• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Kedisiplinan petugas;

6. Kemampuan petugas; 7. Kecepatan pelayanan;

8. Keadilan untuk mendapat pelayanan; 9. Kesopanan dan keramahan petugas; 10.Kewajaran biaya;

11.Kesesuaian biaya dengan Perda; 12.Ketepatan waktu pelayanan; 13.Kenyamanan lingkungan; 14. Keamanan lingkungan; dan 15. Kebersihan lingkungan.

Analisis data primer yang dihasilkan dari survey menggunakan kuesioner pilihan dengan skala LIKERT dengan pemberian skoring. Skor 1 : tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, skor 2 : kurang puas terhadap pelayanan kesehatan, skor 3 : sengaja dihilangkan untuk menghindari central tendency, skor 4 : puas terhadap pelayanan kesehatan, dan skor 5 : sangat puas terhadap pelayanan kesehatan. Kuesioner yang telah diisi dilakukan pembersihan data dan diberi koding, kemudian dientry ke software exel berdasarkan koding yang telah dibuat. Untuk penghitungan Indeks Kepuasan Masyarakat dengan rumus sebagai berikut :

1. untuk jawaban abstain (tidak mengisi) diberi skor 0

2. untuk ”tidak ... = 1, ”kurang ... = 2, ”puas” = 4 dan sangat ... = 5.

3. Semua pilihan jawaban responden (frekuensi), masing-masing dikalikan dengan skor sehingga diperoleh nilai . Contoh item pertanyaan nomor 1 tentang kemudahan prosedur pelayanan. Dari 100 responden : 2 memilih ”tidak mudah”, 2 memilih ”kurang mudah”, 83 memilih ”mudah” dan 13 memilih ”sangat mudah”. Dengan demikian nilai yang diperoleh dari item pertanyaan nomor 1 adalah: ( 2 x 1 ) +( 2 x 2 ) + ( 83 x 4 ) ( 13 x 5 ) = 403. Selanjutnya dihitung Indeks Kepuasan Masyarakat dengan formula sebagai berikut :

IKM = (F0 x S0) + (F1 x S1) + (F2 x S2) + (F4 x S4) + (F5 x S5) X 100% ( Σ F x 5 )

Keterangan :

F0 = Jumlah (Frekuensi) responden yang tidak menjawab (0) F1 = Jumlah responden yang menjawab ”tidak...” (skor 1) F2 = Jumlah responden yang menjawab ”kurang...” (skor 2) F4 = Jumlah responden yang menjawab ”puas” (skor 4) F5 = Jumlah responden yang menjawab ”sangat ...” (skor 5) S0-5 = Skor 1,2,4 dan 5

Σ F = jumlah total responden (total frekuensi)

Dari contoh item pertanyaan nomor 1 di atas, maka Indeks Kepuasan Masyarakat untuk kemudahan prosedur yang dicapai adalah :

403

IKM – Kemudahan Prosedur = x 100 % = 80,6 % 100 x 5

3.6 Strategi Perancangan Program

Strategi perancangan program dalam rangka meningkatkan pelayanan

kesehatan di Kabupaten Bogor, digunakan analisis faktor internal dan eksternal yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities,threat) dan untuk menentukan prioritas strategi digunakan analisis quantitative strategic planning matrix (QSPM).

1. Analisis Faktor Internal

Analisis internal dilakukan untuk memperoleh faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang harus diatasi. Faktor tersebut dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) dengan langkah sebagai berikut (David, 2002)) :

a. Menentukan faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan responden terbatas.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor vertikal dan 0 jika vertikal kurang penting daripada faktor horizontal.

c. Memberikan skala rating 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4). Pemberian peringkat didasarkan atas kondisi atau keadaan Puskesmas di Kabupaten Bogor.

d. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang.

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi internal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi internal yang sangat baik rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil daripada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi internal selama ini masih lemah. Nilai lebih besar daripada 2,5 menunjukkan kondisi internal kuat. Analisis faktor diatas dapat menggunakan matriks pada Tabel 9.

