ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SALATIGA
PERIODE 2013-2015
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syari’ah (A.Md.E.Sy)
Disusun oleh : ESI APRILIA NIM : 201 13 016
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
i
ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SALATIGA
PERIODE 2013-2015
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh
Gelar Ahli Madya Ekonomi Syari’ah (A.Md.E.Sy)
Disusun oleh : ESI APRILIA NIM : 201 13 016
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING Hal : Pengajuan Naskah Tugas Akhir
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Di Salatiga.
Assalamu‟alaikum wr. wb
Setelah memperoleh berbagai pengarahan, bimbingan, koreksi, dan perbaikan, maka tugas akhir di bawah ini:
Nama : Esi Aprilia NIM : 201 13 016
Jurusan : D III Perbankan Syariah
Fakultas : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul : ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SALATIGA PERIODE 2013-2015
Demikian layak diajukan dalam sidang munaqasah. Demikian untuk menjadikan periksa.
Wassalamualaikum wr. wb
Salatiga, 25 Juli 2016
Pembimbing
iii
PENGESAHAN
ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SALATIGA
PERIODE 2013-2015
DISUSUN OLEH: ESI APRILIA NIM : 20113016
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Tugas Akhir Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 11 Agustus 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh
gelar Ahli Madya Ekonomi Syari‟ah
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Anton Bawono, M.Si ______________
Sekertaris Penguji : Dr. Ahmad Mifdhol M. Lc., M.SI ______________
Penguji I : Prof. Dr. M. Zulfa, M.Ag ______________
Penguji II : Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si ______________
Salatiga, 11 Agustus 2016 Dekan
iv ABSTRAK
Aprilia, Esi. 2016. Analisis Pembiayaan KPR Take Over Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Salatiga. Tugas Akhir. Jurusan Syariah. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ahmad Mifdlol M. Lc., M.SI
Kata Kunci: Analisis, Pembiayaan, KPR Take Over
Dunia perbankan saat ini saling berlomba untuk memberikan fasilitas kemudahan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Salah satunya kebutuhan masyarakat akan perumahan yang menjadi salah satu perluang perbankan untuk membantu pembiayaan melalui KPR. Bank Muamalat sebagai pelopor bank syariah pertama di Indonesia juga ikut menciptakan produk untuk membantu nasabahnya untuk mendapatkan pembiayaan rumah dengan berbagai jenis program KPR. KPR take over merupakan salah satu program KPR yang di tawarkan kepada calon nasabah yang sudah melakukan KPR pada bank konvensional agar mengalihkan hutangnya ke bank syariah.
Dalam penelitian jenis penelitian kualitatif ini menggunakan metode penelitian deskriptif dimana peneliti bertujuan untuk menyajikan informasi, gambaran lengkap mengenai kenyataan kegiatan yang ada pada Bank Muamalat Indonesia cabang Salatiga, khususnya KPR take over di Bank Muamalat Cabang Salatiga. Dalam penelitian ini peneliti telah memiliki definisi jelas tentang subjek penelitian dan akan menggunakan pertanyaan dalam menggali informasi yang dibutuhkan.
Hasil penelitian di Bank Muamalat Indonesia Cabang Salatiga, bahwa
qardh dan musyarakah mutanaqisah. Akad yang digunakan oleh Bank Muamalat
v
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada:
IAIN Salatiga.
Bapak Edi Budyono, Ibu Siti Barokah, Adik saya Erida
Sapera dan Kakak saya Erwin Susanto.
vi MOTTO
PANTANG MENYERAH UNTUK MENJADI MANFAAT
SEPANJANG HIDUP, KARENA KITA ADALAH KADO TERINDAH UNTUK UMAT MANUSIA
MENEGUR BUKAN KARENA BENCI, MEMUJI TANPA
vii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Esi Aprilia NIM : 201 13 016
Jurusan : D III Perbankan Syariah
Fakultas : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Menyatakan bahwa Tugas Akhir yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada jurusan DIII Perbankan Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, dengan judul :
“ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER PADA BANK MUAMALAT
INDONESIA CABANG SALATIGA”
Adalah hasil karya sendiri, bukan “DUPLIKASI” dari karya orang lain.
Selanjutnya apabila di kemudian hari ada “KLAIM” dari pihak lain, bukan tanggung jawab Dosen Pembimbing dan atau pihak IAIN. Tetapi menjadi tanggung jawab saya sendiri.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan dari siapapun.
Salatiga 25 Juli 2016
Hormat saya
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah, karena atas petunjuk dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Pembiayaan KPR Take Over Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Salatiga Periode 2013-2015”.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas kemuliaan Beliau yang selalu mengajarkan kesabaran bagi umatnya.
Penyusun Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya pada Jurusan DIII Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Suatu kebahagiaan dan kewajiban bagi penulis untuk menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung atas terselesaikannya Tugas Akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung terutama bagi:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi. M.Pd. selaku IAIN Salatiga beserta wakil-wakilnya.
2. Bapak Dr. Anton Bawono M.Si. selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
3. Bapak Drs. H. Alfred L, M. SI. selaku Ketua Jurusan D III Perbankan Syariah. 4. Bapak Sugeng Hernowo Selaku Kepala Cabang BMI Cabang Salatiga.
5. Bapak Dr. Ahmad Mifdlol M.Lc., M.SI selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Keluarga Besar Bank Muamalat Indonesia Cabang Salatiga yang telah membantu dalam pembuatan Tugas Akhir ini.
ix
8. Teman-teman D III Perbankan Syariah angkatan tahun 2013
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu apapun yang sempurna kecuali Allah SWT oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Salatiga, 25 Juli 2016
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
PERSEMBAHAN ... vi
MOTTO ... vii
LEMBAR PERNYATAAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Kerangka Teoritik ... 8
F. Metode Penelitian... 9
G. Sistematika Penulisan ... 11
xi
G. Fatwa DSN-MUI ... 43
BAB III : LAPORAN OBJEK A. Sejarah Bank Muamalat Indonesai... 48
B. Visi dan Misi BMI ... 50
C. Rencana dan Strategi BMI ... 52
D. Struktur Organisasi BMI ... 54
E. Produk Penghimpunan, Pendanaan dan Jasa lainya ... 60
F. Lokasi dan Struktur Organisasi BMI Salatiga ... 63
BAB IV : ANALISIS PEMBIAYAAN KPR TAKE OVER A. Prosedur dan Aplikasi Akad KPR di BMI ... 65
B. Perkembangan pembiayaan KPR take over tahun 2013-2015 ... 70
C. Kesesuain fatwa DSN-MUI dengan Praktik ... 71
BAB V : A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA Daftar Pustaka ... 78
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1`: Perbedaan KPR Bank Konvensional dan Bank Syariah ... 32
Tabel 4.1 : Perkembangan jumlah nasabah pembiayaan KPR take over ... 71
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Kerangka Teoritik ... 8
Gambar 3.1 : Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia ... 59
xiv
DAFTAR SINGKATAN
LKS : Lembaga Keuangan Syariah
LKK : Lembaga Keuangan Konvensional
BMI : Bank Muamalat Indonesia
SKMHT : Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
BPN : Badan Pertanahan Nasional
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan pokok masyarakat pada umumnya ada tiga hal, yaitu pangan, sandang dan papan. Tiga pokok kebutuhan itu merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa ditinggalkan. Kebutuhan masyarakat
yang hidup di dunia ini tidak hanya kebutuhan akan pangan, tapi juga ada sandang atau pakaian yang digunakan dan papan atau tempat tinggal.
