• Tidak ada hasil yang ditemukan

The analysis of factors influencing the indicators of healthy level and the strategy of improving healthy service in Bogor regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The analysis of factors influencing the indicators of healthy level and the strategy of improving healthy service in Bogor regency"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

DAN STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN

KESEHATAN

DI KABUPATEN BOGOR

M.ZAINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pembangunan daerah ” Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Indikator Derajat Kesehatan dan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau disebutkan dalam teks dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.

Bogor, Juni 2013

(4)

M. ZAINI. The analysis of factors influencing the indicators of healthy level and the strategy of improving healthy service in Bogor regency. Guided by HERMANTO SIREGAR and ANNA FARIYANTI

The policy of regional autonomy has given partial of authority and responsibility for the management and development of health to local authorities. It aslo has provided an opportunity to correct various health care standards that have been implemented by the Bogor Regency Government. The aims of this research are : (1) to analyze the factors that influence the indicators of health level, (2) to analyze how satisfy the people is toward the quality of basic health services in Bogor regency, and (3) to formulate a strategy and program design of activities to improve health service in Bogor Regency. Analysis tools used in this study are analysis of multiple linear regression, the analysis of public satisfaction index, the analysis of internal and external factors, the analysis of SWOT. The results of multiple linear regression analysis showed that the health budget, per capita income, the average length of school affected and the health human resources, the indicators of health level significantly with the degree of trusth a = 0,05. The result of survey toward the improvement healthy service in Bogor regency based on the index of people satisfaction toward the health given had not reached the expected indext of people satisfaction. Based on the SWOT and QSPM analysis, there were 6 strategies that could be formulated : (1) to prioritize the health budget from various funding, (2) to optimize the utilization of health infrastructure, (3) to improve the capability and competency of health staff, (4) to add the time of health service, (4) to improve the health empowerment and people participation, and (6) to activate the health promotion which is used to support the reach of health level indicators in Bogor regency.

Key words : Health level indicators, the improvement of health service.

(5)

M. ZAINI. Analisi Faktor-faktor yang mempengaruhi Indikator Derajat Kesehatan dan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan ANNA FARIYANTI

Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi stiap individu agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Bogor saat ini merupakan tugas utama pemerintah daerah di era otonomi daerah, hal tersebut berakibat pada kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran dalam rangka melaksakan penyelenggaraan pembangunan tersebut. Desentralisasi memberikan pelimpahan sebagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan dan pembangunan kesehatan kepada pemerintah daerah serta memberi kesempatan bagi Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengoreksi berbagai standar pelayanan kesehatan yang telah dijalankan. Anggaran penyelenggaraan urusan kesehatan merupakan salah satu bagian yang wajib dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD dalam rangka mendukung program peningkatan kesehatan masyarakat yang telah direncanakan. Besarnya alokasi anggaran kesehatan diharapkan dapat membiayai kegiatan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap peningkatan indikator derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi indikator derajat kesehatan, (2) menganalisis seberapa besar kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Bogor, serta (3) merumuskan rancangan Strategi dan program peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas di Kabupaten Bogor. Untuk menjawab pertanyaan pertama digunakan analisis linier berganda, dan untuk menjawab pertanyaan kedua, penelitian ini menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) selanjutnya untuk pertanyaan ketiga digunakan analisis dengan matrik IFE-EFE dan metode analisis strengths, weaknesses, opportunities, threat (SWOT) selanjutnya untuk menentukan prioritas strategi digunakan analisis quantitative strategic planning matrix (QSPM).

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa APBD Kesehatan+Pendapatan perkapita+Rata-rata Lama Sekolah dan sumberdaya manusia dibidang kesehatan, berpengaruh secara signifikan terhadap indikator derajat kesehatan dengan tingkat kepercayaan  =0,05, .Variabel APBD Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata Lama Sekolah memiliki pengaruh terhadap indikator derajat kesehatan, dan yag memiliki pengaruh sangat kuat adalah fakto Rata –rata Lama Sekolah.

(6)

masyarakat di keempat Puskesmas Cibinong, Puskesmas Cariu, Puskesmas Ciseeng dan Puskesmas Cigombong adalah 79,92 persen , artinya pelayanan kesehatan di Puskesmas belum memenuhi harapan masyarakat. Diantara 4 Puskesmas yang disurvey,Puskesmas Cariu (80,00 persen) dan Puskesmas Ciseeng ( 80,93 persen) telah memenuhi harapan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sedangkan Puskesmas Cibinong (79,18 persen), dan Puskesmas Cigombong (79,57 persen) dalam memberikan pelayanan kesehatan belum memenuhi harapan masyarakat.

Berdasarkan hasil identifikasi matrik IFE-FE diperoleh faktor Internal berupa Kekuatan (Strengths) antara lain (1) adanya alokasi Anggaran Kesehatan(2)adanya sarana kesehatan (3) Adanya tenaga kesehatan (4) Adanya SOP dalam memberikan pelayanan dan (5) Kesehatan Adanya wilayah kerja tertentu yang menjadi pangsa pasar puskesmas . Sedangkan untuk faktor internal berupa Kelemahan (Weaknesses) berupa (1)upaya kesehatan masih bersifat kuratif (2)kurangnya sosialisasi pelayanan kesehatan (3) kurangnya pembinaan dan bimbingan teknis terhadap tenaga Medis (4)Waktu Kerja pelayanan belum efektif dan(5)Citra Puskesmas masih kurang baik. Sedangkan hasil identifikasi faktor eksternal Peluang berupa (Opportunities) adalah (1) Adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) (2) Adanya komitmen dan dukungan politis dari DPRD Kabupaten,(3) Adanya kebijakan otonomi daerah bidang Kesehatan,(4) Adanya alat medis yang semakin modern,(5) Adanya UKBM sebagai bentuk peran serta masyarakat dibidang Kesehatan. Identifikasi faktor eksternal dari sudut Ancaman (Threats) diperoleh masalah (1)Adanya Kebijakan Zero Growth dan Moratorium PNS (2) Masih rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat (3) Adanya daerah endemis penyakit yang terus berkembang (4)Semakin rendahnya minat masyarakat berobat ke Puskesmas dan (5) Berkembangnya pelayanan kesehatan swasta. Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM dapat dirumuskan 6 strategi yang dapat digunakan untuk mendukung tercapainya pelayanan kesehatan berkualitas di Kabupaten Bogor antara lain (1) Memprioritaskan anggaran kesehatan dari berbagai sumber dana (2) Optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan (3) Peningkatan kapabilitas dan kompetensi Tenaga Kesehatan (4) Penambahan waktu pelayanan kesehatan (5) Peningkatan pemberdayaan kesehatan dan partisipasi masyarakat (6) Menggiatkan Promosi Kesehatan.

Kata kunci : Indikator Derajat Kesehatan, Peningkatan Pelayanan Kesehatan.

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)
(9)

DAN STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN

KESEHATAN

DI KABUPATEN BOGOR

M.ZAINI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor

Nama : M.Zaini

NRP : H.252100155

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Ketua

Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(13)

dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian dengan judul “Analisi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indikator Derajat Kesehatan dan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor”.

