• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Berat Badan Tidak Naik (2T) Pada Baduta Gakin Setelah Pemberian Program MP-ASI

Proporsi Baduta

6.4 Analisis Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Berat Badan Tidak Naik (2T) Pada Baduta Gakin Setelah Pemberian Program MP-ASI

Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh dan parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal (Supariasa, 2001).

Ada dua determinan yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita, yaitu faktor bawaan (genetic factor atau nature) dan faktor lingkungan (environmental factors atau nurture). Faktor bawaan mengacu pada faktor statik yang menyertai anak sejak pembuahan, sedangkan faktor lingkungan lebih banyak terfokus pada kecukupan gizi dan kesehatan bayi dan balita (Satoto, 1997).

Dalam menentukan faktor yang paling dominan mempengaruhi berat badan tidak naik (2T) setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes dapat diketahui dengan melakukan analisis multivariat terhadap faktor yang paling dominan mempengaruhi. Sehingga didapatkan hasil akhir dalam bentuk model regresi logistik berganda, yang dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut:

Dengan model persamaan tersebut, maka dapat memperkirakan berat badan tidak naik (2T) dengan menggunakan variabel ASI Eksklusif, Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes, Riwayat Penyakit Infeksi, Pola Konsumsi Susu dan Interaksi antara ASI Eksklusif dengan Riwayat Penyakit Infeksi. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa berat badan tidak naik (2T) pada baduta akan menambahkan sebesar 6,152 kg berat badan baduta jika diberikan ASI Eksklusif, berat badan tidak naik (2T) pada baduta akan menurunkan sebesar 1,963 kg berat badan jika pemberian MP-ASI > 90 hari, berat badan tidak naik (2T) pada baduta akan menambahkan sebesar 5,460 kg berat badan jika tidak mengalami riwayat penyakit infeksi, berat badan tidak naik (2T) pada baduta akan menurunkan sebesar 2,29 kg berat badan jika jarang mengkonsumsi susu, serta adanya interaksi antara ASI Eksklusif dengan riwayat penyakit infeksi akan menurunkan 2,874 kg berat badan pada baduta yang mengalami berat badan tidak naik (2T). Semakin besar nilai beta (B) maka semakin besar hubungannya dengan berat badan tidak naik.

Sehingga dapat dikatakan bahwa adanya interaksi antara pemberian ASI Eksklusif dengan Riwayat Penyakit Infeksi, yang artinya bahwa seorang baduta yang tidak diberikan ASI Eksklusif lebih beresiko mengalami Riwayat Penyakit Infeksi dan akhirnya menyebabkan

Logit Berat Badan Tidak Naik (2T) : - 4,517 + 6,152*ASI Eksklusif – 1,963*Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes + 5,460*Riwayat Penyakit Infeksi – 2,29* Pola Konsumsi Susu – 2,874 (ASI Eksklusif*Riwayat Penyakit Infeksi)

terjadinya berat badan tidak naik (2T). Selain itu dapat diketahui faktor yang paling dominan mempengaruhi berat badan tidak naik (2T) pada penelitian ini adalah variabel ASI Eksklusif dengan nilai B (6,152).

Dimana didalam kandungan ASI terdapat zat kekebalan dan zat gizinya bagi bayi, sehingga bisa mencegah anak dari gizi buruk atau infeksi. Bayi yang baru lahir sampai beberapa bulan pertama kehidupan belum dapat membuat kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan subtansi bahan hidup yang memberikan perlindungan baik secara aktif maupun melalui pengaturan imunologis yang menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi serta menstimuli perkembangan sistem imunologi bayi itu sendiri serta bayi yang diberikan ASI jarang sakit (WHO, 1999).

Pada penelitian ini faktor yang paling mempengaruhi adalah pemberian ASI Eksklusif. Seperti kita ketahui pemberian ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin (Depkes, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa kejadian berat badan tidak naik (2T) pada baduta sangat dipengaruhi oleh pemberian ASI Eksklusif. Dimana terjadinya kurang gizi, erat kaitanya dengan produksi ASI maupun lamanya pemberian ASI. Tidak diberikannya atau terlalu cepatnya bayi disapih akan memperbesar kemungkinan keadaan gizi kurang. Bayi hanya diberi ASI saja pada usia 0-6 bulan karena produksi ASI pada periode

tersebut sudah dapat mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat (Depkes, 2003).

