• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.6 Kesantunan Linguistik dalam Tindak Tutur Meminta

Tindak tutur meminta adalah tindak tutur yang mengawali tindakan yang

dinginkan dilakukan oleh petutur. Bowed dan Martin124 ( 2007: 16) misalnya,

mendefinisikan tindak tutur meminta sebagai sebuah isi proposisi yang bertujuan

untuk meminta petutur melakukan sesuatu (the propositional content in which the

uttering of a request aims to bring about a future act of the hearer).

Selanjutnya, Bach dan Harris di dalam Reiter (2000: 35) membagi tindak tutur

meminta (request) dalam beberapa sub kategori yakni meminta aksi (request for

123

Sara Mills, op. cit. p. 9.

124 H. J.,Bowe & Martin, K. Communication across cultures : Mutual understanding in a global world. (Cambridge ; New York: Cambridge University Press, 2007),p. 16.

action), meminta informasi (request for information), meminta perhatian (request for

attention), dan meminta simpati (request for symphathy). Keempatnya memiliki

kesamaan yakni meminta seseorang untuk melakukan sesuatu.

Tindak tutur meminta terdiri setidaknya dari dua unsur. Dalam definisi Searle dalam Kallia125 yang menyatakan tindak tutur meminta sebagai the conditions that

the predicated act is to be performed by the hearer (propositional content condition)

and that the speaker wants the hearer to perform the act (sincerity condition) secara

eksplisit dinyatakan bahwa tindak tutur meminta terdiri dari dua unsur yakni isi proposisi yaitu tindakan yang diinginkan dan tujuan proposisi yakni keinginan agar tindakan tersebut dilakukan.

Hal yang sama diungkap dalam Reiter126 yang menyatakan bahwa tindak

tutur meminta terdiri dari head act atau core request yakni klausa utama yang berisi

permintaan/permohonan dimaksud dan peripheral elements. Secara lebih jelas, kedua

elemen berikut contoh ujarannya digambarkan dalam diagram berikut:

Request (Tindak tutur meminta/memohon)

125 A. Kallia, Directness as a source of misunderstanding: The case of requests and suggestions. In R. T. Lakoff, & S. Ide (Eds.), Broadening the horizon of linguistic politeness (pp. 235-244). Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 2005) p. 235.

126

Unsur Inti Unsur Pendukung Langsung Tidak langsung konvensional Tidak langsung non-konvensional I’m thirsty Get me a glass of Would it be possible to have a glass of water,

Diagram 2.4 Inti permintaan dan elemen pendukung dalam tindak tutur meminta

Sejalan dengan pemikiran Reiter di atas, dalam mengekspresikan tindak tutur meminta/memohon secara santun, Holtgraves127 membagi strateginya atas dua bagian yakni: a) permintaan tidak langsung yang bersifat konvensional (conventional indirect

request); dan b) permintaan tidak langsung yang bersifat tidak konvensional (non-

conventional indirect request). Ciri-ciri permintaan tidak langsung yang bersifat

konvensional adalah: a) menyatakan atau menanyakan keadaan yang memungkinkan dilakukannya perminta; b) Ujaran berisi isi proposisi permintaan; c) sisipan preverbal ‘tolong’.

Yang tidak memenuhi ketiga ciri ini disebut dengan permintaan tidak langsung yang bersifat tidak konvensional (non-conventional indirect request). Salah satu

127

contohnya adalah pernyataan negatif mengenai situasi (negative state remark) seperti

“panas sekali di sini”.

Beda antara tindak tutur meminta yang bersifat konvensional dan yang tidak konvensional menurut Holtgraves adalah pada tindak tutur meminta yang tidak konvensional terdapat ciri-ciri: a) tidak ada proposisi mengenai tindakan yang diminta; b) tidak ada sisipan kata ‘tolong’; dan c) tidak menanyakan apakah tindakan mungkin dilakukan. Sebagai konsekuensinya, permintaan yang bersifat tidak konvensional memerlukan inferensi petutur.