Penulisan kajian ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus dipenuhi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional dalam Program Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Hermanto Siregar,M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr.Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan dorongan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para dosen dan pimpinan serta pengelola Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih tak lupa disampaikan kepada: 1. Bapak Drs. H. Rachmat Yasin, MM Bupati Bogor;

2. Ibu Hj. Nurhayanti,SH,MM,M.Si Sekretaris Daerah Kab. Bogor; 3. Ibu Hj. Aty Guniarwati, SH, MM Kepala BKPP Kab. Bogor;

4. Bapak H. Mukidjo, SE, M.Si Kepala Bidang Pembinaan Karir BKPP; 5. Bapak H. Solehudin, SH,MH. Kasubid Pengembangan Karir BKPP.

yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor beserta seluruh staf pelaksan pada lokasi penelitian. Istriku tercinta Muryani Widiastuti, S.Pd dan anakku tersayang Affan Izzuddin .Z dan keluarga besar yang telah banyak mendorong, menyemangati dan memberikan perhatiannya sampai selesainya pendidikan ini.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan penelitian ini, dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk semua pembaca, khususnya dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor.

Bogor , Juni 2013

M.Zaini

(14)

DAFTAR GAMBAR ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian... 2.2 Pengertian Pembiayaan Kesehatan ... 2.3 Sisitem Kesehatan Nasional ...

2.4 Indikator Derajat Kesehatan... 2.5 Pusat Kesehatan Masyarakat ...

2.6 Penelitian Terdahulu ... 12 3.1 Kerangka Pemikiran... 3.2 Lokasi Kajian dan Waktu... 3.3 Metode Pengambilan Sampel ... 3.4 Jenis dan Sumber Data... 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Bogor...

4.2 Kondisi Kependudukan... 4.3 Kondisi Perekonomian ...

4.4 Kondisi Sosial ... 4.5 Kondisi Pemerintahan...

4.6. Kondisi Sumberdaya Kesehatan ... 5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Indikator Derajat Kesehatan... 5.2 Persepsi Masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan

Dasar di kabupaten Bogor... 5.3 Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor...

5.3.1 Evaluasi Faktor Internal (IFE)Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). 5.3.2 Matrik IE ... 5.3.3 Perumusan Strategi Analisis SWOT...

(15)

6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

92 92

(16)

1 Perkembangan Anggaran Kesehatan Nasional terhadap APBN Tahun 2005 - 2011...

3

2 Jumlah kunjungan Rawat Jalan Puskesmas dan RSUD Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010 …...

9

3 Jumlah kunjungan Rawat Inap Puskesmas dan RSUD Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010 …...

10

4 Kerangka Pemikiran Optimalisasi Alokasi Anggaran Kesehatan pada APBD Kabupaten Bogor Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan

Kesehatan Berkualitas ... 22

5 Matrik IE Internal – Eksternal ... 31

6 Matrik SWOT ... 32

7 Letak Geografis Kabupaten Bogor... 35

8 Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Bogor... 38

9 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Wilayah... 41

10 Struktur Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2010... 41

11 Persentase Penduduk Kabupaten Bogor yang Bekerja Menurut Sektor Tahun 2010... 42 12 Permasalahan Kependudukan di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 43

13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010... 43

14 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010…... 44

15 Laju Inflasi di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2010 ... 45

16 Masalah Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 47

17 Anggaran Kesehatan Kabupaten Bogor dari beberapa sumber pada Tahun 2010... 55

18 Anggaran Kesehatan Kabupaten Bogor bersumber dari Bantuan Luar Negeri (BLN) Tahun 2006 – 2010 ... 56

19 Anggaran Kesehatan Kabupaten Bogor bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2006 - 2010... 56

20 Anggaran Kesehatan Kabupaten Bogor bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Tahun 2006 - 2010... 57

21 Anggaran Kesehatan Kabupaten Bogor bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Tahun 2006 - 2010... 57

22 Persentase Anggaran Kesehatan pada APBD dari seluruh sumber anggaran Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2007 -2010... 58

23 Matrik Internal Eksternal peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor ... 84

(17)

Halaman

1 Anggaran Kesehatan Indonesia dan Negara Asean Tahun

2006... 2

2 Anggaran Pembangunan Bidang Kesehatan di Kabupaten Bogor berdasarkan Sumber Dana Tahun 2006 – 2010... 5

3 Perkembangan Alokasi Anggaran Kesehatan yang bersumber dari APBD Kabupaten Bogor Tahun 2006 – 2010... 6

4 Pencapaian Indikator Derajat Kesehatan di Kabupaten Bogor selama kurun waktu Tahun 2006 – 2010 ... 7

5 Hasil Penelitian terdahulu... 16

6 Lokasi Penyebaran dan jumlah responden dalam penelitian... 20

7 Tujuan, Metode, Jenis dan Sumber Data ... 22

8 Matriks Analisis Faktor Internal ... 27

9 Matriks Analisis Faktor Eksternal ... 28

10 Matrik SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats)... 29

11 Matriks Analisis QSPM ... 31

12 Pemanfataan Lahan di Kabupaten Bogor menurut RTRW ... 34

13 Kondisi Administratif Kabupaten Bogor Tahun 2010

... 29

14 Pembagian Desa Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bogor... 37

15 PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 ... 41

16 Capaian IPM Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 ... 42

17 Laju Peningkatan Capaian IPM Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010.... 43

18 Perbandingan Kasus Masalah Sosial di Kabupaten Bogor Tahun 2007 dan Tahun 2010 ... 44

19 Jumlah dan jenis SKPD di Kabupaten Bogor tahun 2010... 47

20 Distribusi SDM Kesehatan menurut unit kerja di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 49

21 Distribusi SDM Kesehatan pada Puskesmas di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 49

22 Distribusi SDM Kesehatan pada Rumah Sakit di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 50

23 Distribusi SDM Kesehatan pada Dinas Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 50

24 Distribusi Sarana Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 51

(18)

27 Korelasi Pearson antara variabel Angka Kematian Bayi, APBD

Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 57 28 Nilai R dan R Square antara variabel Angka Kematian Bayi, APBD

Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 58 29 Anova nilai F Hitung antara variabelAPBD Kesehatan, Pendapatan per

Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah terhadap Variabel Angka

Kematian Bayi... 58 30 Nilai F Hitung antara variabel APBD Kesehatan, Pendapatan per

Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah terhadap Variabel Angka

Kematian Bayi... 59 31 Statistik Deskripsi variabel Angka Kematian Ibu, APBD Kesehatan,

Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 60 32 Korelasi Pearson antara variabel Angka Kematian Ibu, APBD

Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 60 33 Nilai R dan R Square antara variabel Angka Kematian Ibu, APBD

Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 61 34 Anova nilai F Hitung antara variabelAPBD Kesehatan, Pendapatan per

Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah terhadap Variabel Angka

Kematian Ibu... 61 35 Nilai F Hitung antara variabel APBD Kesehatan, Pendapatan per

Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah terhadap Variabel Angka

Kematian Ibu... 62 36 Statistik Deskripsi variabel Angka Harapan Hidup, APBD Kesehatan,

Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 63 37 Korelasi Pearson antara variabel Angka Harapan Hidup, APBD

Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 63 38 Nilai R dan R Square antara variabel Angka Harapan Hidup, APBD

Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah... 64 39 Anova nilai F Hitung antara variabel APBD Kesehatan, Pendapatan

per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah terhadap Variabel Angka

Harapan Hidup... 64

40 Nilai F Hitung antara variabel APBD Kesehatan, Pendapatan per Kapita dan Rata-rata Lama Sekolah terhadap Variabel Angka Harapan Hidup... 66 41 Karakteristik Responden Pengunjung Puskesmas Cibinong, Cariu,

Ciseeng dan Cigombong... 66 42 Kemudahan Prosedur pelayanan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng

(19)

Cariu, Ciseeng dan Cigombong... 68 45 Kedisiplinan petugas Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 69 46 Tanggung Jawab petugas Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 69 47 Kemampuan petugas Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 70 48 Kecepatan pelayanan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 70 49 Keadilan untuk mendapatkan pelayanan Puskesmas Cibinong, Cariu,

Ciseeng dan Cigombong... 71 50 Kesopanan dan keramahan petugas Puskesmas Cibinong, Cariu,

Ciseeng dan Cigombong... 71 51 Kewajaran Biaya pelayanan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 72 52 Kesesuaian biaya dengan Perda pelayanan Puskesmas Cibinong,

Cariu, Ciseeng dan Cigombong... 72 53 Ketepatan waktu pelayanan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 73 54 Kenyamanan lingkungan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 73 55 Keamanan lingkungan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 74 56 Kebersihanan lingkungan Puskesmas Cibinong, Cariu, Ciseeng dan

Cigombong... 74 57 Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan publik Puskesmas

Cibinong, Cariu, Ciseeng dan Cigombong... 75 58 Keadilan untuk mendapatkan pelayanan Puskesmas Cibinong, Cariu,

Ciseeng dan Cigombong... 75 59 Matrik IFE Peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas di Kabupaten

Bogor ... 76 60 Matrik EFE Peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas di

Kabupaten Bogor ... 77 61 Matrik SWOT ... 80 62 Hasil Analisis QSPM dalam perumusan Prioritas Strategi Peningkatan

(20)

Halaman

1 Variabel Independen (X) dan Variabel Dependen (Y) dalam

penelitian... 92

2 Hasil Olah Regresi Model 1 Pengaruh APBD Kesehatan + Pendapatan Perkapita + Rata Lama Sekolah terhadap Angka Kematian Bayi... 93

3 Hasil Olah Regresi Model 2 Pengaruh APBD Kesehatan + Pendapatan Perkapita + Rata Lama Sekolah terhadap Angka Kematian Ibu... 95

4 Hasil Olah Regresi Model 3 Pengaruh APBD Kesehatan + Pendapatan Perkapita + Rata Lama Sekolah terhadap Angka Harapan Hidup... 98

5 Kuesioner respon kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas di Kabupaten Bogor... 101 6 Kuesioner Pembobotan Nilai Faktor internal... 102

7 Kuesioner Pembobotan Nilai Faktor Eksternal... 103

8 Kuesioner Rating Nilai Faktor internal... 104

9 Kuesioner Rating Nilai Faktor Eksternal... 105

10 Penentuan Bobot nilai Faktor Internal dan Eksternal... 106

11 Penentuan Rating nilai Faktor Internal ... 107

12 Penentuan Rating nilai Faktor Eksternal... 108

13 Perhitungan nilai Bobot dan Rating Faktor Internal ... 109

14 Perhitungan nilai Bobot dan Rating Faktor Eksternal ... 110

15 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 1... 111

16 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 2... 112

17 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 3... 113

18 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 4... 114

19 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 5... 115

20 Hasil perhitungan Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 6... 116

21 Perhitungan Total Nilai Daya Tarik QSPM dari 6 responden... 124

(21)
(22)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu hal yang menjadi komponen terpenting dalam kehidupan manusia. Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan pada pasal 34 ayat (3) ” Negara bertangung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas. Pelayanan kesehatan puskesmas ini merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat dalam membina peran serta masyarakat juga memberikan pelayanan menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat.

Seluruh program pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang kurang mampu bermuara pada pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas, yaitu pelayanan kesehatan menyeluruh yang meliputi pelayanan : kuratif (pengobatan), preventif (upaya pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan kesehatan tersebut ditujukan kepada semua lapisan masyarakat dan tidak membedakan status sosial serta jenis kelamin.

Pembiayaan kesehatan di Indonesia saat ini masih didominasi oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, sedangkan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan walaupun terus mengalami peningkatan, namun proporsinya masih berkisar 2,6 - 2,8 persen terhadap seluruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu sebesar 36 persen dari total pembiayaan kesehatan.

(23)

sementara jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan negara – negara ASEAN. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Anggaran Kesehatan Indonesia dan Negara Asean Tahun 2010

Sumber:WHO, 2010

Efek yang sangat terasa saat ini adalah terciptanya kesehatan sebagai sebuah komoditi ekonomi dengan melihat presentase keterlibatan modal pihak swasta terhadap total biaya kesehatan di Indonesia saat ini mencapai 64,0 persen. Apapun alasanya, keterlibatan pihak swasta dalam bidang kesehatan ini memiliki orientasi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, sangat logis ketika saat ini biaya kesehatan sangat mahal dan hampir sulit dijangkau oleh rakyat yang kurang mampu.

Tingginya pembiayaan yang berasal dari masyarakat tentunya hal ini akan menimbulkan beban pengeluaran rumah tangga bagi masyarakat, dimana masyarakat yang menderita penyakit dan membutuhkan biaya yang besar dalam perawatannya. Terjadinya paradigma mahalnya biaya pemeliharaan kesehatan serta menurunya kamampuan masyarakat membiayai pemeliharaan kesehatannya secara mandiri, adalah sebagai akibat krisis moneter dan keuangan yang belum pulih, hal tersebut pemerintah harus segera mengambil alih pembiayaan oleh masyarakat dengan memberikan kebijakan system pelayanan kesehatan tingkat pertama (Primary Health Care) secara gratis.

(24)

berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan pendekatan pencegahan (preventive) maupun penyembuhan (curative).

Program pemerintah di bidang kesehatan selama kurun waktu lima tahun kedepan, diharapkan mampu meningkatkan Angka Harapan Hidup (AHH) masyarakat menjadi 72 tahun pada tahun 2015. Wujud keseriusan pemerintah dalam program kesehatan tersebut adalah dalam bentuk alokasi anggaran kesehatan, anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2011 telah dialokasikan sebesar Rp 43,8 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan alokasi anggaran kesehatan tahun 2010 sebesar Rp 22,6 triliun. Perkembangan Alokasi anggaran tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.

