• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pendidikan Tokugawa

Dalam dokumen Tokugawa Dan Konfusianisme (Halaman 63-74)

KONFUSIANISME DALAM MASYARAKAT EDO

3.1 Sistem Pendidikan Tokugawa

Pendidikan sangat penting bagi perkembangan pengetahuan dan moral masyarakat, khususnya untuk menjadikan manusia sebagai pribadi yang beradab. Pendidikan pada jaman Edo berkembang hingga ke seluruh penjuru negeri, bahkan hampir di setiap wilayah terdapat sekolah. Ini menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu menganggap pendidikan sebagai suatu hal yang penting bagi mereka.

Menurut Hasbullah (2005:1) Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Demikian juga pendidikan pada jaman Edo. Dengan adanya pembagian kelas sosial pada masa itu, yaitu kelas prajurit atau samurai (bushi , petani () n min ), tukang (k ), dan pedagang (sh nin atau yang dikenal dengan sistem sosial )

shin k sh ( maka pendidikan yang didapat oleh masing-masing kelas sosial )

juga berbeda-beda sesuai dengan kelasnya masing-masing. Sehingga kelak mereka bisa melakukan peran sesuai dengan kelas sosialnya. Seperti halnya yang disimpulkan Langeveld dalam Hasbullah (2005:2) mengenai pendidikan, yaitu setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (Atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

Ada beberapa jenis pendidikan yang tumbuh dan berkembang sepanjang jaman Edo yang disesuaikan dengan kelas dan kebutuhan masing-masing dalam menjalani peranannya dalam hidup sehari-hari.

1. Pendidikan bagi keluarga bushi

Kelas sosial yang menjadi perhatian utama Tokugawa untuk mendapatkan pendidikan yang layak adalah kelas bushi, yaitu kelas yang menduduki posisi tertinggi di dalam kelas sosial masyarakat pada jaman itu.

Tuan tanah feodal (daimy ) memanggil spesialis militer dan cendekiawan Konfusian (heigakusha untuk membawakan pengajaran di mana pemimpin para )

pekerjanya (dari bushi kelas atas) juga diharuskan untuk mengikutinya dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan pribadi mereka dan juga untuk memelihara kendali atas pemerintahan tanah feodalnya. Daimy juga memberikan dukungan adanya pembelajaran bagi pekerja lainnya (dari bushi kelas bawah) dengan menyediakan fasilitas pendidikan khusus bagi mereka dan mendukung pengembangan kemampuan mereka di dalam kesusasteraan bersamaan dengan mengembangkan kemampuan mereka dalam praktek seni perang. Hal ini sesuai dengan peraturan dalam Buke

Shohatto ( 1615) pasal satu yang berbunyi, “Studi kesusasteraan dan praktek

seni militer, termasuk seni memanah dan kecakapan menunggang kuda, harus diolah dengan tekun”. Pendidikan selama periode ini yang didasarkan pada kebijakan bakufu secara menyeluruh diilhami dari pemikiran Konfusian. Pada awalnya keluarga bushi dilayani oleh para pendeta di kuil Budha untuk mendapatkan pendidikan. Tetapi pada jaman Edo, bushi mulai mempekerjakan cendekiawan Konfusian untuk bekerja sebagai pendidik di dalam sekolah di tanah milik mereka sendiri yang mereka bangun di kota kastil. Sepanjang masa awal jaman Edo, hanya sedikit tanah feodal yang telah membangun sekolah tetapi dari sekitar pertengahan periode ini ke depan penyebaran

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

institusi seperti ini meningkat dengan cepat, memuncak hingga total sekitar 270 sekolah pada akhir jaman Edo.

