• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi tentang penutup dari penelitian, yang terdiri dari kesimpulan hasil penelitian yang dilaksanakan, serta saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan

2.1.1. Proyek

Imam soeharto (1999) mengartikan proyek sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas , dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliveriable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Sedangkan Ibrar Husein (2010) menuliskan bahwa proyek adalah gabungan dari sumber –sumber daya seperti manusia ,material ,peralatan dan /biaya yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan.

2.1.2. Ciri Pokok Proyek

Iman Soeharto (1999) menyatakan bahwa ciri pokok sebuah proyek adalah sebagai berikut:

- Bertujuan menghasilkan lingkup (scope) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir.

- Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal serta kriteria mutu Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. Non-rutin, tidak berulang-ulang. Macam dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.

2.1.3. Karakteristik Proyek

Menurut Wulfram I Ervianto I (2002), ada tiga karakteristik proyek konstruksi yang dapat dipandang secara tiga dimensi yaitu:

- Bersifat unik, maksudnya adalah tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek yang identik, yang ada adalah proyek

sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu terlibat grup pekerja yang berbeda-beda.

- Dibutuhkan sumber daya (resources), yaitu pekerja dan “sesuatu’ (uang, material, mesin, metode).

2.2. Manajemen Proyek

Manajemen proyek adalah proses merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan.

Sumber: Nicholas. M, John. Project Management for Business, Engineering, and Technology.

Peter Moris menguraikan bahwa manajemen proyek adalah proses untuk mengintegrasikan semua hal yang harus dilakukan (secara khusus menggunakan sejumlah teknik-teknik manajemen proyek) agar proyek berkembang melalui siklus kehidupannya (dari konsep sampai penyerahan) dalam rangka mencapai

Gambar 2. 1 Gambaran Umum Manajemen Proyek

tujuan-tujuan proyek. Dengan demikian dapat diselesaikan dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan.

Ada tiga tahap yang harus dilakukan dalam manejemen proyek yaitu:

1. Perencanaan (Planning) : Mencakup penetapan sasaran , pendefinisian proyek dan organisasi tim.

2. Penjadwalan (Scheduling ) : Menghubungkan antara tenaga kerja , uang , bahan yang digunakan dalam proyek.

3. Pengendalian (Controling ) : Pengawasan sumber daya , biaya , kualitas dan budget, jika perlu merevisi , ubah rencana , menggeser atau mengelola ulang sehingga tepat waktu dan biaya.Untuk mengerjakan proyek ,cara yang efektif untuk menugaskan tenaga kerja dan sumber daya secara fisik adalah melalui organisasi proyek (Dwiningsih ,2004).

Seperti hal konsep manajemen pada umumnya, manajemen proyek pun memiliki kriteria dan tujuan untuk mencapai kesuksesan. Kesuksesan suatu manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai berikut:

- Ketepatan waktu.

- Ketepatan biaya.

- Pada performa dan tingkatan teknologi yang tepat . - Perubahan lingkup pekerjaan yang sedikit.

- Pemanfaatan sumber daya yang efektif dan efisien.

- Diterima oleh Owner (kesesuaian kualitas).

2.3. Manajemen Material Konstruksi

Biaya material merupakan harga satuan material dikalikan dengan jumlah material yang dipakai. Sedangkan manajemen material itu juga disebut sebagai suplai fisik, yaitu merupakan penyediaan jenis material yang dikehendaki ditempat dan pada waktu yang dibutuhkan (Rianto, 2006). Pengertian manajemen material konstruksi menurut Stukhart (1995) adalah sistem manajemen yang terintegrasi antara perencanaan, pengendalian dan usaha-usaha untuk mencapai fungsi-fungsi antara lain: material takeoff, persiapan requisition, penyerahan requisition kepada pihak yang melakukan pembelian (purchasing), menilai dan

memilih vendor (bidders), meminta penawaran, mengevaluasi penawaran serta menangani kelebihan material. Sistem manajemen material konstruksi bertujuan untuk memastikan material konstruksi tersedia jika dibutuhkan. Selain itu juga sistem manajemen material konstruksi mencoba untuk memastikan material yang direncanakan datang tepat waktu, dan dibeli dengan harga yang wajar (Latha, 2014).

