• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II KAJIAN PUSTAKA

2.4 Strategi Penerjemahan

Strategi penejemahan dimaknai sebagai tuntunan teknis untuk menerjemahkan frase demi frase atau kalimat demi kalimat, dengan kata lain strategi penerjemahan adalah taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata, atau mungkin kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak bisa di pecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan (Suryawinata & Hariyanto, 2003:67). Sementara itu, Silalahi (2009: 29) menguraikan bahwa strategi penerjemahan diterapkan pada saat proses penerjemahan berlangsung, baik pada tahap analisis teks BS maupun pada tahap pengalihan pesan. Oleh sebab itu, strategi penerjemahan dimulai dari disadarinya permasalahan oleh penerjemah dan diakhiri

dengan dipecahkannya permasalahan atau disadarinya bahwa masalah tersebut tidak dapat dipecahkan.

Ada beberapa teori mengenai strategi penerjemahan yang dikemukakan oleh pakar bahasa, antara lain:

Newmark (1988: 81-93) menawarkan strategi penerjemahan secara semantis, yaitu pentransferan, naturalisasi, padanan budaya, padanan fungsi, padanan deskriptif, sinonim, terjemahan langsung, transposisi, modulasi, terjemahan resmi, kompensasi, reduksi dan ekspansi, parafrasa, pencatatan, dan penambahan. Strategi penerjemahan yang dipaparkan oleh Newmark tersebut dapat menjadi acuan bagi penerjemah untuk konsep-konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima. Strategi ini bersifat umum. Artinya, belum dimaksudkan untuk jenis teks tertentu.

Menurut Baker (1992: 26-38) strategi penerjemahan untuk kata atau ungkapan yang tidak memiliki padanan dalam BT meliputi:

1. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum.

Strategi ini adalah strategi yang paling umum yang dipakai oleh penerjemah untuk mencari padanan dari berbagai macam kata yang tidak memiliki padanan langsung.

2. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih netral.

Strategi ini digunakan untuk mengurangi kesan negatif yang ditimbulkan oleh kata dalam BS yang dikarenakan oleh makna yang dimiliki oleh kata dalam BS tersebut.

3. Penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan.

Strategi penerjemahan ini adalah dengan mengganti konsep kebudayaan pada BS dengan konsep kebudayaan BT yang setidaknya memiliki makna yang menyerupai dalam BS tersebut.

4. Penerjemahan dengan menggunakan kata serapan atau kata serapan yang disertai dengan penjelasan.

Strategi ini sering digunakan dalam menerjemahkan kata yang berhubungan dengan kebudayaan, konsep modern dan kata yang tidak jelas maknanya.

5. Penerjemahan dengan parafrase.

Strategi ini digunakan ketika konsep yang diungkapkan dalam BS memiliki makna kamus dalam BT tetapi memiliki bentuk yang berbeda, dan frekuensi kemunculan kata tersebut lebih sering dalam BS. Penerjemahan dengan parafrase ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda atau menggunakan kalimat untuk mengungkapkan makna kata yang terdapat dalam BS.

Berikut ini adalah strategi penerjemahan yang dibagi menjadi dua jenis utama menurut Suryawinata dan Hariyanto (2003:.67). Pertama adalah strategi struktural yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi struktural ini bersifat wajib dilakukan karena jika tidak hasil terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BT. Strategi yang kedua adalah strategi semantis yang langsung terkait dengan makna kata atau kalimat yang sedang diterjemahkan.

2.4.1 Strategi Struktural

Menurut Suryawinata dan Hariyanto (2003:70) terdapat tiga strategi dasar yang berkenaan dengan masalah struktur, yaitu penambahan, pengurangan, dan transposisi.

1. Penambahan

Penambahan atau addition adalah penambahan kata atau elemen struktural di dalam BT karena struktur BT mengharuskan begitu. Penambahan ini merupakan suatu keharusan bukan pilihan.

Contoh:

BS : Saya Guru BT : I am a teacher

Dari contoh di atas, kata am, dan a harus ditambahkan demi keberterimaan struktur BT.

Contoh lainnya adalah:

BS : Saya tidak suka nasi goreng. BT : I do not like fried rice.

Dalam contoh di atas kata do juga harus ditambahkan karena alasan yang sama, yakni keberterimaan struktur BT.