Dalam kaitannya dengan kesantunan linguistik, tindak tutur meminta yang bersifat tidak konvensional terdiri dari ujaran-ujaran yang bersifat semi formulaik yang membuatnya terbuka kepada interpretasi kesantunan linguistik. Dengan demikian, inferensi menjadi salah satu alat yang digunakan untuk menginterpretasi kesantunan linguistik dimaksud. Hal ini sejalan dengan pendapat Garnham128 yang menyatakan bahwa inferensi berfungsi untuk berbagai hal antara lain: a) mengidentifikasi kata yang diujarkan secara tidak jelas (unclearly pronounced word);

b) mengatasi ambiguitas yang ditimbulkan sebuah kata (to resolve a lexical

ambiguity); c) menentukan rujukan pronomina yang digunakan (to determine the

referent of a pronoun), dan d) memperkirakan maksud yang diinginkan dari makna

literal (to compute an intended message from a literal meaning). Inferensi dalam

128 A. Garnham, Inference in language understanding: What, when, why and how. In R. Dietrich, & C. F. Graumann (Eds.), Language processing in social context (North-Holland Linguistic Series 54 ed., pp. 153-172) (Amsterdam: North Holland. 1989), 153.

tindak tutur meminta untuk menginterpretasi kesantunan linguistik dengan demikian dapat mencakup semua aspek di atas.

Salah satu strategi kesantunan linguistik yang ditempuh dalam tindak tutur meminta adalah dengan mengajukan permintaan dalam seperangkat langkah (move)129. Artinya tindak tutur meminta tidak direalisasi dalam ujaran yang lugas dan

langsung tetapi melalui sejumlah tahapan. Hal yang sama juga ditemukan pada Comrie (1984). Dia menemukan bahwa dalam Bahasa Inggeris dan Rusia, tindak tutur

meminta/memohon secara santun direalisasikan ke dalam seperangkat langkahnamun

dengan struktur wacana yang berbeda. Dia menggambarkan, di dalam Bahasa Inggeris, tindak tutur meminta secara santun direalisasikan dalam tahapan dengan menanyakan a) keinginan petutur melalui elemen linguistik ‘will/would’; dan b) kemampuan petutur melalui elemen linguistik ‘can/could’; Di dalam Bahasa Rusia tindak tutur meminta secara santun direalisasikan dengan: a) menanyakan keinginan petutur; b) menanyakan kemampuan petutur; c) menanyakan niat petutur dalam kalimat future tense; dan d) menggunakan interogatif negatif. Kedua temuan penelitian Holtgraves dan Comrie mengimplikasikan bahwa identifikasi dan interpretasi kesantunan linguistik dapat dilakukan pada tataran wacana.

Identifikasi dan interpretasi kesantunan linguistik dalam tindak tutur

memohon/meminta (request) juga dapat dilakukan pada tataran modus. Fraser dan

Nolen130 melakukan penelitian tentang bentuk linguistik yang digunakan oleh penutur

129

T. Holtgraves, op. cit, p. 36 130

bahasa Spanyol dan Inggeris dalam tindak tutur ini. Mereka menemukan bahwa: a) modus kondisional dianggap lebih menunjukkan penghormatan dibanding modus indikatif; b) modus interogatif dinilai lebih menunjukkan penghormatan dibanding modus imperatif, dan c) modus modal positif dinilai lebih menunjukkan penghormatan dibanding modus modal negatif.

Penggunaan modus interogatif dalam merelisasikan kesantunan linguistik dalam tindak tutur meminta juga ditemukan dalam Bahasa Inggeris dan Rusia (Comrie, 1984). Dia menemukan bahwa dalam kedua bahasa, tindak tutur meminta/memohon secara santun direalisasikan antara lain ke dalam modus interogatif.

Penggunaan modus interogatif dalam merelisasikan kesantunan linguistik

dalam tindak tutur meminta juga ditemukan dalam Bahasa Georgia131. Menurutnya

ada tiga pola modus interogatif yang dapat digunakan untuk melembutkan tindak tutur meminta yakni: a) kalimat tanya dasar (simple yes-no question); b) menanyakan keinginan atau kemampuan petutur; dan c) konstruksi kalimat interogatif tertentu yang menggunakan kata tanya (Q-word).

Penggunanan sumber daya linguistik berupa modus sebagai ciri kesantunan linguistik juga ditemukan pada penelitian mengenai tindak tutur meminta dalam

131 B. Comrie, Russian. In W. S. Chisholm Jr. (Ed.), Interrogativity a colloquium on the grammar, typology and pragmatics of questions in seven diverse languages (TSL Volume 4 ed., pp. 7- 46). (Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 1984), pp. 4.

hubungannya dengan kesantunan linguistik yang dilakukan Blum-Kulka dkk 132. Mereka meneliti hubungan ketidaklangsungan ujaran dengan kesantunan linguistik. Para responden yakni penutur Bahasa Inggeris dan penutur Bahasa Jahudi diminta untuk meranking seperangkat tindak tutur meminta yang diurut secara acak yang berkaitan dengan lima situasi yang berbeda dalam hal kelangsungan dan kesantunan linguistiknya. Mereka menemukan bahwa ujaran dengan modus imperatif dinilai kedua penutur bahasa berbeda sebagai yang paling langsung dan pada saat yang sama yang paling rendah kadar kesantunan linguistiknya.