Material konstruksi meliputi seluruh bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan pada suatu proses konstruksi. Material konstruksi membutuhkan manajemen yang baik untuk menjaga kualitasnya baik mutu(quality) maupun biaya. Material merupakan komponen yang berkontribusi sebesar 40-60% dari biaya proyek (Ritz, 1994), sehingga secara tidak langsung memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan sebuah proyek (Intan, 2005).

Dalam pengelolaan material dibutuhkan beragam informasi tentang spesifikasi , harag maupun kualitas yang diinginkan ,agar beberapa penawaran ari pemasok dapat dipilih sesuai dengan spesifikasi proyek dengan harga yang paling ekonomis ,seperti diuraikan dibawah ini.

a. Kualitas material yang dibutuhkan menggunakan tipe tertentu dengan mutu harus sesuai dengan yang diisyaratkan dalam spesifikasi proyek b. Spesifikasi teknik material , merupakan dokumentasi persyaratan teknis

material yang direncanakan dan menjadi acuan untuk pemenuhan kenbutuhann material .

c. Lingkup penawaran yang diajukan oleh beberapa pemasok adalah dengan memilih harga yang paling murah dengan kualitas material terbaik.

d. Waktu pengiriman /delivery menyesuaikan dengan jadwal pemakaian material , biasanya beberapa material dikirim sebelum pekerjaan dimulai e. Pajak penjualan material ,dibebankan pada pemilik proyek yang telah

dihitung dalam harga satuan material atau dalam harga proyek keseluruhan f. Termin pembayaran logistik material harus disesuaikan dengan cashflow

proyek agar likuiditas keuangan proyek tetap aman.

g. Pemasok material adalah rekanan terpilih ,telah bekerja sama dengan baik dan memaberiakn pelayanan yang memuaskan pada proyek sebelum harus diperhitungkan .

h. Gudang penimbunan material harus cukup untuk menampung material yang siap dipakai,sehingga kapasitas dan lalu lintas materialnya harus diperhitungkan.

i. Harga material dapat naik sewaktu-waktu saat proyek dilaksanakan ,sehingga eskalasi harga harus dimasukkan dalam komponen harga satuan j. Jadwal penggunan material harus sesuai , antara kebutuhan proyek dengan

waktu pengiriman material dari pemasok. Oleh karena itu ,penggunaan subschedule material yang untuk tiap-tiap item pekerjaan mutlak dilakukan agar tidak mempengaruhi ketersediaan material dalam proyek.

2.4. Material konstruksi

Material dalam proses konstruksi digolongkan dalam dua bagian (Gavilian dan Bernold, 1994), yaitu:

1. Consumable material, merupakan material konstruksi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari struktur fisik bangunan, misalnya:

semen, pasir, batu pecah, batu bata, baja tulangan, keramik, cat dan lain-lain.

2. Non-consumable material, merupakan material penunjang dalam proses konstruksi, dan bukan merupakan bagian dari fisik bangunan, biasanya material ini bisa dipakai ulang dan pada akhir proyek akan menjadi sisa material juga, misalnya: perancah, bekisting, dan dinding penahan sementara.

Alur penggunaan consumable material dimulai sejak pengiriman ke lokasi, proses konstruksi, dan akan berakhir pada salah satu dari keempat posisi di bawah ini (Gavilian dan Bernold, 1994), yaitu:

1. Struktur fisik bangunan.

2. Kelebihan material (leftover).

3. Pemakaian ulang pada proyek lain (reuse).

4. Sisa material (waste material).

2.5. Waste Material

Menurut Koskela (1992), waste juga didefinisikan sebagai kehilangan material dan pekerjaan yang menghasilkan biaya tambahan sehingga tidak menambah nilai pada bangunan Kemudian, waste juga diartikan sebagai hasil yang tidak efisien pada penggunaan peralatan, material, tenaga kerja dan biaya (Formoso et al., 1999).