Sh heizaka Gakumonjo ( ), atau bisa juga disebut Sh heik ( ),

berada di bawah pengawasan langsung bakufu di Edo, mendapat tempat tertinggi dalam bidang pendidikan pada waktu itu sebagai model bagi sekolah tanah feodal (sekolah

han ) yang lain. Institusi ini sebenarnya merupakan pusat pelatihan Kuil Konfusian

(koshibyo ) yang dibangun di suatu lokasi di Ueno, Edo, oleh seorang

cendekiawan Konfusian dari aliran Chu Hsi, Hayashi Razan ( 1583-1657). Pembangunan sekolah ini dilindungi pemerintah sh gun. Kemudian sekolah ini dipindahkan ke Yushima, di mana ada sebuah bangunan besar yang artistik dibangun di sana yang dikenal sebagai Kuil Yushima. Pertama-tama sekolah ini merupakan sekolah yang terbatas untuk umum, sebuah organisasi semi-pemerintahan di bawah perlindungan bakufu. Namun itu tidak lama, setelah pemerintah melihat perlunya pengendalian langsung atas fasilitas pendidikan ini, maka pada tahun 1797 sekolah ini mendapatkan pengawasan langsung dari otoritas pusat (Tenn ) dan tidak lagi di bawah pengawasan bakufu.

Sekolah ini berhasil dengan baik sejak saat itu tidak hanya sebagai inti pendidikan bagi bakufu tetapi juga sebagai pusat pendidikan tertinggi bangsa, suatu posisi yang dipertahankan sampai kemunduran kekuasaan bakufu dan berkembangnya pengetahuan Barat. Sepanjang jaman Edo, sekolah ini merupakan suatu model bagi sekolah han lainnya. Banyak pemerintah tanah feodal yang membentuk sekolah han di wilayahnya meniru model sekolah ini dan juga mengirim pemuda paling cerdasnya ke sana untuk belajar. Banyak dari mereka yang menyelesaikan studinya di Sh heizaka

Gakumonjo diminta untuk mengajar di sekolah han sebagai cendekiawan Konfusian.

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

negerinya, Sh heizaka Gakumonjo juga merupakan sebuah tempat pendidikan bagi

pengajar yang memangku jabatan penting di sekolah han. Sebagai tambahan terhadap materi utama yang diajarkan di Sh heizaka Gakumonjo yang berorientasi mempelajari kebudayaan Cina, institusi pemerintah lainnya memasukkan pengetahuan lain, seperti

Wagaku Kodanjo yang mempelajari pengetahuan nasional dan Igakukan ( ) yaitu

studi pengobatan tradisional Cina. Menjelang akhir jaman Edo dibentuk juga berbagai pusat pendidikan untuk studi pengetahuan Barat.

Banyak sekolah mula-mula yang sebelumnya merupakan badan khusus untuk mempelajari budaya Cina (kangakujuku) di bawah pengawasan pemerintah tanah feodal yang kemudian diperbesar dan disusun kembali untuk membentuk sekolah han. Kurikulumnya secara berangsur-angsur diperluas, sebagai tambahan dari pelajaran budaya Cina diperkenalkan juga pengetahuan Nasional dan materi pokok lainnya. Lalu menjelang akhir jaman Edo ditawarkan juga materi mengenai pengetahuan dan pengobatan Barat. Pada waktu yang sama, pendidikan militer semakin berkembang, dan dengan begitu di sekolah han muncul suatu hubungan yang khusus antara studi kesusasteraan dan seni perang.

Dengan ditutupnya bakufu, sekolah han menyajikan suatu pendidikan yang menyeluruh untuk kelas bushi. Pengajaran dipusatkan sekitar karya Cina klasik. Studi yang dimaksud ini adalah di dalam Doktrin Konfusian serta sejarah dan literatur Cina. Kelas dasar untuk mempraktekkan kaligrafi menggunakan Dasar Huruf Cina (Senjimon ) dan untuk praktek dalam membaca menggunakan Ringkasan Sejarah Jepang (Sanjikyo). Buku teks dasar lainnya yang sering digunakan termasuk Buku Sikap Baik Pada Orangtua (K ky ), Buku Tatakrama (Shogaku), dan Koleksi Ucapan Chu Hsi. Yang lain adalah Empat Buku (Shisho ): Great Learning (Daigaku ), Doktrin of the Mean (Chuyo ), Analek Konfusian (Rongo ), dan Perkataan

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

dari Mencius (Moshi ); dan Lima Canons (Gokyo ): Book of Changes

(Ekikyo ); Book of Odes (Shikyo ); Book of Annals (Shokyo ), Musim semi dan Musim gugur (Shunju ), dan Record of Rites (Raiki ).