Demikian juga Reiter133 mengkaji kesantunan linguistik pada tindak tutur

meminta/memohon (request) dan meminta maaf (apology) pada masyarakat Britain

dan Uruguay. Dia menemukan dalam kedua bahasa, tindak tutur meminta direalisasi ke dalam berbagai modus yakni modus imperatif, interogatif, negatif interogatif, dan deklaratif.

Holtgraves134 menyatakan bahwa dalam tindak tutur meminta, orang yang

memiliki kekuasaan lebih, memilih modus yang bersifat direktif. Ujaran bermakna ganda yang diungkapkannya pun akan lebih difahami sebagai direktif. Sebaliknya orang yang berkedudukan lebih rendah tidak mungkin mengungkapkan ujaran yang bersifat direktif. Apabila tindak tutur meminta harus dilakukan seseorang yang

132

Blum-Kulka, Soshana, Juliane House, and Gabriele Kasper (ed.), “Investigating cross- cultural pragmatics: an introductory overview.” Cross Cultural Pragmatics: Requests and Apologies. Volume XXXI in the series advances in Discourse Processes (Roy O. Freedle, editor). (New Jersey: Ablex Publishing Corporation, 198).

133

Rosina Márquez Reiter, op. cit, p.36. 134

memiliki kedudukan lebih rendah kepada seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi menurut penelitian Goody135 permintaan itu dikemas dalam modus interogatif.

Selanjutnya, Tsuzuki et.al136 mengkaji bagaimana tindak tutur request

direalisasi secara santun dalam pada masyarakat berbahasa Inggris dan China. Dia menemukan bahwa tindak tutur ini direalisasikan ke dalam modus imperatif dan interogatif pada kedua bahasa untuk mencapai kesantunan linguistik. Mereka juga menemukan bahwa modus imperatif lebih sesuai digunakan di dalam tindak tutur meminta bila petutur adalah teman dekat sedangkan bila petutur memiliki status lebih tinggi maka penggunaan kalimat tanya lebih sesuai. Dengan kata lain, pada mitra sejajar tindak tutur meminta direalisasi di dalam modus imperatif sedangkan bila petutur memiliki kedudukan lebih rendah modus interogatif lah yang digunakan.

Dari sejumlah penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa modus merupakan sumber daya linguistik yang dapat diberdayakan untuk mengupayakan kesantunan linguistik.

Identifikasi dan interpretasi kesantunan linguistik juga dapat dilakukan dalam

tataran frasa dan leksikal. Reiter137 yang meneliti kesantunan linguistik pada

masyarakat Britania dan Uruguay menemukan bahwa sumber daya linguistik yang digunakan untuk mencapai kesantunan linguistik dilakukan antara lain melalui

135

Esther N. Goody, (ed.). op. cit, p. 32

136 Masako Tsuzuki, et al. Selection of linguistic forms for requests and offers comparison between english and chinese. In R. T. Lakoff, & S. Ide (Eds.), Broadening the horizon of linguistic politeness. (pp. 283-300).(Amsterdam: ohn Benjamins Publishing Company, 2005), p. 283-300.

137

modifikasi eksternal dan internal dan pada unsur-unsur pendukung (peripheral

elements) nya.

Bentuk modifikasi eksternal yang dilakukan adalah dengan memberikan alasan (reasons), pengancang (preparators), pelucut (disarmers), penanya (enquirers), dan

mengarah para-komitmen (getting pre-commitments)138. Sementara itu, Reiter juga

menemukan bentuk ujaran modifikasi internal yang digunakan yakni penurun (downtoner), diminutif (diminutive), adverbial pelunak (softening adverbial),

pembujuk (cajoler), berpagar (hedge), dan pemarkah santun (polite marker). Hal ini

dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Elemen Pendukung dalam Permintaan/Permohonan

Modifikasi eksternal Modifikasi Internal - reasons/grounders -preparators -disarmers -getting pre commitments -promises of reward Menekankan peran penutur -downtoners -diminutives -softening adverbials -cajolers -hedges Menekankan peran petutur Perspektif