J.R. Illingworth (1998), meyimpulkan bahwa waste material (sisa material) adalah sesuatu yang sifatnya berlebih dari yang disyaratkan baik itu berupa hasil pekerjaan maupun material konstruksi yang tersisa/tercecer/rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi sesuai dengan fungsinya

Dilihat dari prosesnya, waste material dapat dibagi menjadi empat kelompok (Asiyanto, 2010), yaitu :

a. Raw material (bahan baku)

Yang dimaksud dengan raw material adalah material buatan pabrik yang masih berupa bahan baku yang didatangkan ke proyek seperti, batu, pasir, kayu, besin beton, semen, dan lain-lain.

b. Material jadi

Material jadi adalah material buatan pabrik yang didatangkan ke proyek untuk langsung dipasang seperti tegel, batu, plafond, kaca, genteng dan lain-lain.

c. Material campuran

Material campuran adalah material yang sudah dalam bentuk tercampur. Contohnya adalah beton ready mix, asphalt hot mix.

d. Material prefab

Material prefab adalah material yang dirangkai di luar lokasi proyek oleh pihak ketiga, dan material ini langsung dipasang. Contohnya adalah beton precast, rangka baja, kusen serta daun pintu, jendela dan lain-lain

Kuantitas sisa material tergantung pada kemampuan organisasi, sehingga pada tiap proyek memiliki tingkat sisa material yang berbeda-beda. Kuantitas sisa material yang kecil menunjukkan bahwa organisasi yang bersangkutan efisien..

Untuk jenis-jenis proyek tertentu, seperti proyek gedung, peranan sumber daya material sangat dominan terhadap kelancaran pelaksanaan proyek. Oleh karena itu, perhitungan jenis dan jumlah bahan yang diperlukan harus dihitung secara cermat (Asiyanto, 2010).

Pada pelaksanaan sebuah proyek konstruksi bangunan sisa material konstruksi tidak akan dapat dihindari, namun dapat diminimalisasi dengan mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya sisa material (Farida, 2013). Sisa material konstruksi didefenisikan sebagai sesuatu yang sifatnya berlebih dari yang disyaratkan baik itu berupa hasil pekerjaan maupun material konstruksi yang tersisa/tercecer/rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi sesuai dengan fungsinya (J.R. Illingworth, 1998). Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah proses bongkar muat yang tidak sempurna sehingga menyebabkan kerusakan. Selain itu juga kesalahan dalam proses pengukuran/measures dapat menyebabkan sisa material konstruksi. Secara umum penyebab sisa material dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut (Asiyanto, 2010) :

a. Penyusutan jumlah material

Penyusutan jumlah material dapat terjadi pada saat pengangkutan dari toko material konstruksi ke lokasi proyek. Selain itu juga, penyusutan quantity dapat terjadi pada saat pengangkutan material ke gudang atau lokasi penumpukan material konstruksi. Penyusutan quantity juga dapat terjadi pada saat proses pemindahan material dari satu tempat ke tempat lain dalam lokasi proyek, terutama untuk material lepas seperti krikil dan pasir.

b. Material yang cacat

Penerimaan material yang kurang teliti di proyek dapat mengakibatkan ditolaknya sebagian dari material yang tidak memenuhi persyaratan (mutu, ukuran, bentuk, warna dan lain-lain).

c. Material yang rusak

Penyimpanan material yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan, khususnya untuk jenis-jenis material yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (temperatur, kelembaban udara, tekanan, dan lain-lain). Kerusakan material juga dapat terjadi karena kegiatan handling (pengambilan, pengangkutan, pengangkatan dan pemasangan) yang kurang baik. Contohnya adalah batubata yang rusak karena proses bongkar muat tidak hati-hati.

d. Material yang hilang

Material-material yang mudah dijual di pasaran atau banyak diperlukan oleh masyarakan (seperti semen, solar dan lain-lain) rawan hilang akibat pencurian, baik dari dalam maupun luar. Sistem pengamanan yang lemah dengan sistem kontrol yang lemah akan memperbesar kemungkinan hilangnya material-material tersebut.

Material fiktif juga termasuk dalam kelompok quantity yang hilang.

e. Sisa material akibat kelebihan penggunaan material

Sisa material akibat material yang berlebihan biasanya dilakukan oleh para pelaksana yang menggunakan material secara langsung. Waste ini juga dapat disebabkan oleh over method, over quality atau ketidaktelitian tentang ukuran/dimensi, sehingga dimensi pekerjaan yang terjadi lebih besar dari gambar, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kelebihan penggunaan material juga dapat disebabkan oleh metode yang kurang efisien dan juga akibat pekerjaan ulang yang terjadi.