Tabel 9. Matriks Analisis Faktor Internal

No Faktor Internal Bobot Rating Bobot x

Rating Kekuatan (Strengths) 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... Kelemahan (Weaknesses) 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... T o t a l 1.00 Sumber: Rangkuti,(1997)

2. Analisis Faktor Eksternal

Analisis eksternal digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini. Analisis eksternal ini

mengunakan matriks EFE (Eksternal Faktor Evaluation) dengan langkah-langkah sebagai berikut (David, 2002):

a. Membuat faktor utama yang berpengaruh penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor eksternal (bobot). Penentuan bobot dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama dengan faktor horizontal dan 0 jika faktor vertikal kurang penting daripada faktor horizontal.

c. Memberikan peringkat (rating) 1 sampai 4 pada peluang dan ancaman untuk menunjukkan seberapa efektif strategi mampu merespon faktor-faktor eksternal yang berpengaruh tersebut. Nilai peringkat berkisar antara 1 sampai 4. Nilai 4 jika jawaban dari responden sangat baik, dan 1 jika jawaban menyatakan buruk.

d. Menentukan skor tertimbang dengan cara mengalikan bobot dengan rating.

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjukkan bahwa respon terhadap faktor eksternal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan sangat baik. Rata-rata nilai yang dibobot adalah 2,5. Nilai lebih kecil daripada 2,5 menunjukkan respon Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap eksternal masih lemah. Nilai lebih besar daripada 2,5 menunjukkan respon yang baik. Analisis faktor eksternal diatas dapat menggunakan matriks Tabel 10.

Tabel 10. Matrik Analisis Faktor Eksternal.

No

Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot x

Rating Peluang (Opportunities) 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... Ancaman (Threats) 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... T o t a l 1.00 Sumber: Rangkuti,(1997)

3. Matrik Internal - Eksternal (IE Matrik)

Matrik internal eksternal ini digunakan untuk memperoleh strategi yang tepat untuk ditetapkan dalam suatu perusahaan atau organisasi yang terdiri dari 9 sel sterategi yang dapat dikelompokkan dalam tiga strategi utama (1) growth strategy adalah strategi pertumbuhan terdiri dari (sel 1,2,4 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7,8). (2) Stability strategy adalah strategi yang ditepkan tanpa merubah arah strategi yang telah ditetapkan. (3) Retrenchment strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan. Secara lengkap matrik IE dapat dilihat dalam Gambar 5.

Total Skor Evaluasi Faktor Internal

Kuat Rata-rata Lemah Tinggi Kekuatan Sedang Eksternal Rendah Sumber: Rangkuti,(1997)

Gambar 5. Matrik Internal Eksternal

I II III

Pertumbuhan Pertumbuhan Stabilitas

IV V VI

Pertumbuhan Pertumbuhan Penciutan

VII VIII IX

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).

Menurut David (2002) langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut : Mendaftar peluang, ancaman eksternal, kekuatan,kelemahan internal. Memadukan kekuatan internal dengan peluang eksternal dalam sel S-O, memadukan kelemahan internal dengan peluang eksternal dalam sel W-O. ,memadukan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-Tsel W-T. Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats)

Faktor Internal Faktor Eksternal STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) OPPORTUNITIES (O) STRATEGI S-O Mengunakan kekuatan untuk memanfaatkan Peluang STRATEGI W-O Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) STRATEGI S-T Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI W-T Meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Sumber: Rangkuti,(1997) 5. Analisis QSPM

Untuk menentukan prioritas strategi digunakan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Setelah didapat beberapa strategi alternatif yang dihasilkan melalui analisis SWOT, selanjutnya menetapkan prioritas strategi dari beberapa pilihan tersebut dengan menggunakan analisis QSPM (David, 2002). Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah :

a. Mendaftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal dalam kolom kiri dari QSPM, informasi ini diambil dari matriks EFE dan IFE

b. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal. Bobot ini identik dengan yang dipakai dalam matriks EFE dan matriks IFE. Bobot dituliskan dalam kolom disebelah kanan faktor sukses kritik eksternal dan internal.