Diagram 2.5 Elemen pendukung dalam tindak tutur meminta/memohon

138

Dari diagram di atas dapat terlihat bahwa kesantunan linguistik digunakan bukan hanya pada elemen inti tetapi juga pada elemen pendukung. Perspektif yang digunakan ada dua yakni perspektif petutur yang bermakna bahwa petutur lebih diutamakan dan perspektif penutur yang bermakna peran penutur lebih ditekankan. Modifikasi yang dilakukan pada elemen pendukung dikategorikan atas 2 yakni modifikasi eksternal dan modifikasi internal. Sumber daya linguistik yang digunakan

pada modifikasi eksternal adalah: alasan/pengancang (reasons), pengancang

(preparators), pelucut (disarmers), mengarah pra-komitmen (getting pre

commitments), dan menjanjikan hadiah (promises of reward). Modifikasi internal

dilakukan dengan memberdayakan sumberdaya linguistik seperti: penurun (downtoners), diminutif (diminutives), adverbial pelunak (softening adverbials),

pembujuk (cajolers), dan berpagar (hedges).

Dalam modifikasi eksternal ini, dia menemukan alasan (reason) sebagai

sumber daya linguistik tertinggi yang dilakukan kedua masyarakat Britania dan Uruguay. Dengan kata lain, kedua masyarakat sama-sama lebih banyak menggunakan alasan (reason) sebagai sumber daya linguistik dalam tindak tutur meminta.

Dalam modifikasi internal, kedua masyarakat menggunakan strategi yang

berbeda dimana masyarakat Britain cenderung menggunakan penurun (downtoner)

Peneliti lain yakni House139 membandingkan frekuensi penggunaan kata

please dan bitte sebagai pemarkah kesantunan linguistik di masing-masing Bahasa

Jerman dan Inggris. Temuan penelitiannya antara lain menunjukkan bahwa hipotesa yang menyatakan wanita lebih banyak menggunakan please/bitte tidak terbukti bagi

kedua penutur bahasa sebab perbedaan frekuensi penggunaan kedua kata tersebut pada lelaki dan wanita tidak signifikan. Kedua, hipotesa yang menyatakan bahwa penutur

Bahasa Jerman lebih banyak menggunakan kata bitte dibanding penutur Bahasa

Inggeris menggunakan kata please juga tidak terbukti. Ketiga, hipotesa yang

menyatakan bahwa penutur Bahasa Jerman yang belajar Bahasa Inggeris akan menggunakan kata please lebih sering dibanding penutur Bahasa Inggris sendiri juga

ditolak. Secara implisit penelitian ini menunjukkan bahwa kesantunan linguistik dalam tindak tutur meminta antara lain direalisasi dalam tataran leksikal please dan bitte.

Masih berkaitan dengan analisis kesantunan linguistik dalam tindak tutur

meminta/ memohon dan kaitannya dengan jender, Antonopoulou140 menemukan dua

jenis strategi kesantunan linguistik yang berbeda dalam penelitiannya di sebuah toko agen surat kabar. Penjual dan pembeli yang memiliki jender yang sama cenderung

mengikuti norma yang ditentukan berdasarkan jenis kelamin (gender determined

norm), misalnya mengucapkan seluruh ujaran dengan lengkap (fully verbalised)

139 Juliane House, Politeness in English and German: the Functions of Please and Bitte. Cross cultural pragmatics: Requests and apologies.” Volume XXXI in the series advances in Discourse Processes (Roy O. Freedle, editor). (New Jersey: Ablex Publishing Corporation, 1989), p.100.

140

Eleni Antonopoulou, “Brief service encounters: Gender and Politeness.” Linguistic Politeness Across Boundaries. The case of Greek and Turkish. Arin Bayraktaroglu and Maria Sifianou (ed). (Philadelphia: John Benjamins North America, 201), p. 253.

seperti “Saya mencari surat khabar Wall Street Journal” untuk perempuan dan permintaan ellipsis (elliptical request, misal menyebut nama surat kabar saja “Wall

Street Journal”) untuk laki-laki. Bila yang terlibat dalam aktifitas jual beli singkat tersebut berbeda jenis kelamin, maka penjual laki-laki akan mengikuti norma ujaran perempuan dan sebaliknya penjual perempuan akan mengikuti norma ujaran laki-laki. Dalam hal ini, persepsi bahwa pembeli adalah raja direalisasi dengan cara mengakomodasi percakapan ke arah norma pembeli.

2.7 Realisasi Kesantunan linguistik dalam Tindak Tutur Memberikan Pendapat