Hayashi Nobuatsu ( 1644-1732), seorang cucu laki-laki Hayashi Razan dan juga seorang cendekiawan Konfusian dari aliran Chu Hsi, ditugaskan oleh pemerintah sebagai Rektor Shoheizaka Gakumonjo yang disebut Daigakunokami ( ) dan sejak saat itu secara berurutan kepala keluarga Hayashi ditetapkan menduduki jabatan itu sampai kejatuhan bakufu, membuat Shoheizaka Gakumonjo menjadi suatu sarana bagi kekuasaan Neo-Konfusianisme aliran Chu Hsi (Shushigaku ). Pada waktu yang sama berbagai aliran pemikiran Konfusian lain dikembangkan sepanjang awal jaman Edo dan banyak juga pejabat pemerintah merupakan anggota aliran selain dari Shushigaku. Kemudian pada tahun 1790 pengajaran dari aliran Konfusianisme lain dikutuk, dan Shushigaku secara resmi diterima sebagai ortodoksi pada jaman Edo.

Shushigaku, juga disebut Juky ( ) atau Jugaku ( ), sangat dievaluasi oleh

para penguasa pada masa itu sebagai suatu sistem penting untuk merasionalisasikan peraturan feodalisme. Konsep kesetiaan dan patriotismenya mendapat peran yang besar dalam memelihara pemerintahan Bakufu.

Dari tahun 1792, Gakumon Ginmi ( ujian standar) telah diadakan tiap tiga tahun sekali, yang ditujukan bagi anak-anak daimy di atas usia lima belas tahun dan pada tahun berikutnya Sodoku Ginmi ( ujian dasar) dimulai bagi mereka yang berusia di bawah lima belas tahun. Gakumon Ginmi diadakan selama lima hari; hari yang pertama disebut hatsuba dengan materi pokok Rongo (Analek Konfusius) dan

Shogaku, hari yang ke lima disebut honshi dengan materi pokok Shisho Gokyo (Empat

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

sekali kecuali jika seorang murid telah mempelajari Shushigaku dengan baik. Shisho terdiri dari empat buku, yaitu Daigaku, Chuyo, Rongo, dan Moshi. Gokyo terdiri dari lima klasik, yaitu Ekikyo, Shikyo, Shokyo, Shunju, dan Raiki. Sedangkan dalam Sodoku

Ginmi, materi pokoknya sebagian besar Shisho Gokyo dan dipisahkan ke dalam tiga

kelompok menurut berbagai usia; tidak ada peraturan tertentu dalam ujian ini bagi murid yang berusia tujuh tahun, Shisho dan Shogaku untuk usia delapan sampai sepuluh tahun, dan Shisho dan Gokyo untuk sebelas sampai empat belas tahun. Mereka yang berhasil dalam ujian ini kemungkinan besar akan dipromosikan dengan cepat, diantaranya bisa menjadi Ota Nanze dan Kondo Juzo berikutnya.

Di antara sekolah han, Meirindo di Nagoya dan Nisshinkan di Aizu memiliki sejarah panjang dan secara luas dikenal di seluruh negeri. Institusi terkenal lainnya adalah Kojokan di Yonezawa, Kodokan di Saga, Gakushukan di Wakayama, Meirinkan di Hagi, Yokendo di Sendai, Jishukan di Kumamoto, Zoshikan di Kagoshima, Meirindo di Kanazawa dan Kodokan di Mito. Bushi dari masing-masing tanah feodal diharuskan untuk mengikuti sekolah ini dan menjelang akhir jaman Edo ada peningkatan jumlah rakyat biasa yang diijinkan masuk mengikuti pendidikan di sekolah ini. Juga ditambahkan suatu sistem yang bertingkat untuk mengembangkan kurikulum dan materi pokok yang berhubungan dengan pengetahuan Barat. Setelah penghapusan sistem tanah feodal pada tahun 1871, sekolah han dihentikan, namun sekolah ini merupakan dasar dari sekolah tingkat menengah dan tinggi yang kemudian dikembangkan mengikuti perubahan pendidikan dari jaman Edo memasuki jaman baru. Lebih dari itu, banyak dari orang-orang yang telah menerima pendidikan mereka di sekolah han kemudian memainkan peranan penting di dalam organisasi Jepang modern.