Masyarakat pasti akan mempunyai keinginan untuk memiliki tempat tinggal sendiri, terutama yang sudah memiliki sebuah keluarga. Tempat tinggal merupakan kebutuhan yang pokok pada masyarakat, sebagai tempat
untuk beristirahat, bermain, bersantai, berlindung dan berkumpulnya sebuah keluarga.
Dengan meningkatnya populasi penduduk di Indonesia, masalah perumahan menjadi masalah pemerintah. Karena tingginya harga tanah, material bahan bangunan, dan upah tenaga kerja menjadi kendala bagi
masyarakat pada umumnya. Permasalahan untuk membeli rumah secara tunai tidak berpengaruh pada masyarakat yang cukup secara ekonomi,
sedangkan bagi masyarakat yang belum cukup ekonominya untuk membeli rumah secara tunai masih belum terjangkau. Sehingga para pengembang dan pemerintah memberikan sebuah alternatif yaitu dengan Kredit
alternatif tersebut akan memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah sendiri, dan juga akan membantu penataan kota yang baik. Kemakmuran
suatu negara dapat dilihat dari tingkat kepemilikan rumah sendiri dan merupakan suatu hak warga negara dalam memenuhi kebutuhan akan
tempat tinggal. Atas dasar itulah banyak lembaga keuangan yang mengeluarkan produk (KPR) untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat teresebut.
Bank Syariah yaitu lembaga keuangan yang dalam operasionalnya menggunakan sistem bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam dan tidak
memberatkan nasabahnya. Bank dengan sistem syariah menggunakan akad dan aspek legalitas yaitu hukum Islam dan hukum positif, lembaga penyelesaian sengketa pada bank syariah menggunkan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI), struktur organisasi dalam bank syariah meliputi Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah
(DPS). Invetasi dalam bank syariah harus halal dengan menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa tujuannya untuk memperoleh profit secara syariah Islam dengan hubungan kemitraan dengan nasabahnya.
Bank yang berdasarkan prinsip syariah tidak menggunakan bunga dalam memberikan jasa kepada nasabahnya. Di bank syariah jasa bank yang
diberikan berupa pembiayaan yang berdasarkan bagi hasil, yang penerapan prinsip syariahnya sesuai dengan hukum Islam.
Menurut, Muhammad (2002: 259) ada dua fungsi utama dari bank
dana yang dilakukan bank syariah adalah menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkan dana atau debitur baik untuk modal suatu usaha
ataupun untuk konsumsi. Praktik pembiayaan yang dijalankan oleh lembaga keuangan Islam adalah pembiayaan dengan sistem bagi hasil atau
syirkah. Dalam praktiknya syirkah ini terdapat dalam dua jenis
pembiayaan, yaitu pembiayaan mudharabah (MDA) dan musyarakah (MSA). Jenis pembiayaan lainnya terdapat dalam pembiayaan yang
berakad atau sistem jual beli yaitu murabahah (MBA), bai‟ as-salam dan bai‟ Istishna‟.
Menurut Wahbah Zuhaili (1997), murabahah adalah jual beli sesuai dengan harga pertama (pokok) disertakan dengan adanya keuntungan. Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank ke nasabah dilakukan atas
dasar Cost-Plus Profit (Sutan, 1999: 64). Dalam kegiatan murabahah pihak perbankan yakni pihak yang memiliki modal dan dana untuk
membelikan rumah secara tunai kepada pihak penjual rumah, kemudian oleh pihak perbankan dijual kembali secara kredit kepada debitur atau pihak yang membutuhkan sehingga kegiatan ini disebut dengan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR). Mengenai barang yang diinginkan nasabah maupun tambahan biaya yang akan menjadi imbalan bagi bank, ditentukan
dan dirundingkan di awal oleh bank dan nasabah yang bersangkutan. Hukum dari kegiatan Kredit Pemilikan Rumah ini menjadi pertimbangan di kalangan para umat Islam, karena dengan adanya Kredit Pemilikan Rumah
faham dan berhati-hati akan terjebak di dalamnya. Beberapa lembaga keuangan Islam sudah banyak yang mengadakan Kredit Kepemilikan
Rumah (KPR) secara syariah, dengan adanya program KPR di perbankan syariah maka akan membantu nasabah dalam melakukan pembelian rumah.
Karakteristik perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan keuntungan bagi masyarakat dan bank. Perkembangan produk pembiayaan bank syariah melebarkan sayap binisnya terutama
dalam bidang pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Perkembangan KPR syariah membuat program KPR syariah semakin dikembangkan.
Salah satunya adalah take over kredit merupakan pengajuan pemutusan kredit dari nasabah.
Kredit rumah menggunakan bank syariah lebih aman bagi nasabah
karena dalam bank syariah memiliki kepastian dalam cicilan setiap bulannya. Meskipun suku bunga naik ataupun meninggi besaran cicilan
setiap bulannya tidak akan berubah, karena dari awal perjanjian atau akad kredit sudah ditentukan besaran yang harus dibayar oleh nasabah dan margin yang diambil oleh bank. Nasabah yang membeli rumah melalui
KPR syariah, hingga jangka waktu pengambilan kredit berakhir, besarannya cicilan yang harus dibayar nasabah itu tetap.
Dalam implementasinya, upaya pengembangan perbankan syariah memerlukan aturan-aturan syariah yang mengikat bagi perbankan syariah. Dalam kaitan ini, fatwa yang terkait dengan perbankan syariah dikeluarkan
tersebut sangat bernilai dan berperan besar sebagai referensi utama dalam proses penyusunan peraturan Bank Indonesia bagi perbankan syariah
(Muhammad: 2004).