Sumber : Kementerian Keuangan, 2012

Gambar.1 Perkembangan Anggaran Kesehatan Nasional terhadap Belanja

Negara Tahun 2005-2011

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 dan Surat Edaran Menteri Kesehatan RI nomor 1107 tahun 2000, yaitu dilimpahkannya semua kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan dan pembangunan kesehatan kepada pemerintah daerah kecuali bidang karantina dan kesehatan pelabuhan. Desentralisasi juga memberi kesempatan bagi Kabupaten/ Kota untuk mengoreksi berbagai standar pelayanan kesehatan, yang selama ini berlaku sama untuk Indonesia.

(25)

pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Merujuk Pasal 11 ayat (4), maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang layak dalam batas pelayanan minimal, adalah merupakan tanggung jawab atau akuntabilitas yang harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Secara ringkas PP No. 65 Tahun 2005 memberikan rujukan bahwa SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Desentralisasi kewenangan dalam penentuan kebijakan dan perencanaan kesehatan diharapkan dapat terselenggarakannya pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih rasional, efektif, dan efisien sehingga terjamin kesinambungan. Isu pokok perumusan kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan adalah keberadaan, kapasitas, serta kesiapan institusi terkait di daerah. Institusi tersebut harus mampu membuat perencanaan operasional serta mengembangkan berbagai inisiatif baru yang selaras dengan visi yang direncanakan, isu pokok pembangunan kesehatan di era otonomi daerah adalah bagaimana pemerintah daerah dapat memobilisasi sumberdaya potensial di wilayah kerjanya untuk membiayai, merencanakan, menyelenggarakan, dan menilai akuntabilitas pembangunan kesehatan masyarakat melalui pemberian jaminan kesehatan.

Sesuai dengan visi Pemerintah Kabupaten Bogor, yaitu ingin mewujudkan masyarakat yang bertaqwa, berdaya dan berbudaya menuju sejahtera yang telah direncanakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor dalam bidang kesehatan adalah, memuat skala prioritas tentang bagaimana peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas, sebagai skala prioritas maka dibutuhkan adanya alokasi anggaran kesehatan yang optimal untuk mendukung seluruh program kegiatan yang telah direncanakan.

(26)

bantuan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, maupun dari Bantuan Luar Negeri, serta Anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor sendiri. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Anggaran Pembangunan Bidang Kesehatan di Kabupaten Bogor berdasarkan Sumber Dana Tahun 2006 – 2010

No Sumber Tahun ( Ribu) Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2010

Peningkatan jumlah anggaran yang dialokasikan terhadap pambangunan dibidang kesehatan, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor sejak diberlakukan kebijakan otonomi daerah, dan sumber dana bantuan yang diperoleh diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap meningkatnya derajat kesehatan di Kabupaten Bogor, serta mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, baik pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

(27)

1.2 Perumusan Masalah

Pembangunan kesehatan, sebagai bagian integral dari pembangunan di Kabupaten Bogor bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui penyelenggaraan program-program kesehatan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk mewujudkan Kabupaten Bogor sebagai suatu kawasan sehat, dengan masyarakat yang sehat dan sejahtera maka kesehatan merupakan modal dasar pembangunan yang perlu mendapatkan prioritas.

Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah otonom, sesuai amanat yang terdapat dalam Undang - undang otonomi daerah, yaitu memiliki kewajiban memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, salah satu bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah adalah pelayanan kebutuhan dasar masyarakat dibidang kesehatan. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran alokasi anggaran kesehatan sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bogor, selama kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Alokasi Anggaran Kesehatan yang bersumber dari APBD Kabupaten Bogor Tahun 2006 – 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2010

(28)

secara persentase terjadi penurunan, yakni 11,24 persen pada tahun 2009 menjadi 10,27 persen pada tahun 2010.

Keberhasilan program pembangunan kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari seberapa besar peningkatan dari indikator derajat kesehatan, indikator derajat kesehatan biasanya memiliki indikator tunggal yaitu Angka Harapan Hidup (AHH). Angka Harapan Hidup (AHH) yang dimaksud dalam hal ini adalah angka harapan hidup waktu lahir yaitu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk.

Besaran Angka Harapan Hidup (AHH), dipengaruhi oleh Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Angka kematian bayi adalah Angka besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun yang dinyatakan per seribu kelahiran hidup, sedangkan angka kematian ibu adalah besaran per seratus ribu kematian ibu saat hamil.

Pencapaian indikator derajat kesehatan di Indonesia, berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan Indonesia terus mengalami peningkatan selama kurun waktu tahun 2006 – 2010 melalui berbagai program dan kegiatan pembangunan yang dijalankan di bidang kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pencapaian Indikator Derajat Kesehatan di Indonesia dan selama kurun waktu Tahun 2006 – 2010

No. Indikator

Tahun

Satuan 2006 2007 2008 2009 2010

1 Angka Kematian Bayi

(AKB)

3 Angka Harapan Hidup

(AHH) Tahun 70,3 70,4 70,5 70,7 70,9

Sumber : Badan Pusat Statistik Nasional, 2011

(29)

Tabel 5. Pencapaian Indikator Derajat Kesehatan di Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu Tahun 2006 – 2010

No. Indikator

Tahun

Satuan 2006 2007 2008 2009 2010

1 Angka Kematian Bayi

(AKB)

3 Angka Harapan Hidup

(AHH) Tahun 70,02 70,03 70,05 70,07 70,09

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2011

Adapun pencapaian indikator derajat kesehatan di Kabupaten Bogor, selama kurun waktu tahun 2006 – 2010 terus mengalami peningkatan melalui angka harapan hidup, serta penurunan untuk angka kematian bayi dan angka kematian ibu akan tetapi masih jauh dari pencapaian dtingkat Provinsi Jawa Barat dan Nasional. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pencapaian Indikator Derajat Kesehatan di Kabupaten Bogor selama kurun waktu Tahun 2006 – 2010

No. Indikator

Tahun

Satuan 2006 2007 2008 2009 2010

1 Angka Kematian Bayi

(AKB)

3 Angka Harapan Hidup

(AHH) Tahun 67,21 67,63 68,03 68,44 68,86

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

(30)

Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan dibidang kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Bogor kepada masyarakat, pelayanan kesehatan tersebut diberikan melalui lembaga yang bernama pusat kesehatan masyarakat yang sering dikenal dengan Puskesmas. Puskesmas merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan dasar dalam system pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor, disamping itu Puskesmas mempunyai peran yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

Berdasarkan data penduduk yang berkunjung memanfaatkan pengobatan ke sarana Puskesmas baik pengobatan rawat rawat inap, maupun pengobatan rawat jalan dari tahun 2006 – 2010 terus mengalami fluktuasi, sebaliknya penduduk yang berkunjung ke sarana pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah melalui pengobatan rawat jalan selama kurun waktu 5 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 2. Jumlah kunjungan Rawat Jalan Puskesmas dan RSUD di Kabupaten Bogor Tahun 2006 – 2010

(31)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011

Gambar 3. Jumlah Kunjungan Rawat Inap Puskesmas dan RSUD di Kabupaten Bogor Tahun 2006 - 2010

Dari data Gambar 2 dan Gambar 3 diatas menunjukkan indikasi adanya pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas mengalami penurunan, hal ini akan berakibat dimana masyarakat cenderung memilih langsung berobat ke rumah Sakit dari pada terlebih dahulu berobat ke Puskesmas, sehingga rumusan masalah kedua dari kajian ini adalah bagaimana presepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor?

Pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang diberikan kepada masyarakat, diperlukan adanya strategi dan rancangan program yang serta dukungan yang positif dari semua stakeholder yang berperan langsung terhadap masalah pembangunan dibidang kesehatan di Kabupaten Bogor, oleh karena itu pertanyaan selanjutnya dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi dan program peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan

(32)

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Indikator Derajat Kesehatan di Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis presepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Bogor.

3. Merumuskan strategi dan rancangan program peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil dari penelitian ini adalah

1. Dapat memberikan kontribusi terhadap upaya percepatan realisasi derajat kesehatan serta peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor. 2. Menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam

pelaksanaan pembangunan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia khususnya di bidang Kesehatan.

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Darwanto (2007), anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah di Indonesia disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proses penyusunan anggaran melibatkan dua pihak yaitu eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Fungsi eksekutif (pemerintah daerah) adalah melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif (perwakilan rakyat) berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran dan pengawasan. Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan kebijakan umum APBD dan prioritas anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (perda).

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006, pada Pasal 21 dijelaskan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.

2.2. Pembiayaan Kesehatan

(34)

Menurut World Bank (1993) dalam World Development Report, biaya pelayanan kesehatan masyarakat sesensial atau seharusnya dibiayai oleh pemerintah minimal 4,2 dolar US per kapita pertahun. Sedangkan pelayanan pkesehatan penduduk miskin sebesar 7,8 dolar US per kapita pertahun.

Dengan jumlah penduduk 4.771.932 jiwa dan jumlah penduduk miskin 1.472.551 jiwa penduduk Kabupaten Bogor, maka alokasi minimal anggaran kesehatan esensial adalah 31.528.012 USD atau setara dengan Rp. 299.516.115.900(kurs 1 USD = Rp. 9.500 )

Menurut Gottret dan Scieber ( 2006 ), pembiayaan kesehatan ( Health financing) adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengumpulkan (Collecting),

menata (polling) dan membelanjakan (purchasing) dana/uang untuk pemeliharaan kesehatan. Pembiayaan kesehatan sangat rentan terhadap beberapa faktor pengaruh (determinan), terutama nilai-nilai sosial (social values), struktur politik

(political structure),aktifitas ekonomi (economi activity), dinamika lingkungan

(environmental dynamic), profil demografi (demographic profiles) dan tekanan eksternal (external pressure).

2.3. Sistem Kesehatan Nasional

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah tatanan yang mencerminkan

upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal, sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga bertujuan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan Sistem Kesehatan Nasional, diselenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat, dengan peran aktif masyarakat dan menggunakan hasil pembangunan ilmu pengetahuan serta teknologi tepat guna, dengan biaya yang dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. (Departemen Kesehatan RI, 2004).

(35)

1. Kependudukan, Jumlah penduduk yang besar serta tingkat fertilitas yang tinggi menyebabkan struktur penduduk yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan upaya kesehatan.

2. Perilaku penduduk terhadap kesehatan, Faktor perilaku penduduk terhadap kesehatan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial budaya masyarakat termasuk tingkat pendidikan dan berkaitan antara lain dengan pengertian sehat, sakit, pengobatan sendiri, penggunaan sumberdaya kesehatan dan adat istiadat.

3. Lingkungan, Hubungan antara keadaan manusia dan faktor lingkungan seperti sosial budaya, ekonomi, lingkungan fisik dan biologik, membentuk keseimbangan yang dapat berubah-ubah.

4. Sumber daya, Sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara dapat dimanfaatkan jika terdapat cukup modal, sumberdaya manusia serta teknologi yang memadai, keberhasilan pembangunan sektor ekonomi dapat mendukung upaya kesehatan yaitu dengan tersedianya dana yang cukup.

5. Kesepakatan kebijakan Politik (Political commitment), Keberhasilan pembangunan kesehatan akan tercapai apabila terdapat kesepakatan kebijakan pada semua tingkat, baik dilingkungan pemerintah maupun masyarakat. (Departemen Kesehatan RI, 2004).

2.4. Indikator Derajat Kesehatan

(36)

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi usia 0 -12 bulan pada tahun tertentu dalam 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Angka Kematian Bayi sangat sensitif terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, dan menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian bayi tersebut dihitung.

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas pada setiap 100.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Angka Kematian Ibu merupakan gambaran tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan serta tinggi rendahnya tingkat pelayanan dan fasilitas kesehatan terutama untuk ibu hamil,waktu melahirkan dan masa nifas. (Departemen Kesehatan, 2004).

2.5. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS)

Menurut Muninjaya (2004), Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah. Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan serta menjadi ujung tombang pembangunan bidang kesehatan.

Puskesmas di era desentralisasi mempunyai 3 fungsi yaitu : a) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Memiliki makna bahwa puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama.

b) Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga.

(37)

c) Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat „mutlak perlu‟ yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat, serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan puskesmas bersifat komprehensif, terpadu dan berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2004).

Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional (2004), adalah sebagai aspek fungsional, artinya Puskesmas merupakan pelaksana pelayanan masyarakat tingkat pertama yang dibina oleh pihak dinas kesehatan kabupaten atau kota dan secara teknis dalam bidang pelayanan medik Puskesmas dapat berkoodinasi dan bekerjasama dengan RSUD. Agar dapat memberikan kontribusi dan distribusi terhadap masyarakat dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh di wilayah kerjanya. Puskesmas memiliki program pokok yang meliputi:

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 2. Keluarga Berencana (KB) 3. Usaha Perbaikan Gigi

4. Kesehatan Lingkungan (Kesling)

5. Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Menular (P2PM) 6. Pengobatan, pelayanan Darurat karena kecelakaan

7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat 8. Kesehatan Sekolah

9. Kesehatan Jiwa

10.Pencatatan pelaporan sistem Imunisasi Kesehatan 11.Kesehatan Olah Raga

12.Laboratorium sederhana 13.Kesehatan Usia Lanjut 14.Kesehatan Gigi dan Mulut

(38)

2.6. Penelitian Terdahulu

Harni (1994) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara pendapatan responden dengan pemanfaatan penolong persalinan atau makin tinggi pendapatan responden cenderung akan memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Temuan Harni (1994) didukung oleh Azwar (1996), di mana tingginya AKI di Indonesia disebabkan berbagai faktor, antara lain faktor obstetrik (kebidanan) langsung dan faktor sosial, ekonomi, demografi dan kultural, kebiasaan bersalin secara tradisinal atau yang dilakukan di rumah dan masih rendahnya kondisi sosial ekonomi penduduk dapat ditunjuk sebagai anteseden dari kematian ibu.