2. Pengurangan

Pengurangan atau substraction adalah pengurangan elemen struktural di dalam BT. Seperti halnya penambahan, pengurangan ini merupakan keharusan bukan pilihan.

Contoh:

BS : Mereka saling menyalahkan satu sama lain. BT : They blame each other.

Dari contoh di atas elemen struktural yaitusaling” dikurangkan dalam BT. Contoh lain:

BS : Saya membelikan dua buah buku untuknya. BT : I bought two books for him.

Dari contoh di atas kata “buah” dikurangi dalam BT demi keberterimaan struktur BT.

3. Transposisi

Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan kata, frase, klausa atau kalimat. Transposisi dapat dianggap sebagai keharusan atau sebagai pilihan. Transposisi menjadi keharusan apabila tanpa strategi ini makna BS tidak tersampaikan. Transposisi menjadi pilihan apabila dilakukan karena alasan gaya bahasa saja. Artinya, tanpa transposisi pun makna BS sudah bisa diterima oleh pembaca teks BT. Dengan strategi ini penerjemah mengubah struktur asli BS di dalam kalimat BT untuk mencapai efek yang padan. Pengubahan ini bisa berupa pengubahan bentuk jamak ke bentuk tunggal, posisi kata sifat, bahkan pengubahan struktur kalimat secara keseluruhan (Newmark, 1988: 85). Pemisahan satu kalimat BS menjadi dua kalimat BT atau lebih, pengubahan letak kata sifat di dalam frase nomina, pengubahan dari bentuk kata jamak menjadi

tunggal atau sebaliknya, atau penggabungan dua atau lebih kalimat BS menjadi satu kalimat BT juga termasuk dalam strategi transposisi ini.

Contoh:

BS : “Alat musik bisa dibagi menjadi dua kelompok dasar”. BT : Musical instruments can be divided into two basic groups.

Dari contoh diatas, letak kata sifat di dalam dua frase nomina “alat musik” dan “dua kelompok dasar” di ubah letaknya, hal ini karena untuk banyak hal, bahasa Indonesia mempunyai hukum D-M (diterangkan-menerangkan), jadi letak kata sifat tersebut harus diubah. Dalam bahasa Inggris kata sifat berfungsi sebagai unsur “menerangkan” harus berada di depan yang “diterangkan”. Pengubahan itu bisa digambarkan sebagai berikut:

Alat musik : Musical instruments

Dua kelompok dasar : Two basic groups :

Selain pengubahan letak kata sifat seperti di atas, dari contoh tersebut juga terdapat pengubahan dari bentuk kata tunggal menjadi jamak. Kata “alat” (tunggal) diterjemahkan menjadi instruments (jamak). Demikian juga dengan kata “kelompok”(tunggal) diterjemahkan menjadi groups (jamak).

2.4.2 Strategi Semantis

Strategi semantis adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diterapkan pada tataran kata, frase maupun kalimat. Suryawinata dan Hariyanto (2003:72-75) mengklasifikasikan strategi semantis sebagai berikut:

1. Pungutan

Pungutan atau borrowing adalah strategi penerjemahan yang membawa langsung kata BS ke dalam teks BT. Penerjemah sekedar memungut kata BS yang ada. Salah satu alasan digunakannya strategi ini adalah untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-kata tersebut. Alasan lain adalah belum ditemuinya padanan di dalam BT. Pungutan bisa mencakup transliterasi dan naturalisasi. Transliterasi adalah strategi yang mempertahankan kata-kata BS tersebut secara utuh baik bunyi maupun tulisannya. Sedangkan dengan naturalisasi kata-kata BS tersebut ucapan dan penulisannya disesuaikan dengan aturan BT. Naturalisasi ini juga sering disebut dengan adaptasi.

Contoh :

BS : mall

Transliterasi : mall (bunyi)

Naturalisasi dalam BT : mal (bunyi dan tulisan)

Strategi pungutan ini biasanya digunakan untuk kata-kata atau frase-frase yang berhubungan dengan nama orang, nama tempat, gelar lembaga, atau istilah-istilah yang belum ada dalam BT.

2. Padanan Budaya

Dengan strategi padanan budaya atau Cultural Equivalent ini penerjemah menggunakan kata khas dalam BT untuk mengganti kata khas dalam BS. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah kata khas budaya diganti dengan kata yang juga khas di dalam BT. Karena budaya dari suatu bahasa dengan budaya dari

bahasa lain kemungkinan besar berbeda, maka kemungkinan besar strategi ini tidak bisa menjaga ketepatan makna. Meskipun begitu strategi ini bisa membuat kalimat dalam BT menjadi mulus dan enak dibaca.

