• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2. Integrasi Sosial

2.2.1. Syarat-syarat integrasi sosial

Integrasi sosial akan terbentuk di masyarakat apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial dari suatu wilayah atau negara tempat mereka tinggal. Selain itu, sebagian besar masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang dibangun, termasuk nilai-nilai, norma-norma, dan yang lebih tinggi lagi adalah pranata-pranata sosial yang berlaku dalam masyarakatnya, guna mempertahankan keberadaan masyarakat tersebut. Selain itu, karakteristik yang dibentuk sekaligus menandai batas dan corak masyarakatnya.

Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat berhasilnya suatu integrasi sosial adalah;

1) Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling

mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan yang lainnya. Hal ini berarti kebutuhan fisik berupa sandang dan pangan serta kebutuhan sosialnya dapat dipenuhi oleh budayanya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini menyebabkan masyarakat perlu saling menjaga keterikatan antar satu dengan yang lainnya.

2) Masyrakat berhasil menciptakan kesepakatan (consensus) bersama

mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Termasuk menyepakati hal-hal yang dilarang menurut kebudayaannya.

3) Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsisten seta tidak mudah mengalami perubahan sehingga dapat menjadi aturan baku dalam melangsungkan proses interaksi soisal.

Proses integrasi sosial di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat betul-betul memperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan sosial mereka dan menentukan arah kehidupan masyarakat menuju integrasi sosial. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain tujuan yang ingin dicapai bersama, sistem sosial yang mengatur tindakan mereka, dan sistem sanksi sebagai pengontrol atas tindakan-tindakan mereka. Dan proses integrasi sosial akan berjalan dengan baik apabila anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain dan mencapai konsensus mengenai norma-norma dan nilai nilai sosial yang konsisten dan tidak berubah-ubah dalam waktu yang singkat. Sehingga anggota-anggota masyarakat selalu berada dalam keadaan stabil dan terikat dalam integrasi kelompok.

2.2.2. Bentuk-bentuk Integrasi Sosial 2.2.2.1. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial taraf lanjut yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara individu atau kelompok dalam masyarakat. Dalam proses asimilasi juga terdapat usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Melalui

asimilasi, seseorang tidak lagi membedakan dirinya dengan anggota masyarakat yang lainnya. Batas-batas antara kelompok akan hilang dan lebur menjadi satu kesatuan kelompok. Jadi secara singkat, asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan (integrasi). Suatu asimilasi akan mudah terjadi apabila didorong oleh faktor faktor sebagai berikut.

1. Toleransi antara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri

yang akan tercapai melalui suatu proses yang disebut akomodasi

2. Tiap-tiap individu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam

ekonomi, terutama dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Dengan demikian akan terjadi perubahan dalam kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasa-jasanya.

3. Diperlukan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung

oleh masyarakat lain. Masing-masing pihak mengaku kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan kebudayaan masing-masing. Hal ini akan mendekatkan anggota masyarakat yang menjadi anggota kebudayaan tersebut.

4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat dengan

memberikan kesempatan pada golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penggunaan fasilitas umum, dan partisipasi dalam politik.

satu dengan yang lainnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan prasangka-prasangka semula ( mungin) ada diantara pendukung suatu kebudayaan tertentu.

6. Perkawinan campuran akan menyatukan dan mengurangi

perbedaan-perbedaan antara warga dari suatu golongan dengan golongan lain, misalnya antara golonganminoritas dengan mayoritas.

7. Bila terdapat musuh bersama dari luar, maka proses asimilasi akan

semakin cepat sebab semakin masing-masing kelompok atau golongan akan mencari jalan untuk bersepakat guna menghadapi musuh bersama itu.