c. Memeriksa matriks SWOT dan mengidentifikasi alternatif strategi yang harus dipertimbangkan untuk diimplementasikan. Mencatat semua strategi ini di baris teratas dari QSPM.

d. Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score = AS) , tentukan nilai yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif. Nilai daya tarik yang ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal, satu per satu, dan mengajukan pertanyaan, apakah faktor ini mempengaruhi strategi pilihan yang akan dibuat ? Bila jawaban atas pertanyaan ini ya, maka stategi ini harus dibandingkan relatif pada faktor kunci. Secara spesifik, nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lain, mempertimbangkan faktor penentu. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = menarik, dan 4 = amat menarik. Bila jawaban atas pertanyaan di atas tidak, menunjukkan bahwa faktor sukses kritis yang bersangkutan tidak mempunyai pengaruh pada pilihan paling spesifik yang akan dibuat, kita tidak perlu memberikan nilai daya tarik pada strategi tersebut.

e. Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score= TAS). Total nilai daya tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot (langkah 2) dengan nilai daya tarik (langkah 4) dalam setiap baris. Total nilai daya tarik menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi altenatif, hanya mempertimbangkan dampak dari faktor sukses kritis eksternal dan internal di baris tertentu. Semakin tinggi total nilai daya tarik, semakin menarik strategi alternatif hanya mempertimbangkan faktor sukses kritis dibaris itu.

f. Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menjumlahkan total nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM. Jumlah total nilai daya tarik mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tinggi nilai menunjukkan strategi itu semakin menarik,

mempertimbangkan semua faktor sukses kritis eksternal dan internal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Besarnya perbedaan antara jumlah total nilai daya tarik dalam satu set strategi alternatif tertentu menunjukkan seberapa besar strategi lebih diinginkan relatif terhadap yang lain. Untuk lebih jelasnya analisis metode QSPM dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Matriks Analisis QSPM

Faktor Kunci Bobot

Strategi Alternatif

I II III

AS TAS AS TAS AS TAS

Faktor-faktor kunci Eksternal... ... Faktor-faktor kunci Internal... ... Sumber: Rangkuti,(1997)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu dari 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis Kabupaten Bogor terletak di antara 6º18'0" – 6º47'10" Lintang Selatan dan 106º23'45" – 107º13'30" Bujur Timur dan berbatasan dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat serta Provinsi Banten. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi;

- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;

- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta;

- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur;

- Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Letak geografis Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 7.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Topografi wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu berupa daerah pegunungan di bagian Selatan, hingga daerah dataran rendah di sebelah Utara. Keberadaan sungai-sungai di wilayah Kabupaten Bogor posisinya membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di bagian Selatan ke arah Utara. Di wilayah Kabupaten Bogor terdapat 6 (enam) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub DAS Kali Bekasi serta Sub DAS Cipamingkis dan Cibeet. Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut mempunyai fungsi dan peranan yang sangat strategis yaitu sebagai sumber air untuk irigasi, rumah tangga dan industri serta berfungsi sebagai drainase utama wilayah. Disamping itu, di Kabupaten Bogor terdapat 94 danau atau situ dengan luas total 496,28 Ha serta 63 mata air. Situ-situ dimaksud berfungsi sebagai reservoir atau tempat peresapan air dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi dan budidaya perikanan.

Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri atas 428 Desa/Kelurahan, yang terdiri dari 411 desa, 17 kelurahan, 3639 RW, 14.403 RT yang tercakup dalam 40 Kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran 5 (lima) Kecamatan di tahun 2005, yaitu dengan membentuk Kecamatan Leuwisadeng (pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran dari Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari Kecamatan Ciampea). Selain itu, pada tingkatan desa, telah dibentuk pula sebuah desa baru pada akhir tahun 2006, yaitu Desa Wirajaya, sebagai hasil pemekaran dari Desa Curug pada Kecamatan Jasinga. Sementara itu, pada sisi lain dilakukan juga perubahan status desa menjadi kelurahan, yaitu dari Desa Atang Senjaya menjadi Kelurahan Atang Senjaya, Kecamatan Kemang pada tahun 2003, kemudian pada tahun 2004, yakni dari Desa Padasuka menjadi Kelurahan Padasuka Kecamatan Ciomas, sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 428 desa/kelurahan.