Transaksi perpindahan take over pembiayaan dari bank
konvensional ke bank syariah diatur dalam fatwa No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang. Dalam fatwa ini disebutkan ada empat alternatif akad yang dapat digunakan yaitu :
1. Qardh dan murabahah
2. Syirkah al-milk dan murabahah
3. Qardh dan ijarah
4. Qardh dan IMBT (ijarah muntahiya bit-tamlik)
Bank syariah saat ini dapat menggunakan ke 4 alternatif di atas
untuk melakukan transaksi pembiayaan pengalihan hutang (take over). Secara teori ke-4 alternatif di atas sudah diperbolehkan, terkadang dalam
realisasinya akad tersebut dirasa kurang pas apabila digunakan dalam transaksi pengalihan hutang. Maka dari itu, penelitian dan analisis mengenai pembiayaan KPR take over dirasa sangat menarik untuk
dilakukan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur dan aplikasi akad KPR Take over di Bank
Muamalat Indonesia Cabang Salatiga
2. Bagaimana analisis perkembangan KPR Take over pada Bank
Muamalat cabang Salatiga dari Tahun 2013-2015
3. Bagaimana kesesuaian akad pembiayaan KPR Take over pada Bank Muamalat cabang Salatiga dengan fatwa DSN-MUI
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis sampaikan di atas ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai antara lain:
1. Untuk mengetahui prosedur dan aplikasi akad KPR Take over di Bank Muamalat Indonesia Cabang Salatiga
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan produk KPR Take over pada Bank Muamalat dari Tahun 2013-2015
3. Untuk mengetahui apakah akad pembiayaan KPR Take over pada Bank Muamalat cabang Salatiga sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI atau belum.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian di atas adalah: 1. Secara akademik, penelitian ini menambah wawasan pengetahuan
kegiatan pembiayaan KPR Take over pada Bank Syariah khususnya pada Bank Muamalat Indonesia cabang Salatiga.
2. Secara Praktik, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Bank Syariah bagaimana cara untuk menarik nasabah Bank Konvensional
agar berpindah pada Bank Syariah. Dan juga memberikan informasi kepada masyarakat bahwa melakukan pembiayaan KPR di Bank Syariah lebih menguntungkan.
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber
kepustakaan, penulis melihat bahwa masalah pokok dalam penelitian ini masih kurang mendapatkan perhatian, untuk mengatakan belum pernah diteliti.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain: dalam penelitian Musrina pada tahun 2014 yang berjudul tentang Analisis
Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Muamalat iB Pembelian di Bank
Mualamat Indoensia cabang Pembantu Salatiga yang menjelaskan
bagaimana cara nasabah bisa mendapatkan pembiayaan KPR Muamalat iB
di Bank Muamalat Cabang Salatiga. Setelah syarat-syarat untuk pembiayaan telah terpenuhi maka calon nasabah harus mengikuti
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak Bank Muamalat Indonesia, yaitu melalui beberapa tahapan antara lain prosedur pengajuan pembiayaan, pengembalian pembiayaan dan bagaimana solusi bank
Dalam penelitian Fardah Sutarsih pada Tahun 2008 yang berjudul Desain Akad Pembiayaan Take Over KPR Syariah di Bank Muamalat
Indonesia yang menjelaskan tentang akad akad yang digunakan dalam pembiayaan KPR take over dalam Bank Muamalat Indonesia dan
bagaimana menggunakan akad akad yang relevan dan sesuai dengan syariah.
Dalam penelitian Ratriningrum tahun 2009 yang berjudul
Penerapan Kredit Rumah (KPR) syariah di Indonesia menjelaskan
bagaimana penerapan pembiayaan KPR syariah yang digunakan di
perbanakan syariah di Indonesia apakah sudah sesuai dengan sistem perekonomian Islam di Indonesia atau belum. Ratriningrum juga menjelaskan problematika yang ada di perkotaan yang berkaitan dengan
hunian masyarakat yang belum tertata rapi.
E. Kerangka Teoritik
Sumber: Data diolah Gambar 1.1: Kerangka Teoritik Pembiayaan
KPR take over
Prosedur dan Aplikasi di BMI
Kesesuaian akad BMI dengan DSN-MUI
Penjelasan:
Pembiayaan KPR take over diakui dan diperbolehkan oleh
DSN-MUI. Bukti bahwa take over diperbolehkan maka DSN-MUI mengelurakan fatwa yang berkenaan dengan akad-akad yang sesuai dengan Islam agar
tidak keluar dari syariah Islam. Bank muamalat Indonesia sebagai bank yang juga menggunakan produk pembiayaan KPR take over mengguanakan akad tersendiri, dimana akad yang digunakan tidak ada di
fatwa DSN-MUI. Perkembangan pembiayaan KPR take over pada bank Muamalat Indonesia cabang Salatiga dari tahun 2013-2015 mengalami
penuruan sekitar 30% setiap tahunnya.
F. Jenis dan Metode Penelitian 1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan infomasi dari
lembaga yang terlibat dalam objek penelitian. Penelitian deskriptif menurut wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian tujuannya untuk
menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan sosial. Dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji. Dalam penelitian ini, peneliti telah
menggunakan pernyataan dalam menggali informasi yang dibutuhkan. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat
tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk
verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta
untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.
2. Metode pengumpulan data
Agar dapat diperoleh data-data yang bisa diuji kebenaranya, nyata dan lengkap, maka peneliti menggunakan instrumen sebagai
berikut:
a. Studi kepustakaan, yaitu membaca buku yang ada kaitannya dengan
tema dan judul penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan teori untuk membahas permasalahan yang ada, misal teori akad-akad syariah, produk pembiayaan syariah, dan lainnya.
b. Studi lapangan 1)Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, transkip, surat, arsip, dan lainnya. Dalam dokumentasi yang diamati adalah benda mati, metode ini
tersebut masih tetap. Dari dokumen-dokumen yang ada peneliti akan memperoleh data tentang sejarah berdirinya, struktur
organisasi, job description, visi dan misi, kegiatan operasional, serta data-data nasabah pembiayaan KPR take over dari tahun
2013-2015. 2)Wawancara
Wawancara adalah cara memperoleh data secara langsung
melalui tanya jawab kepada pihak Bank Muamalat Indonesia Cabang Salatiga tentang Pembiayaan KPR take over yang terkait
dengan perkembangan dan akad-akad yang digunakan dalam melakukan pembiayaan KPR take over dan data–data yang terkait lainnya. Dalam hal ini peneliti memperoleh narasumber
dari bagian Marketing KPR, Customer Service, dan Teller. 3)Observasi
Observasi adalah pengamatan secara sistematik pada objek penelitian menggunakan panca indra, metode observasi hasilnya lebih akurat dan terbukti, metode ini memusatkan pada
kemampuan pengamatan dan mengingat.
