• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kesalahan

1. Pengertian Kesalahan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Tim penyusun, 1988), kesalahan secara umum dapat dipandang sebagai hasil tindakan yang tidak tepat, yang menyimpang dari aturan, norma atau suatu sistem yang sudah ditentukan. Tindakan yang tidak tepat itu dapat mengakibatkan tujuan tidak tercapai secara maksimal atau bahkan gagal.

Menurut peneliti, kesalahan dalam matematika adalah pemahaman yang tidak tepat terhadap suatu materi matematika, sehingga siswa melakukan kesalahan dalam mencari penyelesaian terhadap masalah matematika tersebut, dan kemudian siswa akan mengalami kesulitan untuk belajar matematika atau pada materi pelajaran matematika tertentu. Kesalahan dalam matematika ini misalnya, siswa salah dalam melakukan perhitungan matematika, atau siswa salah dalam menerapkan rumus untuk mencari penyelesaian terhadap masalah matematika.

2. Faktor Penyebab Kesalahan

Secara umum penyebab kesalahan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu faktor kognitif dan faktor non kognitif. Akan tetapi, penulis hanya akan membahas faktor-faktor kognitif saja. Faktor kognitif

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan intelektual siswa dalam memproses atau mencerna materi matematika ke dalam pikiran (Suwarsono, 1982).

Marpaung (1986) mengatakan bahwa kognitif digunakan pada dasarnya untuk membicarakan hal-hal yang tak dapat diamati secara langsung. Pengertian kognitif menyangkut hal-hal yang bersifat internal dalam hal penerimaan, pengelolaan, penyimpangan dan pemanggilan informasi dari ingatan kita. Aspek-aspek kognitif itu meliputi proses, produk, serta syarat-syarat yang menyertainya. Setiap individu mempunyai kecenderungan yang berbeda dalam hal memberi arti dan mengklarifikasikan informasi-informasi yang mereka terima dari lingkungannya.

Banyak siswa tidak dapat memahami dengan baik matematika karena mempunyai kemampuan mental yang kurang. Kemampuan mental yang kurang juga dapat menjadi penyebab kesalahan yang sering terjadi pada siswa. Menurut Marpaung (1986) ada 9 kemampuan mental yang hendaknya dikuasai siswa, yaitu:

a. Kemampuan Membandingkan

Kemampuan membandingkan adalah kemampuan untuk melihat kesamaan atau perbedaan masalah-masalah matematika yang dihadapi. b. Kemampuan Mengatur

Kemampuan mengatur adalah kemampuan untuk menaati aturan-aturan yang ada dalam matematika.

c. Kemampuan Melakukan Abstraksi

Kemampuan melakukan abstraksi adalah kemampuan melihat kesamaan pokok dan mengabaikan perbedaan-perbedaan atau sifat-sifat yang tidak mendasar. Untuk mencapai kemampuan ini siswa harus mempunyai tingkat operasional formal tentang pendewasaan mental. Jika seseorang anak gagal melakukan pendewasaan mental, kemungkinan anak akan banyak mengalami masalah dalam pemahaman konsep-konsep matematika secara umum.

d. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses memperoleh sifat yang sama yang dimiliki oleh sejumlah obyek berdasarkan pengamatan terhadap himpunan bagian dari obyek tersebut.

e. Kemampuan Klasifikasi

Kemampuan kalsifikasi adalah kemampuan menggolongkan obyek atau menetapkan hubungan antar kelas.

f. Kemampuan Konkritisasi atau Partikulasi

Kemampuan konkritisasi atau partikulasi adalah kemampuan mentransfer atau mengaplikasikan prinsip umum atas hal-hal khusus. g. Kemampuan Formalisasi

Kemampuan formalisasi adalah kemampuan untuk melihat bentuk dan berfikir secara formal dan menghilangkan makna atau konteks untuk memperoleh sesuatu yang lebih abstrak.

h. Kemampuan Analogisasi

Kemampuan analogisasi adalah kemampuan untuk melihat hubungan yang sama atau sifat yang sama dalam dua situasi yang berbeda.

i. Kemampuan Representasi

Kemampuan representasi meliputi kemampuan untuk merepresentasikan ide-ide dalam berbagai modus dan bentuk representasi enaktif, ikonik dan simbolik. Modus enaktif adalah salah satu cara merepresentasikan idea atau pengetahuannya melalui aktivitas, perbuatan, dan benda-benda konkrit. Merepresentasikan ide dalam modus ikonik dapat diwujudkan melalui Gambar, skema, bagan, grafik, dan sejenisnya. Sedangkan representasi dalam modus simbolik dilakukan melalui lambang-lambang atau simbol-simbol.

Dari kesembilan kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam memahami matematika, nampak bahwa diperlukan kemampuan intelektual yang cukup untuk bisa memenuhi kemampuan-kemampuan tersebut. Apabila seseorang mempunyai kemampuan intelektual terbatas, maka akan ada banyak kemungkinan kemampuan-kemampuan mental yang seharusnya dikuasai menjadi tidak dikuasai. Hal inilah yang menjadi penyebab kesalahan sering terjadi pada siswa.

3. Kategori Jenis Kesalahan Menurut Hadar (1987)

Hadar et al (1987) mengadakan penelitian pada beberapa topik matematika di sekolah menengah Israel. Penelitian ini didorong oleh

keprihatinan akan kegagalan yang berulang-ulang dengan prosentase yang cukup besar pada topik matematika yang sama. Hadar mengelompokkan kesalahan tersebut dalam lima tipe kesalahan sebagai berikut:

a. Siswa menambah atau mengabaikan data.

b. Siswa menterjemahkan pernyataan verbal ke dalam pernyataan matematika dengan arti yang berbeda.

c. Siswa menggunakan teorema atau definisi yang salah.

d. Siswa menggunakan logika secara salah dalam mengambil kesimpulan.

e. Siswa membuat kesalahan dalam keterampilan dasar.