Contoh:

BS : Jaksa Agung BT : Attorney General

Di dalam bahasa Inggris “Jaksa Agung” diterjemahkan menjadi Attorney General (bukan Great Attorney). Hal ini dikarenakan jabatan”Jaksa Agung” di Inggris dinamakan Attorney General.

3. Analisisis Komponensial

Menurut Larson (1984: 96), penerjemah tidak hanya berurusan dengan konsep dalam satu sistem bahasa, tetapi juga konsep dalam sistem dari dua bahasa. Karena setiap bahasa menggambarkan suatu daerah tertentu, realitas atau pengalaman yang berbeda, penerjemah harus seakurat mungkin memeriksa setiap kata dalam kedua sistem bahasa untuk menemukan kata atau frase yang paling akurat dalam BT. Menurut Newmark (1988: 90) "satu-satunya tujuan analisis komponensial dalam penerjemahan adalah untuk mencapai akurasi terbesar dengan BT”. Dengan strategi analisis komponensial sebuah kata BS diterjemahkan ke dalam BT dengan cara merinci komponen-komponen makna kata BS tersebut. Hal ini disebabkan karena tidak adanya padanan satu-satu di BT, namun penerjemah menganggap bahwa pembaca perlu tahu arti yang sebenarnya.

Contoh:

BS : “Gadis itu menari dengan luwesnya”

BT : The girl is dancing with great fluidity and grace.

Dengan strategi ini, “luwes” bisa diterjemahkan menjadi “bergerak dengan halus dan anggun” atau dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan move with great fluidity and grace.

4. Penyusutan

Strategi ini mengacu pada penyusutan komponen kata BS setelah diterjemahkan ke dalam BT untuk menghasilkan makna yang relevan. Strategi penyusutan ini harus menghormati prinsip relevansi, yaitu, penerjemah harus memastikan bahwa tidak ada informasi penting yang terdapat dalam terjemahan

Contoh:

(Newmark, 1988:90)

BS : “Dia belajar ilmu politik di Universitas tersebut”. BT : “ He studiespolitics in the University”

Dari contoh diatas

Contoh:

penerjemah menyusutkan jumlah komponen kata BS “ilmu politik” menjadi “politics” di dalam BT demi mempertimbangkan prinsip relevansi makna.

BS : automobile

BT : “mobil”

Dari contoh di atas kata automobile dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi “mobil” dalam bahasa Indonesia. Disini terlihat elemen kata “auto” disusutkan

menjadi “mobil” saja. Dalam kedua bahasa tersebut, baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, kata automobile dan “mobil” mengacu pada makna yang sama. 5. Perluasan

Perluasan adalah lawan penyusutan. Perluasan mengacu pada hal dimana penerjemah memperbanyak jumlah kata BS dalam BT untuk mendapatkan makna yang paling tepat.

Contoh:

BS : Whale

BT : “ikan paus”

Kata whale diterjemahkan menjadi “ikan paus”, elemen “ikan” ditambahkan karena jika diterjemahkan “paus” saja maknanya akan kurang baik di dalam bahasa Indonesia, karena “paus” berarti pemimpin umat Katolik sedunia, atau “the

pope” dalam bahasa Inggris.

Selanjutnya, strategi perluasan juga terjadi ketika penerjemah mencoba untuk bergerak dari implisit menjadi eksplisit.

Contoh:

BS : “the child cries for the toy”

BT : “anak itu menangis untuk mendapatkan mainan”

“The child cries for the toy” kurang tepat bila diterjemahkan menjadi "anak itu

menangis untuk mainan”, karena kata “untuk” pada kalimat di atas tidak menyampaikan makna yang tepat dan dapat membingungkan pembaca. Jadi penerjemah harus mencari makna eksplisit dari kata “untuk” dalam kalimat

tersebut, yang bermakna (agar/supaya mendapatkan). Maka terjemahannya menjadi lebih baik jika, “anak itu menangis untuk mendapatkan mainan”.

