SAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
5.1 Sajian Data
5.1.2.5 Kesetaraan dalam Komunikasi Interpersonal
Pada saat ketika berkomunikasi, di kondisi apapun, sedikit atau banyak tentu terdapat adanya ketidak kersetaraan. Dalam komunikasi yang terjadi antara anak dan orang tua, peneliti mengajukan pertanyaan yang terkait dengan adanya komunikasi dua alur, dimana komunikasi dua alur itu sangatlah penting mengingat dalam komunikasi, komunikator memberikan kesempatan kepada lawan bicara termasuk dalam kesetaraan, agar komunikasi tetap berjalan terus-menerus. Terkait dengan terjadinya komunikasi dua alur, subjek menyatakan bahwa selama berkomunikasi telah terjadi dua alur komunikasi ketika peihal memilih pasangan. Hal demikian pun disampaikan oleh anak yang menjadi subjek penelitan, mereka menyampaikan sebagai berikut :
“ibu dengerin dengan seksama sih pas aku ngomong, jadi gak ada dipotong gitu. Pas ibu ngomong juga aku dengerin. Kalau ditanya ya dijawab. ”( wawancara : Diki)
Selain kepada anak, peneliti juga mengajukan pertanyaan kepada orang tua terkait permasalahan komunikasi dua alur, dimana komunikasi yang dua arah akan menciptakan kesepahaman, sebagai berikut :
“kalau anak ada cerita apa gitu ke saya, selalu saya dengarkan tanpa saya potong biar lega anaknya dan merasa nyaman bercerita ke saya. Ketika saya ngasih pesan pun saya menyerahkan keputusan sama anaknya. Karena yang jalanin anaknya” ( wawancara : ibu Nurhalima)
“kita kalau bercerita satu sama lain pasti saling mendengarkan dengan baik, tidak ada yang menyela terutama ketika dia dulu berkeluh kesah tentang pasangannya, selalu saya dengarkan dengan seksama.” ( wawancara : Ibu Samira)
55
Melihat dari pernyataan diatas dari subjek penelitian, peneliti menyimpulkan bahwasanya anak ingin diberi kesempatan untuk mengutarakan keluh kesahnya serta didengarkan. Orang tua pun ingin ikut merasakan dan memahami apa yang dirasakan anaknya. Bahkan orang tua tidak ingin memaksakan kehendak diri sendiri dalam prosesnya. Mendengar dan menanggapi antara anak dan orang tua sudah terbentuk dalam komunikasinya.
Hasil lapangan yang berupa Observasi, peneliti juga mendapatkan hasil ketika orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya atau menjawab ketikakomunikasi berlangsung. Pada saat itu peneliti mendengarkan ada kalimat yang dilontarkan kepada anak,
“kalau maunya kamu gimana? Ibu ikut saja asal itu baik.”. Bila kalimat-kalimat ini dikaitkan dengan hasil wawancara dan hasil observasi, ini sudah sangat mendukung pernyataan yang disampaikan oleh anak dan orang tua. Dan mereka dapat melakukan komunikasi lebih mendalam ketika dirasa masih belum menemukan titik temu.
Kesetaraan adalah pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain. Kesetaraan yang terjadi pada komunikasi antara anak dan orang tua selaku subjek penelitian jika terkait definisi yang tersebut, maka berkaitan dengan isi pesan yang disampaikan serta bagaimana anak dan orang tua menyetarakan pemahaman dan perasaan tanpa melihat status quo yang dimiliki oleh orang tua.
Orang tua menganggap bahwa ketika mendengarkan keluh kesah anak adalah bentuk menghargai dan menganggap hal yang disampaikan anak adalah hal penting sebagaimana anak memaknai peran orang tua dalam pemilihan pasangan. Ketika pun orang tua pernah mengalami kegagalan hal tersebut bukan merupakan suatu hambatan bagi kedua belah pihak menyamakan pemahaman dan perasaan juga menghargai satu sama lain.