Hadar (1987) melengkapi klasifikasi jenis kesalahan ini dengan satu jenis kesalahan, yaitu penyelesaian tidak diperiksa kembali sebagai berikut:

a. Kesalahan data

Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan yang dapat dihubungkan dengan ketidaksesuaian antara data yang diketahui dengan data yang dikutip oleh siswa dan merangkum kesalahan-kesalahan berikut: 1) Menambah data yang tidak ada hubungannya dengan soal. 2) Mengabaikan data penting yang diberikan.

3) Menguraikan syarat-syarat (dalam pembuktian, perhitungan) yang sebenarnya tidak dibutuhkan dalam masalah.

5) Mengganti syarat yang ditentukan dengan informasi lain yang tidak sesuai.

6) Menggunakan nilai suatu variabel untuk variabel yang lain. 7) Salah menyalin soal.

b. Kesalahan menginterprestasikan bahasa

Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan matematika yang berkaitan dengan ketidaktepatan menerjemahkan suatu pernyataan matematika yang dideskripsikan dalam suatu bahasa ke bahasa yang lain. Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan sebagai berikut:

1) Mengubah bahasa sehari-hari ke dalam bentuk persamaan matematika dengan arti yang berbeda.

2) Menuliskan simbol dari suatu konsep dengan simbol lain yang artinya berbeda.

3) Salah mengartikan grafik.

c. Kesalahan menggunakan logika untuk menarik kesimpulan

Pada umumnya yang termasuk kategori ini adalah kesalahan-kesalahan dalam menarik kesimpulan dari suatu informasi yang diberikan atau dari kesimpulan sebelumnya, yaitu:

1) Dari pernyataan implikasi p → q, siswa menarik kesimpulan sebagai berikut:

 Bila q diketahui terjadi maka p pasti terjadi.

2) Mengambil kesimpulan tidak benar, misalnya memberikan q sebagai akibat dari p tanpa dapat menjelaskan urutan pembuktian yang betul.

d. Kesalahan dalam menggunakan definisi atau teorema

Kesalahan ini merupakan penyimpangan dari prinsip, aturan, teorema, atau definisi pokok yang khas. Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan sebagai berikut:

1) Menerapkan suatu teorema pada kondisi yang tidak sesuai.

2) Menerapkan sifat distributif untuk fungsi atau operasi yang bukan distributif.

3) Tidak teliti atau tidak tepat dalam mengutip definisi, rumus, atau teorema.

e. Penyelesaian tidak diperiksa kembali

Kesalahan ini terjadi jika setiap langkah yang ditempuh oleh setiap siswa benar, akan tetapi hasil akhir yang diberikan bukan penyelesaian dari soal yang dikerjakan.

f. Kesalahan teknis

Yang termasuk dalam kategori ini adalah kesalahan perhitungan, kesalahan dalam mengutip data, dan kesalahan dalam memanipulasi simbol-simbol aljabar dasar.

B. Belajar Tuntas

Belajar tuntas merupakan salah satu inovasi pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi serta usaha belajar siswa guna mencapai ketuntasan dalam belajar (Ischak dan Warji, 1987). Biasanya tiap jenis mata pelajaran menetapkan tingkat ketuntasan yang berbeda sesuai dengan persepsi terhadap tingkat kesukaran mata pelajaran tersebut. Dalam konsep KTSP kriteria ini disebut sebagai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Prinsip-prinsip belajar tuntas yang harus dilaksanakan guru, antara lain (Suyono dan Hariyanto, 2011) :

1. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian besar bahan yang diajarkan. Menjadi tugas guru sedemikian rupa untuk merencanakan pembelajaran (memilih strategi, metode dan lain-lain) sehingga sebagian besar siswa dapat menguasai hampir seluruh bahan ajar.

2. Guru menyusun strategi pembelajaran tuntas dimulai dengan menetapkan tujuan-tujuan khusus (dalam KTSP adalah indikator-indikator dan tujuan pembelajaran, sesuai dengan SK dan KD yang ada) yang hendaknya dikuasai oleh siswa. Guru juga harus menetapkan KKM yang harus dicapai siswa.

3. Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut, guru memperinci bahan ajar menjadi satuan-satuan pembelajaran kecil-kecil yang mendukung pencapaian tujuan khusus tersebut.

4. Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran untuk kegiatan perbaikan (remedi) dan pengayaan.

5. Penilaian hasil belajar tidak menggunakan penilaian acuan norma (PAN) tetapi menggunakan penilaian acuan kriteria / patokan (PAP). Acuan norma menggunakan pegangan penguasaan rata-rata kelas, jadi bersifat relatif, sedangkan acuan patokan berpegang pada sesuatu yang telah ditetapkan (KKM), sehingga lebih absolut.

6. Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaaan individual. Hal ini diwujudkan dengan memberikan keleluasan waktu, siswa yang kompeten akan lebih cepat tuntas dan menyelesaikan tugasnya, sedangkan siswa yang lebih lambat dapat menggunakan waktu lebih lambat / banyak sampai tuntas menguasai bahan pembelajaran.

Tujuan utama diterapkannya prinsip belajar tuntas adalah agar standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang hendak dicapai dapat tercapai secara optimal. Dengan prinsip belajar tuntas ini, maka (1) nilai rata-rata seluruh siswa dalam satuan kelas dapat ditingkatkan; (2) jarak antara siswa yang cepat belajar dan lambat belajar semakin pendek.

Dokumen terkait