Sisa material dapat terjadi karena disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa sumber penyebab. Pada tahun 1996 Bossink dan Browers mengkategorikan penyebab sisa material terdiri atas enam kategori yaitu desain, pengadaan material, penanganan material, pelaksanaan, residual dan lain lain.

Adapun kesimpulan penyebab terjadinya sisa material konstruksi menurut Bossink dan Browers adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Sumber dan Penyebab Terjadinya Waste Material Konstruksi

Sumber Penyebab

Desain - Kesalahan dalam dokumen kontrak - Ketidaklengkapan dokumen kontrak - Perubahan desain

- Memilih spesifikasi produk

- Memilih produk berkualitas rendah

- Kurang memperhatikan ukuran dari produk yang digunakan

- Desainer tidak mengenal dengan baik jenis-jenis produk yang lain

- Pendetailan gambar yang rumit - Informasi gambar yang kurang

- Kurang berkoordinasi dengan kontraktor & kurang berpengetahuan tentang konstruksi

Pengadaan - Kesalahan pemesanan, kelebihan, kekurangan, dsb.

- Pesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah kecil - Pembelian material yang tidak sesuai dengan

spesifikasi

- Pemasok mengirim barang tidak sesuai dengan spesifikasi

- Kemasan kurang baik, menyebabkan terjadinya kerusakan dalam perjalanan

Penanganan - Material yang tidak dikemas dengan baik

- Material yang terkirim dalam keadaan tidak padat/kurang

- Membuang atau melempar material

- Penanganan material yang tidak hati-hati pada saat pembongkaran untuk dimasukkan ke dalam gudang - Penyimpanan material yang tidak benar menyebabkan

kerusakan

- Kerusakan material akibat transportasi ke/di lokasi proyek

Pelaksanaan - Kesalahan yang diakibatkan oleh tenaga kerja - Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik - Cuaca yang buruk

- Kecelakaan pekerja di lapangan

- Penggunaan material yang salah sehingga perlu diganti - Metode untuk menempatkan pondasi

- Jumlah material yang dibutuhkan tidak diketahui karena perencanaan yang tidak sempurna

- Informasi tipe dan ukuran material yang akan digunakan terlambat disampaikan kepada kontraktor - Kecerobohan dalam mencampur, mengolah dan

kesalahan dalam penggunaan material sehingga perlu diganti

- Pengukuran di lapangan tidak akurat sehingga terjadi kelebihan volume

Residual - Sisa pemotongan material tidak dapat dipakai lagi - Kesalahan pada saat memotong material

- Kesalahan pesanan barang, karena tidak menguasai spesifikasi

- Kemasan

- Sisa material karena proses pemakaian Lain-lain - Kehilangan akibat pencurian

- Buruknya pengontrolan material di proyek dan perencanaan manajemen terhadap sisa material

Untuk menghitung jumlah sisa material dilakukan perhitungan volume sisa material. Volume sisa material adalah kuantitas material yang telah menjadi sisa

atau tidak digunakan dalam konstruksi bangunan (Novinda dkk, 2016). Terdapat sebuah metode untuk menghitung kuantitas sisa material yakni penelitian Kusuma pada tahun 2010 menjelaskan bahwa untuk menghitung kuantitas volume sisa material didapatkan dari hasil perhitungan total volume kebutuhan material yang terpasang berdasarkan asbuilt drawing dikurangi dengan stok material di lapangan (jika ada). Perhitungannya digambarkan oleh persamaan dibawah ini :

2.6. Manfaat Memnimalisasi Waste Material Konstruksi

Menurut (Al-Moghany ,2006) manfaat dari meminimalisasi sisa material konstruksi, yaitu:

A. Manfaat dari segi biaya

Manfaat/keuntungan dari segi biaya adalah:

1. Mengurangi biaya pengangkutan untuk sisa material. Hal ini termasuk pengangkutan dari dan ke lokasi terhadap tempat pembuangan.

2. Mengurangi biaya sisa material.

3. Mengurangi biaya pembelian material baru ketika mempertimbangkan untuk menggunakan ulang dan daur ulang sisa material.

4. Tingkat pengembalian dapat tercapai dengan menjual material sisa untuk pemakaian ulang dan daur ulang.

5. Manfaat dalam jangka panjang melalui optimasi perencanaan/konsep bangunan,yaitu dengan menghindari terjadinya pengeluaran berlebihan dari kerusakan dan pembuatan bangunan baru.