Menurut WHO (1998) dalam Mutiara (2006), bayi sampai umur enam bulan tetap tumbuh normal dan sehat dengan hanya diberi ASI. Setelah bayi umur enam bulan MP-ASI harus diberikan karena kebutuhan gizi bayi semakin meningkat dan tidak dapat dipenuhi hanya dari ASI. Bentuk MP-ASI harus disesuaikan dengan kemampuan pencernaan bayi dan harus mengandung cukup energi, protein serta vitamin dan mineral secara cukup.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa koefisien determinan (Nagelkerke R Square) menunjukkan nilai 0,410 artinya bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 41% variasi variabel dependen yaitu berat badan tidak naik (2T). Dengan demikian variabel ASI Eksklusif, Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes, Riwayat Penyakit Infeksi, Pola Konsumsi Susu dan Interaksi antara ASI Eksklusif dengan Riwayat Penyakit Infeksi hanya dapat menjelaskan variasi variabel berat badan tidak naik (2T) sebesar 41%, sedangkan 59% dijelaskan variabel lainya yang tidak diteliti.

7.1 Kesimpulan

1. Gambaran pemberian ASI Eksklusif pada baduta setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 yaitu sebanyak 48 ibu (58,5%) memberikan ASI Eksklusif dan sebanyak 34 ibu (41,5%) tidak memberikan ASI Eksklusif.

2. Gambaran lamanya pemberian program MP-ASI Kemenkes pada baduta gakin di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 yaitu sebanyak 64 baduta (78%) yang mengkonsumsi MP-ASI Kemenkes selama ≥ 90 hari dan sebanyak 18 baduta (22%) yang mengkonsumsi MP-ASI Kemenkes selama > 90 hari.

3. Gambaran riwayat penyakit infeksi pada baduta gakin setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 yaitu sebanyak 28 baduta (34,1%) tidak pernah menderita penyakit infeksi dan sebanyak 52 baduta (65,9%) pernah menderita penyakit infeksi. 4. Gambaran pola konsumsi makan baduta pada baduta gakin setelah pemberian

program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011, yaitu:

a. Sebanyak 55 baduta (67,1%) sering mengkonsumsi makanan pokok dan sebanyak 27 baduta (32,9%) jarang mengkonsumsi makanan pokok. b. Sebanyak 18 baduta (22%) sering mengkonsumsi lauk hewani dan

c. Sebanyak 21 baduta (25,6%) sering mengkonsumsi lauk nabati dan sebanyak 61 baduta (74,4%) jarang mengkonsumsi lauk nabati.

d. Sebanyak 35 baduta (42,7%) sering mengkonsumsi sayuran dan sebanyak 47 baduta (57,3%) jarang mengkonsumsi sayuran.

e. Sebanyak 48 baduta (58,5%) sering mengkonsumsi buah dan sebanyak 34 baduta (41,5%) jarang mengkonsumsi buah.

f. Sebanyak 17 baduta (20,7%) sering mengkonsumsi susu dan sebanyak 65 baduta jarang mengkonsumsi susu.

5. Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan berat badan tidak naik (2T) pada baduta gakin setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 dengan OR 3,485 dan nilai interval CI 95% (1,380-8,798).

6. Ada hubungan antara lamanya pemberian program MP-ASI Kemenkes dengan berat badan tidak naik (2T) pada baduta gakin di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 dengan OR 0,299 dan nilai interval CI 95% (0,095-0,0939).

7. Ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan berat badan tidak naik (2T) pada baduta gakin setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 dengan OR 3,071 dan nilai interval CI 95% (1,174-8,028).

8. Hubungan antara pola konsumsi makan dengan berat badan tidak naik (2T) pada baduta gakin setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011, yaitu:

a. Tidak ada hubungan antara: pola makan makanan pokok dengan berat badan tidak naik (2T) dengan OR 0,717 dan nilai interval CI 95% (0,284-1,810), pola makan lauk hewani dengan berat badan tidak naik (2T) dengan OR 1,331 dan nilai interval CI 95% (0,465-3,806), pola makan lauk nabati dengan berat badan tidak naik (2T) dengan OR 1,137 dan nilai interval CI 95% (0,421-3,067), pola makan sayuran dengan berat badan tidak naik (2T) dengan OR 1,105 dan nilai interval CI 95% (0,460-2,652), pola makan buah dengan berat badan tidak naik (2T) dengan OR 0,818 dan nilai interval CI 95% (0,339-1,971).

b. Ada hubungan antara pola minum susu dengan berat badan tidak naik (2T) dengan OR 0,233 dan nilai interval CI 95% (0,069-0,791).

9. Adanya faktor yang paling dominan mempengaruhi berat badan tidak naik (2T) pada baduta gakin setelah pemberian program MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011 adalah ASI Eksklusif dengan nilai B (6,152).

