• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Dasar Teori

2.2.3. Kesiapan Kontraktor Menghadapi Perpres No. 54 Tahun 2010

Persaingan yang semakin ketat dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah mengharuskan peserta pengadaan membekali diri dengan pengetahuan dan aturan main sebagamana ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaaan Barang dan Jasa Pemerintah. Salah satu hal yang membedakan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya adalah adanya tata cara pengadaan yang diuraikan dalam dua dokumen pengadaan (standard bidding document) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Perpres No. 54 Tahun 2010. Pengetahuan peserta pengadaan tentang seluk beluk pengadaan juga merupakan hal penting yang sering kali luput dari perhatian (Nurachmad;2011).

Masih banyak perusahaan jasa pelaksana konstruksi di Indonesia yang sudah professional, bahkan mampu bersaing dengan perusahaan asing. Tetapi, ketika mengikuti lelang mereka justru kalah bersaing dengan perusahaan lain yang tidak professional. Dan menjadi ironi ketika profesionalisme itu tidak menjamin untuk memenangkan sebuah kompetisi. Bukankah pemenang lelang sangat ditentukan oleh kelengkapan dan keabsahan administrasi, teknis serta harga yang kompetitif dan responsive. Padahal kelengkapan dan keabsahan administrasi, teknis dan biaya yang kompetitif lahir dari sebuah profesionalisme. Itu sebabnya mengapa semua pelaku bisnis jasa konstruksi perlu digiring ke arah yang lebih professional, agar stigma kolusi, korupsi dan nepotisme pelaku bisnis ini bisa dihilangkan.

Jasa pelaksana konstruksi adalah bisnis yang memiliki ketergantungan terhadap ketersediaan modal. Modal diperlukan untuk membiayai seluruh aktivitas bisnis, baik dalam bentuk biaya langsung seperti untuk pengadaan bahan, upah tenaga kerja, pengadaan peralatan, pajak-pajak dan pengeluaran lain yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Disamping itu, modal diperlukan pula untuk biaya-biaya tidak langsung yaitu biaya yang diperlukan untuk kegiatan yang tidak secara langsung berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dilapangan (Alfian Malik, 2009).

commit to user

Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu kunci bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan dengan mengintegrasikan manajemen sumber daya manusia dan strategi bisnis. Peningkatan kompetensi dalam perusahaan khususnya sumber daya manusia adalah elemen utama untuk mencapai kesuksesan perusahaan dan keterlibatan sumber daya manusia dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi bisnis akan menciptakan efektifitas organisasi dalam industri (A.Karami et.al,2004).

Penunjang kesuksesan sebuah proyek, perusahaan perlu melakukan inovasi dan teknologi baru. Teknologi baru adalah suatu produk dan proses yang sebelumnya tidak digunakan dalam operasinya. Mitropoulus dan Tatum (2000) mendefinisikan teknologi proses sebagai teknologi yang digunakan oleh kontraktor dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi konstruksi (Sudarto, 2011).

Menurut Chung (1987), kebijakan pemerintah, undang-undang, serta campur tangan pemerintah merupakan masalah yang mempengaruhi kesuksesan perusahaan sebagai salah satu dari faktor eksternal. Secara tidak langsung pemerintah memengaruhi industri konstruksi dengan membentuk peraturan mengenai perijinan, kode, upah minimum, perpajakan, aturan impor dan pemakaian tenaga asing, dan sistem finansial konstruksi (Sudarto,2011).

Pada hakekatnya berbagai peraturan atau kebijakan baru dari pemerintah terkait dengan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi nasional bertujuan untuk meningkatkan kinerja jasa konstruksi sekaligus meningkatkan peran masyarakat jasa konstruksi secara proporsional sehingga ke depan memiliki daya saing di pasar lokal, nasional dan internasional.

commit to user

a. Latar Belakang Perubahan Perpres No. 54 Tahun 2010

Adapun latar belakang perubahan di dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 (Prabowo dkk, 2011) adalah :

1. Efisiensi belanja Negara dan persaingan sehat melalui pengadaan barang atau jasa pemerintah belum sepenuhnya terwujud.