Sugiharti (2001) mengemukakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan pemanfaatan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, dimana ibu dengan status ekonomi kurang mampu mempunyai kecenderungan 2,640 kali lebih tinggi dalam memanfaatkan tenaga non kesehatan sebagai penolong persalinan dibandingkan ibu dengan status ekonomi mampu.

Elfindri (2003), menyatakan bahwa peningkatan kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kualitas manusia, kesehatan sebagai modal dimana investasi kesehatan bermakna secara mikro untuk meningkatkan nilai stok manusia, berupa ketahan fisik dan intelejensia, serta investasi kesehatan dapat mengurangi penyusutan nilai stok manusia. Perbaikan kesehatan yang terusmenerus akan menuju pada suatu keadaan yang sehat.

Trisnantoro( 2004), menyatakan bahwa Analisis Pembiayaan Kesehatan yang Bersumber dari Pemerintah melalui District Health Account di Kabupaten Sinjai. terjadi peningkatan pembiayaan kesehatan sejak tahun 1998 sampai 2002 di Kabupaten Sinjai diperoleh dari pemerintah. Sebelum desentralisasi peran pemerintah pusat dalam kesehatan keuangan adalah tinggi (11, persen sampai 60 persen), tetapi setelah desentralisasi, meningkat (24 persen menjadi 83 persen).

(39)

Rasio alokasi belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD Kota Bekasi periode 1983-2005 masing-masing 49,33 persen dan 50,67 persen.

Yuanita (1992), menyatakan faktor- faktor yang mempengaruhi angka kematian ibu adalah, tingkat pendidikan dan aksesibilitas pelayanan kesehatan, wanita dengan tingkat pendidikan rendah cenderung nikah diusia muda, hal ini berdampak pada kematian ibu karena rendahnya tingkat kesadaran terhadap pentingnya menjaga kesehatan sewaktu hamil. Faktor kesulitan mengakses fasilitas kesehatan berakibat penanggulangan terhadap kematian ibu sulit dilakukan karena masyarakat sulit menjangkau pusat layanan kesehatan yang telah disediakan, ketika masyarakat membutuhkan.

Aryastami(2006), menyatakan bahwa alokasi dan realisasi anggaran Kesehatan Ibu dan Bayi tahun 2005 di Kota Kupang, proporsi dana untuk kegiatan program Kesehatan Ibu dan Bayi terhadap total anggaran kesehatan. Dengan menggunakan metode analis data District Health Account (DHA). Hasilnya Pengalokasian anggaran untuk kegiatan pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi perlu dihitung secara benar, ditambah dan atau direlokasi dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian Ibu dan Bayi. Sebagai program prioritas, perlu dialokasikan anggaran secara cukup, tepat sasaran serta dihitung berdasarkan kebutuhan.

Huda (2007), memperlihatkan proporsi ibu yang melahirkan tidak disarana kesehatan lebih besar daripada ibu yang melahirkan di sarana kesehatan, yang potensial berdampak pada kematian ibu. Prinsip dasar pelayanan kesehatan ibu adalah setiap persalinan baik yang terjadi di rumah ataupun di sarana kesehatan harus mendapat pertolongan oleh petugas kesehatan yang terlatih sehingga tidak terjadi komplikasi obstetri.

(40)

Suhendrawati (2009) menyatakan bahwa Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi angka kematian ibu adalah pendapatan per kapita dan puskesmas bernilai negatif yang berarti setiap kenaikan pendapatan per kapita masyarakat dan penambahan jumlah puskesmas akan menurunkan angka kematian ibu. Sedangkan posyandu, secara statistik signifikan mempengaruhi angka kematian ibu, namun koefisien regresi bernilai positif di mana hasilnya berlawanan dengan harapan yaitu setiap penambahan posyandu akan terjadi peningkatan kematian ibu. Hal ini diduga disebabkan oleh menurunkannya kinerja posyandu karena keterbatasan peralatan dan tempat yang memadai.

Abdur Rofi‟ (2007),Variabel pada faktor-faktor eksogen dan endogen yang memiliki keterkaitan atau pengaruh terhadap kematian bayi adalah usia kawin pertama ibu, munisasi PIN pada bayi dan imunisasi BCG pada bayi, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah pemeriksaan kesehatan ibu hamil, perilaku ibu merokok, imunisasi tetanus pada saat ibu hamil, pendidikan ibu, imunisasi polio pada bayi, imunisasi DPT pada bayi, imunisasi campak pada bayi, imunisasi hepatitis B pada bayi dan morbiditas atau kesakitan pada bayi dan yang memiliki keterkaitan paling kuat adalah PIN dan imunisasi BCG pada bayi.

Sunyoto (2007) menyatakan bahwa pembangunan pusat-pusat pelayanan kesehatan di Kabupaten Gunungkidul masih mengikuti sistem fix facility. Sistem semacam itu melembagakan relasi sosial yang menempatkan tenaga-tenaga medis maupun paramedis kurang pro-aktif memberikan pelayanan kesehatan. Kedua, lokasi fasilitas-fasilitas kesehatan berhubungan erat dengan tingkat adaptasi masyarakat terhadap kebijakan atau program pelayanan kesehatan. Akses penduduk pada fasilitas kesehatan yang bertempat tinggal atau berdomisili di desa-desa yang tergolong prasejahtera (kebanyakan penduduk miskin) lebih rendah daripada mereka yang berdomisili di desa-desa yang tergolong sejahtera.

(41)

III.METODOLOGI KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah otonom dalam rangka melaksanakan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang otonomi daerah, adalah melaksanakan kegiatan pembangunan, diantaranya adalah pembangunan bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang perekonomian serta pembangunan sektor lain. Seluruh program pembangunan tersebut dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan terhadap program pembangunan yang telah direncanakan.

Pembangunan dibidang kesehatan di Kabupaten Bogor merupakan salah satu prioritas program pembangunan jangka panjang, yakni untuk menciptakan sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas. Oleh karena itu diperlukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap pencapaian indikator derajat kesehatan di Kabupaten Bogor yakni:

(1) Dukungan pembiayaan kesehatan yang bersumber dari lokasi APBD mempunyai keterkaitan langsung dengan tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat, faktor alokasi anggaran bidang kesehatan diduga berpengaruh terhadap mencapai indikator derajat kesehatan, khususnya untuk penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (AKI) yang secara langsung berdampak terhadap tinggi rendahnya Angka Harapan Hidup (AHH) masyarakat di Kabupaten Bogor.

(2) Faktor penghasilan, dimana faktor tinggi rendahnya Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh terhadap kemampuan dalam membiayai kehidupannya, termasuk biaya pendidikan dan kesehatan dan hal ini diduga memiliki penggaruh terhadap pencapaian indikator derajat kesehatan di Kabupaten Bogor.

(42)

(4) Faktor ketersediaan sumberdaya manusia dibidang kesehatan, baik yang berprofesi sebagai tenaga fungsional Dokter, Perawat, Bidan dan tenaga kesehatan lainnya, diduga memiliki peranan yang berpengaruh terhadap tercapainya indikator derajat kesehatan di Kabupaten Bogor, karena rasio ketersediaan tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk akan berpengaruh pula terhadap pelayanan kesehatan yang deberikan secara maksimal.

