• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen Tokugawa Dan Konfusianisme (Halaman 95-99)

4.1 Kesimpulan

Pada awalnya ajaran Konfusianisme yang disebarkan oleh Konfusius tidak mendapatkan tempat di kalangan penguasa, karena dianggap tidak cocok bagi pemerintahan saat itu, Dinasti Chou di Cina, yang lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada kepentingan rakyat. Justru masyarakat dari kalangan bawah yang tertarik untuk mempelajari Konfusius. Namun setelah mendapatkan gelar resmi sebagai filsafat negara Cina pada Dinasti Han, filosofi ini mulai dipelajari oleh para penguasa, juga bagi para cendekiawan yang ingin masuk menjadi pegawai negeri, karena untuk bisa menjadi pegawai negeri di Cina — bahkan hingga saat ini — harus lulus ujian Konfusianisme.

Pada masa Tokugawa Jepang ajaran Konfusianisme dipelajari hanya oleh kalangan atas, terkhusus bushi. Hal ini yang menyebabkan rezim Tokugawa bisa bertahan dua abad lebih di Jepang. Lapisan masyarakat di bawah bushi tidak mendapat kesempatan untuk mempelajarinya, kalaupun ingin, mereka tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu karena disibukkan dengan tugasnya mengolah lahan pertanian (petani), menghasilkan bahan-bahan kerajinan (tukang), dan mencari untung dengan barang dagangannya (pedagang). Konfusianisme menekankan hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan dengan lima kebajikan (goj ) yang terdapat di dalamnya. Seorang penguasa tidak seharusnya memerintah dengan tangan besi, tetapi dengan terlebih dahulu menunjukkan teladan moralnya sehingga rakyat pun akan menjadi rakyat yang baik secara moral. Begitulah yang diajarkan oleh Konfusius juga Mensius. Namun tidak demikian yang terjadi pada masa Tokugawa. Dengan kesulitan ekonomi

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

pada masa itu, masyarakat kelas bawah yang paling dirugikan bahkan dimanfaatkan oleh kelas atas di mana mereka seharusnya dilindungi oleh kelas atas. Mereka diharuskan membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah, terkhusus petani (n min). Ajaran Banzan banyak mendukung hak-hak bagi masyarakat kelas bawah seperti halnya bagi masyarakat kelas atas, sedikit berbeda dengan Razan yang kurang memperhatikan kondisi masyarakat kelas bawah.

Konfusius mengajarkan tentang pentingnya seseorang menduduki jabatan tertentu termasuk dalam pemerintahan berdasarkan prestasi dan jasanya, seperti yang juga diajarkan oleh cendekiawan Konfusian di Jepang. Namun yang terjadi di Jepang pada masa itu adalah dalam pemberian jabatan tertentu, termasuk jabatan dalam pemerintahan, dilakukan secara turun-temurun.

Ajaran Konfusianisme di Cina menjadi sebuah agama resmi sejak Dinasti Han. Tetapi pada jaman Edo, walau Konfusianisme berkembang sangat pesat dan menjadi filosofi resmi, Konfusianisme hanya menjadi sebuah etika moral bukan aliran kepercayaan atau agama. Namun khusus pada masa pemerintahan Tsunayoshi (1646- 1709), yaitu pada tahun 1680-1709, Konfusianisme menjadi ajaran yang paling utama harus dikenal dan didalami oleh kalangan atas melebihi tahun-tahun sebelum dan sesudahnya karena Tsunayoshi sendiri adalah pengikut Konfusianisme yang taat.

Pengaruh terbesar ajaran Konfusianisme yang masih terasa bahkan hingga Jepang dewasa ini adalah kebudayaan sempai-k hai yang berasal dari lima hubungan dasar manusia (gorin) menurut Konfusius, yaitu antara atasan dan bawahan, suami dan istri, ayah dan anak, kakak dan adik, serta sesama teman. Lima hubungan dasar manusia ini diterapkan dengan lima kebajikan (goj ), yaitu kebaikan (jin), kebenaran (shin), kesantunan (rei), kesetiaan (gi), dan kebijakan (chi). Perasaan kesetiaan bangsa Jepang yang kuat terhadap keluarga, perusahaan tempat mereka bekerja (karyawan yang

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

bekerja di perusahaan yang mempekerjakannya sampai dia meninggal), negara sebagai tanah air mereka adalah warisan Konfusianisme.

Mengakarnya sistem pendidikan yang kokoh di Jepang juga merupakan warisan Konfusianisme karena pendidikan mulai dianggap penting sejak Konfusianisme menyebar dengan luas melalui bidang pendidikan pada jaman Edo, walau yang mempelajarinya pada masa itu terbatas pada kelas bushi. Tetapi sebenarnya banyak cendekiawan Konfusius dari berbagai aliran yang membangun sekolah pribadi dan menerima murid-murid baik dari kalangan bushi maupun rakyat biasa, untuk mengajari mereka tentang Konfusianisme.

4.2 Saran

Bangsa Jepang adalah salah satu bangsa yang tetap menjaga warisan leluhurnya bahkan sampai di jaman modern dewasa ini. Mereka juga menghormati dan menjalin hubungan yang baik dengan bangsa Cina yang banyak memberikan kontribusi dalam kebudayaan asli mereka, khususnya dalam hal ini adalah ajaran Konfusianisme. Sebagai kaum intelektual, kita juga perlu menjaga warisan kebudayaan asli yang telah diwariskan oleh para leluhur kita walau kini jaman semakin maju dan banyak tradisi- tradisi yang mulai ditinggalkan. Dengan mempelajari budaya bangsa asing, kita bisa belajar juga mempertahankan budaya asli bangsa kita.

Kesetiaan bangsa Jepang terhadap keluarga dan bangsa perlu kita tiru, di mana pun mereka berada mereka tetap ingat tanggung jawabnya terhadap keluarga juga terhadap bangsa dan negaranya. Orangtua terhadap anak-anak ketika anak-anak mereka belum bisa berdikari, anak-anak terhadap orangtuanya ketika orangtuanya berusia lanjut. Sebagai mahasiswa kita juga harus setia terhadap keluarga dan bangsa kita. Bila suatu hari nanti kita selesai menuntut ilmu di perguruan tinggi dan meraih sukses di

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

dunia kerja, kita tidak melupakan kedua orangtua atau keluarga yang telah membantu keberhasilan kita. Suatu hari nanti mereka tidak bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri maka giliran kita yang membantu mereka semampu kita. Serta ilmu yang kita geluti perlu kita tekuni dengan sungguh-sungguh dan kita amalkan untuk turut dalam membangun bangsa.

Pendidikan dianggap sangat penting di Jepang, semua orang diwajibkan untuk sekolah dan sekolah wajib ini gratis dari pemerintah. Walau di Indonesia pendidikan masih mahal, kita perlu menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap orang tanpa membedakan perempuan atau laki-laki, kaya atau miskin, tua atau muda. Adanya program-program beasiswa dari perusahaan yang bonafit bisa kita anjurkan bila ada orang-orang yang kurang mampu tapi punya tekad kuat untuk belajar di lembaga pendidikan formal. Bagi kita yang punya kesempatan untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi, kita harus mensyukurinya dan berusaha sebaik mungkin dalam menuntut ilmu karena apa yang kita dapatkan tidak sia-sia. Kita bisa menggunakannya untuk mengembangkan kebudayaan bangsa kita sendiri dengan belajar mengenai budaya bangsa asing.

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

Dalam dokumen Tokugawa Dan Konfusianisme (Halaman 95-99)

Dokumen terkait