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

Dalam masyarakat feodal, dalam hal ini bagi rakyat biasa, ditanamkan kebajikan dan dilatih keterampilan yang diperlukan dalam hidup sehari-hari yang disesuaikan dengan kelas mereka. Pusat pendidikan populer yang disebut kyoyujo dikembangkan untuk masyarakat kelas bawah, dan dari antara kyoyujo ini shingakukosha memainkan peran yang sangat penting. Oleh karena itu, untuk pendidikan formal dalam membaca dan menulis, rakyat biasa bergantung pada terakoya ( ).

Terakoya mulanya ada menjelang akhir periode pertengahan; dan sekolah ini

dianggap mendapatkan kemajuan dari fasilitas pendidikan yang didirikan di kuil Budha. Dimulai dari pertengahan jaman Edo jumlah sekolah ini mulai meningkat dan pada akhir periode itu sekolah ini sungguh umum di kota-kota besar di Edo dan Osaka seperti halnya di banyak kota kecil. Terakoya bisa ditemukan bahkan di desa pedalaman di pesisir pantai terpencil dan di daerah pegunungan. Jumlahnya mencapai puluhan ribu sekolah. Dalam kaitan dengan banyaknya terakoya, setelah Peraturan Sistem Pendidikan (Gakusei ) diproklamirkan pada tahun 1872, memungkinkan dibukanya sekolah dasar di seluruh negeri itu di dalam suatu periode yang sangat singkat.

Pengajar di terakoya dikenal sebagai shisho ( ) atau tenarai shisho ( ) dan banyak di antara mereka adalah pengelola sekaligus guru. Secara keseluruhan mayoritas dari para guru ini adalah rakyat biasa, tetapi banyak juga bushi dan pendeta Budha bekerja di sekolah ini, dan beberapa terakoya dikelola oleh pendeta Shinto dan dokter umum.

Terakoya berbeda dari sekolah han dalam hal pendidikan yang didapat pada

akhirnya adalah kecakapan yang tinggi, mengingat yang belajar di dalamnya adalah orang-orang yang menjalani hidupnya dengan hal-hal yang praktis dan pendidikan dasar yang penting bagi hidup sehari-hari rakyat biasa. Materi utama pengajaran di terakoya adalah membaca dan menulis, sedangkan menghitung dengan sempoa sangat penting

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

bagi mereka yang berada di kelas pedagang. Menghitung dengan sempoa diajarkan sebagian besar di rumah meskipun kadang-kadang diajarkan juga pada sekolah khusus sempoa. Pada akhir jaman Edo terakoya yang menawarkan menghitung dengan sempoa meningkat jumlahnya bersamaan dengan membaca dan menulis.

Kurikulum dimulai dengan kaligrafi di mana murid mempraktekkannya dengan meniru contoh yang disajikan oleh pengajar. Contoh kaligrafi ini disebut tehon ( ). Setelah penyelesaian langkah-langkah awal belajar, murid-murid kemudian dibagi-bagi dalam kelas buku teks yang dikenal sebagai buku salinan ( raimono atau

raihon ) yang telah disusun oleh orang Jepang yang ahli kesusateraan.

Buku salinan sudah ada sejak jaman Heian (794-1192) dan terutama digunakan sepanjang abad pertengahan untuk tujuan pendidikan bushi. Pada awal periode Edo buku salinan disusun dalam gaya bahasa surat Cina klasik, tetapi secara berangsur- angsur beberapa buku salinan ini kemudian ditulis dalam huruf yang disebut format menulis kana-majiri sehingga lebih dapat diterima bagi rakyat biasa (Kana-Majiri adalah suatu format menulis di mana tulisan gambar Cina digunakan dalam kombinasi dengan daftar suku kata asli Jepang).

Kebanyakan buku salinan jaman Edo berisi acuan terkenal pada aturan rumah tangga (teikin orai ), yang diwariskan dari abad pertengahan. Banyak juga dimasukkan usul untuk percakapan sehari-hari. Dengan begitu isi utama material yang digunakan di terakoya cenderung untuk memenuhi kebutuhan langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Buku salinan kedua yang paling umum dipusatkan pada geografi. Buku ini penting karena lingkungan kehidupan orang biasa semakin luas seiring dengan pertumbuhan lalu lintas dan pengembangan kegiatan ekonomi sepanjang jaman Edo. Yang kemudian populer adalah buku salinan mengenai perdagangan seperti

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

petani. Buku salinan jenis lainnya terdiri dari koleksi pengajaran tentang ajaran moral bagi rakyat biasa.