5.2 Pembahasan
Komunikasi Interpersonal atau sering disebut dengan komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses terjadinya komunikasi ua orang atau lebih dengan umpan balik secara langsung atau realtime. Komunikasi interpersonal pun terjadi pada anak dan orang tua saat berdiskusi perihal memilih pasangan, Dimana pesan yang didapatkan berupa wejangan, tanggapan, dan dukungan
56
seputar memilih pasangan. Penjelasan tersebut sesuai dengan definisi komunikasi bahwasanya komunikasi interpersonal merupakan bertukarnya pesan yang terjadi antara dua orang atau sekelompok kecil orang dengan hasil tertentu dan umpan balik saat itu juga.
Komunikasi interpersonal memiliki lima aspek utama dalam pendekatan humanis yaitu : keterbukaan, empati, sikap pendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Keterbukaan dalam komunikasi interpersonal anak dan orang tuanya yang telah bercerai ini ditampilkan oleh warga desa Druju, Sumbermanjing Wetan, Malang. Dengan adanya keterbukaan dalam proses komunikasi perihal memilih pasangan memiliki peran penting terhadap keputusan anak dalam mengatur masa depan hubungan jenjang pernikahan. Untuk mengetahui serta berdiskusi terkait biduk rumah tangga dan bertukar pengalaman sebagai pembelajaran. Melalui keterbukaan ini juga anak dan orang tua dapat mengetahui serta memahami satu sama lain. Subjek orang ibu Minarti dan ibu Nanis menjelaskan apabila tidak mengetahui jika anaknya tidak berinisiatif untuk menceritakan maka mereka tidak akan tahu. Adapun dari anak yang menjadi subjek penelitian menganggap jika untuk terbuka kepada orang tua butuh sesuatu yang pasti,
Mendengar pernyataan diatas hal ini pun lumrah terjadi mengingat masing-masing orang tua dan anak memiliki kesibukan dan urusan sendiri. Orang tua menganggap anak sudah dewasa dapat mengurus diri sendiri sehingga jarang menanyakan keseharian anak.
Keterbukaan dalam komunikasi interpersonal antara anak dan orang tua selain tergambar dalam pernyataan diatas juga sebagai dasar seseorang mengetahui apa yang terjadi dengan orang lain. Keterbukaan komunikasi juga dapat mengukur atau mengetahui tingkat kepedulian sesorang terhadap orang lain juga mengurangi kecemasan serta meningkatkan kenyamanan.
Dalam prosesnya tentu saja tidak selalu berjalan lancar sesuai harapan sebab masing-masung individu memiliki sifat alamiah manusia seperti ketidakmampuan menyembunyikan perasaan, keraguan, dan lain sebagainya.
Orang tua seperti ibu Nanis dan Minarti yang memiliki hubungan kurang dekat dengan anak justru menunggu anak untuk memulai proses keterbukaan komunikasi terkait memilih pasangan sehingga keterbukaan sebagai jalan pengembangan hubungan mengalami sedikit hambatan tetapi dalam prosesnya walau kurang dekat, keterbukaan sudah terjadi karena dalam prosesnya mau tidak mau kedua belah pihak melalui proses bertukar pesan. Sebagaimana jendela keterbukaan yang memiliki empat bagian keterbukaan, masing-masing individu memiliki batasan
57
dalam membagi informasi atas dirinya kepada orang lain seperti yang dilakukan oleh subjek penelitian Diki yang memilah cerita yang akan disampaikan atau mengumpulkan terlebih dahulu sebelum diceritakan kepada orang tua.
Keterbukaan yang berjalan tanpa hambatan juga terjadi dalam prosesnya yang dialami oleh oleh subjek penelitian Orang tua Ibu Nurhalimah dan anak yaitu Diki yang memang selalu berbagi cerita satu sama lain walau lebih dominan anak yang bercerita namun sebagai orang tua Ibu Nurhalimah juga tidak segan menanyakan keadaan anaknya. Diki selaku anak yang melihat kepedulian orang tuanya pun mampu berkata jujur sebagai bentuk keterbukaan.
Aspek kedua yaitu empati. Pada definisi empati yang telah disebutkan bahwasanya empati mengacu pada kemauan seseorang untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Dalam prosesnya antara anak dan orang tua dalam memilih pasangan. Empati merupakan faktor penting dalam menciptakan suasana saat berdiskusi yang nyaman, sehingga anak dan orang tua dapat berbicara dan merasa erat satu sama lain.
