• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

E. KPR dalam Perbankan Syariah 1.KPR Syariah

Menurut Hardjono (2008: 25), KPR syariah merupakan salah satu produk pembiayaan yang telah dikembangkan oleh bank Syariah adalah pembiayaan rumah, atau yang sering dikenal dengan istilah KPR Syariah. Kepanjangan dari KPR adalah Kredit Pemilikan

Rumah. Pembiayaan KPR ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk melayani nasabah perorangan yang khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah atau renovasi rumah maupun memperbaiki rumah (tempat tinggal). KPR sendiri muncul karena adanya kebutuhan memiliki rumah yang semakin lama semakin meninggi, tanpa diimbangi daya beli yang memadai oleh masyarakat. Pembiayaan KPR ini menggunakan prinsip jual beli (murabahah) dimana pembayarannya dilakukan secara berangsur dengan jumlah angsuran yang telah ditetapkan di muka dan dibayar setiap bulannya. Harga jual yang diberikan bank kepada pembeli atau nasabah biasanya sudah ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dengan pembeli.

Harga jual dan angsuran yang dibayarkan pembeli setiap bulan hingga jatuh tempo harus disepakati di awal ketika nasabah atau pembeli menandatangani perjanjian pembiayaan KPR tersebut. Dengan adanya kepastian angsuran setiap bulan akan mempermudah nasabah dalam melakukan pembayaran dan juga nasabah tidak perlu khawatir dengan naik atau turunnya suku bunga. Dengan melakukan pembiayaan KPR di bank syariah nasabah juga diuntungkan ketika ingin melunasi angsuran sebelum masa kontrak berakhir, karena bank syariah tidak akan mengenakan pinalti. Bank syariah tidak memberlakukan sistem pinalti, karena harga KPR sudah disepakati sejak awal. Pembiayaan KPR ini bisa diperuntukkan untuk membeli

(Rumah, Ruko, Rukan, Apartemen) baru maupun bekas, membangun ataupun merenovasi rumah, dan untuk pengalihan pembiayaan KPR dari bank lain yang disebut KPR take over.

Menurut informasi yang diberikan perbankan syariah dalam sebuah artikelnya memberikan sebuah penjelasan mengenai perbedaan antara KPR syariah dengan konvensional sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah Sumber : Bank Syariah

NO KPR Bank Konvensional KPR Bank Syariah 1 Hanya menggunakan satu akad saja,

yaitu akad jual beli.

Ada beberapa jenis akad yaitu: Akad murabahah (jual beli), akad musyarakah mutanaqisah (kepemilikan bertahap), akad ijarah (sewa), akad muntahia bit-tamlik (sewa beli).

2 Menggunakan sistem bunga. Menggunakan sistem margin. 3 Pada umumnya menggunakan bunga

yang bersifat fluktuatif atau menyesuaikan kondisi bunga yang berlaku. Terkadang KPR konvensional juga memberikan cicilan tetap, namun hanya berlaku beberapa tahun saja, setelah itu bisa jadi cicilan menjadi

Besar angsuran akan tetap dari awal akad ditentukan hingga pelunasan atau masa angsuran selesai.

lebih mahal karena bunga acuan menjadi lebih tinggi.

4 Pada KPR konvensional nasabah akan dikenakan biaya pinalti apabila akan melakukan pelunasan sebelum jangka waktu yang telah ditentukan atau kontrak berakhir, dan sisa bunga harus dilunasi semuanya.

Nasabah tidak dikenakan pinalti apabila ingin melakukan pelunasan sebagian ataupun keseluruhan sebelum masa pelunasan selesai. Sisa margin tidak harus dibayarkan kecuali margin di bulan ketika pelunasan akan dilakukan. 5 Keterlambatan pembayaran akan

dikenakan pinalti atau denda.

Keterlambatan tidak akan dikenakan pinalty ataupun biaya tambahan.

6 Pada umumnya pihak bank tidak memberitahukan jumlah total bunga yang dikenakan kepada nasabah ketika akan melakukan pinjaman.

Pada saat awal melakukan kredit, pihak bank bersikap

transparan dengan

memberitahukan margin kepada nasabah.

2. Landasan Syariah

Landasan dari KPR Syariah banyak yang terdapat dalam hadis yang ditulis dari sabda Nabi Muhammad SAW, dimana nabi bersabda ketika terjadi suatu perselisihan di zaman dahulu. Berikut ini adalah

beberapa hadis yang ditulis karena terjadinya perselisihan atau permasalahan pada zaman dahulu.