G. Sistematika Penulisan
Penyusun membatasi susunan ini ke dalam lima bab. Bab pertama adalah bab pendahuluan dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian
Bab selanjutnya adalah landasan teori. Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian akad-akad yang digunakan dalam pembiayaan take
over, pengertian KPR, pengertian take over, fatwa DSN-MUI tentang take
over.
Bab ketiga adalah laporan objek. Dalam bab ini diuraikan tentang sejarah objek penelitian, visi misi organisasi, kebijakan kebijakan organisasi, dan susunan organisasi
Bab keempat adalah analisis data. Dalam bab ini membahas mengenai tinjauan umum terhadap analisis pembiayaan KPR take over
pada Bank Muamalat Indonesia, pengelolahan dan analisis data, pembahasan.
Bab terakhir adalah penutup. Dalam bab ini peneliti penyajikan
kesimpulan dan saran. Kesimpulan diambil berdasarkan pada penelitian yang dilakukan melalui analisis data untuk mengetahui kesesuaian akad
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Murabahah
1. Pengertian murabahah
Secara bahasa murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam suatu perniagaan. Dalam istilah syariah
terdapat pengertian yang berbeda-beda menurut beberapa para ahli. Menurut Karim (2004: 88), murabahah yang berasal dari ribhu
(Keuntungan), adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya, bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
pemasok ditambah keuntungan (margin).
Menurut Rusyd, sebagaimana yang dikutip oleh Antonio (2001:
101), Mengatakan bahwa murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli ini, penjual harus memberitahukan harga barang yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan.
Menurut Zulkifli (2003: 90), Perbankan Syariah panduan praktis.
Transaksi murabahah adalah skim dimana bank bertindak selaku penjual disatu sisi, dan disisi lain bertindak selaku pembeli. Kemudian bank akan menjual kembali kepada pembeli dengan harga beli
ditambah margin (Ribhun) yang disepakati.
Dalam undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juga memberikan definisi tentang murabahah dalam
penjelasan pasal 19 ayat (1) huruf D, yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Menurut Nurhayati (2008: 176), Pengertian secara umum
murabahah adalah suatu transaksi penjualan barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli
harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh. Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit, jika
secara kredit harus dipisahkan antara keuntungan dan harga perolehan. Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad, apabila terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan
bayar karena lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan. Uang muka juga dapat diterima,
tetapi harus dianggap sebagai pengurang piutang. 2. Landasan Syariah
Setelah kita mengetahui pengertian dari murabahah itu apa, mari
menggunakan akad murabahah diperbolehkan dalam Islam. Menurut Nurhayati (2008: 164), Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang terdapat
dalam Al Qur‟an dan Hadist. Ada beberapa dalil yang memperbolehkannya praktik jual beli dengan menggunakan akad
murabahah adalah firman Allah SWT :
a. Al- Qur‟an surat An-Nisa (4) ayat 29
َنوُكَت ْنَأ لاِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت لا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي
َّللا َّنِإ ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت لاَو ْمُكْنِم ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَراَِتِ
اًميِحَر ْمُكِب َناَك َو
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (QS. An
Nisa [4]: 29).
b. Surat Al-Baqarah (2) Ayat 275
اَبِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بْلا ُوَّللا َّلَحَأَو
Dalam ayat ini, Allah mempertegas diperbolehkannya jual beli secara umum serta menolak dan melarang konsep ribawi.
Berdasarkan dari ketentuan ini jual beli murabahah mendapat pengakuan dan legalitas syariah, dan sah untuk dijalankan dalam
praktek pembiayaan bank syariah karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandung unsur ribawi.
c. Hadis
Selain dalil dari dalam Al Qur‟an, dalil mengenai jual beli juga ditulis dalam sebuah hadis untuk lebih memperkuat dan
sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad juga melakukan transaksi jual beli. Berikut ini salah satu hadist yang memperbolehkannya transaksi jual beli.
Dari Suaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah SAW berkata,
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, Muqarabah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”
3. Tujuan Pembiayaan murabahah pada Bank Islam
Menurut Al Khadas (1999: 13) ada beberapa tujuan mengapa Bank Islam menerapkan pembiayaan murabahah dalam kegiatan
perbankannya, yaitu:
b) Beberapa bank Islam memiliki pengalaman untuk membeli produk tertentu.
c) Untuk klien, bank Islam mendanai pembelian produk kemudian pembeli (klien) akan membayar dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan kesepakatan.
d) Pembiayaan murabahah memberikan alternatif jual beli bebas riba sebagai perbandingan dalam perbankan konvensional.
4. Rukun dan Syarat murabahah
Berikut ini ada beberapa yang harus diperhatikan dalam
melakukan transaksi murabahah yaitu Rukun dan Syaratnya agar transaksi yang dilakukan sesuai dengan yang dianjurkan dalam Islam.
a) Pengertian Rukun murabahah
Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu
elemen tersebut maka kegiatan tersebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis (Yayasan Pendidikan Pengembangan dan LKS, 1999: 42).
Menurut Karim (2001: 94), ada 5 rukun dalam murabahah, yaitu: 1) Orang yang menjual (ba‟i)
2) Orang yang membeli (musytari) 3) Ada objek yang di jual belikan (mabi‟) 4) Harga (tsaman)
b) Syarat murabahah
Menurut Antonio (2009: 102), Selain rukun yang
diperhatikan dalam melakukan kegiatan jual beli, kita juga harus memperhatikan syarat-syarat yang dianjurkan untuk terlaksananya
jual beli tersebut, penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah, yaitu:
1) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
diterapkan.
2) Kontrak harus bebas dari riba.
3) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
4) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
5. Prosedur Pembiayaan murabahah
Menurut Al Khadas (1999: 11) sebelum melakukan pembiayaan murabahah dalam bank Islam ada beberapa prosedur yang harus di
ikuti, yaitu:
a. Klien meminta bank melalui form tertulis untuk membeli produk
tertentu, dimana klien akan membeli melalui murabahah. Form tersebut berisi tentang spesifikasi produk yang diminta persyaratan dokumen, total nilai produk, informasi tentang klien, pembagian
b. Bank Islam mempelajari form surat permohonan klien dari segala aspek yang meliputi:
1) Mempelajari posisi klien, seperti jenis bisnis klien, situasi kredit dan likuiditasnya.
2) Mempelajari produk dari segi ekonomi, gambaran situasi umum pasar, yaitu jumlah penawaran dan permintaan produk. 3) Mempelajari metode penawaran pembelian, seperti biaya
operasi pembiayaan murabahah, jangka waktu perjanjian, laba pembiayaan dan pembayaran angsuran pinjaman.