2.2.2.2. Akulturasi

Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengankebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Proses akulturasi sudah ada sejak dahulu dalam sejarah kebudayaan manusia, karena manusia selalu melakukan migrasi atau adanya gerak perpindahan dari suku-suku bangsa di muka bumi. Migrasi ini akan menyebabkan pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibatnya, setiap individu dalam kelompok-kelompok itu akan dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan yang asing baginya. Pertama kali, unsur-unsur baru yang

datang tidak lansung diterima atau diadaptasi begitu saja, tetapi melalui proses pembelajaran terlebih dahulu. Setelah dilakukan penyesuaian atau adaptasi dengan dirinya. Apabila mendatangkan manfaat lebih besar, akan diterima. Penerimaan ini mungkin saja terjadi setelah melalui perubahan-perubahan tertentu (modifikasi) sesuai dengan keperluan keterampilan dan penyesuaian terhadap struktur masyarakat yang ada. Kebudayaan asing akan relatif mudah diterima apabila:

1. Tidak ada hambatan geografis, misalnya daerah bergunung yang relatif

sulit dijangkau sehingga kontak dengan masyarakat luar menjadi sukar.

2. Kebudayaan yang datang membawa manfaat yang lebih besar bila

dibandingkan dengan kebudayaan lama.

3. Adanya persamaan dengan unsur-unsur kebudayaan lama

4. Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan

5. Kebudayaan itu bersifat kebendaan.

Perubahan yang bersifat akulturasi dapat disebabkan sebagai akibat directccultural transmission (transmisi kebudayaan lansung), kasus-kasus nonstruktural seperti ekologi, demografi, (kependudukan), modifikasi sebagai akibat pergeseran kebudayaan , dan keterlambatan kebudayaan. Selain itu, suatu akulturasi dapat disebabkan oleh suatu reaksi terhadap adaptasi bentuk-bentuk kehidupan tradisioanl, semuanya dapat dilihat sebagai dinamika dalam rangka adaptasi yang selektif terhadap, tarian sistem nilai, proses integrasi.

2.3. Konflik

Pengertian konflik yang paling sederhana adalah saling memukul (configere). Tetapi definisi yang sederhana itu tentu belum memadai, karena konflik tidak saja tampak sebagai pertentangan fisik semata. Secaran sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih atau juga kelompok yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu yang terlibat dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya.

Soerjono soekanto menyebut konflik sebagai pertentengan atau pertikaian, yaitu suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan. Senada dengan Randall Collins, konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial sehingga dia tidak menganggap konflik itu baik atau buruk. Collins memandang setiap orang memiliki sifat sosial (sociable) tetapi juga mudah berkonflik dalam hubungan sosial mereka. Konflik bisa terjadi dalam hubungan sosial karena penggunaan kekerasan oleh seseorang atau banyak orang dalam lingkungan pergaulannya. Ia melihat orang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, jadi benturan mungkin terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.

Keragaman sosiokultural di dalam suatu bangsa atau negara memiliki intensitas konflik yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara struktur sosialnya bersifat homogen. Heterogenitas suatu bangsa sering kali menimbulkan konflik antar suku, agama, ras, dan antar golongan yang sering diistilahkan konflik SARA. Selain itu, gejala diferensiasi sosial (penggolongan sosial) jika tidak ditangani secara bijak akan menimbulkan kerawanan konflik sosial. Akan tetapi, disisi lain keanekaragaman sosiokultural suatu bangsa juga bisa menjadi kekayaan khazanah budaya bangsa yang akan menjujung tinggi bangsa di percaturan internasional, sehingga keanekaragaman sosial budaya berdampak pada keuntungan ekonomis jika dikelola dengan baik.

2.3.1. Faktor-faktor penyebab suatu konflik sosial 2.3.1.1. Perbedaan individu

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya setiap orang memiliki

pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata in dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

2.3.1.2. Perbedaan latar belakang kebudayaan

nilai dan norma-norma sosial yang berbeda ukurannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Perbedaan inilah yang mendatangkan konflik sosial sebab kriteria tentang baik buruk, sopan tidaknya, pantas tidaknya, bahkan berguna atau tidaknya, baik itu benda fisik maupun nonfisik berbeda-beda menurut pola pemikiran masing-masing yang didasarkan pada latar belakang kebudayaan masing-masing.

2.3.1.3. Perbedaan kepentingan

Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan

yang berbeda, oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda pula. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda.

2.3.1.4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak akan menyebabkan konflik sosial. Misalnya pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.

Dokumen terkait