Dari Ummul Mukminin Maimunah,

اَهْ يَلَع َكِلَذ َرَكْنَأَو ىِلَعْفَ ت َلا اَهِلْىَأ ُضْعَ ب اََلَ َلاَقَ ف اًنْ يَد ُناَّدَت ْتَناَك

ىِليِلَخَو ِّيِِّبَن ُتْعَِسَ ِّنِِّإ ىَلَ ب ْتَلاَق

-ملسو ويلع للها ىلص

ُلوُقَ ي

َدَأ ُديِرُي ُوَّنَأ ُوْنِم ُوَّللا ُمَلْعَ ي اًنْ يَد ُناَّدَي ٍمِلْسُم ْنِم اَم

ُهاَّدَأ َّلاِإ ُهَءا

اَيْ نُّدلا ِفِ ُوْنَع ُوَّللا

Dahulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu „alaihi wa sallambersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia” (HR. Ibnu Majah no. 2408 dan An Nasai no. 4690. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dari Hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya.

Selain hadis di atas juga terdapat hadis dari „Abdullah bin Ja‟far, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda.

ُوَّللا ُهَرْكَي اَميِف ْنُكَي َْلَ اَم ُوَنْ يَد َىِضْقَ ي َّتََّح ِنِئاَّدلا َعَم َوَّللا َّنِإ

Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang

dilarang oleh Allah” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani

mengatakan bahwa hadits ini shohih).

Dari kedua hadist di atas dapat disimpulkan boleh kita berhutang asalkan kita harus berniat untuk segera mengembalikan hutang tersebut, selain itu kita juga selalu meminta pertolongan Allah untuk selalu dimudahkan dalam menyelesaikan hutang-hutang kita.

3. Akad KPR Syariah di Indonesia

Menurut Anwar (2007: 68), istilah “Perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “akad” dalam hukum Islam. Kata akad berasal dari kata al-aqad, yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Menurut Ascarya (2007: 35), dalam istilah fikih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua belah pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai. Secara khusus akad berarti berkaitan

antara ijab (persyaratan penawaran atau pemindahan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.

Menurut Deputi gubernur Bank Indonesia Maulana Ibrahim, prinsip yang digunakan untuk KPR syariah adalah murabahah, istishna, ijarah, dan juga musyarakah mutanaqisah.

Secara umum menurut Antonio (2001: 113) akad yang sering digunakan dalam pembiayaan rumah ini antara lain adalah murabahah (jual beli dengan margin profit), terutama untuk rumah yang telah dibangun dan akad istishna, yaitu pemesanan barang (rumah) dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati serta pembayaran dengan nilai tertentu yang disepakati. Menurut Antonio, istishna merupakan kontrak antara penjualan antara pembeli (bank) dan pembuat barang (pemasok). Sehingga di sini bank menjadi penengah antar pemasok dan nasabah. Bank yang memesankan barangnya terlebih dahulu kepada pemasok sebelum dijual kembali ke nasabah.

Selain menggunakan akad di atas bisa pula menggunakan akad musyarakah mutanaqisah. Menurut Antonio (2001: 174), nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah ataupun kendaraan), misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi bank pun berkurang secara proposional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang

telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah 100% dan porsi bank 0%.

Ada alternatif lain selain menggunakan akad-akad di atas yaitu ijarah. Dalam kasus ini yaitu disebut dengan ijarah muntahia bit-tamlik. Menurut Antonio ijarah muntahia bit-tamlik yaitu menyewa suatu barang yang pada akhir masa sewa dia membelinya. Dalam akad ini memberi pilihan kepada nasabah untuk menyewa rumah yang pada akhir masa sewa nasabah dapat memiliki rumah tersebut, harga sewa ditentukan secara berkala berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah. Umumnya akad ini digunakan untuk pembiayaan KPR berjangka waktu panjang misalnya 15 tahun.

4. Manfaat dari KPR Syariah

Manfaat dari nasabah menggunakan KPR syariah yaitu :

a. Nasabah tidak harus menyediakan dana secara tunai untuk membeli rumah, nasabah hanya cukup menyediakan uang muka. b. Karena KPR memiliki jangka waktu yang cukup panjang, angsuran

yang dibayar dapat diiringi dengan ekspektasi peningkatan penghasilan.

c. Skim pembiayaan adalah jual beli (murabahah), adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh bank dan nasabah (fixed margin) 1) Cicilan tetap dan meringankan selama jangka waktu, serta

2) Bebas pinalti untuk pelunasan sebelum jatuh tempo.

Dokumen terkait