Anak yang merasa nyaman bercerita kepada orang tuanya akan terlihat dari perilakunya dijabarkan bagaimana secara gamblang dia menceritakan keluh kesah, pemanfaatan timing mengobrol serta bagaimana sikap dalam menyampaikan inti obrolan dengan fokus meski awalnya terasa gugup. Apabila orang tua terbuka dan menunjukan sikap empati terhadap persoalan yang dihadapi anaknya terutama perihal memilih pasangan. Selain secara lisan, empati juga dapat ditunjukkan melalui komunikasi non verbal. Non verbal, memusatkan perhatian penuh dengan melakukan kontak mata kepada lawan bicara merupakan wujud awal dari sebuah rasa empati. Pada komunikasi anak dan orang tua yang telah bercerai dalam memilih pasangan yang dialami oleh seluruh subjek, orang tua juga memusatkan perhatiannya memalui kontak mata, kalimat akrab, serta fokus mendengarkan.
Perceraian yang mengakibatkan orang tua tunggal dan anak broken home tidak selalu memiliki konotasi negatif. Dalam beberapa kasus justru perceraian menjadi jalan terbaik pada keluarga yang bermasalah. Namun, bagi masing-masing anak dan orang tua perceraian tentu memiliki dampak yang besar bagi kehidupannya. Begitu juga ketika memilih pasangan, status perceraian memunculkan beberapa pertimbangan. Seperti yang terjadi dalam keluarga subjek penelitian Diki selaku anak dari Ibu Nurhalimah yang memberi pernyataan bahwa sang ibu memberikan nasihat dalam memilih pasangan termasuk nasihat agar tidak mengulangi perceraian
58
seperti yang dialami oleh Ibu Nurhalimah. Nasihat yang disampaikan pada waktu senggang yaitu dalam kegiatan sehari-hari seperti saat makan malam atau sedang beistirahat sore bersama di rumah sehingga komunikasi terjadi dalam suasana yang nyaman dan kondusif.
Proses empati antara anak dan orang tua tentu saja tidak selalu berjalan mulus, karena kembali lagi manusia sebagai individu yang hidup dan berkomunikasi juga memiliki tingkat kepekaan terhadap masalah yang dialami orang lain juga sulit menggambarkan ekspresi secara utuh. Hal itu juga yang terjadi pada subjek penelitian Darto yang orang tuanya kurang mampu memberikan komunkasi verbal berupa ekspressi empati sehingga tidak dapat ditentukan perasaan empati jika hanya dilihat melalui gambaran ekspresi terlihat biasa saja tidak terkejut tidak senang namun juga tidak sedih atau marah. Namun jika dilihat dari isi kalimat yang dilontarkan oleh orang tua Darto terdapat kalimat empati dengan memberikan nasihat untuk menikah satu kali seumur hidup.
Perbedaan sikap empati antara dua orang tua yang berbeda ini tidak justru membuat aspek komunikasi interpersonal empati menjadi tidak efektif. Komunikasi tetap berjalan dua arah dan hambatan yang terjadi bukan penghalang berarti sebab masing-masing melakukan usaha terbaiknya untuk membagi cerita tentang pasangan dan mencoba menyelami perasaan satu sama lain.
Setelah dua aspek diatas, muncul sikap mendukung dalam komunikasi anak dan orang tua. Hal ini terlihat dalam respon dan saran yang diberikan orang tua kepada anaknya. Setiap anak menjadi subjek akan mendapatkan masukan tergantung pada permasalah pemilihan pasangan yang dialami.
Dari bermacam-macam respon yang diterima subjek, dua subjek menyatakan selama diskusi berjalan, orang tua mmeberikan respon dan saran yang tidak bernada negatif untuk menilai pribadi orang lain. Pun jika terdapat yang mengalami respon negatif, kembali lagi kepada bagaimana cara orang tua menyikapi persoalan tersebut. Mengingat sikap mendukung merupakan aspek yang terpenting untuk menciptakan komunikasi yang lebih efektif.