Berdasarkan strategi perwilayahan pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Program Pembangunan Daerah

(Propeda) Kabupaten Bogor bahwa wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam 3 Wilayah Pembangunan, yaitu : (1) Strategi percepatan di wilayah Bogor Barat, yang mencakup 13 Kecamatan, yaitu Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parungpanjang, dengan total wilayah seluas 128.750 Ha; (2) Strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah, yang mencakup 20 Kecamatan, yaitu Kecamatan Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Kecamatan Gunung Sindur, dengan total wilayah seluas 87.552 Ha; (3) Strategi pemantapan di wilayah Bogor Timur, yang mencakup 7 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal dan Kecamatan Gunung Putri, dengan total wilayah seluas 100.800 Ha.

Komposisi pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor menurut RTRW Kabupaten Bogor, yaitu : (1) Kawasan Lindung seluas 112.584,615 ha atau 37,67 perswn ; (2) Kawasan Budidaya seluas 186.253,69 ha atau 62,33 persen. Perincian lebih lanjut dari ruang lingkup kawasan lindung serta kawasan budidaya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pemanfataan Lahan di Kabupaten Bogor menurut RTRW

No Pemanfaatan Lahan Luas Ha %

1. 2. Kawasan lindung : - Hutan Lindung - Hutan Produksi - Perkebunan - Tanaman tahunan Kawasan Budidaya: - Kawasan Perkotaan - Kawasan Pusat kota - Kawasan Industri - Kawasan Pedesaan - Kawasan Lahan Basah - Kawasan Lahan Kering

57.932,655 27.555,418 11.590,659 15.505,884 51.317,98 23.242,57 5.090,00 28.682,81 45.817,20 32.103,13 19,39 9,22 3,88 5,19 17,17 7,78 1,7 9,60 15,33 10,74 Jumlah 298.838,31 100

Komposisi dari pola pemanfaatan lahan menurut RTRW di atas, disajikan pada Gambar 8.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 8. Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Bogor

Secara administratif, Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan yang terbagi kedalam 413 desa, 17 kelurahan, 3.770 RW dan 15.124 RT dengan pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Cibinong. Rentang kendali wilayah di Kabupaten Bogor sangat lebar, dimana 37,5 persen atau 15 kecamatan berjarak kurang dari 25 km dari pusat pemerintahan daerah, 42,5 persen atau 17 kecamatan berjarak 25-50 km dan 20 persen atau delapan kecamatan berjarak lebih dari 50 km. Lebarnya rentang kendali tersebut berdampak pada pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat, terutama pada kecamatan-kecamatan yang jaraknya lebih dari 50 km dari pusat pemerintahan daerah. Rincian kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 13.

Untuk mengurangi ketimpangan pelayanan bagi wilayah-wilayah kecamatan yang secara geografis letaknya cukup jauh dari pusat pemerintahan daerah, maka dibuatlah konsep sistem pusat permukiman perdesaan melalui pembangunan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) yang mencakup 64 desa / kelurahan di 37 kecamatan. Konsep ini dibuat dalam upaya pengembangan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang memiliki keterkaitan kuat terhadap wilayah yang dilayaninya.