4) Meminta jaminan untuk melindungi hak bank dalam mendapatkan kembali uangnya sesuai dengan waktu perjanjian.
5) Setelah memeriksa dan mengesahkan pembiayaan murabahah, bank meminta pembeli untuk menandatangani kontrak
perjanjian. Pada tahap ini, biaya operasi pembiayaan murabahah dan penentuan pembagian laba didiskusikan dan
disepakati. Di samping itu bank Islam meminta pembeli untuk
membayar angsuran pertama harga murabahah. Bentuk paling umum kontrak pembelian bank Islam di sini adalah pernyataan
6) Setelah bank Islam membeli produk, kemudian bank Islam dan pembeli menandatangani kontrak penjualan murabahah. Pada
kontrak tersebut, biaya operasi yang sesungguhnya pembiayaan murabahah dan keuntungan yang diperoleh bank
harus diketahui.
7) Pembeli menerima produk.
B. Qardh
1. Pengertian qardh
Menurut Antonio (2001: 173), qardh adalah pemberian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjami tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam akad Tathawwui atau akad
saling membantu dan buka transaksi komersil.
Menurut Faqih (2008: 161), qardh adalah jenis pinjaman yang
tidak mempersyaratkan adanya imbalan atas dana pinjaman. Bank hanya boleh mengenakan biaya adminitrasi. Pinjaman ini biasanya bersifat sosial dan dikucurkan untuk keperluan yang bersifat sosial
seperti pendidikan dan kesehatan, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila disalurkan ke dalam sektor ekonomi seperti untuk membantu
pengusaha kecil.
Pinjaman qardh menurut PSAK 59 adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan namun
tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian. Bank syariah di samping memberikan pinjaman qardh, juga dapat
menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan. Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan
mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena
kelalaiannya, maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman (IAI, “Akuntansi Perbankan Syariah”,PSAK 59: 2002).
Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari internal dan
eksternal bank. Dan qardh yang berasal dari eksternal dilaporkan dalam laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Sumber
dana qardh yang berasal dari internal bank dilaporkan dalam neraca bank sebagian pinjaman qardh. Pencatatan atas transaksi qardh diatur dalam PSAK 59 paragraf 139 sampai dengan 143 dan PAPSI halaman
III. 63 sampai III. 64. 2. Landasan Syariah.
Menurut Antonio (2001: 131), Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama‟ berdasarkan hadist dan riwayat Ibnu Majah dan ijma
a. Al- Qur‟an surat Al-Hadid: 11
ٌيِرَك ٌرْجَأ ُوَلَو ُوَل ُوَفِعاَضُيَ ف اًنَسَح اًضْرَ ق َوَّللا ُضِرْقُ ي يِذَّلا اَذ ْنَم
Artinya: “siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan)
pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang
banyak”. (Al-Hadid: 11).
b. Hadis
Ibnu Mas‟ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW. Berkata “Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim
(lainya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”
(HR Ibu Majah no. 2421, kitab Al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi).
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah berkata, “Aku melihat pada waktu malam di-isra‟-kan, pada pintu surga tertulis:
sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali.
Aku bertanya, „wahai jibril, mengapa qardh lebih utama dari
sedekah? Ia menjawab, „karena peminta-minta sesuatu dan ia
punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali
karena keperluan” (HR Ibnu Majah no. 2422. Kitab al-Ahkam,
c. Ijma‟
Para ulama‟ telah menyepakati bahwa al-qardh boleh
dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak
ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. 3. Rukun qardh
Menurut Ascarya (2011: 48), ada beberapa rukun dan syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan akad qardh, di antaranya: a. Rukun qardh :
1) Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan dana, dan muqridh (pemberi pinjaman), pihak
yang memiliki dana.
2) Objek akad, yaitu qardh (dana).
3) Tujuan, yaitu pinjaman tanpa imbalan (pinjaman Rp. Xx di
kembalikan Rp. Xx).
4) Shighat, yaitu ijab dan qabul.
b. Syarat qardh
1) Kerelaan kedua belah pihak.
2) Dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.
4) Pelaku harus cakap hukum dan baligh 4. Objek qardh
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2008: 240), ada beberapa objek yang harus diperhatikan sebelum melakukan akad qardh, yaitu:
a. Jenis nilai pinjamannya dan waktu pelunasanya.
b. Pinjaman diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah disepakati, tidak boleh diperjanjikan akan ada penambahan
atas pokok pinjamannya. Namun peminjam boleh memberikan sumbangan secara sukarela.
c. Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan maka waktu peminjaman dapat diperpanjang atau menghapus sebagian atau seluruh kewajibannya. Namun jika peminjam lalai maka dapat
dikenakan denda.
c. Ijab qabul adalah pernyatan dan ekspresi saling ridha atau rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
5. Manfaat qardh
Manfaat akad al-qardh banyak sekali menurut Antonio (2001: 134), di antaranya:
b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang di dalamnya terkandung
misi sosial, di samping misi komersial.
c. Adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra
baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
C. Al-ijarah
1. Pengertian Ijarah
Menurut Antonio (2001: 117), al-ijarah atau ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (Ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.
2. Landasan Syariah
a. Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 233
اَم ْمُتْمَّلَس اَذِإ ْمُكْيَلَع َحاَنُج َلََف ْمُكَد َلاْوَأ اوُعِضْرَ تْسَت ْنَأ ُْتُْدَرَأ ْنِإَو
يرِصَب َنوُلَمْعَ ت اَِبِ َوَّللا َّنَأ اوُمَلْعاَو َوَّللا اوُقَّ تاَو
ۗ
ِفوُرْعَمْلاِب ْمُتْيَ تآ
Artinya: “Dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah Allah
b. Hadis
Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Rasullulah saw
bersabda, “Berbekam lah kamu, kemudian berikanlah olehmu
upahnya kepada tukang bekam itu” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Syarat dan rukun ijarah
Menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada 4 yaitu: a. Aqid (orang yang akad)
b. Shigat (akad)
c. Ujrah (upah)
d. Manfaat
Adapun Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagai syarat dalam jual beli, yaitu:
a. Syarat al-inqad (terjadi akad)
b. Syarat an-nafadz (syarat pelaksanaan akad)
c. Syarat sah d. Syarat lazim.
4. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik
a. Pengertian al-ijarah al-muntahia bit-tamlik
Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik dalam dunia financial sering
penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
b. Bentuk al-ijarah al-muntahia bit-tamlik
Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik memiliki banyak bentuk,
bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, al-ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam al-ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan
kapan kepemilikan dipindahkan. c. Aplikasi dalam perbankan
Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk al-ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease. Akan tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak
menggunakan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik karena lebih. Sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak
direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesungguhnya. (Antonio, 2001: 119).