Penggunaan sempoa dan kaligrafi menduduki posisi yang penting dalam kehidupan ekonomi pedagang. Untuk tujuan ini disusun sebuah buku teks yang disebut

Jingoki. Pada akhir jaman Edo, kemampuan untuk menghitung dengan sempoa tersebar

luas, dan dengan begitu ketika perhitungan diperkenalkan dari Barat suatu pondasi yang kuat dalam penghitungan telah ada.

3. Pendidikan bagi anak-anak perempuan

Masyarakat Edo terdiri atas hubungan tuan dan bawahan dari kelas bushi dan hubungan yang sama ini diperluas ke organisasi di dalam keluarga-keluarga individu: hubungan antara orang tua dan anak-anak; antara suami dan isteri; antara tuan dan bawahan — semua difungsikan dalam cara yang serupa. Karena alasan ini pendidikan bagi anak perempuan, baik untuk anak perempuan dari keluarga bushi atau rakyat biasa, didasarkan atas suatu konsep hubungan antar manusia yang terpisah dari yang untuk anak-anak lelaki. Pada jaman ini dianggap tidak perlu bagi anak-anak perempuan untuk menerima pendidikan tingkat tinggi yang dibuat ada untuk anak-anak lelaki. Disesuaikan dengan lingkungan hidup mereka, anak-anak perempuan diajar dalam berbagai urusan rumah tangga dan etiket di rumah mereka. Adakalanya mereka dikirim ke rumah yang lain sebagai pelayan wanita, dengan harapan bahwa pengalaman menjauh dari rumah akan meningkatkan etiket dan kemampuan mereka mengurus rumah tangga. Perlunya untuk mengatur pendidikan intelektual yang diterima di sekolah bagi anak perempuan tidak diakui. Pada masa itu sejumlah kecil anak-anak perempuan dari keluarga bushi belajar seni dan literatur klasik sebagai tambahan dari kaligrafi dan

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

membaca, tetapi secara umum di dalam pendidikan untuk anak-anak perempuan di masyarakat feodal ditujukan untuk membentuk isteri dan ibu yang baik.

Sejumlah buku teks yang ditujukan langsung bagi pendidikan moral untuk anak- anak perempuan muncul sepanjang jaman Edo. Pada umumnya kata "wanita" (onna ) muncul dalam judul buku-buku ini, contohnya di Pelajaran yang besar untuk

Wanita (Onna Daigaku ), Analek Konfusian untuk Wanita (Onna Rongo )

dan Buku Sikap Baik Pada Orangtua untuk Wanita (Jokun Kokyo). Praktek pembedaan buku teks untuk wanita ini tetap berlaku hingga akhir jaman Edo.

Pada tutup tahun bakufu, jumlah anak-anak perempuan yang mengikuti terakoya secara berangsur-angsur meningkat dan dibentuk beberapa institusi swasta yang ditujukan bagi pendidikan anak-anak perempuan. Di dalam kedua institusi ini, sebuah kurikulum khusus yang ditawarkan cenderung lebih besar pada hal-hal yang menyenangkan, seperti kebajikan wanita, etiket dan semacamnya, termasuk upacara minum teh, menata bunga dan kepandaian yang santun lainnya. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa ada beberapa pendidikan bagi anak-anak perempuan di luar rumah mereka bahkan sepanjang jaman Edo.

Konsep tradisional mengajarkan bahwa anak-anak perempuan dibedakan dari anak-anak lelaki dan bahwa tidak perlu mendidik mereka dalam institusi formal. Konsep ini kemudian dipengaruhi perkembangan pendidikan modern. Pada awal tahun sistem pendidikan modern perbandingan jumlah anak-anak perempuan dengan anak- anak lelaki dalam sekolah dasar menjadi rendah walaupun menurut Aturan Sistem Pendidikan kedua jenis kelamin ini diharuskan mengikuti pendidikan.