Dalam sikap mendukung terdapat sikap deskriptif, dimana sikap ini tidak meberikan penilaian terhadap orang lain yang dapat menimbulkan rasa defensif. Selanjutnya ada provisionalitas yaitu kesediaan seseorang untuk mendengarkan pendapat yang berbeda dengan
59
orang lain. Selama komunikasi berlangsung antara anak dan orang tua, salah satu subjek menyatakan bahwa sedikit sulit menjelaskan ketika ibunya sedang mengalami kesusahan tetapi sang ibu tetap mencoba memberi respon dan dukungannya. Ketika pun mengalami kesalahpahaman, maka tidak segan bertanya kembali atau meminta penjelasan lebih rinci agar mencapaikan kesepahaman.
Hasil penelitian dengan semua subjek menunjukan sikap mendukung yang ditujukkan oleh orang tua, seperti memberikan solusi, nasihat, serta melakukan kontak mata atau sekedar gurauan apabila sedang berkomunikasi termasuk perihal pasangan. Hal ini menunjukan jika orang tua benar-benar ingin membantu serta peduli juga mendukung anaknya.
Komunikasi interpersonal anak dan orang tua dalam aspek sikap mendukung agar tercipta komunikasi yang efektif. Masing-masing individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan menghakimi dan spontan tidak strategik. Sikap dukungan memilik peran untuk membina hubungan keluarga. Fase memilih pasangan ini bagi anak adalah fase penuh keraguan sehingga membutuhkan dukungan untuk meyakinkan pilihan dan arahan tanpa masukan negatif yang akhirnya menghambat komunikasi.
Lenggang sebagai salah anak yang menjadi subjek penelitian melihat bahwa ibunya termasuk orang yang memberikan dukungan positif pada saat berdiskusi serta memberikan kebebasan pada lenggang untuk memilih pasangan. Hal yang sama juga terjadi pada Ibu Suliswati yang juga memberikan kalimat dukungan kepada anaknya namun lebih memberikan pesan agar memperlakukan pasangan dengan baik karena belajar dari pengalamannya dan tidak ingin pasangan anaknya dirugikan.
Sikap mendukung dalam komunikasi anak dan orang tua yang diperlihatkan oleh subjek-subjek penelitian perihal memilih pasangan disini jika dilihat dari temuan peneliti tidak menemukan hambatan yang signifikan dan mengarah kepada kegagalan komunikasi. Masing-masing dari orang tua sebagai subjek penelitian sudah menganggap anak-anak mereka dapat berpikir secara matang juga anak-anak yang mendengarkan yang diampaikan orang tuanya, Maka terjadilah sikap mendukung dalam proses komunikasi antara keduanya.
Aspek keempat yang terdapat dalam komunikasi interpersonal adalah sikap positif.
Berdasarkan hasil penelitian dengan beberapa subjek penelitian, mengungkapkan jika orang tua
60
memberikan respon positif seperti ekspresi menyenangkan dan sesekali melontarkan gurauan agar suasana mencair. Adapun anak menungungkapkan bahwa orang tua aktif mendengarkan dan memberi nasihat kepada si anak. Menurut Soleh, orang tuanya tidak “cuek” akan permasalahan yang dihadapi dan memberikan banyak nasehat terkait pasangan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan jika orang tua telah memberikan respon positifnya kepada anak perihal memilih pasangan. Dan hal ini sesuai dengan aspek komunikasi interpersonal. Komunikasi akan berjalan semakin baik apabila di dalam komunikasi itu sendiri terdapat sikap positif. Begitu pula pada saat bercerita antara anak dan orang tua dalam memilih pasangan.
Aspek sikap positif merupakan bentuk sikap individu yang menghargai atas apa yang disampaikan oleh orang lain sehingga individu tersebut mampu menghargai diri sendiri secara baik dan positif. Sebagai contoh yang diperlihatkan oleh subjek penelitian Ibu Nanis yang walau tidak memiliki kedekatan lekat dengan anak namun ketika anak bercerita tentang pasangan dan mengenalkan pasangannya, Ibu Nanis menyambutnya dengan baik dan sopan bahkan menilai calon pasangan anaknya adalah pribadi yang baik. Mereka duuk bercengkrama di ruang tamu.
Sehingga anak serta pasangan merasa dihargai juga Ibu Nanis sebagai orang tua merasa dihormati.