D. Syirkah al-milk
1. Pengertian syirkah al-milk
Menurut Nasrun (2000: 167), syirkah al-milk menurut ulama
fiqih adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului asy-syirkah (musyarakah). Status harta masing-masing bersifat berdiri sendiri secara hukum. Apabila masing-masing ingin
mitranya, karena seseorang tidak memiliki kekuasaan atas bagian harta orang yang menjadi mitra serikat.
2. Landasan Syariah
Syirkah al-milk hukumnya diperbolehkan atau disyari‟atkan
berdasarkan Al-Qur‟an, Al-Hadits, dan Ijma‟ (konsensus) kaum muslimin. Dijelaskan sebagai berikut:
a. Al- Quran surat Shaad: 24 dan An-Nisa: 12
اوُنَمآ َنيِذَّلا َّلاِإ ٍضْعَ ب ىَلَع ْمُهُضْعَ ب يِغْبَيَل ءاَطَلُْلْا ْنِّم ًايرِثَك َّنِإَو
﴿ .ْمُى اَّم ٌليِلَقَو ِتاَِلِاَّصلا اوُلِمَعَو
٤٢
﴾
Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuta zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS.Shaad:
24). Dan Firman-Nya pula:
﴿ ِثُلُّ ثلا ِفِ ءاَكَرُش ْمُهَ ف َكِلَذ نِم َرَ ثْكَأ ْاَوُ ناَك نِإَف
٢٤
﴾
Artinya: “Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”
(QS.An-Nisa’: 12).
saja dalam An-Nisa‟ ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas
dasar akad (transaksi)
b. Hadis
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
Allah azza wa jalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati pihak
lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari
keduanya.” (HR. Abu Daud no. 3383, dan Al-Hakim no. 2322). (Mustafa Dayb al-bagha, 2013: 135).
c. Ijma‟
Ijma‟ ulama mengatakan, bahwa muslimin telah
berkonsensus akan legitimasi syirkah secara global, walaupun perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya. Maka
secara tegas dapat dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam, sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas. (Muhammad, 2005: 32).
3. Rukun dan syarat syirkah
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu
berlangsung. Ada perbedaan terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama hanafiyah syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan melakukan penawaran perserikatan) dan qabul (ungkapan penerimaan
terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan qabul dalam rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad
menurut hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat. (Abdul Rahman, 2010: 128).
Menurut Sahrani (2011: 179), syarat yang berhubungan dengan syirkah yaitu, sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah
baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat
dua syarat, yaitu;
1) Berkenaan dengan benda, maka benda yang diakadkan harus dapat
diterima sebagai perwakilan
2) Berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak.
Menurut Malikiyah, yang dikutip oleh Djuwaini (2008: 217) syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah:
a. Merdeka
b. Baligh
c. Pintar (rusyd)
E. KPR dalam Perbankan Syariah 1. KPR Syariah
Menurut Hardjono (2008: 25), KPR syariah merupakan salah satu produk pembiayaan yang telah dikembangkan oleh bank Syariah adalah pembiayaan rumah, atau yang sering dikenal dengan istilah
Rumah. Pembiayaan KPR ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk melayani nasabah perorangan yang khusus untuk
memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah atau renovasi rumah maupun memperbaiki rumah (tempat tinggal). KPR sendiri
muncul karena adanya kebutuhan memiliki rumah yang semakin lama semakin meninggi, tanpa diimbangi daya beli yang memadai oleh masyarakat. Pembiayaan KPR ini menggunakan prinsip jual beli
(murabahah) dimana pembayarannya dilakukan secara berangsur dengan jumlah angsuran yang telah ditetapkan di muka dan dibayar
setiap bulannya. Harga jual yang diberikan bank kepada pembeli atau nasabah biasanya sudah ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dengan pembeli.
Harga jual dan angsuran yang dibayarkan pembeli setiap bulan hingga jatuh tempo harus disepakati di awal ketika nasabah atau
pembeli menandatangani perjanjian pembiayaan KPR tersebut. Dengan adanya kepastian angsuran setiap bulan akan mempermudah nasabah dalam melakukan pembayaran dan juga nasabah tidak perlu
khawatir dengan naik atau turunnya suku bunga. Dengan melakukan pembiayaan KPR di bank syariah nasabah juga diuntungkan ketika
ingin melunasi angsuran sebelum masa kontrak berakhir, karena bank syariah tidak akan mengenakan pinalti. Bank syariah tidak memberlakukan sistem pinalti, karena harga KPR sudah disepakati
(Rumah, Ruko, Rukan, Apartemen) baru maupun bekas, membangun ataupun merenovasi rumah, dan untuk pengalihan pembiayaan KPR
dari bank lain yang disebut KPR take over.
Menurut informasi yang diberikan perbankan syariah dalam
sebuah artikelnya memberikan sebuah penjelasan mengenai perbedaan antara KPR syariah dengan konvensional sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Sumber : Bank Syariah
NO KPR Bank Konvensional KPR Bank Syariah
1 Hanya menggunakan satu akad saja, yaitu akad jual beli.
Ada beberapa jenis akad yaitu: Akad murabahah (jual beli),
akad musyarakah mutanaqisah (kepemilikan bertahap), akad
ijarah (sewa), akad muntahia
bit-tamlik (sewa beli).
2 Menggunakan sistem bunga. Menggunakan sistem margin.
3 Pada umumnya menggunakan bunga
yang bersifat fluktuatif atau menyesuaikan kondisi bunga yang
berlaku. Terkadang KPR konvensional juga memberikan cicilan tetap, namun hanya berlaku beberapa tahun saja,
setelah itu bisa jadi cicilan menjadi
Besar angsuran akan tetap dari
awal akad ditentukan hingga pelunasan atau masa angsuran
lebih mahal karena bunga acuan menjadi lebih tinggi.
4 Pada KPR konvensional nasabah akan
dikenakan biaya pinalti apabila akan melakukan pelunasan sebelum jangka waktu yang telah ditentukan atau
kontrak berakhir, dan sisa bunga harus dilunasi semuanya.
Nasabah tidak dikenakan
pinalti apabila ingin melakukan pelunasan sebagian ataupun keseluruhan sebelum masa
pelunasan selesai. Sisa margin tidak harus dibayarkan kecuali
margin di bulan ketika pelunasan akan dilakukan.
5 Keterlambatan pembayaran akan
dikenakan pinalti atau denda.
Keterlambatan tidak akan
dikenakan pinalty ataupun biaya tambahan.