6. Penambahan

Berbeda dengan penambahan pada strategi struktural, penambahan ini dilakukan karena pertimbangan kejelasan makna. Penerjemah memasukkan informasi tambahan di dalam teks terjemahannya karena penerjemah berpendapat bahwa pembaca memang memerlukannya. Menurut Newmark (1988: 91-92) informasi tambahan ini bisa diletakkan di dalam teks, di bagian bawah halaman (berupa catatan kaki), atau di bagian akhir dari teks.

Prosedur ini biasanya digunakan untuk membantu menerjemahkan kata-kata yang berhubungan dengan budaya, teknis, atau ilmu-ilmu lainnya.

Contoh:

BS : The skin, which is hard and scaly, is greyish in color, thus helping to camouflage it from predators when underwater.

BT :“Kulitnya, yang keras dan bersisik, berwarna abu-abu. Dengan demikian, kulit ini membantunya berkamuflase, menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan untuk menyelamatkan diri dari predator, hewan pemangsa, jika berada di dalam air”.

Dari contoh di atas, camouflage dan predator dipungut ke dalam BT. Selain itu, informasi tambahan tentang masing-masing istilah ilmu biologi ini juga diberikan. Tambahan tersebut adalah “menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan” dan

“hewan pemangsa”. Penambahan dimaksudkan untuk pertimbangan stilistika atau kelancaran kalimat BT.

7. Penghapusan

Penghapusan atau omission berarti penghapusan kata atau bagian teks BS di dalam teks BT. Penghapusan dapat berarti tidak diterjemahkannya kata atau bagian teks BS ke dalam BT. Pertimbangannya adalah kata atau bagian teks BS tersebut tidak begitu penting bagi keseluruhan teks BT atau bisa saja agak sulit untuk diterjemahkan. Jadi, mungkin saja penerjemah berpikir, daripada harus menerjemahkan kata atau bagian teks BS dengan konsekuensi pembaca BT bingung, maka lebih baik bagi penerjemah untuk menghilangkan saja bagian itu karena perbedaan maknanya tidak signifikan.

Contoh:

BS : “Sama dengan raden ayu ibunya,” katanya berbisik. BT : Just like her mother, she whispered

Secara makna, dalam contoh di atas terlihat penerjemah memilih untuk tidak menerjemahkan frase “raden ayu”, tetapi hanya menerjemahkan “ibunya” menjadi

her mother. Hal ini dilakukan karena mungkin saja penerjemah menganggap

bahwa “raden ayu” tidak memiliki fungsi yang signifikan dalam kalimat BS dan lebih mudah difahami dalam BT.

8. Modulasi

Modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frase, klausa, atau kalimat dimana penerjemah memandang pesan dalam kalimat BS dari sudut yang berbeda

(Newmark, 1988:88). Strategi ini digunakan jika penerjemahan kata-kata dengan makna literal tidak menghasilkan terjemahan yang wajar atau luwes.

Contoh:

BS : I get my hair cut.

BT : “Rambutku di potong”

Dari contoh di atas, penerjemah memandang persoalannya dari objeknya, yaitu “rambut”, bukan dari segi pelaku “I”. Cara pandang ini merupakan suatu keharusan karena struktur BT memang menghendaki begitu. (Contoh kalimat ini bisa juga disebut transposisi, karena struktur kalimat aktif diubah menjadi pasif). BS : Anthropologist have reacted to the diversity of cultural

arrangements in two ways.

BT : “Terhadap keragaman pengaturan budaya, reaksi antropolog dapat dibedakan menjadi dua corak”.

Pada contoh terjemahan di atas terjadi keduanya, modulasi dan transposisi. Modulasi yang terjadi pada terjemahan di atas terdapat pada frase “dapat dibedakan menjadi” yang dalam BS ini hanya tersirat. Salah satu ciri modulasi yaitu apa yang tersirat dalam BS menjadi tersurat dalam BT. Transposisi pada terjemahan kalimat di atas yaitu pemilihan gaya penerjemahan. Biasanya seorang penerjemah akan menerjemahkan mulai dari subjek kalimat, yaitu

anthropologists”. Akan tetapi, dari contoh di atas penerjemah memulai dari frase

Strategi struktural dan strategi semantis sebenarnya secara bersama-sama digunakan penerjemah. Penerjemah selayaknya menggunakan strategi tertentu di dalam proses penerjemahannya. Strategi-strategi ini digunakan secara berkombinasi di dalam proses penerjemahan (Suryawinata & Hariyanto, 2003:76).

Dokumen terkait