7.2 Saran

1. Meningkatkan pentingnya pemberian ASI Eksklusif untuk memberikan imunitas terhadap penyakit infeksi

2. Untuk mengoptimalkan status gizi baduta diperlukan frekuensi minum susu sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PGS)

3. Diperlukannya sosialisasi menyeluruh mengenai program MP-ASI Kemenkes, baik sasaran yang jelas, jangka waktu pemberian biskuit dan petunjuk tentang program MP-ASI Kemenkes tersebut oleh para kader, petugas kesehatan, maupun pranata sosial.

4. Diperlukannya personal hyiegene ibu, pengetahuan mengenai pola makan yang baik dan bergizi, dan kebersihan lingkungan rumah dalam menjaga serta meningkatkan derajat kesehatan keluarganya, khususnya bagi anaknya. 5. Untuk pengukuran pola konsumsi makan, sebaiknya dilakukan saat baduta

tersebut mendapatkan Program MP-ASI Kemenkes tersebut.

6. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti variabel penyakit metabolisme bawaan, dimana faktor tersebut menyebabkan kejadian stunting pada balita.

Al-Shobuny, Imam Muhammad’ Ali. 1418 H. Shofwat Tafasir. Mekah: Dar al-Shobuny

Albar, Hussein. 2004. Makanan Pendamping ASI. Cermin Dunia Kedokteran. No. 145:51-55. Makassar: FK UNHAS.

Alimul, Aziz Hidayat. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ariawan, Iwan. 1996. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistika dan Kependududkan FKM UI.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta:EGC.

As-Syyid, Abdul Muhammad. 2009. Pola Makan Rasulullah Makanan Sehat Berkualitas Menurut Al-Quran dan As-Sunnah. Jakarta: PT. Almahira

Astari, Dwi Lita, dkk. 2006. Hubungan Konsumsi ASI dan MP-ASI serta Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan di Kabupaten Bogor. Bogor: Media Gizi& Keluarga.

Azwar, Azrul. 2000. Masalah Gizi Kurang pada Balita dan Upaya Penanggulangan di Indonesia. Jakarta: Majalah Kesehatan Masyarakat, Tahun XXVII, No. 11. Azwar, Azrul. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Jakarta:

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII LIPI.

Biddulph, John, dkk. 1999. Kesehatan Anak Untuk Perawat, Petugas Penyuluhan Kesehatan dan Bidan di Desa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Brown, K.H., K. Dewey & L. Allen 1998. Complementary Feeding of Young Children

in Developing Countries. A review of Current Scientific Knowledge. World Health Organization, Genewa.

Cynthia. 2009. Vaksin Untuk Imunisasi Balita. (diakses tanggal 30 April 2011). http://piogama.ugm.ac.id.

_________________. 1992. Pedoman Pemantauan Status Gizi (PSG) Melalui Posyandu. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2002. Program Gizi Makro. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat.

_________________. 2002. Tata Cara Pemberian MP-ASI Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2003. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan Untuk Petugas). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat.

_________________. 2003. Status Gizi Ibu Hamil, Bayi dan Balita Tahun 1989-2002. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2004. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tahun 2004. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. _________________. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2008. Prosedur Mutu Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI bagi Bayi 6-11 bulan dan Anak 12-23 bulan BGM Gakin Tahun 2008). Jakarta: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

_________________. 2009. Laporan Tahunan Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2008 . Jakarta: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. _________________. 2011. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi

DKI Jakarta Tahun 2010 . Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2011. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2010 . Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

_________________. 2011. Laporan Tahunan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Tahun 2010. Jakarta: Sudin Kesehatan Jakarta Selatan.

_________________. 2011. Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Direktorat Gizi Masyarakat. 2000. Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ebrahim, G.J. 1996. Air Susu Ibu.Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.

Eregie,C.O. and Abraham,R. 1997. Studies on Exclusive Breastfeeding: Observations on The Adequacy of Breast Milk as Sole Nutrient for The First Six Month of Life. International Child Health: a Digest of Current Information. An International Pediatrics Association Publication in Collaboration with UNICEF and WHO. VIII, 4 : 49-54.

Feddelia, Ellan. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Lingkungan Pemulung Ciputat Tahun 2006. Depok: Skripsi FKM UI.

Kartono, Djoko, dkk. 1993. Beberapa Aspek Psiko Sosial Pada Anak Kurang Energi Protein di Daerah Bogor. Bogor: Penelitian Gizi dan Makanan.

Hadi, Imam. 2005. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan Tahun 2005. Depok: Skripsi FKM UI.

