• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BAGAN

3. Keamanan Pangan a. Cemaran Mikro

2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita .1 Karakteristik Keluarga

2.4.2 Pola Asuh

a. Pemberian ASI

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu hewan seperti susu sapi. Air susu ibu sangat menguntungkan ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan, ekonomi, maupun sosio-psikologis (Suharyono,dkk. 1992).

ASI merupakan makanan yang sempurna untuk bayi dan tidak ada produk makanan pengganti ASI yang kualitasnya menyamai ASI. Hal ini disebabkan karena ASI sehat, tidak mengandung kuman, memenuhi sebagian kebutuhan metabolik bayi dan dapat mengurangi kemungkinan sakit perut dan peradangan secara umum (Yenrina, 2006).

Menurut Depkes (1992), ASI mampu melindungi bayi dari penyakit infeksi terutama diare karena ASI mempunyai kelebihan dibandingkan dengan makanan pengantinya yaitu:

1. ASI bebas kontaminasi sehingga aman dikonsumsi bayi

2. Mengandung immunoglobulin yang dapat melumpuhkan bakteri E.coli

3. Mengandung sel darah putih

4. Mengandung faktor bifidus, yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan berperan untuk menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga juga keasaman

usus bayi dan berguna menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan

Komposisi zat gizi yang terkandung dalam ASI dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Lemak

ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi yaitu sekitar 3,5%. Namun, keduanya mempunyai susunan lemak yang berbeda. ASI lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh. Selain itu ASI mengandung asam lemak omega-3 yang dibutuhkan untuk perkembangan otak. Alat pencernaan bayi akan lebih cepat menyerap asam lemak tak jenuh dibandingkan menyerap asam lemak jenuh. Oleh karena itu, lemak ASI lebih cepat diserap oleh usus bayi dibandingkan lemak susu sapi (Pudjiadi, 2000).

2. Protein

Kualitas protein dalam makanan tergantung pada susunan asam amino dan mutu cernanya. Berdasarkan hasil penelitian, protein susu, telur, daging dan ikan memiliki nilai gizi yang paling tinggi. Protein susu dibagi menjadi dua golongan yaitu caseine dan whey. Kebutuhan protein ASI pada bayi sekitar 1,8/kg berat badan. Sekitar

80% susu sapi terdiri atas caseine yang sifatnya sangat mudah menggumpal di lambung sehingga sulit untuk dicerna oleh enzim proteinase (Yenrina, 2006).

3. Karbohidrat

Peranan karbohidrat terutama diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi. Laktosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang terdapat dalam ASI maupun susu sapi. ASI mengandung laktosa sekitar 70% sedangkan kandungan laktosa dalam susu sapi hanya sekitar 4,4% kadar laktosa yang tinggi mengakibatkan terjadinya pertumbuhan Lactobacillus yang terdapat dalam usus utuk mencegah terjadinya infeksi (Soetjingsih, 1997).

4. Mineral

Kandungan mineral dalam ASI lebih kecil dibandingkan dengan kandungan mineral dalam susu sapi (1:4). Karena kandugan mineral yang tinggi pada susus akan menyebabkan terjadinya beban osmolar yaitu tingginya kadar mineral dalam tubuh (Pudjiadi, 2000).

5. Vitamin

Kadar vitamin dalam ASI diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus cukup dan seimbang. Kekurangan vitamin tersebut dapat

mengakibatkan terganggunya kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu (Almatsier, 2001).

Kegunaan ASI dikarenakan kandungan zat kekebalan dan zat gizinya bagi bayi, sehingga bisa mencegah anak dari gizi buruk atau infeksi. Zat gizi dalam ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan sesuai dengan saluran pencernaan, tidak ada bahaya alergi dan komposisi sesuai untuk bayi. Bayi yang baru lahir sampai beberapa bulan pertama kehidupan belum dapat membuat kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan subtansi bahan hidup yang memberikan perlindungan baik secara aktif maupun melalui pengaturan imunologis yang menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi serta menstimuli perkembangan sistem imunologi bayi itu sendiri serta bayi yang diberikan ASI jarang sakit (WHO, 1999).

Terjadinya kurang gizi, erat kaitanya dengan produksi ASI maupun lamanya pemberian ASI. Tidak diberikannya atau terlalu cepatnya bayi disapih akan memperbesar kemungkinan keadaan gizi kurang. Bayi hanya diberi ASI saja pada usia 0-6 bulan karena produksi ASI pada periode tersebut sudah dapat mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat (Depkes, 2003).

Pada keadaan normal, ASI mampu memberikan zat gizi yang cukup bagi pertumbuhan bayi sampai umur enam bulan. Tetapi untuk mengetahui

cukup tidaknya kemampuan produksi ASI, tidak hanya menggunakan ukuran volume atau banyaknya ASI. Tanda-tanda lapar atau kepuasan anak khususnya,dengan melihat laju pertumbuhan berat badan merupakan indikator yang lebih baik untuk mengetahui cukup tidaknya ASI (Yenrina, 2006).

Menurut WHO (1998) dalam Mutiara (2006), bayi sampai umur enam bulan tetap tumbuh normal dan sehat dengan hanya diberi ASI. Setelah bayi umur enam bulan MP-ASI harus diberikan karena kebutuhan gizi bayi semakin meningkat dan tidak dapat dipenuhi hanya dari ASI. Bentuk MP-ASI harus disesuaikan dengan kemampuan pencernaan bayi dan harus mengandung cukup energi, protein serta vitamin dan mineral secara cukup.

b. ASI Eksklusif

Jika kita membahas mengenai Makanan Pendamping (MP-ASI), maka tidak akan lepas dari pembahasan mengenai pemberian ASI Eksklusif. Dimana bila yang satu dilaksanakan, maka satu hal yang lain pasti dapat dilakukan.

Pemberian ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin (Depkes, 2003).

Roesli (2000) menyatakan pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti: susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makana padat seperti: pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim.

Kegagalan pemberian ASI Eksklusif akan menyebabkan berkurangnya sel-sel otak bayi sebanyak 15-20% sehingga dapat menghambat perkembangan kecerdasan bayi tahap selanjutnya (Depkes, 2003).

Berdasarkan penelitian Oktaviyanti (2007), terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi balita. Akan tetapi proporsi anak yang kurus ternyata lebih tinggi pada anak yang mendapat ASI Eksklusif dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Dari hasil tabulasi silang antara pemberian ASI Eksklusif dengan konsumsi energi dan protein anak, diketahui bahwa proporsi anak yang konsumsi energi dan proteinnya kurang, lebih tinggi pada anak yang mendapatkan ASI Eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI Eksklusif, tetapi konsumsi energi dan proteinnya kurang dapat menyebabkan anak tersebut menjadi kurang gizi karena kebutuhan energi dan proteinya untuk pertumbuhannya tidak adekuat.

Berdasarkan penelitian Widodo dkk, (2005), berdasarkan indeks antropometri BB menunjukkan bahwa sejak usia 2 – 4 bulan kenaikan

rata-rata BB bayi yang diberi ASI Eksklusif daripada bayi yang diberi MP-ASI sebelum usia 4 bulan. Tetapi hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Eregie dan Abraham (1997) dan Heinig, et all., (1993) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan bayi yang diberi ASI Ekslusif dan yang tidak diberi ASI Ekslusif tidak berbeda.

2.4.3 Karakteristik Anak