Tingkat keberhasilan pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Bogor, diduga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, dimana pelayanan kesehatan yang diberikan akan berdampak terhadap kepuasan masarakat pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Oleh karena itu diperlukan penelitian tetang tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di tingkat Puslesmas dengan berpedoman Indek Kepuasan Masyarakat berdasarkan SK. Menpan.Kep/25/M.Pan/2/2004, tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) unit pelayanan instansi pemerintah.

(43)

Gambar 4. Kerangka pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indikator Derajat Kesehatan dan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bogor.

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

2. Angka Kematian Ibu (AKI)

3. Angha Harapan Hidup (AHH)

Program Pelayanan

Kesehatan Berkualitas Respon Masyarakat

Analisis

Indek Kepuasan Masyarakat (IKM)

(44)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di wilayah Pemerintah Kabupaten Bogor, hal ini secara sengaja dilakukan dengan pertimbangan: Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah otonom yang berfungsi sebagai daerah penyangga ibukota, karena letak wilayah Kabupaten Bogor berdekatan maka secara tidak langsung akan berdampak terhadap kondisi pendidikan, ekonomi, sosial masyarakat termasuk masalah kesehatan.

Waktu pengambilan dan pengolahan data penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yakni mulai bulan Oktober 2012 sampai bulan Januari 2013, yang mengambil lokasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan beberapa Puskesmas di 4 (empat) Wilayah Kecamatan yaitu : Kecamatan Cibinong, Cariu, Ciseeng, dan Cigombong. Penetapan lokasi dilakukan secara „purposive‟ dengan pertimbangan daerah yang mempunyai karakteristik yang berbeda, dan mewakili 40 puskesmas kecamatan yang tersebar disluruh wilayah Pemerintah Kabupaten Bogor.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah para pasien yang menggunakan fasilitas pengobatan pada Puskesmas di Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sengaja. Masing-masing Puskesmas dipilih 100 responden sebagai key informan yaitu masyarakat yang menggunakan layanan puskesmas, dipilih 4 Puskesmas, dengan pertimbangan kecamatan yang mewakili Kabupaten Barat, Timur, Tengah dan Selatan, sehingga jumlah sampel adalah 400 orang. Hal tesebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Lokasi Penyebaran dan jumlah responden dalam penelitian

No. Lokasi Responden

1. Kecamatan Cibinong 100

2. Kecamatan Cariu 100

3. Kecamatan Ciseeng 100

4. Kecamatan Cigombong 100

(45)

3.4 Jenis dan Sumber Data.

Data yang dikumpulkan dalam rangka mendukung penelitian ini terdiri dari atas data primer dan data sekunder. Data primer untuk mendukung pertanyaan kedua dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang menggunakan kuesioner untuk mendapatkan gambaran tentang hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas. Responden dalam yang diperoleh untuk mendukung pertanyaan ketiga dalam penelitian ini terdiri dari 6 pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor yaitu: Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Unsur Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepala Dinas Keuangan dan Aset Daerah dan Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKD) Kabupaten Bogor. Responden ditentukan dan dipilih pejabat-pejabat yang berkompeten dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga relevan dengan desain penelitian.

Data sekunder tahun 1999-2011 diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh dinas instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan, Bappeda, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Data sekunder juga diperoleh dari studi pustaka dengan melakukan penelaahan terhadap referensi yang relevan dengan penelitian ini. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tujuan, Metode, Jenis dan Sumber Data

Tujuan Jenis Data Sumber Metode

Menganalisis faktor-faktor yang dan strategi peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas di Kabupaten Bogor

(46)

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis. Data sekunder disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik atau bagan sesuai jenisnya, selanjutnya diinterpretasikan untuk dapat menunjang dan saling melengkapi dengan data kualitatif guna menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian kemudian diolah dengan metode analisis data sebagai berikut:

3.5.1 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda adalah analisis regresi yang digunakan untuk menduga nilai variabel terikat (dependent) dengan menggunakan lebih dari satu variabel bebas (independent) . Parameter penting yang dihasilkan dari analisis regresi berganda bermanfaat untuk mengambil kesimpulan adalah : (1) koefisien determinasi yang menggambarkan persentase keragaman variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas di mana nilai koefisin determinasi semakin mendekati 100% berarti semakin baik, (2) selang kepercayaan model yang menggambarkan tingkat perbedaan nyata (signifikan) dari persamaan yang digunakan yang nilainya biasanya adalah 90 persen– 95 persen ( : 0,1 atau  : 0,05), (3) nilai intersep dan nilai koefisien model beserta selang kepercayaannya masing-masing yang menggambarkan berapa nilai intersep dan nilai koefisien masing-masing variabel bebas beserta selang kepercayaannya di mana nilai-nilai ini kemudian dapat disusun menjadi sebuah persamaan regresi berganda (Wibowo,2008).

Untuk mengetahui faktor - faktor yang berpengaruh terhadap indikator derajat kesehatan dilakukan analisis regresi berganda dengan menggunakan data time series selama 16 tahun dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2011, variabel terikat dalam penelitian ini adalah indikator derajat kesehatan dan variabel bebasnya adalah realisasi anggaran kesehatan, pendapatan perkapita dan rata-rata lama sekolah dan sumberdaya maanusia bidang kesehatan dengan persamaan fungsi regresi yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y1 =

α

+

β

1

x

1 +

β

2

x

2 +

β

3

x

3 +

β

4

x

4 + Ɛ

Y2 =

α

+

β

1

x

1 +

β

2

x

2 +

β

3

x

3 +

β

4

x

4 + Ɛ

(47)

Keterangan:

Y 1: Angka Kematian Bayi (AKB)

Y 2 : Angka Kematian Ibu (AKI)

Y 3 : Angka Harapan Hidup (AHH)

α

:

Intersep

β

: Nilai koefisien regresi

X1 : APBD Kesehatan (APBDK)

X

2

:

Pendapatan perkapita (PpK)

X

3

:

Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)

X

4

:

Sumberdaya Manusia (SDM)

Ɛ

:

error atau residu

3.5.2 Analisis Presepsi Masyarakat

Pelayanan kesehatan dasar, adalah sebagai salah satu ujung tombak tingkat keberhasilan program peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas yang diberikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Untuk mengukur seberapa besar respon masyarakat terhadap program tersebut dibutuhkan adanya penelitian dengan metode survey dengan kuesioner yang berpedoman berdasarkan Surat Keputusan Menpan.Kep/25/M.Pan/2/2004, tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) unit pelayanan instansi pemerintah telah ditetapkan Gold Standard (BENCHMARK) sebesar 80 %, dengan pertimbangan angka tersebut adalah nilai IKM BAIK, karena pelayanan Puskesmas berkualitas adalah Puskesmas yang diharapkan dapat melayani masyarakat melebihi harapan masyarakat, maka nilai tersebut harus dapat dicapai oleh Puskesmas di Kabupaten Bogor. Adapun variabel pertanyaan indeks kepuasan masyarakat terdiri dari 15 item yaitu:

1. Kemudahan Prosedur Pelayanan;

2. Kesesuaian persyaratan dengan jenis pelayanan; 3. Kejelasan dan kepastian petugas yang melayani; 4. Kedisiplinan petugas;

(48)

6. Kemampuan petugas; 7. Kecepatan pelayanan;

8. Keadilan untuk mendapat pelayanan; 9. Kesopanan dan keramahan petugas; 10.Kewajaran biaya;

11.Kesesuaian biaya dengan Perda; 12.Ketepatan waktu pelayanan; 13.Kenyamanan lingkungan; 14. Keamanan lingkungan; dan 15. Kebersihan lingkungan.