6 Pada umumnya pihak bank tidak
beberapa hadis yang ditulis karena terjadinya perselisihan atau permasalahan pada zaman dahulu.
Dari Ummul Mukminin Maimunah,
اَهْ يَلَع َكِلَذ َرَكْنَأَو ىِلَعْفَ ت َلا اَهِلْىَأ ُضْعَ ب اََلَ َلاَقَ ف اًنْ يَد ُناَّدَت ْتَناَك
ىِليِلَخَو ِّيِِّبَن ُتْعَِسَ ِّنِِّإ ىَلَ ب ْتَلاَق
-ملسو ويلع للها ىلص
ُلوُقَ ي
َدَأ ُديِرُي ُوَّنَأ ُوْنِم ُوَّللا ُمَلْعَ ي اًنْ يَد ُناَّدَي ٍمِلْسُم ْنِم اَم
ُهاَّدَأ َّلاِإ ُهَءا
اَيْ نُّدلا ِفِ ُوْنَع ُوَّللا
Dahulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian
kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan
kekasihku shallallahu „alaihi wa sallambersabda, “Jika seorang
muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat
ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkan
baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia” (HR. Ibnu Majah no. 2408 dan An Nasai no. 4690. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Selain hadis di atas juga terdapat hadis dari „Abdullah bin Ja‟far, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda.
ُوَّللا ُهَرْكَي اَميِف ْنُكَي َْلَ اَم ُوَنْ يَد َىِضْقَ ي َّتََّح ِنِئاَّدلا َعَم َوَّللا َّنِإ
“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang
berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi
hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang
dilarang oleh Allah” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Dari kedua hadist di atas dapat disimpulkan boleh kita berhutang
asalkan kita harus berniat untuk segera mengembalikan hutang tersebut, selain itu kita juga selalu meminta pertolongan Allah untuk
selalu dimudahkan dalam menyelesaikan hutang-hutang kita. 3. Akad KPR Syariah di Indonesia
Menurut Anwar (2007: 68), istilah “Perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “akad” dalam hukum Islam. Kata akad berasal dari
kata al-aqad, yang berarti mengikat, menyambung atau
menghubungkan (ar-rabt). Menurut Ascarya (2007: 35), dalam istilah fikih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak seperti wakaf,
antara ijab (persyaratan penawaran atau pemindahan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
Menurut Deputi gubernur Bank Indonesia Maulana Ibrahim, prinsip yang digunakan untuk KPR syariah adalah murabahah,
istishna, ijarah, dan juga musyarakah mutanaqisah.
Secara umum menurut Antonio (2001: 113) akad yang sering digunakan dalam pembiayaan rumah ini antara lain adalah murabahah
(jual beli dengan margin profit), terutama untuk rumah yang telah dibangun dan akad istishna, yaitu pemesanan barang (rumah) dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati serta pembayaran dengan nilai tertentu yang disepakati. Menurut Antonio, istishna merupakan kontrak antara penjualan antara pembeli (bank) dan
pembuat barang (pemasok). Sehingga di sini bank menjadi penengah antar pemasok dan nasabah. Bank yang memesankan barangnya
terlebih dahulu kepada pemasok sebelum dijual kembali ke nasabah. Selain menggunakan akad di atas bisa pula menggunakan akad musyarakah mutanaqisah. Menurut Antonio (2001: 174), nasabah dan
bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah ataupun kendaraan), misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank.
Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi bank pun berkurang
telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah 100% dan porsi bank 0%.
Ada alternatif lain selain menggunakan akad-akad di atas yaitu ijarah. Dalam kasus ini yaitu disebut dengan ijarah muntahia
bit-tamlik. Menurut Antonio ijarah muntahia bit-tamlik yaitu menyewa
suatu barang yang pada akhir masa sewa dia membelinya. Dalam akad ini memberi pilihan kepada nasabah untuk menyewa rumah yang pada
akhir masa sewa nasabah dapat memiliki rumah tersebut, harga sewa ditentukan secara berkala berdasarkan kesepakatan antara bank
dengan nasabah. Umumnya akad ini digunakan untuk pembiayaan KPR berjangka waktu panjang misalnya 15 tahun.
4. Manfaat dari KPR Syariah
Manfaat dari nasabah menggunakan KPR syariah yaitu :
a. Nasabah tidak harus menyediakan dana secara tunai untuk
membeli rumah, nasabah hanya cukup menyediakan uang muka. b. Karena KPR memiliki jangka waktu yang cukup panjang, angsuran
yang dibayar dapat diiringi dengan ekspektasi peningkatan
penghasilan.
c. Skim pembiayaan adalah jual beli (murabahah), adalah akad jual
beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh bank dan nasabah (fixed margin) 1) Cicilan tetap dan meringankan selama jangka waktu, serta
2) Bebas pinalti untuk pelunasan sebelum jatuh tempo.
F. Take over
1. Pengertian take over
Secara bahasa Indonesia menurut Echols (2005: 578), take over dapat diartikan sebagai mengambil alih. Menurut Ahmad Antonio (2003: 331), take over adalah pengambilalihan atau dalam lingkup
suatu perusahan adalah perubahan kepentingan pengendalian sautu perseroan. Sedangkan menurut Rochaety dan Tresnati (2005: 331),
take over selain mempunyai pengertian perubahan kepentingan dalam pengendalian suatu perseroan juga memiliki pengertian lain yaitu pengambilan sebuah perusahaan oleh perusahaan lain.
Pengertian take over di atas merupakan pengertian secara umum, sedangkan take over yang dimaksud dalam Tugas Akhir ini
adalah take over yang berada dalam lingkup perbankan syariah yang mengenai pembiayaan. Menurut fatwa DSN-MUI yang dimaksud pengalihan hutang (take over) adalah pemindahan hutang nasabah dari
bank konvensional atau lembaga non syariah. Pembiayaan take over adalah suatu proses perpindahaan kredit dari bank nonsyariah ke
pembiayaan di bank syariah (DSN-MUI, 2000: 185).