Hauvast,J.L.A., J.J.M. Toolboom, L.J.M. Heijden van der, A.K. Luneta, W.A. Staveren van, S.M. van. Gastel. 2000. Food Consumption of Young Stunted and Non-Stunned Children in Rural Zambia. Eur J Clin Nutr 53:50-59 [abstrak]

Heinig, J., et all,. 1993. Energy and Protein Intake of Breast-Fed and Formula-Fed Infant During the First Year of Life and Their Association with Growth Velocity: The DARLING Study. American Journal of Clinical Nutrition.58:152-161.

Hermina. 1992. Keragaman Pengetahuan Gizi dan Pengetahuan Praktek Pemberian Makanan Bayi dan Anak dari Ibu Balita Gizi Buruk di daerah Bogor dan sekitarnya. Bogor: Penelitian Gizi dan Makanan.

Hull, David. 1994. Pedoman Bagi Orang Tua: Kesehatan Anak. Jakarta: Arcan. Hurlock, EB. 1997. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : PT Gramedia.

Jahari,A.B.,Sandjaya,H.Sudirman, Soekirman,I. Juss’at, D. Latief & Atmarita.2000. Status Gizi Balita di Indonesia sebelum dan sesudah krisis (Analisa data antropometri Susenas 1989 s/d 1999). Jakarta: Widya Karya Pangan dan Gizi

Kartika, Vita, dkk. 2003. Studi Dampak Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu. Penelitian Gizi dan Makanan. 26 (1): 1-10.

Lestari, 1996. Menjaga Kesehatan Balita. Jakarta: Puspa Swara.

Moehyi. 1988. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta: Bhratara Karya Angkasa. Muthmainah, Ani, dkk. 1996. Beberapa Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat

Kecukupan Anak Usia 2-5 Tahun. Bogor: IPB Media Gizi dan Keluarga. Mutiara, Ira. 2006. Hubungan Pemberian Makan dan ASI serta Faktor-Faktor Lain

dengan Status Gizi Buruk Balita dengan Tanda Klinis. Depok: Tesis FKM UI.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Oktaviyanti, Rika. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Ratu Jaya Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat Tahun 2007. Depok: Skripsi FKM UI.

Persagi dan RS Dr. Cipto Mangunkusumo. 1992. Penuntun Diit Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Roesli, Utami. 2000. Mengenal ASI Ekskusif Seri I. Jakarta: Trubus Agriwirdya.

Santoso, Soegeng dan Anne Lies Ranti. 1999. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sari, Tri Novita. 1999. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Desa Sirnagalih Kecamatan Ciomas Bogor Juli 1998. Depok: Skripsi FKM UI.

Satoto, 1997. Fitrah dan Tumbuh Kembang Anak. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Gizi pada Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi I untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

Siahaan, Rinto. 2005. Pendamping ASI Cegah Kekurangan Gizi. (diakses tanggal 28 April 2011). http:// www. humanmedicine.net

Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Suharyono, dkk. 1992. Air Susu Ibu Tinjauan dari Beberapa Aspek. Jakarta: FKUI. Sukmadewi, Sari. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di

Wilayah Puskesmas Bogor Tengah Kota Bogor Tahun 2003. Depok: Skripsi FKM UI.

Sulistyowati, Heni. 2007. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 Bulan di Desa Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora Tahun 2007. Semarang: Skripsi FIK UNES.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

Thonthowi, Muhammad Sayid. 1420 H. Tafsir Al-Wasith. Kairo: Dar el Haromain Utami, Karina Dewi. 2011. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian

MP-ASI Dini Pada Bayi Kurang Dari 6 Bulan di Desa Sutopati Tahun 2011. Ciputat: Skripsi FKIK UIN

Yenrina, 2006. Menyiapkan ASI. Jakarta: Puspa Swara

UNICEF, WHO, UNESCO, Kementrian Kesehatan RI, dkk. 2010. Penuntun Hidup Sehat: Edisi Keempat. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

WHO. 1999. Management Severe of Nutrition: a Manual for Physicians and other Service Health Worker. Geneva.

WHO. 2003. Global Strategy for Infant and Young Child. (diakses 1 Mei 2011).

Widodo, Yekti, dkk. 2005. Pertumbuhan Bayi yang Mendapat ASI Eksklusif dan ASI Tidak Ekskusif. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Willet, Walter. 1998. Nutritional Epidemiology. New York: Oxford University Press Ziegler, T.R., N. Bazargan & J.R. Galloway,. 2000. Glutamine Supplemented Nutrition

Support: Saving Nitrogen and Saving Money. Clinical Nutrition: 19(6); 375-377

KUESIONER

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERAT BADAN TIDAK NAIK