Analisis data primer yang dihasilkan dari survey menggunakan kuesioner pilihan dengan skala LIKERT dengan pemberian skoring. Skor 1 : tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, skor 2 : kurang puas terhadap pelayanan kesehatan, skor 3 : sengaja dihilangkan untuk menghindari central tendency, skor 4 : puas terhadap pelayanan kesehatan, dan skor 5 : sangat puas terhadap pelayanan kesehatan. Kuesioner yang telah diisi dilakukan pembersihan data dan diberi koding, kemudian dientry ke software exel berdasarkan koding yang telah dibuat. Untuk penghitungan Indeks Kepuasan Masyarakat dengan rumus sebagai berikut :

1. untuk jawaban abstain (tidak mengisi) diberi skor 0

2. untuk ”tidak ... = 1, ”kurang ... = 2, ”puas” = 4 dan sangat ... = 5.

3. Semua pilihan jawaban responden (frekuensi), masing-masing dikalikan dengan skor sehingga diperoleh nilai . Contoh item pertanyaan nomor 1 tentang kemudahan prosedur pelayanan. Dari 100 responden : 2 memilih ”tidak mudah”, 2 memilih ”kurang mudah”, 83 memilih ”mudah” dan 13 memilih ”sangat mudah”. Dengan demikian nilai yang diperoleh dari item pertanyaan nomor 1 adalah: ( 2 x 1 ) +( 2 x 2 ) + ( 83 x 4 ) ( 13 x 5 ) = 403. Selanjutnya dihitung Indeks Kepuasan Masyarakat dengan formula sebagai berikut :

(49)

Keterangan :

F0 = Jumlah (Frekuensi) responden yang tidak menjawab (0) F1 = Jumlah responden yang menjawab ”tidak...” (skor 1) F2 = Jumlah responden yang menjawab ”kurang...” (skor 2) F4 = Jumlah responden yang menjawab ”puas” (skor 4) F5 = Jumlah responden yang menjawab ”sangat ...” (skor 5) S0-5 = Skor 1,2,4 dan 5

Σ F = jumlah total responden (total frekuensi)

Dari contoh item pertanyaan nomor 1 di atas, maka Indeks Kepuasan Masyarakat untuk kemudahan prosedur yang dicapai adalah :

403

IKM – Kemudahan Prosedur = x 100 % = 80,6 % 100 x 5

3.6 Strategi Perancangan Program

Strategi perancangan program dalam rangka meningkatkan pelayanan

kesehatan di Kabupaten Bogor, digunakan analisis faktor internal dan eksternal yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities,threat) dan untuk menentukan prioritas strategi digunakan analisis quantitative strategic planning matrix (QSPM).

1. Analisis Faktor Internal

Analisis internal dilakukan untuk memperoleh faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang harus diatasi. Faktor tersebut dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) dengan langkah sebagai berikut (David, 2002)) :

a. Menentukan faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan responden terbatas.

(50)

c. Memberikan skala rating 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4). Pemberian peringkat didasarkan atas kondisi atau keadaan Puskesmas di Kabupaten Bogor.

d. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang.

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi internal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi internal yang sangat baik rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil daripada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi internal selama ini masih lemah. Nilai lebih besar daripada 2,5 menunjukkan kondisi internal kuat. Analisis faktor diatas dapat menggunakan matriks pada Tabel 9.

Tabel 9. Matriks Analisis Faktor Internal

No Faktor Internal Bobot Rating Bobot x

Rating Kekuatan (Strengths)

1. ... 2. ... 3. ... 4. ...

Kelemahan (Weaknesses)

1. ... 2. ...

3. ...

4. ...

T o t a l 1.00

Sumber: Rangkuti,(1997)

2. Analisis Faktor Eksternal

(51)

mengunakan matriks EFE (Eksternal Faktor Evaluation) dengan langkah-langkah sebagai berikut (David, 2002):

a. Membuat faktor utama yang berpengaruh penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor eksternal (bobot). Penentuan bobot dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama dengan faktor horizontal dan 0 jika faktor vertikal kurang penting daripada faktor horizontal.

c. Memberikan peringkat (rating) 1 sampai 4 pada peluang dan ancaman untuk menunjukkan seberapa efektif strategi mampu merespon faktor-faktor eksternal yang berpengaruh tersebut. Nilai peringkat berkisar antara 1 sampai 4. Nilai 4 jika jawaban dari responden sangat baik, dan 1 jika jawaban menyatakan buruk.

d. Menentukan skor tertimbang dengan cara mengalikan bobot dengan rating.

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjukkan bahwa respon terhadap faktor eksternal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan sangat baik. Rata-rata nilai yang dibobot adalah 2,5. Nilai lebih kecil daripada 2,5 menunjukkan respon Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap eksternal masih lemah. Nilai lebih besar daripada 2,5 menunjukkan respon yang baik. Analisis faktor eksternal diatas dapat menggunakan matriks Tabel 10.

(52)

Tabel 10. Matrik Analisis Faktor Eksternal.

3. Matrik Internal - Eksternal (IE Matrik)

Matrik internal eksternal ini digunakan untuk memperoleh strategi yang tepat untuk ditetapkan dalam suatu perusahaan atau organisasi yang terdiri dari 9 sel sterategi yang dapat dikelompokkan dalam tiga strategi utama (1) growth strategy adalah strategi pertumbuhan terdiri dari (sel 1,2,4 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7,8). (2) Stability strategy adalah strategi yang ditepkan tanpa merubah arah strategi yang telah ditetapkan. (3) Retrenchment strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan. Secara lengkap matrik IE dapat dilihat dalam Gambar 5.

Total Skor Evaluasi Faktor Internal

Gambar 5. Matrik Internal Eksternal

I II III

Pertumbuhan Pertumbuhan Stabilitas

IV V VI

Pertumbuhan Pertumbuhan Penciutan

VII VIII IX

Gambar

Gambar  2. Jumlah  kunjungan Rawat  Jalan  Puskesmas    dan   RSUD   di
Gambar 3. Jumlah  Kunjungan  Rawat Inap Puskesmas  dan RSUD di   Kabupaten
Gambar 4.  Kerangka pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indikator
Tabel 8. Tujuan, Metode, Jenis dan Sumber Data
+7

Referensi

Dokumen terkait