Tabel 13. Kondisi Administratif Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Kecamatan Luas Wilayah Jarak dari Ibukota Kabupaten (km) Jumlah Desa/Kel RW RT 1 Nanggung 13.525,25 49 10 100 348 2 Leuwiliang 6.177,12 38 11 126 426 3 Leuwisadeng 3.283,12 45 8 56 272 4 Pamijahan 8.088,29 40 15 137 499 5 Cibungbulang 3.266,15 35 15 122 408 6 Ciampea 5.106,45 32 13 102 435 7 Tenjolaya 2.368,00 45 6 40 147 8 Dramaga 2.437,64 42 10 72 313 9 Ciomas 1.630,57 20 6 129 511 10 Tamansari 2.161,40 25 8 91 360 11 Cijeruk 3.166,23 38 9 64 259 12 Cigombong 4.042,52 41 9 80 287 13 Caringin 5.729,29 34 12 81 348 14 Ciawi 2.581,00 27 13 81 330 15 Cisarua 6.373,62 39 10 73 260 16 Megamendung 3.987,38 37 11 55 256 17 Sukaraja 4.297,38 9 13 105 539 18 Babakan Madang 9.871,00 8 9 70 259 19 Sukamakmur 12.678,00 59 10 74 233 20 Cariu 7.366,12 53 10 55 155 21 Tanjungsari 12.998,71 66 10 75 175 22 Jonggol 12.686,00 39 14 119 335 23 Cileungsi 7.378,64 23 12 148 800 24 Klapanunggal 9.764,40 17 9 72 220 25 Gunung Putri 5.628,67 12 10 239 941 26 Citeureup 6.719,00 6 14 110 477 27 Cibinong 4.336,96 0 12 158 909 28 Bojonggede 2.955,32 21 9 140 724 29 Tajurhalang 2.927,76 15 7 79 352 30 Kemang 6.369,99 20 9 78 305 31 Rancabungur 2.168,67 17 7 51 194 32 Parung 7.376,69 22 9 53 230 33 Ciseeng 3.678,86 47 10 60 252 34 Gunung Sindur 5.126,00 32 10 87 340 35 Rumpin 11.100,77 42 13 109 459 36 Cigudeg 15.889,97 53 15 178 536 37 Sukajaya 7.628,31 55 9 85 282 38 Jasinga 20.806,50 64 16 99 449 39 Tenjolaya 6.444,75 79 9 42 192 40 Parung Panjang 6.259,00 87 11 74 307 Total 266.381,50 1.433 430 3.770 15.124

Tabel 14. Pembagian Desa Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bogor

Wilayah Jumlah Kecamatan Kecamatan dengan DPP Desa Pusat Pertumbuhan Barat 13 12 23 Tengah 20 18 23 Timur 7 7 18

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

4.2 Kondisi Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2010 tercatat sebanyak 4.771.932 jiwa yang terdiri atas 2.452.562 jiwa laki-laki dan 2.319.370 perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 106. Adapun laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bogor sejak tahun 2000 hingga 2010 sebesar 3,15 persen yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk alami dan migrasi masuk. Jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat yang jumlah penduduknya tercatat sebanyak 43.053.732 jiwa, Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk terbanyak, yakni sebesar 11,08 persen dari total penduduk Jawa Barat. Sementara itu dari 33 provinsi di Indonesia, yang total penduduknya tercatat sebanyak 237.641.326 jiwa, Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak, yakni sebesar 18,12 persen. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor merupakan jumlah penduduk terbanyak diantara kabupaten/kota di Indonesia yakni sekitar 2,01 persen dari total penduduk Indonesia.

Keseluruhan penduduk Kabupaten Bogor tersebar di 40 wilayah kecamatan dengan kepadatan penduduk rata-rata tahun 2010 tercatat sebesar 25,69 jiwa per hektar. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Ciomas, yakni 91,48 jiwa per hektar. Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Tanjungsari yakni 3,85 jiwa per hektar. Kabupaten Bogor terbagi atas tiga wilayah, yakni wilayah barat meliputi 13 kecamatan, wilayah tengah meliputi 20 kecamatan dan wilayah timur meliputi tujuh kecamatan. Rata-rata kepadatan penduduk pada ketiga wilayah ini tidaklah sama, karena penduduk lebih terkonsentrasi di wilayah tengah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 9. Kepadatan Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Wilayah