2. Sistem pengadaan barang atau jasa pemerintah belum mampu mendorong percepatan pelaksanaan belanja barang dan belanja modal dalam APBN atau APBD.

3. Sistem pengadaan barang atau jasa pemerintah belum mampu mendorong terjadinya inovasi, tumbuh suburnya ekonomi kreatif serta kemandirian industri dalam negeri.

4. Masih adanya multi tafsir serta hal-hal yang belum jelas dalam Keppres No. 80 Tahun 2003.

5. Perlunya memperkenalkan aturan, sistem, metoda dan prosedur yang lebih sederhana, namun tetap menjaga koridor good governance serta masih menjamin terjadinya persaingan yang sehat dan efisiensi.

6. Perlunya mendorong terwujudnya reward dan punishment yang lebih baik dalam sistem pengadaan barang atau jasa pemerintah.

b. Arah Perubahan Perpres No. 54 Tahun 2010

Adapun arah perubahan dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 (Prabowo dkk, 2011) adalah :

1. Menciptakan iklim yang kondusif untuk persaingan sehat, efisiensi belanja Negara dan mempercepat pelaksanaan APBN atau APBD.

2. Memperkenalkan aturan, sistem, metoda dan prosedur yang lebih sederhana dengan tetap memperhatikan good governance.

3. Memperjelas konsep swakelola. 4. Memperjelas klasifikasi aturan.

5. Mendorong terjadinya inovasi, tumbuh suburnya ekonomi kreatif serta kemandirian industri.

commit to user

c. Perbedaan Pokok Perpres No. 54 Tahun 2010 dengan Keppres No. 80 Tahun 2003

Beberapa perbedaan pokok Perpres No. 54 Tahun 2010 dengan Keppres No. 80 Tahun 2003 (Prabowo dkk, 2011) adalah :

1. Jenis Pengadaan

Dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 jenis pengadaan berupa barang, jasa pemborongan, jasa konsultasi dan jasa lainnya. Sedangkan dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 jenis pengadaan menjadi barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lainnya.

2. Pelaksanaan E-Procurement

Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 setiap pengumuman ataupun pendaftaran harus melaksanakan sistem E-Procurement di website masing-masing instansi ataupun di portal pengadaan nasional, hal ini untuk lebih cepat, murah, transparan dan bebas premanisme atau mafia. Sedangkan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 pengumuman menggunakan media massa dan belum diatur secara jelas.

3. Delegasi Kewenangan dan Tanggung Jawab

Dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 belum diatur secara jelas. Sedangkan dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 telah diatur yaitu Pengguna Anggaran adalah Penanggungjawab utama pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bertanggungjawab atas subtansi pengadaan, Unit Layanan Pengadaan (ULP) bertanggung jawab atas pelaksanaan lelang.

4. Keberpihakan pada Usaha Kecil

Pada Perpres No. 54 Tahun 2010 untuk paket pekerjaan usaha kecil naik dari Rp. 1 milyar ke Rp. 2,5 milyar. Kemampuan dasar (KD) untuk pekerjaan konstruksi meningkat dari 2 NPt (nilai pengalaman tertinggi) menjadi 3 NPt. Untuk tahun perhitungan NPt naik dari 7 tahun menjadi 10 tahun.

commit to user

5. Penyederhanaan Pelaksanaan Pengadaan

Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 untuk pelelangan atau seleksi sederhana meningkat dari Rp. 100 juta menjadi sampai dengan Rp. 200 juta.

6. Fleksibel dalam Mengahadapi Bencana dan Keadaan Darurat

Ketentuan tentang bencana diperlonggar termasuk antisipasi sebelum bencana datang menerjang. Dalam menghadapi bencana dan keadaan darurat dapat dilakukan Penunjukan Langsung.

7. Pengadaan Secara Swakelola

Selain memperluas pekerjaan baru yang dapat dilaksanakan secara swakelola, Perpres No. 54 Tahun 2010 juga memberikan batasan yang jelas kepada pelaksanaan swakelola yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat khususnya untuk pekerjaan konstruksi.

2.2.4.Beberapa Aspek Kesiapan Kontraktor Menghadapi Perpres No. 54

Dokumen terkait