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

Walaupun sekolah han yang ditujukan untuk bushi dan terakoya untuk rakyat biasa mewakili institusi pendidikan pada jaman Edo, jenis sekolah lain juga ada. Salah satu yang mendapat perhatian khusus adalah sekolah negeri yang disebut gogaku atau

goko. Sebagian dari sekolah negeri ini dibentuk oleh daimy sebagai suatu perluasan dari sekolah han skala kecil di lokasi yang tepat berada di dalam daerah tanah feodal. Pegawai tingkat tinggi tertentu juga mendirikan sekolah negeri di daerah mereka sendiri dengan meniru sekolah han. Sebagian dari sekolah negeri ini adalah untuk bushi, beberapa mengijinkan keduanya, yaitu bushi dan rakyat biasa untuk belajar di sana, dan yang lainnya sebagian besar untuk rakyat biasa. Belakangan sekolah ini mirip terakoya kecuali bahwa sekolah ini berada di bawah pengawasan langsung daimy . Sekolah negeri ini bisa dianggap sebagai pelopor sekolah dasar Jepang pada masa ini.

5. Sekolah Swasta

Jenis sekolah lainnya yang hidup secara mandiri lepas dari pengaruh sekolah

han dan terakoya adalah sekolah swasta (shijuku ). Sekolah ini secara umum

didirikan di tempat kediaman pengajar untuk kepentingan pengajaran di dalam materi pokok akademis dan kepandaian artistik. Asal usul sekolah swasta berasal dari “sekolah rahasia” masa lampau dan pertengahan di mana suatu hubungan erat yang ada terutama di antara guru, murid, dan obyek pengajaran dilakukan untuk menyebarkan suatu materi rahasia yang berhubungan dengan sekte tertentu. Dengan berlalunya waktu, sekolah swasta ini membuka diri dan berkembang menjadi sarana pendidikan modern. Pada akhir jaman Edo, berbagai jenis institusi swasta dikembangkan khususnya dalam hal materi pokok yang diajarkan, seperti studi budaya Cina, kaligrafi, penggunaan sempoa, Pengetahuan Nasional (Kokugaku ), Pengetahuan Barat dan sejenisnya. Sekolah swasta yang lain menawarkan rangkaian pelajaran yang disusun dari kombinasi ini.

Melda Hutabarat : Tokugawa Dan Konfusianisme, 2007 USU Repository © 2009

Karena pemerintah pusat mendukung studi akademis mengenai karya Cina klasik, terutama Konfusianisme, banyak cendekiawan Konfusian mendirikan sekolah untuk mempelajari kebudayaan Cina yang dikenal dengan kangakujuku, dan sekolah ini tumbuh dengan subur sepanjang jaman Edo. Sebut saja Kumazawa Banzan dari aliran Wang Yang-ming yang mendirikan sekolah pribadinya di Kyoto, dan lain-lain. Walaupun kangakujuku merosot setelah Restorasi Meiji, landasan pemikiran Konfusian yang mendasari isi pendidikan mereka dilanjutkan sebagai tradisi yang kuat yang mempengaruhi konsep dan materi pendidikan Jepang modern.

Sekolah swasta untuk Pengetahuan Nasional, dikenal sebagai kokugakujuku, juga berhasil dengan baik, dan menjelang akhir bakufu pengetahuan ini kemudian dihubungkan erat dengan ideologi “Mengembalikan Kaisar ke Tahta”. Ada banyak sekolah yang mengajarkan keduanya, yaitu Pengetahuan Nasional maupun kebudayaan Cina. Dengan pengenalan peradaban Barat ke Jepang pada pertengahan abad kesembilan belas, dibentuk jenis sekolah swasta lain yang dikhususkan untuk mempelajari Pengetahuan Barat yang dikenal dengan yogakujuku.

Sekolah swasta yang aktif sepanjang tahun-tahun terakhir bakufu tidak berada di bawah kendali sh gun atau otoritas daimy , tetapi lebih dioperasikan sebagai institusi yang mandiri. Sekolah swasta dibedakan dari sekolah han dan terakoya oleh karena sekolah ini memberi izin untuk menerima murid dari status sosial yang berbeda; fasilitas bidang pendidikan umum disajikan oleh sekolah swasta untuk bushi dan rakyat biasa. Ini adalah pelopor sekolah swasta modern di Jepang.

Dalam dokumen Tokugawa Dan Konfusianisme (Halaman 63-74)

Dokumen terkait