Sikap positif juga dapat berupa dorongan baik secara verbal maupun non verbal. Perihal memilih pasangan seperti yang dialami Soleh selaku subjek penelitian mendapat dorongan seperti arahan tentang memilih pasangan dari orang tuanya dan berlangsung secara santai sambil bersenda gurau sehingga terjadi komunikasi dua arah yang dilingkupi sikap positif dari kedua belah pihak.
Sikap positif lainnya juga terjadi ketika seseorang memiliki perasaan positif terhadap dirinya sendiri sehingga mampu membuat orang lain ikut aktif berpartisipasi untuk menciptakan komunikasi yang positif. Dalam pemilihan pasangan oleh anak yang berdiskusi dengan orang tuanya. Subjek penelitian Darto mengalami hal serupa dimana ketika sedang berkomunikasi dengan orang tuanya, orang tua mendengarkan dengan baik bahkan mengajak untuk duduk bersama sambil mengobrol. Darto selaku anak juga aktif menanggapi pernyataan atau pun pertanyaan yang dilontarkan oleh orang tua bahkan dengan percaya diri mengenalkan calon pasangan kepada ibu Nanis selaku ibunya dan merupakan salah satu orang tua yang menjadi
61
subjek penelitian. Hal ini tidak akan terjadi tanpa adanya sikap positif dari kedua belah pihak yang sedang berkomunikasi.
Aspek yang terakhir atau yang juga menjadi aspek kelima dalam komunikasi interpersonal adalah aspek kesetaraan. Dalam berbagai situasi, terdapat perbedaan dalam macam hal misal kedudukan, bahasa, tingkat pendidikan dan lain-lain. Dalam komunikasi yang terjadi antara anak dan orang tua. Tentu saja orang tua memiliki tingkat kedudukan dan pengalaman yang lebih banyak ketimbang anak. Namun, ketidaksetaraan ini sangat perlu diimbangi agar tidak berjalan hanya komunikasi satu arah saja.
Kesetaraan dalam komunikasi sangat diperlukan dimana tidak ada membedakan atau mengkotak-kotakan status dalam keluarga atau antara anak dan pasangannya. Adanya kesetaraan dalam komunikasi interpersonal anak dan orang tua dapat menciptakan komunikasi yang efektif.
Orang tua dan anak mengakui dalam diri masing-masing ketika menyangkut memilih pasangan mereka saling membutuhkan sehingga harus saling menghargai, memahami, menyanyangi dan menjaga satu sama lain
Peneliti menemukan bahwa orang tua telah menciptakan kesetaraan komunikasi seperti Ibu Nurhalimah yang mendengarkan seksama tanpa menyela bahkan tanpa ragu bertanya ketika Diki selaku anak menceritakan hal-hal yang dia alami guna memahami dengan secara utuh permasalahan anak termasuk cerita soal pasangan yang sehingga menghindari kekeliruan ketika memberi nasehat atau arahan bagaimana kedepannya anak mengambil langkah.
Dalam proses komunikasi anak dan orang tua dalam memilih pasangan kesetraan ini terlihat dalam proses komunikasi yang dua arah dilakukan oleh anak dengan orangtua. Selama berkomunikasi, anak dengan gamblang menceritakan tentang apa yang dialami juga mengenalkan yang dianggap calon pasangan. Walau awalnya terasa canggung. Sehingga terjadi komunikasi yang dialogis.
Subjek Soleh pun mengatakan bahwa ketika dalam memilih pasangan, nasehat dari orang tua dalam hal ini ibu mempengaruhi cara pandangnya dalam memilih pasangan. Hal ini menyimpulkan bahwa komunikasi interpersonal anak dan orang tua pasca perceraian memiliki peran penting bagi anak dalam memilih pasangan.
62
Kesetaraan juga ditujukkan oleh subjek penelitian Ibu Samira yang mendengarkan anaknya dengan seksama ketika bercerita tentang pasangannya tanpa menyela sampai selesai dan kalimat yang ilontarkan pun ketika berkomunikasi dengan anaknya tidak menunjukkan bahwa ibu Samira ssebagai orang tua memiliki status lebih tinggi. Ibu Samira memilih untuk membaur dengan anak agar anak merasa nyaman juga bercerita tanpa ada yang ditutupi atau dikurangi.
Menciptakan suasana komunikasi yang setara dan efekti antara orang tua dan anak.
63 BAB VI