B. Manfaat bagi lingkungan

(Al-Moghany, 2006), menjelaskan bahwa meminimalisasi sisa material dapat bermanfaat bagi lingkungan antara lain:

1. Mengurangi jumlah sisa material 2. Pemberdayaan sisa material tepat guna

3. Pengurangan jumlah sisa material yang ditimbun dalam tanah

Sisa material konstruksi = Stok material konstruksi – Volume material terpasang

4. Mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan akibat pembuangan polusi.

5. Mengurangi penggunaan kendaraan pengangkut sisa material (polusi akibat asap kendaraan, penggunaan energi yang berlebihan dan kebisingan)

C. Manfaat Lainnya

Keuntungan atau manfaat lainnya dari minimalisasi sisa material menurut (Al-Moghany, 2006), adalah:

1. Meningkatkan kenyamanan di lokasi.

2. Meningkatkan efisiensi pekerjaan.

3. Menambah citra baik bagi perusahaan/pelaku konstruksi

2.7. Analisis Pareto

Analisis Pareto adalah suatu metode statistika yang biasa digunakan dalam ilmu manajemen untuk mencari apa saja kategori kategori utama yang mempunyai dampak paling signifikan terhadap suatu kejadian atau masalah. Analisis pareto dilakukan dengan cara mengukur besar dampak dari setiap kategori terhadap suatu masalah, sehingga dapat diketahui kategori mana yang mempunyai dampak paling signifikan terhadap masalah tersebut, sehingga kegiatan pengendalian akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada kategori kategori yang mempunyai dampak yang paling signifikan terhadap kejadian, daripada meninjau berbagai kategori pada suatu ketika (Nasution, 2005).

Analisis pareto ditemukan oleh seorang ahli ekonomi italia bernama Vilfredo Pareto pada abad ke 19. Analisis ini digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar ke yang paling kecil. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian kejadian. Analisis pareto dapat dideskripsikan dalam bentuk diagram.

Kegunaan diagram pareto ialah menemukan atau mengetahui prioritas utama dari masalah yang dihadapi. Menurut Mitra (Ariani, 2005:19), diagram

pareto juga dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberi petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah.

Secara umum, analisa pareto merupakan sebuah observasi yang dilakukan pada banyak variabel dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terdistribusi secara merata. Analisa pareto dapat diartikan dalam berbagai penjelasan sebagai berikut :

1. 20% input menghasilkan 80% output.

2. 20% pekerja menghasilkan 80% hasil.

3. 20% konsumen menghasilkan 80% pendapatan.

4. 20% dari penyebab karena 80% pemakaian.

5. 20% sisa material menghasilkan 80% seluruh biaya sisa material.

6. Dan lain-lain.

Sumber : Koch, 1998.

Dalam melakukan analisis pareto, kategori kategori tersebut diurutkan berdasarkan satuan yang sama, yang akan menunjukkan kontribusi tiap kategori terhadap keseluruhan item yang ingin dianalisa. Menurut Mitra dan Besterfield (Ariani, 2005) proses penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :

Gambar 2. 2 Penjelasan Tentang Pareto's Principle

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristikkarakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang diinginkan.

4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau presentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah.

7. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat prioritas.

2.8. Fishbone Diagram

Fishbone diagram atau yang biasa disebut diagram sebab akibat (cause-and-effect diagram) diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari Jepang. Dr. Kaoru Ishikawa merupakan orang pertama yang memperkenalkan 7 alat untuk pengendalian kualitas (7 basic quality tools).

Seven basic basic quality tools ini yakni fishbone diagram, pareto chart (pareto’s principle), control chart, histogram, scatter diagram dan flowchart.

Gambar 2. 3 Contoh Diagram Pareto

Fishbone diagram adalah diagram yang mengidentifikasikan semua faktor dan proses dari suatu masalah secara mendetail sehingga masalah itu dapat diselesaikan dengan mengkategori permasalahan (Vorley, 2008). Suatu tindakan dan langkah perbaikan akan mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab permasalahan sudah ditemukan. Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan dipergunakan untuk organisasi cenderung berfikir pada rutinitas (Tague, 2005). Permasalahan akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang memiliki sebab-sebab dan diuraikan melalui sesi brainstorming. Fishbone diagram terdiri dari 2 bagian yaitu bagian duri dan kepala ikan. Bagian duri menunjukkan kategori penyebab dari sebuah permasalahan sedangkan bagian kepala ikan menunjukkan permasalahan yang dianalisis.