Terkonsentrasinya sebagian besar penduduk di wilayah tengah yakni sebanyak 34,61 persen dari total penduduk Kabupaten Bogor bisa jadi dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas pelayanan, sehingga memudahkan penduduk untuk memenuhi semua kebutuhannya. Dilihat dari struktur penduduk, mayoritas penduduk Kabupaten Bogor berusia produktif (15- 64 tahun) yakni sebesar 64,16 persen dari total penduduk yang ada. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Kondisi struktur penduduk Kabupaten Bogor seperti yang disajikan pada Gambar 8, berkonsekuensi pada rasio beban tanggungan penduduk usia produktif yakni sebesar 55,86 persen, artinya setiap seratus penduduk Kabupaten Bogor yang berusia produktif menanggung hampir 56 jiwa penduduk usia tidak produktif yang didominasi oleh penduduk usia 0-14 tahun. Di sisi lain, dari total penduduk usia produktif, sebanyak 56,26 persen merupakan penduduk yang bekerja. Sektor pekerjaan yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, yakni sebanyak 24,96 persen dari total penduduk yang bekerja. Hal ini bisa menunjukkan bahwa pengaruh letak geografis Kabupaten Bogor yang berdekatan dengan ibukota negara dapat dicirikan oleh besarnya jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor non pertanian. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 11. Persentase Penduduk Kabupaten Bogor yang Bekerja Menurut Sektor Tahun 2010

Banyaknya jumlah penduduk usia produktif dengan rasio beban tanggungan yang cukup besar, di satu sisi menimbulkan masalah kependudukan lainnya, yaitu masalah pengangguran dan kemiskinan. Hal ini disebabkan karena tidak semua penduduk usia produktif yang bekerja atau mendapatkan pekerjaan. Hingga tahun 2010 pengangguran terbuka tercatat sebanyak 10,64 persen, sedangkan jumlah penduduk miskin tercatat 9,97 persen dari total penduduk Kabupaten Bogor. Di

sisi lain sebanyak 23,16 persen penduduk Kabupaten Bogor rawan terhadap kemiskinan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 12. Permasalahan Kependudukan di Kabupaten Bogor Tahun 2010

4.3 Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian di Kabupaten Bogor sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Jakarta sebagai ibukota negara, karena jarak Kabupaten Bogor dengan Jakarta yang cukup dekat. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir (2006-2010) tercatat sebesar 5,41 persen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Indikator perekonomian di Kabupaten Bogor juga terlihat dari besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perkembangan PDRB dan PDRB perkapita berdasarkan atas harga berlaku dan harga konstan ini dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010

PDRB (juta Rp)

Tahun 2007 2008 2009 2010

PDRB atas harga berlaku

51.280.219,68 58.389.411,43 66.083.788,55 73.800.700,55 PDRB atas harga konstan 2.8151.318,85 29.721.698,04 30.952.137,83 32.526.449,67 PDRB perkapita atas

harga berlaku 11.731.342,36 12.959.070,42 14.232.423,29 15.465.580,93 PDRB perkapita atas

harga konstan 6.440.158,82 6.596.497,01 6.666.142,13 6.816.201,42 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Berdasarkan data pada Tabel 13, terlihat bahwa sejak tahun 2007 hingga tahun 2010 terjadi peningkatan nilai PDRB maupun PDRB perkapita. Namun apabila dilihat dari laju pertumbuhannya, ternyata PDRB kabupaten Bogor atas harga berlaku tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 0,02 poin. PDRB atas harga konstan turun sebesar 0,01 poin, dan PDRB perkapita atas harga berlaku juga turun sebesar 0,01 poin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Sementara itu, laju inflasi di Kabupaten Bogor dari tahun 2006-2010 berfluktuasi dengan laju tertinggi terjadi pada tahun 2008. Secara rata-rata, laju inflasi di Kabupaten Bogor tahun 2006-2010 mencapai sebesar 6,14 persen. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 15.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 15. Laju Inflasi di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010

4.4 Kondisi Sosial

Keberhasilan pembangunan di Kabupaten Bogor dari sudut pandang sosial dapat dilihat dari berbagai hal, diantaranya adalah capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama pada aspek kesehatan dan pendidikan. Hingga tahun

Dokumen terkait