• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rustam Effendi

ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER

C. Kesesuaian Fatwa DSN dengan Praktik

Setelah melakukan analisis pembiayaan KPR take over pada bank muamalat, akad yang digunakan bank muamalat dalam melakukan transaksi pembiayaan KPR take over belum sesuai dengan ketentuan yang

dikeluarkan oleh fatwa DSN-MUI. DSN-MUI mengeluarkan 4 alternatif yaitu:

1. Alternatif Pertama (qardh dan murabahah)

a. LKS memberikan qardh kepada nasabah, dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (hutang). Dan dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. b. Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan dengan

hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS.

c. LKS menjual secara murabahah aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.

d. Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-qardh dan Fatwa No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah berlaku pula dalam pelaksaan pembiayaan pengalihan hutang sebagaimana dimaksud alternatif ini.

2. Alternatif Kedua (syirkah al milk dan muarabahah)

a. LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKS sehingga dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk antara LKS dan nasabah terhadap aset tersebut.

b. Bagian aset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud angka 1 adalah bagian aset yang senilai dengan hutang (sisa cicilan) nasabah kepada LKK.

c. LKS menjual secara murabahah bagian aset yang menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.

d. Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah berlaku pula dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang sebagaimana dimaksud dalam alternatif ini.

3. Alternatif Ketiga (ijarah dan qardh)

a. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan LKS, sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2002.

b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip al-qardh sesuai Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MU/IV/2001.

c. Akad ijarah ini sebagaimana yang dimaksudkan angka 1 tidak boleh dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan sebagaimana dimaksud angka 2.

d. Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah sebagiamana dimasksud angka 2.

4. Alternatif Keempat (qardh dan ijarah muntahiyah bit-tamlik)

a. LKS memberikan qardh kepada nasabah dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (hutang)-nya dan dengan demikian aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.

b. Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS.

c. LKS menyewakan asetnya yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik d. Fatwa DSN No. 19DSN-MUI/IV/2001 tentang al-qardh dan Fatwa

DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-ijarah al-muntahiyah bit-tamlik berlaku pula dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang sebagaimana dimaksud dalam alternatif IV.

Dengan adanya ketentuan akad yang dikeluarkan oleh fatwa DSN-MUI selain untuk mempermudah kegiatan transaksi pembiayaan KPR take over, fatwa tersebut juga digunakan untuk acuan perbankan syariah agar tidak keluar dari syariat Islam.

Setelah penulis melakukan wawancara dengan marketing KPR pada Bank Muamalat Cabang Salatiga pada tanggal 18 januari 2016, ketentuan tersebut belum digunakan di Bank Mualamat dikarenakan akad di atas belum sesuai dengan apa yang di lapangan. Dalam kegiatan pembiayaan KPR take over selama ini Bank muamalat Indonesia menggunakan akad

qardh dan musyarakah muthanaqisah. Alasan Bank Muamalat

menggunakan musyarakah mutanaqisah karena barangnya belum diperjual-belikan dan lebih kepada kerjasama antara bank dengan nasabah.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai barikut:

1. Akad pembiayaan KPR take over di Bank Muamalat Indonesia menggunakan akad qardh dan musyarakah mutanaqisah. Musyarakah mutanaqisah adalah akad bagi hasil yang merupakan penyertaan modal secara terbatas dari satu mitra usaha kepada mitra usaha lain untuk yang waktu tertentu. Dalam hal ini, pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah merupakan bentuk kerjasama kemitraan ketika bank dan nasabah bersama-sama membeli rumah atau properti. Aset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah digunakan sebagai penambah kepemilikan, sehingga pada waktu tertentu (saat jatuh tempo, rumah atau properti tersebut menjadi milik nasabah sepenuhnya. Alasan Bank Muamalat Indonesia menggunakan akad qardh dan musyarakah mutanaqisah karena belum ada barang yang akan diperjual-belikan oleh bank dan nasabah, sehingga dianggap sebagai kerjasama antara bank dan nasabah. Dengan menggunakan akad musyarakah mutanaqisah memungkinkan pemberian jangka waktu pembiayaan yang lebih lama daripada pembiayaan murabahah. Meskipun semua itu kembali kebijakan bank syariah masing-masing.

2. Perkembangan pembiayaan KPR take over dari tahun 2013-2015 pada Bank Muamalat Indonesia cabang Salatiga cenderung menurun. Menurut wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan bagian marketing, Bank Mualamat menghindari kegiatan pembiayaan take over karena cukup rumit dan membutuhkan waktu yang agak lama untuk mengurus persyaratan-persyaratan dalam melakukan pembiayaan KPR take over. 3. Akad yang digunakan Bank Muamalat memang tidak sesuai dengan

DSN-MUI. Bank Muamalat memiliki alasan mengapa tidak menggunakan akad tersebut. Salah satu alasan Bank Muamalat adalah karena belum ada barang yang akan diperjual belikan, dan itu lebih kepada kerja sama antara bank dan nasabah. Bank bersama-sama dengan nasabah untuk mengalihkan hutang yang ada di bank konvensional kepada bank syariah. Bank syariah meminjamkan uang kepada nasabah dengan akad qardh dan setelah properti itu berubah menjadi milik bank syariah maka nasabah membayar sewa kepada bank syariah untuk menambah kepemilikan nasabah atas properti tersebut sehingga pada waktu tertentu properti itu akan menjadi milik nasabah. Walaupun akad yang digunakan Bank Muamalat tidak sesuai dengan DSN-MUI masih bisa dimaklumi hanya sebaiknya yang paling tepat adalah mengacu pada DSN-MUI karena akad itu yang sudah disepakati oleh para ulama. Akad yang lebih relevan dengan kasus di atas adalah apabila Bank Muamalat menggunakan alternatif yang ke 4 yaitu qardh dan ijarah muntahiyah bit-tamlik yang

ditetapkan DSN-MUI dalam fatwa No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang.

B. Saran

Adapun saran yang kiranya penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama kali di Indonesia harus mejadi lebih baik lagi dalam mengelolah produk pendanaan, produk pembiayaan, dan produk jasa lainnya. Tidak hanya produk Bank Muamalat Indonesia harus memperhatikan akad-akad yang diberikan kepada nasabah agar sesuai dengan DSN-MUI.

2. Selama saya melakukan penelitian di Bank Muamalat Indonesia saya melihat hanya sedikit karyawan yang bekerja di Bank Mualamat Cabang Salatiga. Sebaiknya Bank Muamalat Indonesia khusunya cabang Salatiga melakukan penambahan karyawan agar tidak terjadi kerancan dalam melakukan pekerjaan. Adanya pembagian tugas yang tumpang tindih membuat aktifitas kerja menjadi lamban dan kurang efektif

3. Melakukan pendekatan kepada nasabah secara lebih aktif lagi, agar target penjualan produk-produk pendaaan, pembiayaan, dan jasa lainya tercapai. Menjaga kepercayaan nasabah, dengan lebih menjelaskan detail tentang kegiatan operasional di Bank Mualalat Indonesia yang sudah sesuai dengan prinsip syariah.

Dokumen terkait