Dalam proses take over ini, bank syariah sebagai pihak yang akan melakukan take over terhadap kredit yang dimiliki calon
nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat asli angsuran, agunan, perizinan, polis
asuransi dan surat surat lainnya, sehingga barang (dalam hal ini rumah) menjadi milik nasabah secara utuh. Kemudian, untuk melunasi hutang
nasabah kepada bank syariah, maka nasabah tersebut menjual kembali rumah tersebut kepada bank syariah. Kemudian, bank syariah akan menjual rumah tersebut lagi kepada nasabah dengan pilihan kombinasi
akad yang tertera dalam fatwa DSN-MUI No. 31/DSN-MUI /VI/2002 tentang pengalihan hutang yaitu:
a. Qardh dan murabahah
b. Syirkah al-milk dan murabahah
c. Qardh dan ijarah
d. Qardh dan IMBT (ijarah muntahiyah bit-tamlik)
2. Landasan Syariah
Mekanisme take over (pengalihan hutang) yang diperbolehkan fatwa DSN-MUI adalah mekanisme pengalihan hutang yang didasarkan prinsip syariah, yaitu al-qardh dan murabahah, syirkah
al-milk dan murabahah, al-qardh dan ijarah, al-qardh dan ijarah al-muntahiya bit-tamlik. Menurut Arifin (2006: 29) dasar yang digunakan
a. Surat Al Maidah Ayat 1
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya”
b. Surat Al-Maidah Ayat 2
ٰىَوْقَّ تلاَو
melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang
had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.
dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.
c. Surat Al Isra‟ Ayat 34
ُهَّدُشَأ َغُلْ بَ ي َّٰتََّح ُنَسْحَأ َيِى ِتَِّلاِب َّلاِإ ِميِتَيْلا َلاَم اوُبَرْقَ ت َلاَو
ۗ
ِدْهَعْلاِب اوُفْوَأَو
ۗ
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan
penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya”.
d. Hadis
Menurut Abu Fadli (1989: 184), dalam sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari dari Abu Huraira r.a, Rasulullah SAW
bersabda.
“Dari Abu Huraira bahwa Rasulullah bersabda: “Penangguhan
yang dilakukan oleh orang kaya adalah perbuatan dzalim. Dan
apabila hutang salah seorang kamu dialihkan kepada orang kaya,
hendaklah diterima pengalihan itu” (HR.Bukhari).
Menurut Muhammad (2001: 138-139), Rasulullah juga memberikan penjelasan hadis di atas, bahwa penangguhan
pembayaran hutang dapat dilakukan oleh orang yang kaya merupakan suatu perbuatan dzalim. Menurut ulama, orang yang menangguhkan pembayarn hutang bila ia sanggup membayarnya
atau melunasinya maka orang tersebut dianggap fasiq (batal). e. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 31/DSN-MUI/VI/2002
Tentang pengalihan hutang. 3. Sebab terjadinya Take over
a. Karena suku bunga pada bank konvensional tidak menentu, menyebabkan angsuran yang dibayarkan nasabah juga tidak
menentu.
b. Mereka ingin menghindari praktik bunga (riba) di bank
konvensional, yang mana setiap keterlambatan pembayaran angsuran akan menambah pembayarn bunga.
c. Mereka kecewa dengan laporan pembayaran bank konvensional
yang ternyata setiap membayar angsuran KPR pada awal tahun perjanjian KPR sebagian besar hanya untuk membayar bunganya
saja dan untuk membeyar pokoknya sedikit sekali sehinga outstanding pokok KPR nya turunya tidak signifikasi (Alihozi, beralih KPR syariah).
d. Apabila take over terjadi dari bank syariah ke bank syariah lain
dapat di sebabkan oleh tingkat margin antar bank. Nasabah merasa kesulitan untuk membayar angsuran pada bank asalnya.
G. Fatwa DSN-MUI
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia tentang pengalihan hutang
1. Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang bermaksud dengan pengalihan hutang
a. Pengalihan hutang adalah pemindahan hutang nasabah dari bank atau lembaga keuangan konvensional ke bank atau lembaga
keuangan syariah.
b. Al-qardh adalah akad pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah
LKS kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada waktu dan dengan cara pengembalian yang telah disepakati.
c. Nasabah adalah (calon) nasabah LKS yang mempunyai kredit (hutang) kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) untuk
pembelian aset, yang ingin mengalihkan hutangnya ke LKS.
d. Aset adalah aset nasabah yang dibelinya melalui kredit dari LKK dan belum lunas pembayaran kreditnya.
2. Ketentuan Akad
Dewan Syariah Nasional juga mengeluarkan fatwa ketentuan
akad yang akan digunakan dalam pengalihan hutang pada lembaga keuangan syariah ataupun bank syariah. Akad yang dapat dilakukan melalui empat alternatif, yaitu:
a. Alternatif Pertama,
1) Lembaga keuangan Syariah (LKS) memberikan qardh kepada
2) Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada
LKS.
3) LKS menjual secara murabahah aset yang telah menjadi
miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
4) Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-qardh dan
Fatwa No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah berlaku pula dalam pelaksaan pembiayaan pengalihan hutang
sebagaimana dimaksud alternatif ini. b. Alternatif Kedua,
1) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) membeli sebagian aset
nasabah, dengan seizin LKS sehingga dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk antara LKS dan nasabah terhadap aset
tersebut.
2) Bagian aset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud angka 1 adalah bagian aset yang senilai dengan hutang (sisa
cicilan) nasabah kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK).
4) Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah berlaku pula dalam pelaksaaan pembiayaan pengalihan hutang
sebagaimana dimaksud dalam alternatif ini. c. Alternatif Ketiga,
1) Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2002.
2) Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi
kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip al-qardh sesuai Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MU/IV/2001.
3) Akad ijarah ini sebagaimana yang dimaksudkan angka 1 tidak
boleh dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan sebagaimana dimaksud angka 2.
4) Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah sebagaimana dimasksud angka 2.
d. Alternatif Keempat,
1) Lembaga Keauangan Syariah (LKS) memberikan qardh kepada
2) Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada
LKS.
3) LKS menyewakan asetnya yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan akad al-ijarah al-muntahiyah bit-tamlik
4) Fatwa DSN No. 19DSN-MUI/IV/2001 tentang al-qardh dan
Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang ijarah al-muntahiyah bit-tamlik berlaku pula dalam pelaksanaan
pembiayaan pengalihan hutang sebagaimana dimaksud dalam alternatif IV.
3. Ketentuan Penutup
a. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari‟ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya (Fatwa Dewan Syariah
BAB III LAPORAN OBJEK A. Sejarah Singkat Bank Muamalat Indonesia
Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya bunga bank
dan perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada 18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada
22-25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama di Indonesia. Realisasinya dilakukan
pada 1 November 1991 yang ditandai dengan penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di Hotel Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November yang dibuat oleh Notaris Yudo
Paripurno, S.H. dengan Izin Menteri Kehakiman Nomor C2. 2413. T.01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April
1992 Nomor 34.
Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Islam, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham perseroan senilai Rp. 84 miliar pada saat penandatanganan
akte pendirian perseroan. Kemudian dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud dukungan mereka. Dengan modal awal tersebut dan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1223/ MK.