Dalam analisis sisa material menggunakan fishbone diagram terdapat beberapa kategori penyebab. Menurut Tague pada tahun 2005, analisis sisa material menggunakan fishbone diagram dapat menggunakan kategori-kategori penyebab sebagai berikut :

- Machine (mesin atau teknologi), - Method (metode atau proses)

- Material (termasuk raw material, consumption dan informasi), - Manpower (tenaga kerja dalam pekerjaan fisik),

- Measurement (pengukuran atau inspeksi), - Environment (Lingkungan).

2.8.1. Kelebihan dan Kekurangan Fishbone Diagram Kelebihan

1. Fishbone diagram menganalisis secara mendalam setiap akar permasalahan yang mungkin terjadi.

2. Fishbone diagram mudah dibuat dan dipahami karena penyebab, kategori penyebab dan kebutuhannya direpresentasikan secara visual.

3. Dengan menggunakan fishbone diagram, kita dapat fokus pada faktor penyebab yang mempengaruhi permasalahan yang dikaji.

4. Dengan menggunakan fishbone diagram, kita dapat memperbaiki penyebab suatu permasalahan sehingga tidak terjadi permasalahan berkelanjutan.

Kekurangan

1. Kesederhanaan pada fishbone diagram menyebabkan ada beberapa penyebab masalah tidak terwakili jika permasalahan yang ditinjau sangat kompleks. Jika permasalahan yang dikaji ada beberapa penyebab masalah tidak terwakili, tidak dapat dikaji sedetail yang kita inginkan. Selain itu juga harus ada ruang yang sangat besar untuk menarik dan mengembangkan fishbone diagram.

2.9. Penelitian Terdahulu

Tabel 2. 2 Daftar Penelitian Terdahulu Mengenai Waste Material NO PENULIS & JUDUL TUJUAN

Berdasarkan hasil analisa Pareto maka material pada Proyek Gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya yang berpotensi memberikan kontribusi terbesar terhadap waste cost yaitu Bata ringan dengan waste cost sebesar = Rp 41.587.835,21.

PROYEK GEDUNG proyek gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya yaitu sebesar 0,0531. Faktor-faktor yang berpengaruh menyebabkan waste material pada bata ringan, besi polos Ø16, besi ulir D22, dan besi polos Ø10 dalam proyek gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya adalah faktor man, measure, dan management.

Langkah-langkah untuk mereduksi waste dapat dirumuskan sesuai kriteria manusia, pengukuran dan manajemen. Cara-cara tersebut antara lain melakukan pengawasan, melakukan pengawasan yang tepat dan program penyimpanan material dengan lebih baik.adalah Rp 318.104.590 dengan jumlah unit rumah optimum sebanyak 50 unit.

2 M. Alfin Ahfiyatna Apartement Royal Cityloft diantaranya: Besi Ø8 (waste level 19,69%, waste cost Rp.148.321.150,19), Besi D19 (waste level 7,51%, waste cost Rp.122.758.756,27), Semen

CITYLOFT cost Rp. 122.604.450,45), Bata

ringan 600x200x100

Ex.Blesscon (waste level

9,45%, waste cost

Rp.99.722.547,79), Cat Acrylic Emulsion (waste level 21,00%, waste cost Rp. 97.426.641.47), Besi D10 (waste level 6,32%, waste cost Rp. 75.025.702,56), Cat Acrylic Latex (waste level 39,19%, waste cost Rp.

61.830.878,84), Keramik Platinum Ocra White 400x400 (waste level 15,48%, waste cost Rp. 54.802.583,00), Besi D16 (waste level 4,43%, waste cost Rp. 49.405.319,48), Multipleks 12mm (waste level 4,96%, waste cost Rp.

47.099.692,27), Pasir Pasang (waste level 27,69%, waste Batako 20x40x10 (waste level 19,98%, waste cost Rp.

22.068.909,69), Plamir (waste level 6,53%, waste cost Rp.

19.567.968,87), Semen Instant

19.567.968,87), Semen Instant

Dokumen terkait