang.

Tanda-tanda kerusakan karang secara umum dapat dilihat dari adanya kerusakan fisik dan fisiologi. Kerusakan fisik dapat dilihat misalnya terangkatnya dari tempat melekat, penyebab kerusakan fisik seperti ledakan bom, badai, tarikan jangkar, dan pembongkaran karang. Sedangkan kerusakan fisiologi biasanya ditandai dengan perubahan warna dari koloni karang. Mula-mula karang menjadi pucat yang kemudian memutih dan sering diikuti dengan kematian, perubahan warna dari normal menjadi putih ini yang disebut bleaching. Pada kerusakan

secara fisiologi koloni karang tetap utuh, cabang-cabang masih berdiri teguh namun karangnya menjadi putih atau sudah mati. Penyebab kerusakan fisiologi biasanya adalah penyakit, zat pencemaran, atau yang erat kaitannya dengan proses biologi dan kimiawi (Soeharsono 1998).

2.6. Sistem dan Sistem Dinamik

Dokumen terkait